TAHUN 2020
NIM : I1021201083
Kela : A2
I. Latar Belakang
Supositoria adalah bentuk sediaan padat yang pemakaiannya dengan cara
memasukkan melalui lubang atau celah pada tubuh, dimana ia akan melebur, melunak
atau melarut dan memberikan efek lokal atau sistemik. Supositoria umumnya
dimasukkan melalui rektum, vagina, kadang-kadang melalui saluran urin dan jarang
melalui telinga dan hidung (Ansel, 2008).
Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai
pembawa zat terapetik yang bersifat lokal atau sistematik.bahan dasar supositoria yang
umum digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati
terhidrogenasi, campuran polietilen glikol berbagai bobot molekul dan ester asamlemak
polietilen glikol (F.Ind. Ed. IV, 1995)
Satu di antara sediaan suppositoria ialah Parasetamol. Parasetamol umumnya
digunakan sebagai analgetik dan antipiretik, tetapi tidak anti radang. Umumnya
dianggap sebagai antinyeri yang paling aman untuk swamedikasi (pengobatan mandiri).
Sebagai analgesik, parasetamol diduga bekerja langsung pada pusat pengatur panas di
hipotalamus. (Tjay dkk., 2008)
Ketika pengobatan secara peroral diketahui dapat menimbulkan efek samping yang
tidak dapat dikehendaki dan efek samping yang merugikan, maka pemberian obat
secara parekteral mulai dikembangkan. Bentuk sediaan ini mempunyai beberapa
keuntungan dibandingkan dengan penggunaan secara peroral, yaitu tidak menyebabkan
rasa yang tidak enak, dapat menghindari terjadinya iritasi lambung, mudah dipakai
terutama untuk penderita yang tidaak dpat memakai obat secara oral, juga untuk anak –
anak yang sulit menelan. Selain itu obat yang diabsorpsikan melalui rektum dapat
melalui hati sebelum masuk kedalam sirkulasi sistemik sehingga mengalami perombakan
efek lintas pertam ( Anief, 1997:158).
Pelepasan obat merupakan parameter penting proses absorbsi. Pada sediaan rektal,
komposisi dari basis suppositoria atau pembawa dari zat obat yang dikandungnya dapat
berpengaruh banyak terhadap pelepasan obat. Basis suppositoria adalah basis yang
selalu padat dalam suhu ruangan tetapi akan melunak atau melebur dengan mudah
pada suhu tubuh sehungga obat yang dikandungnya dapat sepenuhnya lepas dari
basisnya, setelah dimasukkan dan memberikan efek. Efek ini dapat berupa efek local
maupun sistemik ( Ansel,1989:557)
II. Preformulasi Zat Aktif
Parasetamol
Struktur kimia
Fungsi Basis
Pemerian Padatan yang terdiri dari lembaran berwarna
putih atau agak kuning atau tidak berasa atau
butiran halus dengan sedikit tembus cahaya.
Baunya mirip dengan cera flava, tetapi kurang
kuat.
Kelarutan Larut dalam kloroform, eter, minyak tetap,
minyak atsiri, dan karbon disulfida hangat;
sedikit larut dalam etanol (95%); praktis tidak
larut dalam air.
Persentase yang 5%
digunakan
Stabilitas Ketika cera alba dipanaskan di atas 150oC,
Panas esterifikasi terjadi dengan konsekuensi
Hidrolisis/oksidasi penurunan nilai asam dan peningkatan titik
leleh.
Cahaya
Inkompatibilitas Tidak sesuai dengan oksidator.
V. Perhitungan Formulasi
Total suppositoria yang akan dibuat : 5 buah
Bobot suppositoria : 2 gram x 5 = 10 gram
Total Parasetamol : 125 mg x 5 = 0,125 gram x 5 = 0,625 gram
Nilai tukar parasetamol : 0,625 gram x 1,5 = 0,9375 gram
Total basis : 10 gram – 0,9375 gram = 9,0625 gram
Oleum cacao : 9,0625 gram x 95% = 8,609375 gram ≈ 8,61 gram
Cera alba : 9,0625 gram x 5% = 0,453125 ≈ 0,45 gram
b. Uji melunak
Suatu penyaringan melalui selaput semipermeabel, yakni pipa selovan, diikat
pada kedua ujung kondensor dengan masing-masing ujung pipa terbuka. Air pada
suhu 37oC disirkulasi melalui kondensor tersebut pada laju sedemikian rupa,
sehingga separuh bagian bawah pipa selovan kempis dan separuh bagian atas
terbuka. Tekanan hidrostatis air dalam alat tersebut kira-kira 0 ketika pipa
tersebut mulai kempis (Lachman, 1994).
c. Uji Kehancuran
Uji kehancuran dirancang sebagai metode untuk mengukur kerapuhan
supositoria. Alat yang digunakan terdiri dari suatu ruang berdinding rangkap
dimana suatu supositoria yang diuji ditempatkan. Air pada 37oC dipompa
melewati dinding rangkap, dan supositoria diisikan dalam dinding yang kering,
menopang lempeng dimana suatu batang dilekatkan. Ujung lain dari batang
tersebut terdiri dari lempeng lain dimana beban digunakan. Uji dihubungkan
dengan penempatan 600 g di atas lempeng datar. Pada interval 1 menit, 200 g
bobot ditambahkan, dan bobot dimana supositoria rusak adalah titik hancurnya,
atau gaya yang menentukan karakteristik keregasan dan kerapuhan supositoria
tersebut. Supositoria dengan bentuk yang berbeda mempunyai titik hancur yang
berbeda pula (Lachman, 1994).
d. Uji Disolusi
Pengujian awal dilakukan dengan penetapan biasa dalam gelas piala yang
mengandung dalam suatu medium. Dalam usaha untuk mengawasi variasi pada
antar muka massa/medium, berbagai cara dipakai, termasuk keranjang kawat
mesh, atau suatu membran untuk memisahkan ruang sampel dari bak reservoar.
Sampel yang ditutup dalam pipa dianalisis atau membran alami juga dapat dikaji.
Alat sel alir (flow cell) digunakan untuk menahan sampel ditempatnya dengan
kapas, saringan kawat, dan yang paling baru dengan manik-manik gelas
(Lachman, 1994).
Daftar Pustaka
Anief., M. 1997. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.
Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Terjemahan) Farida Ibrahim, Edisi
IV. Jakarta : Ui Press
Rowe RC, Sheskey PJ, Quinn ME. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients. Sixth
Edition. London : pharmaceutical Press
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2008. Obat-Obat Penting Edisi ke-VI. Jakarta. PT.
Elex Media Komputindo