Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia dapat merasakan nyeri ketika mengalami sakit kronis, infeksi,
pembedahan maupun intervensi medis lainnya. Menurut International Association
for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak
menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun
potensial atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Obat atau senyawa
yang dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran disebut analgetik. Analgetik dikelompokkan menjadi 2 yaitu analgetik
opioid dan OAINS/ NSAIDs. NSAIDs yang paling banyak digunakan dalam
farmasi adalah ibuprofen. Seperti semua NSAIDs non-selektif, menghambat
cyclooxygenase (COX) tipe I dan II dan sekunder juga platelet agregasi. Untuk
intervensi dengan peningkatan risiko hemoragik (tonsilektomi, luka besar daerah
dan lain-lain) dan pada pasien dengan perdarahan kecenderungan penilaian risiko-
hati diperlukan.
Ibuprofen merupakan derivat asam fenil propionat yang banyak digunakan
sebagai obat anti inflamasi non steroid, analgetik, dan antipiretik. Ibuprofen
merupakan inhibitor non selektif cyclooxigenase (COX) yang dapat menghambat
enzim COX 1 dan COX 2. Enzim COX 2 diduga bertanggung jawab untuk efek
anti inflamasi NSAIDs, sedangkan enzim COX 1 bertanggung jawab untuk
toksisitas gastrointestinal.
Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang bersifat analgesik kuat,
antipiretik, dan daya anti inflamasi yang tidak terlalu kuat. Ibuprofen bekerja
dengan menghambat enzim yang berperan dalam produksi prostaglandin.
Prostaglandin adalah senyawa yang dilepaskan tubuh yang menyebabkan
inflamasi dan rasa sakit. Dengan menghalangi produksi prostaglandin, ibuprofen
mengurangi inflamasi dan rasa sakit. Ibuprofen berfungsi sebagai pereda rasa
nyeri ringan yang termasuk ke dalam jenis obat anti inflamasi non steroid yang
dapat digunakan untuk mengatasi berbagai keluhan diantaranya sakit gigi, sakit
perut saat menstruansi, nyeri pada otot, keseleo, dan juga artiritis. Ibuprofen relatif
lebih lama dikenal dan tidak menimbulkan efek samping serius pada dosis
analgetik, sehingga ibuprofen dijual sebagai obat generik bebas dibeberapa negara
antara lain Amerika Serikat dan Inggris. Ibuprofen juga merupakan obat inti di
daftar obat esensial World Health Organization, yang merupakan daftar kebutuhan
medis minimum untuk sistem perawatan kesehatan dasar.
Ibuprofen sering digunakan dengan frekuensi penggunaan berulangkali
dalam sehari dan bila penggunaan dosis berlebihan dalam waktu yang panjang
dapat menyebabkan efek samping yang dimiliki oleh ibuprofen yaitu gangguan
saluran cerna meningkat. Ibuprofen merupakan suatu bahan obat yang memiliki
kelarutan yang buruk dalam air atau praktis tidak larut dalam air.Untuk obat yang
mempunyai sifat demikian, absorpsinya cenderung tidak teratur, lambat dan tidak
sempurna sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan kelarutan melalui
pengembangan formulasi agar obat dapat cepat terlepas dari sediaan (terlarut
dalam cairan gastrointestinal, selanjutnya dapat dengan cepat diabsorpsi dan cepat
menimbulkan efek).
Ibuprofen sebagai obat yang tidak larut dalam air merupakan obat
antiinflamasi nonsteroid yang umumnya digunakan sebagai obat penurun panas
anak di masyarakat. Salah satu cara untuk mengatasi masalah kelarutan ibuprofen
adalah dengan membuat formulasi suspensi ibuprofen sehingga dihasilkan sediaan
yang stabil. Pada sediaan suspensi, selain adanya zat aktif juga diperlukan bahan
pensuspensi. Bahan pensuspensi digunakan untuk meningkatkan viskositas dan
memperlambat sedimentasi sehingga dapat menghasilkan suatu suspensi yang
stabil.
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimana membuat formulasi sediaan suspensi serta metodenya ?
2) Apa saja evaluasi sediaan suspensi ibuprofen ?
3) Bagaimana membuat kemasan suspensi ibuprofen ?

1.3 Tujuan
1) Mengetahui pembuatan formulasi sediaan suspensi ibuprofen serta metode
yang baik dan benar.
2) Mengetahui evaluasi sediaan suspensi ibuprofen seperti Organoleptis, pH,
BJ, viskositas, volume sedimentasi, dll.
3) Mengetahui dan mampu membuat kemasan suspensi ibuprofen dengan
benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Komponen suspensi
terdiri dari komponen sistem tersuspensi dan juga komponen pembawa suspensi
atau fase eksternal. Sistem tersuspensi terdiri dari agen pembasah, dispersan, agen
pemflokulasi dan juga pengental sedangkan fase eksternal terdiri dari agen
pengontrol pH, agen osmotik, agen pewarna ; flavor; dan fragans, serta pengawet.
Keuntungan Suspensi :
 Bahan obat tidak larut dapat bekerja sebagai yang dapat memperlambat
terlepasnya obat.
 Beberapa bahan obat tidak stabil jika tersedia dalam bentuk larutan
 Obat dalam sediaan suspensi rasanya lebih enak, dibandingkan dalam
larutan.
Kekurangan Suspensi :
 Rasa obat dalam larutan lebih jelas
 Tidak praktis bila dibandingkan dalam bentuk sediaan lain, misalnya
pulveres, tablet, kapsul
 Rentan terhadap degradasi dan kemungkinan terjadinya reaksi kimia antar
kandungan dalam larutan dimana terdapat air sebagai katalisator III.

2.2 Stabilitas Suspensi


Salah satu problem yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah
memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homo genitas dari partikel.
Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi ialah :
2.2.1 Ukuran partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut
serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel merupak
an perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antara luas penampang
dengan daya tekan keatas merupakan hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran parti
kel ukuran partikel semakin kecil luas penampangnya. (dalam volume yang sama). Sedan
gkan semakin besar luas penampang partikel daya tekan keatas cairan akan semakin mem
perlambat gerakan tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel.

2.2.2 Kekentalan (viscositas)


Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan ter
sebut, makin kental susu caira kecepatan alirannya makin turun (kecil). Kecepatan
aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi pula gerakan turunnya partikel yan
g terdapat didalamnya. Dengan demikian dengan menambah viskositas cairan , ge
rakan turun dari partikel yang kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar s
ediaan mudah dikocok dan dituang. Hal ini dapat dibuktikan dengan hukum
“STOKES”.
Keterangan : V = kecepatan aliran
d = diameter dari partikel
∆ = berat jenis dari partikel
∆o = berat jenis cairan
g = gravitasi
ƞ = viskositas cairan

2.2.3 Jumlah Partikel (Konsentrasi)


Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalm jumlah besar, maka parti
kel tersebut akan susah melakukan gerakkan yang bebas karena sering terjadi bent
uran antara partikel tersebut. Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endap
an dari zat tersebut, oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin besar
kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat.
2.2.4. Sifat Atau Muatan Partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam
campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada
kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang
sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah
mempengaruhi sifat alam. Maka kita tidak dapat mempengaruhinya.
Stabilitas fisik suspensi farmasi didefinisikan sebagai kondisi suspensi
dimana partikel tidak mengalami agregasi dan tetap terdistribusi merata. Bila
partikel mengendap mereka akan mudah tersuspensi kembali dengan pengocokan
yang ringan. Partikel yang mengendap ada kemungkinan dapat saling melekat
oleh suatu kekuatan untuk membentuk agregat dan selanjutnya
membentuk compacted cake dan peristiwa ini disebut caking.
Kalau dilihat dari faktor-faktor tersebut diatas, faktor konsentrasi dan sifat
dari partikel merupakan faktor yang tetap, artinya tidak dapat diubah lagi karena
konsentrasi merupakan jumlah obat yang tertulis dalamresep dan sifat partikel
merupakan sifat alam. Yang dapat diubah atau disesuaikan adalah ukuran partikel
dan viskositas. Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan pertolongan
mixer, homogeniser colloid mill dan mortir. Sedangkan viskositas fase eksternal
dapat dinaikkan dengan penambahan zat pengental ini sering disebut sebagai
suspending agent (bahan pensuspensi), umumnya bersifat mudah berkembang
dalam air (hidrokoloid).

2.3 Bahan Suspensi (Suspending Agent)

Bahan pensuspensi atau suspending agent dapat dikelompokkan menjadi dua,


yaitu :

2.3.1 Bahan pensuspensi dari alam


Bahan pensuspensi alam dari jenis gom sering disebut gom/hidrokoloid.
Gom dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga campuran tersebut
membentuk mengikat air sehingga campuran tersebut membentuk mucilago atau
lendir. Dengan terbentuknya mucilago maka viskositas cairan tersebut bertambah
dan akan menambah stabilitas suspensi. Kekentalan mucilago sangat dipengaruhi
oleh panas, ph dan fermentasi bakteri. Hal yang dapat dibuktikan dengan suatu per
cobaan:
 Simpan 2 botol yang berisi mucilago sejenis
 Satu botol ditambah dengan asam dan dipanaskan, kemudian keduanya
di simpan ditempat yang sama
 Setelah beberapa hari diamati ternyata botol yang ditambah dengan asam
dan dipanaskan mengalami penurunan viskositas yang lebih cepat dibandin
gdengan botol tanpa pemanasan

 Termasuk golongan gom adalah :

 Acasia (pulvis gummi arabici)


Didapat sebagai eksudat tanaman akasia sp,dapat larut dalam air, tidak larut
dalam alkohol, bersifat asam. Viskositas optimum dari mucilagonya antara pH 5 –
9. Dengan penambahan suatu zat yang menyebabkan pH tersebut menjadi diluar 5
– 9 akan menyebabkan penurunan viskositas yang nyata. Mucilago gom arab den
an kadar 35% kekentalannya kira-kira sama dengan gliserin. Gom ini mudah
dirusak oleh bakteri sehingga dalam suspensi harus ditambahkan zat pengawet.

 Chondrus
Diperoleh dari tanaman chondrus crispus dan mamilosa, dapat larut dalam air,
tidak larut dalam alkihol, bersifat alkali. Ekstrak dari chondrus disebut caragen,
yang banyak dipakai oleh industri makanan. Caragen merupakan derivat dari
saccharida, jadi mudah dirusak oleh bakteri, sehingga perlu ditambahkan bahan
pengawet untuk suspensi tersebut.

 Tragacanth
Merupakan eksudat dari tanaman astragalus gumnifera. Tragcanth sangat
lambat mengalami hidrasi, untuk mempercepat hidrasi biasanya dilakukan
pemanasan, mucilago tragacath lebih kental dari mucilago dari gom arab.mucilago
tragacanth baik sebagai stabilisator suspensi saja, tetapi bukan sebagai emulgator.
 Algin
Diperoleh dari beberapa spesies ganggang laut. Dalam perdagangan terdapat dala
m bentuk garamnya yakni Natrium Alginat. Algin merupakan senyawa organic
yang mudah mengalami fermentasi bakteri sehingga suspensi dalam align
memerlukan bahan pengawet. Kadar yang dipakai sebagai suspending agent
umumnya 1 -2 %.

 Golongan bukan gom adalah :

Suspending agent dari alam bukan gom adalah tanah liat. Tanah liat yang seri
ng dipergunakan untuk tujuan menambah stabilitas suspensi ada tiga macam yaitu
bentonite, hectorite dan veegum. Apabila tanah liatdimasukkan kedalam air merek
a akan mengembang dan mudah bergerak jika dilakukan penggojokan. Peristiwa
ini disebut tiksotrofi. Karena peristiwa tersebut, kekentalan cairan akan bertambah
sehingga stabilitas dari suspensi menjadi lebih baik.
Sifat ketiga tanah liat tersebut tidak larut dalam air, sehingga penambahan
bahan tersebut kedalam suspensi adalah dengan menaburkannya pada campuran
suspensi. Kebaikan bahan suspensi dari bahan tanah liat adalah tidak dipengaruhi
oleh suhu atau panas dan fermentasi dari bakteri, karena bahan-bahan tersebut
merupakan senyawa anorganik, bukan golongan karbohidrat.

2.3.2. Bahan pensuspensi sintesis

 Derivat selulosa
Termasuk dalam golongan ini adalah metil selulosa (methol, tylose), karbrsi
metil selulosa (CMC), hidroksi metil selulosa. Dibelakang dari nama tersebut bias
anya terdapat angka atau nomor, misalnya methosol 1500. Angka ini
menunjukkan kemampuanmenambah vislositas dari cairan yang dipergunakan
untuk melarutkannya semakin besar angkanya bearti kemampuannya semakin
tinggi. Golongan ini tidak diabsorbsi oleh usus halus dan tidak beracun sehingga b
anyak dipakai dalam produksi makanan. Dalam farmasi selain untuk bahan pensus
pensi juga
digunakan sebagai laksansia dan bahan penghancur (disintergator) dalam pembuat
an tablet.
 Golongan organik polimer
Yang paling terkenal dalam kelompok ini adalah Cabophol 934 (nama dagang
suatu pabrik). Merupakan serbuk putih bereaksi asam, sedikit larut dalam air,
tidak beracun dan tidak mengiritasi kulit,serta sedikit pemakaiannya. Sehingga
bahan tersebut banyak digunakan sebagai bahan pensuspensi. Untuk memperoleh
viskositas yang baik diperlukan kadar ± 1%. Carbophol sangat peka terhadap
panas dan elektrolit. Hal tersebut akan mengakibatkan penurunan viskositas dari la
rutannya.

2.4 Cara Mengerjakan Obat Dalam Suspensi

Metode pembuatan suspense, suspensi dapat dibuat dengan cara :

2.4.1 Metode Dispersi

Dengan cara menambahkan serbuk bahan obat kedalam mucilago yang telah
terbentuk kemudian baru diencerkan. Perlu diketahui bahwa kadang-kadang
terjadi kesukaran pada saat mendispersi serbuk dalam vehicle, hal tersebut karena
adanya udara, lemak, atau kontaminan pada serbuk. Serbuk yang sangat halus
mudah kemasukkan udara sehingga sukar dibasahi. Mudah dan sukarnya serbuk
terbasahi tergantung besarnya sudut kontak antara zat terdispersi dengan medium.
Bila sudut kontak ± 90 º serbuk akan mengambang diatas cairan . serbuk yang
demikian disebut memiliki sifat hidrofob. Untuk menurunkan tegangan antar
muka antar partikel zat padat dengan cairan tersebut perlu ditambahkan
zat pembasah atau welling agent.

2.4.2 Metode praesipitasi

Zat yang hendak didispersi dilarutkan dahulu dalam pelarut organik yang hendak
dicampur dengan air. Setelah larut dalam pelarut organik diencerkan dengan
larutan pensuspensi dalam air. Akan tetapi endapan halus dan tersuspensi dengan
bahan pensuspensi. Cairan organik tersebut adalah etanol, propilenglikol dan polie
tilenglikol.

2.5 Sistem Pembentukan Suspensi

2.5.1 Sistem flokulasi

Dalam sistem flokulasi, partikel terflokulasi terikat lemah, cepat mengendap


dan pada penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali.

Flokulasi

a) Partikel merupakan agregat yang bebas.


b) Sedimen terjadi cepat
c) Sedimen terbentuk cepat
d) Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat dan mudah terdisper
si kembali seperti semula
e) Ujud suspensi kurang menyenangkan sebab sedimentasi terjadi cepat dan d
iatasnya terjadi daerah cairan yang jernih dan nnyata

2.5.2 Sistem deflokulasi

Dalam sistem deflokulasi partikel deflokulasi mengendap dan akhirnya me


mbentuk sedimen, dimana terjadi agregasi akhirnya terbentuk cake yang keras dan
sulit tersuspensi kembali.
Deflokulasi

a) Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain.


b) Sedimentasi yang terjadi lambat masing-masing partikel mengendap terpis
ah dan ukuran partikel adalah minimal.
c) Sedimen terbentuk lambat.
d) Akhirnya sedimen akan membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi
lagi.
e) Ujud suspensi menyenangkan karena zat tersuspensi dalam waktu relatif la
ma. Terlihat bahwa ada endapan dan cairan atas berkabut.

2.6 Formulasi Suspensi

Membuat suspensi stabil secara fisis ada 2 kategori :

 Penggunaan”structured vehicle” untuk menjaga partikel deflokulasi dalam


suspensi structure vehicle, adalah larutan hidrokoloid seperti tilose, gom, b
entonit, dan lain-lain.
 Penggunaan prinsip-prinsip flokulasi untuk membentuk flok, meskipun terj
adi
cepat pengendapan, tetapi dengan penggojokan ringan mudah disuspensika
n
kembali.

Pembuatan suspensi sistem flokulasi ialah :

1. Partikel diberi zat pembasah dan dispersi medium.


2. Lalu ditambah zat pemflokulasi, biasanya berupa larutan elektrolit, surfakta
n atau polimer.
3. Diperoleh suspensi flokulasi sebagai produk akhir.
4. Apabila dikehendaki agar flok yang terjadi tidak cepat mengendap, maka
ditambah stucture vehicle.
5. Produk akhir yang diperoleh ialah suspensi flokulasi dalam structure
vehicle.
Bahan pemflokulasi yang digunakan dapat berupa larutan elektrolit,
surfaktan atau polimer. Untuk partikel yang bermuatan positif digunakan zat
pemflokulasi yang bermuatan negatif dan sebaliknya. Contohnya suspensi bismut
hi subnitras yang bermuatan positif digunakan zat pemflokulasi yang bermuatan
negatif yaitu kalium fosfat monobase. Suspensi sulfameranzin yang bermuatan
positif yaitu AlCl3 (Alumunium trichlorida).
Bahan pengawet

Penambahan bahan lain dapat pula dilakukan untuk menambah stabilitas


suspensi, antara lain penambahan bahan pengawet. Bahan ini sangat diperlukan
terutama untuk suspensi yang menggunakan hidrokoloid alam, karena bahan ini
sangat mudah dirusak oleh bakteri.

Sebagai bahan pengawet dapat digunakan butil para benzoat (1:1250), etil
p. Benzoat (1:14000), nipasol, nipagin ± 1 %. Disamping itu, banyak pula digunak
an garam komplek dari mercuri untuk pengawet, karena memerlukan jumlah yang
kecil, tidak toksik dan tidak iritasi. Misalnya fenil mercuri nitrat, fenil mercuri chl
orida, fenil mercuri asetat.

2.7 Penilaian Stabilitas Suspensi


 . Volume sedimentasi
Adalah suatu rasio dari volume sedimentasi akhir (Va) terhadap volume mul
a-mula dari suspensi (Vo) sebelum mengendap.
 Derajat flokulasi
Adalah suatu rasio volume sedimen akhir dari suspensi flokulasi (Vu)
terhadap volume sedimen akhir suspensi deflokulasi (Voc).
 Metode reologi
Berhubungan dengan faktor sedimen dan redispersibilitas, membantu menen
tukan perilaku pengendapan, mengatur vehicle dan susunan partikel untuk tujuan
perbandingan.
 Perubahan ukuran partikel
Digunakan carafreeze – thaw cycling yaitu temperatur diturunkan sampai titi
k beku, lalu dinaikkan sampai mencair kembali. Dengan cara ini dapat dilihat pert
umbuhan kristal, yang pokok menjaga tidak terjadi perubahan ukuran partikel dan
sifat Kristal
2.8 Pengemasan dan Penandaan Sediaan

Semua suspensi harus dikemas dalam wadah mulut lebar yang mempunyai
tuang udara diatas cairan sehingga dapat dikocok dan mudah dituang.
Kebanyakan suspensi harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat dan
terlindung dari pembekuan, panas yang berlebihan dan cahaya. Suspensi perlu dik
ocok setiap kali sebelum digunakan untuk menjamin distribusi zat padat yang mer
ata dalam pembawa sehingga dosis yang diberikan setiap kali tepat dan seragam. P
ada etiket harus juga tertera "Kocok Dahulu".

2.8 Evaluasi Sediaan Suspensi.

1. Penetapan Bobot Jenis

Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, penetapan bobot


jenis digunakan hanya untuk cairan, dan kecuali dinyatakan lain, didasarkan pada
perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25° terhadap bobot air dengan volume
dan suhu yang sama. Bila suhu ditetapkan dalam monografi, bobot jenis adalah
perbandingan bobot zat di udara pada suhu yang telah ditetapkan terhadap bobot
air dengan volume dan suhu yang sama. Bila pada suhu 25° zat berbentuk padat,
tetapkan bobot jenis pada suhu yang telah tertera pada masing-masing monografi,
dan mengacu pada air pada suhu 25°.

Prosedur :
Gunakan piknometer bersih, kering, dan telah dikalibrasi dengan
menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang baru dididihkan, pada suhu 25°.
Atur hingga suhu zat uji lebih kurang 20°, masukkan ke dalam piknometer. Atur
suhu piknometer yang telah diisi hingga suhu 25°, buang kelebihan zat uji dan
timbang. Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah
diisi. Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat
dengan bobot air dalam piknometer. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi
keduanya ditetapkan pada suhu 25°.
2. Penetapan Bobot per Mililiter

Bobot per milliliter suatu cairan adalah bobot dalam g per ml cairan yang
ditimbang di udara pada suhu 200C, kecuali dinyatakan lain dalam monografi.
(Farmakope Indonesia IV, 1995). Bobot per ml zat cair ditetapkan dengan
membagi bobot zat cair di udara yang dinyatakan dalam g, dari sejumlah cairan
yang mengisi piknometer pada suhu yang telah ditetapkan dengan kapasitas
piknometer yang dinyatakan dalam ml, pada suhu yang sama. Kapasitas
piknometer ditetapkan dari bobot di udara dari sejumlah air yang dinyatakan
dalam g, yang mengisi piknometer pada suhu tersebut. Bobot 1 liter air pada suhu
yang telah ditetapkan bila ditimbang terhadap bobot kuningan di udara dengan
kerapatan 0,0012 g/ml seperti tertera dalam tabel berikut. Penyimpangan
kerapatan udara dari harga tersebut di atas, yang diambil sebagai harga rata-rata,
tidak mempengaruhi hasil penetapan yang dinyatakan dalam Farmakope
Indonesia.

Suhu Bobot per liter air


20 997,18
25 996,02
30 994,62
(Farmakope Indonesia IV, 1995)

3. Homogenitas

Homogenitas dapat ditentukan berdasarkan jumlah partikel maupu distribusi


ukuran partikelnya dengan pengambilan sampel pada berbagai tempat (ditentukan
menggunakan mikroskop untuk hasil yang lebih akurat). Jika sulit dilakukan atau
membutuhkan waktu yang lama, homogenitas dapat ditentukan secara visual.
(Farmakope Indonesia IV, 1995)
Pengambilan sampel dapat dilakukan pada bagian atas, tengah, atau bawah.
Sampel diteteskan pada kaca objek kemudian diratakan dengan kaca objek lain
sehingga terbentuk lapisan tipis . (Farmakope Indonesia IV, 1995)
Suspensi yang homogen akan memperlihatkan jumlah atau distribusi ukuran
partikel yang relative hampir sama pada berbagai tempat pengambilan sampel
(suspense dikocok terlebih dahulu). (Farmakope Indonesia IV, 1995)

4. Volume Terpindahkan

Uji berikut dirancang sebagai jaminan bahwa larutan oral dan suspense
yang dikemas dalam wadah dosis ganda, dengan olume yang tertera pada etiket
tidak lebih dari 250 ml, yang tersedia dalam bentuk sediaan cair atau sediaan cair
yang dikonstitusi dari bentuk padat dengan volume yang ditentukan, jika
dipindahkan dari wadah asli, akan memberikan volume sediaan seperti yang
tertera pada etiket. Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari
30 wadah, dan selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut.
Larutan oral, suspensi oral, dan sirup dalam wadah dosis ganda, kocok isi 10
wadah satu persatu. (Farmakope Indonesia IV, 1995)
Serbuk dalam wadah dosis ganda yang mencantumkan penandaan volume
untuk larutan oral atau suspensi oral yang dihasilkan bila serbuk dikonstisusi
dengan sejumlah pembawa seperti tertera pada etiket, konstitusi 10 wadah dengan
volume pembawa seperti tertera pada etiket diukur secara saksama, dan campur.
(Farmakope Indonesia IV, 1995)
Prosedur : Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur
kering terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali
volume yang diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan
pembentukan gelembung udara pada waktu penuangan dan diamkan selama tidak
lebih dari 30 menit. Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap
campuran: volume rata-rata larutan, suspensi, atau sirup yang diperoleh dari 10
wadah tidak kurang dari 100%, dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari
95% dari volume yang dinyatakan pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata
kurang dari 100% tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu wadahpun
volumenya kurang dari 95% dari volume yang tertera pada etiket, atau B tidak
lebih dari satu wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari 90% dari
volume yang tertera pada etiket, lakukan pengujin terhadap 20 wadah tambahan.
Volume rata-rata larutan, suspensi, atau sirup yang diperoleh dari 30 wadah tidak
kurang dari 100% dari volume yang tertera pada etiket, dan tidak lebih dari satu
dari 30 wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari 90% seperti yang
tertera pada etiket. (Farmakope Indonesia IV, 1995)

5. Penetapan Kekentalan
Kekentalan adalah suatu sifat cairan yang berhubungan erat dengan
hambatan untuk mengalir. Kekentalan didefinisikan sebagai gaya yang diperlukan
untuk menggerakkan secara berkesinambungan suatu permukaan datar melewati
permukaan datar lain dalam kondisi mapan tertentu bila ruang di antara
permukaan tersebut diisi dengan cairan yang akan ditentukan kekentalannya.
Kekentalan adalah tekanan geser dibagi laju tegangan geser. Satuan dasarnya yaitu
poise; namun oleh karena kekentalan yang diukur umunya merupakan harga
pecahan poise, maka lebih mudah digunakan satuan dasar sentipoise (1 poise =
100 sentipoise). (Farmakope Indonesia IV, 1995)
Penentuan suhu penting karena kekentalan berubah sesuai suhu; secara
umum kekentalan menurun dengan menaiknya suhu. Kekentalan mutlak dapat
diukur secara langsung jika dimensi alat pengukur diketahui dengan tepat, tetapi
pengukuran umumnya lebih praktis dilakukan dengan mengkalibrasi alat
menggunakan cairan yang diketahui kekentalannya, kemudian kekentalan cairan
uji ditetapkan dengan membandingkan terhadap kekentalan cairan yang telah
diketahui. (Farmakope Indonesia IV, 1995)
Metode yang umum digunakan untuk pengukuran kekentalan meliputi
penetapan waktu yang dibutuhkan oleh sejumlah volume tertentu cairan untuk
mengalir melalui kapiler. Banyak jenis viskosimeter tabung kapiler telah
dirancang, tetapi viskosimetet Ostwald dan Ubbelohde adalah yang paling sering
digunakan. Untuk mengukur kekentalan, suhu zat uji yang diukur harus
dikendalikan dengan tepat, karena perubahan suhu yang kecil dapat menyebabkan
perubahan kekentalan yang berarti. Untuk pengukuran sediaan farmasi, suhu
dipertahankan dalam batas lebih kurang 0,1. (Farmakope Indonesia IV, 1995)

6. Volume Sedimentasi dan Kemampuan Redispersi

Karena kemampuan meredispersi kembali merupakan salah satu pertimbangan


utama dalam menaksir penerimaan pasien terhadap suatu suspensi dan karena
endapan yang terbentuk harus dengan mudah didispersikan kembali dengan
pengocokan sedang agar menghasilkan sistem yang homogen, maka pengukuran
volume endapan dan mudahnya mendispersikan kembali membentuk dua prosedur
yang paling umum.

7. Uji Batas Mikroba

Uji batas mikroba dilakukan untuk memperkirakan jumlah mikroba aerob


viabel di dalam semua jenis perbekalan farmasi, mulai dari bahan baku hingga
sediaan jadi, dan untuk menyatakan perbekalan farmasi tersebut bebas dari spesies
mikroba tertentu. Otomatisasi dapat digunakan sebagai pengganti uji yang akan
disajikan, dengan ketentuan bahwa cara tersebut sudah divalidasi sedemikia rupa
sehingga menunjukkan hasil yang sama atau lebih baik. Selama menyiapkan dan
melaksanakan pengujian, spesimen harus ditangani secara aseptik. Jika tidak
dinyatakan lain, jika disebut “inkubasi”, maka yang dimaksud adalah
menempatkan wadah di dalam ruangan terkendali secara termostatik pada suhu
antara 300 dan 350selama 24 jam sampai 48 jam. Istilah “tumbuh” ditujukan
untuk pengertian adanya dan kemungkinan adanya perkembangan mikroba viabel.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Formulasi
3.1.1 Formulasi Pembanding 1
Suspensi Ibuprofen Dengan Menggunakan Natrosol Hbr
Sebagai Bahan Pensuspensi
 Bahan Formula
Nama Bahan Komposisi Tiap Fungsi
Formulasi
Ibuprofen (g) 2 Zat aktif
Natrosol HBR % 1 Suspending Agent
Sukrosa (g) 25 Pemanis
Natrium sitrat (g) 2 Pendapar
Perasa jeruk (mL) 0,50 Perasa
Pewarna jingga (mL) 0,25 Pewarna
Aquadest (mL) Ad 100 Zat pembawa

 Metode Pembuatan Suspensi Ibuprofen (Dispersi)


Tahapan awal, dikalibrasi botol yang akan digunakan. Kemudian larutkan
natrosol HBR dalam air panas. Selanjutnya sukrosa dan natrium sitrat dilarutkan
ke dalam sejumlah aquadest. Dimasukkan ibuprofen ke dalam bahan pensuspensi
dan ditambahkan larutan sukrosa dan natrium sitrat. Suspensi ditambahkan perasa
jeruk dan pewarna jingga, lalu dimixer hingga selama 10 menit dengan kecepatan
mixing flour.
3.1.2 Formulasi Pembanding 2
Suspensi Ibuprofen Dengan Menggunakan Carbopol 934%
Sebagai Bahan Pensuspensi
 Bahan formula
Nama Bahan Komposisi Tiap Formulasi Fungsi
Ibuprofen (g) 2 Zat aktif
Carbopol 934% 0,75 Suspending Agent
Sukrosa (g) 25 Pemanis
Natrium Sitrat (g) 2 Pendapar
Essence Orange (ml) 0,5 atau 10 tetes Perasa
Pewarna Jingga (ml) 0,25 atau 5 tetes Pewarna
Aquadest (mL) Ad 100 Zat pembawa

 Metode Pembuatan Suspensi Ibuprofen (Dispersi)


Semua bahan ditimbang. Carbopol 934 ditambah air hangat secukupnya
diaduk hingga terbentuk mucillago, masukkan ibuprofen sedikit demi sedikit sambil
dimixer selama 10 menit dengan kecepatan mixing flour. Masukkan larutan sukrosa
dan natrium sitrat dalam campuran ibuprofen dan mucillago Carbopol 934.
Tambahkan aquadest hingga 100 mL. Diteteskan essence orange dan pewarna
hingga warna terlihat homogen.
3.1.3 Formulasi Pembanding 3
Suspensi Ibuprofen Dengan Menggunakan Kombinasi Polimer Serbuk Gom Arab
Dengan Na-CMC Sebagai Bahan Pensuspensi
 Bahan Formula
Nama Bahan Komposisi Tiap Fungsi
Formulasi
Ibuprofen (g) 2 Zat Aktif
Gom Arab (g) 2,5 Suspending Agent
Na-CMC (ml) 0,25 Suspending Agent
PEG (g) 25 Humektan
Sorbitol 70% (g) 20 Pemanis
Ol Citri 4 tetes Perasa
Sunset Yellow (ml) 0,1 Pewarna
Aquadest (ml) Ad 100 Zat Pembawa

 Metode Pembuatan Suspensi Ibuprofen (disperse)


Semua bahan ditimbang, Serbuk gom arab dilarutkan dengan air sebanyak 7
kalinya dalam lumpang, Natrium karboksimetilselulosa ditaburkan kedalam air
panas sebanyak 20 kalinya dan biarkan sampai mengembang dalam lumpang lain,
kemudian dicampurkan larutan Serbuk gom arab dan larutan Natrium
karboksimetilselulosa, ibuprofen dilarutkan dengan propilenglikol, tambahkan
sorbitol gerus homogen. Campuran ibuprofen ditambahkan sedikit demi sedikit ke
dalam campuran serbuk gom arab dan Natrium karboksimetilselulose sambil
diaduk homogen, tambahkan pewarna kuning dan oleum citri 4 tetes, diaduk
homogen kemudian ditambahkan aquades hingga 100 ml.
3.1.4 Formulasi Pembanding 4
3.1.5 Formulasi ke 5 (Modifikasi)
Suspensi Ibuprofen Dengan Menggunakan Kombinasi HPMC Bahan Pensuspensi

 Bahan Formula

Nama Bahan Komposisi Tiap Fungsi


Formulasi
Ibuprofen (g) 2 Zat aktif
HPMC % 0,5 Suspending agent
PEG (g) 25 Humektan
Na Benzoat (mg) 8 Pengawet
Na Sitrat 2 Pendapar
Sirupus Simplex (g) 20 Pemanis
Essence Leci 2 tetes Perasa
Aquadest Ad 100 Zat Pembawa

Apabila dibuat dalam 1 batch (10 botol) maka tiap komposisi dikalikan 10.

3.2 Praformulasi Suspensi Ibuprofen Modifikasi


3.2.1 Ibuprofen

Pemerian : Serbuk hablur; putih hingga hampir


putih; berbau
Khas lemah.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; sangat
mudah larut dalam etanol, dalam
metanol,
dalam aseton dan dalam kloroform; sukar
larut dalam etil asetat.
Khasiat : Analgesik dan antipiretik.
3.2.2 Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC)
Pemerian : Serbuk putih: tidak berbau dan tidak
memiliki rasa, larut dalam air
Kelarutan : Larut dalam air dingin, praktis tidak larut
dalam klorofor etanol dan eter, tetapi
tidak larut dalam campuran etanol dan
diklorometan, dalam campuran metanol
dan diklorometan dan campuran air dan
alcohol.
Konsentrasi : 0,45-1,0%
Fungsi : Suspending agent
3.2.3 PEG
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna atau
praktis tidak berwarna; bau khas lemah;
agak higroskopis
Kelarutan : Larut dalam air, dalam etanol, dalam
aseton, dalam glikol lain dan dalam
hidrokarbon aromatic, praktis tidak larut
dalam eter dan dalam hidrokarbon alifatik
Fungsi : humektan
3.2.4 Na-Benzoat
Pemerian : Butir atau serbuk hablur, putih tidak berbau
atau hampir Tidak berbau.
Kelarutan : larut dalam 2 bagian air & dalam 90 bagian
etanol 95% p
Konsentrasi : 0,02-0,5 %
Fungsi : Pengawet
3.2.5 Na Sitrat
Pemerian : Tidak berbau, tidak berwarna, Kristal
monoklinik atau Serbuk Kristal putih
Kelarutan : Larut dalam 1,5 bagian air; 0,6 dalam air
panas, praktis Tidak larut dalam etanol
(95%)
Fungsi : Pendapar
3.2.6 Sirupus simplex
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna
Fungsi : Pemanis
3.2.7 Essence leci
Pemerian : Cairan berwarna putih dan bau khas leci
Kelarutan : Mudah larut dalam air
Fungsi : Odoris
3.2.8 Aqua destillata
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
tidak mempunyai rasa
Fungsi : Zat pembawa

3.3 Metode Pembuatan Suspensi Ibuprofen Modifikasi (Dispersi)


Semua bahan ditimbang, kemudian HPMC dilarutkan dengan aquadest
panas . Lalu na-benzoat dilarutkan dengan alcohol sampai larut. Ibuprofen
dilarutkan dengan PEG, ditambahkan syr simplex di gerus sampai homogen.
Dimasukkan campuran ibuprofen ke dalam lar. HPMC sedikit demi sedikit sambil
diaduk sampai homogen. Ditambahkan larutan na-benzoate dan na sitrat ke dalam
campuran ibuprofen dan HPMC, dihomogenkan menggunakan mixer atau
blender. Lalu dicukupkan dengan aquadest sampai batas kalibrasi. Kemudian
ditambahkan essence leci 2 tetes diaduk sampai homogen.
3.4 Evaluasi Suspensi Ibuprofen Modifikasi
SKEMA PENGUJIAN
1. Organoleptis

Amati warna cairan/sediaan

Cium aroma cairan/sediaan

Rasakan rasa sediaan

2. Bobot Jenis

Timbang piknometer kosong, catat hasilnya/beratnya

Isi piknometer dengan air sampai penuh, kondisikan suhu 25⁰c,


timbang
Bersihkan piknometer sampai kering

Isi piknometer dengan sediaan sampai penuh, kondisikan suhu suhu 25⁰c,
timbang
Bersihkan piknometer sampai kering

Hitung volume air dengan rumus m (air)


ρair

Hitung Bj dengan rumus ρ sediaan = m (sediaan) dan Bj zat = ρ sediaan


V (air) ρ (air)

3. Viskositas
Sediaan, masukkan ke dalam panci stainless spedal 3

Atur posisi viskometer

Nyalakan viskometer dengan durasi 10’s catat waktu

Bersihkan viskometer dan keringkan


4. PH

Cuci beker glass dan keringkan

Masukkan sediaan ke dalam beker glass

Kalibrasi pH meter digital dengan larutan dapar

Celupkan ujung pH meter dalam beker glass

Catat angka yang muncuk pada pH meter

Lakukan hal yang sama untuk pH air dan pH sediaan

5. Volume Sedimentasi
Suspensi yang sudah dikocok, masukkan kedalam 3 tabung reaksi berskala masing2 10
ml (Vo)
Gojok Suspensi tempatkan kedalam rak tabung reaksi

Diamkan beberapa waktu atau hari

Catat volume akhir dengan adanya sedimentasi volume akhir terhadap volume yang
diukur (Vu)
Catat volume endapan pada waktu 0,5,10,15,20,25,30,60 menit dan 1 hari

Hitung volume sedimentasi (F) F = Vu / Vo

Buat grafik antara F (sumbu y) terhadap waktu (sumbu


x)
3.5 Data Evaluasi

3.5.1 Uji Organoleptis


Bau : Aroma leci
Warna : putih bening
Rasa : Manis diikuti asam
3.5.2 Uji pH
pH dapar = 7,40
pH air = 7,86
pH suspensi = 7,14
3.5.3 Viskositas
Viskositas PEG (10 menit) = 2,5 dPa’s = 250 mPa’s (spidal 3) = 250 cp
Viskositas suspensi (10 menit) = 0,55 dPa’s = 55 mPa’s = 55 cp
3.5.4 Sedimentasi
Waktu
Tabung 1 Tabung 2 Tabung 3
Pengamatan
5 menit ≠ ≠ ≠
10 menit ≠ ≠ ≠
15 menit 0,2 0,1 0,1
20 menit 0,4 0,3 0,3
25 menit 0,4 0,3 0,3
30 menit 0,4 0,3 0,3
60 menit 0,6 0,4 0,4
1 hari / 24 jam 1 0,8 0,9

Vo tabung 1 = 8,5 mm
2 = 7,5 mm
3 = 8,5 mm
Vo rata-rata = 24,5 mm/3 = 8,17 mm
Waktu (menit) Vo / mm Vu / mm F = Vu / Vo
5 menit 8,17 0 0/8,17 = 0
10 menit 8,17 0 0/8,17 = 0
15 menit 8,17 0,13 0,13/8,17 = 0,016
20 menit 8,17 0,33 0,33/8,17 = 0,040
25 menit 8,17 0,33 0,33/8,17 = 0,040
30 menit 8,17 0,33 0,33/8,17 = 0,040
60 menit 8,17 0,47 0,47/8,17 = 0,057
1 hari / 24 jam 8,17 0,90 0,90/8,17 = 0,110

3.5.5 Bobot jenis (pada suhu 25º C)


ρ air pada suhu 25º C = 0,996 gram/ml (FI IV;1030)
Volume sediaan = volume air
Perhitungan = Bobot piknometer + air = 41,800 gram
Bobot piknometer kosong = 17,008 gram –
Bobot air = 24,792 gram
Bobot piknometer + zat = 44,187 gram
Bobot piknometer kosong = 17,008 gram –
Bobot zat = 27,179 gram

ρ air = m air 0,996 = 24,792 gram


v air v air
v air = 24,89 ml
ρ sediaan = m sediaan = 27,179 gram = 1,092 g/ml
v sediaan 24,89 ml
Bj sediaan = ρ sediaan = 1,092 = 1,096
ρ air 0,996

Grafik Sedimentasi pada Suspensi


Ibuprofen
Sumbu y = F

60

40

20

0
0 'm 5 'm 10 'm 15 'm 20 'm 25 'm 30 'm 60 'm
Sumbu x = waktu (menit)
3.6 Brosur, Kemasan dan Etiket
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

1. Agoes, Goeswin. 2012. Sediaan Farmasi Likuida – Semisolida


(SFI – 7). ITB : Bandung
2. Anonim, 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Departemen
Kesehatan RI : Jakarta
3. Anonim, 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen
Kesehatan RI : Jakarta
4. Raymond,dkk. 2009.Handbook of Pharmaceutical Excipients
Sixth Edition. Pharmaceutical Press and American Pharmacists
Association. Inggris
5. Anief, M., (1994). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai