Anda di halaman 1dari 73

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan daerah endemis berbagai macam penyakit

infeksi, terutama penyakit – penyakit yang disebabkan oleh parasit seperti

amubiasis atau disentri amoeba, trikomoniasis vaginalis, giardiasis, dan

infeksi anaerob bakterial. Amubiasis banyak dilaporkan dari berbagai

negara di seluruh dunia terutama yang terletak di daerah tropis dan

subtropis, yang mayoritas penduduknya miskin dan lingkungan hidupnya

buruk. Penyebab amubiasis adalah Entaemoeba histolytica, protozoa usus

yang dapat menyerang manusia dan primata. Penyebaran parasit ini dari satu

individu ke individu yang peka, dapat terjadi melalui kontak langsung atau

melalui kontak tidak langsung (Soedarto, 2009 : 2).

Metronidazol merupakan obat pilihan utama yang digunakan untuk

disentri amoeba atau amubiasis, trikomoniasis vaginalis maupun infeksi

anaerob bakterial lainnya yang dapat diberikan secara per oral atau per

rektal. Antibiotik adalah zat – zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan

bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan

kuman (Tjay dan Rahardja, 2002 : 65). Pengobatan antibiotik diberikan

apabila gejala disertai dengan infeksi sekunder.

1
2

Untuk kebanyakan pasien, bentuk sediaan cairan lebih disukai

daripada bentuk sediaan padat (tablet atau kapsul dari bahan obat yang

sama), alasannya karena mudahnya pasien dalam menelan cairan dan

keluwesan dalam pemberian dosis, aman, mudah diberikan serta mudah

diatur penyesuain dosisnya untuk anak-anak (Ansel, 1989 : 355).

Menurut Formularium Nasional edisi ke-2 (1978 : 333), suspensi

adalah sediaan cair yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus

dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi

harus halus, tidak boleh cepat mengendap dan bila digojog secara perlahan-

lahan, endapan juga harus segera terdispersi kembali. Dapat ditambahkan

zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi, tetapi kekentalan suspensi

harus menjamin sediaan mudah digojog atau dituang (Anief, 2005 : 149).

Alasan pembuatan suspensi adalah karena obat-obat tertentu tidak

stabil secara kimia apabila ada dalam bentuk larutan tetapi stabil bila

disuspensikan. Dalam hal seperti ini suspensi oral dapat menjamin stabilitas

kimia dan memungkinkan dosis terapi secara cairan (Ansel, 1989 : 355).

Melihat dari latar belakang tersebut penulis ingin membuat sediaan

suspensi metronidazol dengan menggunakan berbagai jenis suspending

agent yang berbeda, tujuannya untuk mengetahui suspending agent mana

yang memiliki pengaruh paling baik terhadap sediaan suspensi metronidazol

yang akan dibuat, dengan melakukan penelitian mengenai judul

“PENGARUH CMC, KARBOMER DAN TRAGAKAN SEBAGAI


3

SUSPENDING AGENT TERHADAP SIFAT FISIK SUSPENSI

METRONIDAZOL”.

1.2. Perumusan Masalah

Masalah yang dirumuskan dalam makalah ini adalah:

1.2.1. Apakah ada pengaruh CMC, karbomer dan tragakan sebagai

suspending agent terhadap sifat fisik suspensi metronidazol ?

1.2.2. Suspending agent manakah yang berpengaruh terhadap sifat fisik

suspensi metronidazol ?

1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah:

1.3.1. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metronidazol,

CMC, karbomer dan tragakan dengan konsentrasi yang sama.

1.3.2. Metode yang digunakan praktikan dalam penelitian ini adalah

metode dispersi.

1.3.3. Evaluasi yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain

pemeriksaan organoleptik, pH, bobot jenis, viskositas, dan

sedimentasi.
4

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan yang didapat dari penelitian ini adalah:

1.4.1. Untuk mengetahui pengaruh kadar CMC, karbomer dan tragakan

sebagai suspending agent terhadap sifat fisik suspensi metronidazol.

1.4.2. Untuk mengetahui suspending agent mana yang berpengaruh

terhadap sifat fisik suspensi metronidazol.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Untuk memberikan informasi tentang pembuatan suspensi

metronidazol dengan metode dispersi.

1.5.2. Untuk memberikan wawasan pengetahuan ilmiah kepada pembaca

tentang pengaruh suspending agent dalam pembuatan suspensi

metronidazol.

1.5.3. Sebagai referensi bagi peneliti dalam penggunaan suspending agent

golongan turunan selulosa, polimer sintetik, dan golongan

polisakarida.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Suspensi

Suspensi menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995: 17) adalah

sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi

dalam fase cair. Menurut Farmakope Indonesia Edisi III (1979 : 32)

suspensi adalah sediaan cair yang mengandung bahan obat padat dalam

bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam fase cairan pembawa.

Suspensi juga dapat didefinisikan sebagai preparat yang

mengandung partikel obat yang terbagi secara halus, disebarkan secara

merata dalam pembawa dimana obat menunjukkan kelarutan yang sangat

minimum (Ansel, 1989 : 354). Suspensi oral adalah sediaan cair

mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair dengan

bahan pengaroma yang sesuai, dan ditunjukan untuk penggunaan oral

(Dep.Kes RI, 1995 : 18).

Suatu sediaan suspensi yang dibuat harus tetap homogen pada saat

pemakaian, paling tidak pada saat pengocokan dan penuangan sesuai dengan

dosis yang dikehendaki. Pengendapan yang terjadi pada saat penyimpanan,

juga harus mudah didispersikan kembali pada saat pengocokan (Lachman,

dkk., 1994 : 1004).

5
6

Keuntungan sediaan bentuk suspensi antara lain:

a. Baik digunakan untuk pasien yang sukar menerima tablet/kapsul,

terutama anak-anak.

b. Memiliki homogenitas tinggi.

c. Lebih mudah diabsorpsi daripada tablet/kapsul.

d. Dapat menutupi rasa tidak enak atau pahit dari obat.

e. Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air

(Chaerunissa, dkk., 2009 : 93).

Kekurangan sediaan bentuk suspensi antara lain:

a. Tidak praktis bila dibandingkan dalam bentuk sediaan lain, misalnya

pulveres, tablet, dan kapsul.

b. Jika membentuk ”cacking” akan sulit terdispersi kembali sehingga

homogenitasnya akan turun.

c. Aliran yang terlalu kental menyebabkan sediaan sukar dituang.

d. Ketepatan dosis lebih rendah daripada bentuk sediaan larutan.

f. Pada saat penyimpanan, kemungkinan terjadi perubahan sistem

dispersi (cacking, flokulasi-deflokulasi) terutama jika terjadi

fluktuasi/perubahan temperatur (Chaerunissa, dkk., 2009 : 94).

Syarat sediaan suspensi menurut Farmakope Indonesia Edisi IV,

adalah:

a. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara i.v dan intratekal.

b. Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara tertentu

harus mengandung zat antimikroba.


7

c. Suspensi harus dikocok sebelum digunakan.

g. Suspensi harus disimpan dalam wadah tetutup rapat (Chaerunissa,

dkk., 2009 : 94).

Syarat sediaan suspensi menurut Farmakope Indonesia Edisi III,

adalah:

a. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap.

b. Jika dikocok, harus segera terdispersi kembali.

c. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas

suspensi.

d. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah

dikocok dan dituang.

e. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran

partikel dari suspensoid tetap agak konstan untuk waktu yang lama

pada penyimpanan (Chaerunissa, dkk., 2009 : 95).

2.1.1. Stabilitas Suspensi

Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan

suspensi adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta

menjaga homogenitas partikel. Cara tersebut merupakan salah satu

tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi. Beberapa faktor yang

mempengaruhi stabilitas suspensi adalah ukuran partikel, kekentalan

(viskositas), jumlah partikel (konsentrasi), dan sifat atau muatan

suspensi (Syamsuni, 2006 : 136).


8

Stabilitas fisik suspensi farmasi didefinisikan sebagai kondisi

suspensi dimana partikel tidak mengalami aggregasi dan tetap

terdistribusi secara merata. Jika partikel mengendap, partikel tersebut

akan mudah tersuspensi kembali dengan penggojokan yang ringan.

Partikel yang mengendap ada kemungkinan dapat saling melekat

oleh suatu kekuatan untuk membentuk aggregasi dan selanjutnya

terbentuk ”compacted cake” dan peristiwa ini disebut terjadi

”cacking” (Syamsuni, 2006 : 138).

Suspensi dikatakan tidak stabil jika mengalami hal-hal yaitu :

2.1.1.1. Creaming

Creaming merupakan proses terpisahnya suspensi

menjadi dua bagian, dimana satu bagian mengandung fase

dispersi lebih banyak dari pada lapisan yang lain. Creaming

bersifat reversibel artinya jika dikocok perlahan – lahan akan

terdispersi kembali.

2.1.1.2. Koalesensi dan Cracking

Pecahnya suspensi karena film yang meliputi partikel

rusak dan butir partikel berkoalesensi atau menyatu menjadi

fase tunggal yang memisah disebut koalesensi dan cracking

adalah bersatunya partikel padat membentuk massa yang keras.

Suspensi ini bersifat irreversibel (tidak dapat diperbaiki

kembali). Hal ini bisa terjadi baik karena peristiwa fisik seperti
9

pendinginan dan pengadukan maupun karena peristiwa

biologis seperti bakteri atau jamur (Syamsuni, 2006 : 134).

2.1.2. Metode Pembuatan Suspensi

Sediaan suspensi dapat dibuat dengan metode sebagai

berikut:

2.1.2.1. Metode Dispersi

Pada penelitian kali ini praktikan menggunakan

metode dispersi. Metode dispersi dilakukan dengan cara

menambahkan serbuk bahan obat ke dalam musilago yang

telah terbentuk, kemudian baru diencerkan.

Perlu diketahui bahwa kadang-kadang terjadi

kesukaran pada saat mendispersikan serbuk ke dalam

pembawa. Hal tersebut karena adanya udara, lemak atau

kontaminasi pada serbuk. Serbuk yang sangat halus mudah

kemasukan udara sehingga sukar dibasahi oleh air

(Syamsuni, 2006 : 141 - 142).

2.1.2.2. Metode Presipitasi (Pengendapan)

Metode ini dibagi lagi menjadi 3 macam, yaitu :

a. Presipitasi dengan pelarut organik

Obat – obat yang tidak larut dalam air dapat

diendapkan dengan melarutkannya dalam pelarut –

pelarut organik yang bercampur dengan air, dan


10

kemudian menambahkan fase organik ke air murni di

bawah kondisi standar.

b. Presipitasi dengan perubahan pH dari media

Metode pengubahan pH medium bisa jadi

lebih membantu dan tidak menimbulkan kesulitan

yang serupa dengan endapan pelarut organik. Tetapi

teknik ini hanya dapat diterapkan ke obat – obat yang

kelarutannya tergantung pada harga pH.

c. Presipitasi dengan dekomposisi (penguraian) rangkap

Melibatkan proses kimia yang sederhana,

walaupun beberapa faktor fisika yang disebutkan

sebelumnya juga berperan.

2.1.3. Sistem Pada Pembentukan Suspensi

2.1.3.1. Sistem Flokulasi

Dalam sistem flokulasi, partikel flokulasi terikat

lemah, cepat mengendap dan pada penyimpanan tidak

terjadi ”cake” dan mudah tersuspensi kembali (Syamsuni,

2006 : 142).

Sifat – sifat relatif dari partikel flokulasi adalah:

a. Partikel merupakan aggregat yang bebas.

b. Sedimentasi terjadi cepat.

c. Sedimen terbentuk cepat.


11

d. Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan

padat dan mudah terdispersi kembali seperti semula.

e. Wujud suspensi kurang menyenangkan sebab

sedimentasi terjadi cepat dan diatasnya terjadi

daerah cairan yang jernih dan nyata (Syamsuni,

2006 : 143).

2.1.3.2. Sistem Deflokulasi

Dalam sistem deflokulasi, partikel deflokulasi

mengendap secara perlahan dan akhirnya membentuk

sedimen, dimana akan terjadi aggregasi dan akhirnya

terbentuk cake yang keras dan sukar tersuspensi kembali

(Syamsuni, 2006 : 142).

Sifat – sifat relatif dari partikel deflokulasi adalah:

a. Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu

dengan yang lain.

b. Sedimentasi yang terjadi lambat, masing-masing

partikel mengendap terpisah dan partikel berada

dalam ukuran paling kecil.

c. Sedimen terbentuk lambat.

d. Akhirnya sedimen akan membentuk ”cake” yang

keras dan sukar terdispersi kembali.

e. Wujud suspensi menyenangkan, karena zat

tersuspensi dalam waktu relatif lama. Terlihat bahwa


12

ada endapan dan cairan atas berkabut (Syamsuni,

2006 : 143).

2.1.4. Komponen Bahan Dasar Suspensi

2.1.4.1. Zat Aktif (Metronidazol)

Pada penelitian ini metronidazol berfungsi sebagai

zat aktif. Metronidazol mengandung tidak kurang dari

99,0% dan tidak lebih dari 101,0% C₆H₉N₃O₃, dihitung

terhadap zat yang telah dikeringkan.

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, putih hingga kuning

pucat, tidak berbau, stabil di udara, tetapi lebih

gelap bila terpapar oleh cahaya.

Kelarutan : Sukar larut dalam eter, agak sukar larut dalam

air, dalam etanol dan dalam kloroform.

Penyimpanan : Dalam wadah tertututp baik (Dep.Kes RI,

1995 : 560).

Metronidazol merupakan golongan antibiotik yang

mempunyai khasiat untuk amubiasis atau disentri amoeba,

trikomoniasis vaginalis, giardiasis, dan infeksi anaerob

bakterial.

Dosis yang diberikan untuk sediaan suspensi adalah

125 mg/5 ml. Efek samping yang sering dikeluhkan pasien

adalah pusing, sakit kepala, muntah dll. Namun gejala

tersebut dapat hilang dengan sendirinya.


13

2.1.4.2. Bahan pensuspensi / Suspending agent

Fungsinya adalah untuk memperlambat

pengendapan, mencegah penurunan partikel, mencegah

penggumpalan resin dan bahan berlemak. Macam-macam

suspending agent yang digunakan untuk penelitian ini

dibedakan berdasarkan penggolongannya:

a. Turunan Selulosa (CMC)

Nama lain CMC adalah

karboksimetilselulosa yang merupakan

polikarboksimetil eter selulosa.

Pemerian : Serbuk atau granul, putih sampai krem

atau kuning gading, hidroskopik, tidak

berbau atau hampir tidak berbau, hampir

tidak berasa.

Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk

larutan koloidal, praktis tidak larut dalam

etanol, dalam eter, dalam aseton, dalam

toluene dan dalam pelarut organik lain.

Penyimpanan : Pada wadah tertutup rapat, terlindung

cahaya, pada tempat yang sejuk dan

kering (Dep.Kes RI, 1995 : 175).

Konsentrasi : 0,5 – 2 % (Rowe, et.al., 2009 : 117).


14

b. Polimer Sintetik (Karbomer)

Karbomer adalah sintesa dengan bobot

molekul tinggi dari asam akrilat mata rantai silang

dengan alil sukrosa atau alil eter pentaeritritol.

Mengandung tidak kurang dari 56,0% dan tidak

lebih dari 68,0% gugus asam karboksilat (-COOH)

dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Pemerian : Serbuk halus, putih, sedikit berbau

karakteristik dan hidroskopis.

Kelarutan : Setelah netralisasi dengan alkali

hidroksida atau amina larut dalam air,

dalam etanol dan dalam gliserol

(Dep.Kes RI, 1995 : 1168).

Konsentrasi : 0,5 – 1 % (Rowe, et.al., 2009 :110).

c. Golongan Polisakarida (Tragakan)

Tragakan adalah eksudat gom kering yang

diperoleh dengan penorehan batang Astragalus

gummifer Labill atau spesies Astragalus lain.

Tragakan memiliki kemampuan untuk membentuk

gel, maka tragakan lebih baik daripada akasia

sebagai pengental. Digunakan dalam bentuk serbuk

atau mucilago atau campuran serbuk.


15

Pemerian : Tidak berbau, hampir tidak berasa,

makroskopik, berbentuk pita atau

keping, memanjang tidak beraturan atau

melengkung, tipis, putih, agak bening,

patahan pendek, permukaan bertonjolan

konsentrik, umumnya panjang lebih

kurang 25 mm, lebar lebih kurang 12

mm, warna putih atau putih pucat

kekuningan.

Kelarutan : Dalam air agak sukar larut dalam air,

tetapi mengembang menjadi massa

homogen, lengket dan seperti gelatin.

Jika dikocok dengan berlebih, massa ini

akan membentuk campuran yang

seragam, tetapi jika didiamkan satu atau

dua hari akan terjadi pemisahan yang

akan memberikan bagian yang terlarut

pada lapisan supematan, tragakan praktis

tidak larut dalam alkohol (Dep.Kes RI,

1979 : 612).

Konsentrasi : < 2 % (Voight, 1995 : 358).


16

2.1.5. Komponen Bahan Tambahan Suspensi

Bahan tambahan dari pembuatan suspensi meliputi bahan

pembasah, bahan pemanis, zat anticaploking, zat pengawet dan zat

pewangi.

2.1.5.1. Bahan Pembasah (Gliserin)

Fungsi dari bahan pembasah adalah untuk

menurunkan tegangan permukaan bahan dengan air,

memperkecil sudut kontak, dan meningkatkan dispersi

bahan yang tidak larut (hidrofob).

Pemerian : Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna, rasa

manis, hanya boleh berbau khas lemah (tajam

atau tidak enak), higroskopik, netral terhadap

lakmus.

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol

(95%) P, tidak larut dalam kloroform, dalam

eter, dalam minyak lemak dan dalam minyak

menguap (Dep.Kes RI, 1995 : 413).

Konsentrasi : < 10 % (Rowe, et.al., 2009 : 283).

2.1.5.2. Zat Pemanis (Sirup Simplek)

Fungsinya untuk memperbaiki rasa dari sediaan

yang pahit dan tidak enak.

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, berasa manis

(Dep.Kes RI, 1979 : 567).


17

Konsentrasi : < 30 %.

2.1.5.3. Bahan Anticaploking (Sorbitol)

Funsinya untuk mencegah terjadinya kerak pada

tutup botol karena adanya larutan gula kental.

Pemerian : Serbuk, granul atau lempengan, higroskopis,

warna putih, rasa manis.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam

etanol, dalam metanol dan dalam asam asetat

(Dep.Kes RI, 1995 : 756).

Konsentrasi : 15 % - 30 % (Rowe, et.al., 2009 : 679).

2.1.5.4. Zat Pengawet

Zat pengawet sangat dianjurkan jika dalam sediaan

tersebut mengandung bahan alam, atau bila mengandung

larutan gula kental karena dapat merupakan tempat

tumbuhnya mikroba. Selain itu, pengawet diperlukan juga

bila sediaan dipergunakan untuk pemakaian berulang

(multiple dose).

Zat pengawet pada sediaan suspensi berfungsi untuk

mencegah pertumbuhan mikroba dalam sediaan farmasi. Zat

pengawet yang digunakan dalam penelitian ini adalah

methyl paraben dan propyl paraben. Methyl paraben bila

digunakan secara bersama-sama dengan propyl parraben


18

maka konsentrasinya masing masing 0,18 % dan 0,02 %

(Rowe, et.al., 2009 : 596).

a. Methyl paraben (Nipagin)

Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk

hablur, putih, tidak berbau atau berbau

khas lemah, mempunyai sedikit rasa

terbakar.

Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzena

dan dalam karbon tetraklorida, mudah

larut dalam etanol dan dalam eter

(Dep.Kes RI, 1995 : 551).

Kegunaan : Antibakteri .

Konsentrasi : 0,18 % (Rowe, et.al., 2009 : 596).

b. Propyl paraben (Nipasol)

Pemerian : Serbuk putih atau hablur kecil, tidak

berwarna, tidak berbau, tidak berasa.

Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, mudah larut

dalam etanol, dan dalam eter, serta sukar

larut dalam air mendidih atau air panas

(Dep.Kes RI, 1995 : 713).

Kegunaan : Antifungi.

Konsentrasi : 0,02 % (Rowe, et.al., 2009 : 596).


19

2.1.5.5. Zat Pewangi (Essen)

Penggunaan zat pewangi harus serasi dengan

sediaan obat yang dibuat. Bahan pewangi digunakan untuk

menutupi rasa dan bau yang tidak enak dari bahan obat.

Bahan pewangi yang dapat digunakan adalah essen jeruk,

melon, dan strawberry (Chaerunissa, dkk., 2009 : 97).

2.1.6. Evaluasi Sediaan Suspensi

Pengujian yang dilakukan dalam pembuatan suspensi adalah:

2.1.6.1. Pemeriksaan Organoleptik

Pemeriksaan organoleptik meliputi bentuk, warna,

bau dan rasa. Selama penyimpanan temperatur diperhatikan

agar tidak terjadi perubahan bentuk fisik suspensi.

2.1.6.2. Penentuan pH

Penentuan pH menggunakan kertas pH (Dep.Kes RI,

1995 : 1039). Standar pH larutan adalah 5,3 dan 6,5 (Ansel,

1989 : 101).

2.1.6.3. Penentuan Bobot Jenis

Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh

dengan membagi zat dengan bobot air dalam piknometer

dan keduanya ditetapkan pada suhu 25°C (Dep.Kes, 1995:

1030). Bobot jenis didefinisikan sebagai perbandingan

antara masa bahan (m) terhadap volumenya (v) (Voight,

1995 : 65).
20

Penentuan bobot jenis digunakan untuk mengetahui

kepekaan suatu zat, mengetahui kemurnian suatu zat, dan

untuk mengetahui jenis zat.

Jika :

• Bobot jenis = 1→ air

• Bobot jenis < 1→ zat yang mudah menguap

• Bobot jenis > 1→ sirup – pulvis.

Melakukan perhitungan dengan rumus:

ρair = m air

V air

ρsuspensi = m suspensi
V suspensi

Keterangan :

• air = Bobot jenis air (g/ml)

• suspensi = Bobot jenis suspensi (g/ml)

• m air = massa jenis air (g)

• m suspensi = massa jenis suspensi (g)

• Vair = Volume air (ml)

• Vsuspensi = Volume suspensi (ml)

2.1.6.4. Penentuan Viskositas

Penentuan viskositas dilakukan untuk mendapatkan

hasil suspensi yang stabil. Alat yang dapat digunakan untuk


21

mengukur viskositas larutan adalah Viskometer Ostwald.

Suspensi yang baik adalah suspensi yang mudah mengalir,

tetapi memiliki viskositas tinggi untuk meningkatkan

stabilitas fisiknya.

Kekentalan suatu cairan mempengaruhi kecepatan

aliran dari cairan tersebut, semakin kental suatu cairan maka

kecepatan alirannya semakin turun (kecil). Hal ini dapat

dibuktikan dengan menggunakan hukum ”stokes” (Dep.Kes

RI, 1995 : 1037).

Sedangkan menurut Dep.Kes RI (1979 : 770),

kekentalan merupakan fungsi suhu, pada umumnya semakin

tinggi suhu maka kekentalan semakin turun. Nilai

kekentalan air untuk suhu 20º C = 1,0050 centipoise dan

untuk suhu 30º C = 0,8007 centipoise.

Untuk menghitung kekentalan dapat menggunakan

rumus (Martin, dkk., 2008 : 1098):

ŋ1 1 x t1
=
ŋ2 2 x t2

Keterangan:

• ŋ1 = kekentalan suspense (cp)

• ŋ2 = kekentalan air (0,8007 cp)

• ρ1 = bobot per ml suspensi dalam g/ml


22

• ρ2 = bobot per ml air dalam g/ml

• t1 = waktu alir suspensi dalam detik (s)

• t2 = waktu alir air dalam detik (s)

2.1.6.5. Penentuan Sedimentasi

Cara pengujiannya dengan menyimpan sediaan

suspensi pada suhu kamar. Volume sedimentasi (F)

didefinisikan sebagai perbandingan dari volume sedimentasi

akhir terhadap volume mula – mula suspensi sebelum

mengendap (Syamsuni, 2006 : 145).

Menghitung sedimentasi menggunakan rumus:

F = Vu

Vo

Keterangan:

• Vu = volume sedimentasi akhir

• Vo = volume mula – mula suspensi sebelum

mengendap

Suspensi dikatakan stabil jika harga Vu/Vo=1 atau

mendekati 1.

Penafsiran hasil :

• Bila F = 1 atau mendekati 1, maka sediaan baik

karena tidak adanya supernatant jernih pada

pendiaman.
23

• Bila F > 1 terjadi “flok” sangat longgar dan halus

sehingga volume akhir lebih besar dari volume awal.

Maka perlu ditambahkan zat.

2.2. Hipotesis

Diduga ada pengaruh CMC, karbomer dan tragakan sebagai

suspending agent terhadap sifat fisik suspensi metronidazol.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Objek Penelitian

Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah variasi suspending

agent terhadap sifat fisik suspensi metronidazol yang akan dihasilkan dalam

satu kali pembuatan.

3.2. Sampel dan Teknik Sampling

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah CMC, karbomer

dan tragakan sebagai suspending agent dengan konsentrasi masing – masing

1% yang diperoleh dari Laboratorium Farmasetika PoliTeknik Harapan

Bersama Kota Tegal yang dipesan dari PT. Brataco. Kemudian dibuat

sediaan suspensi dengan zat aktif metronidazol yang diperoleh dari

Laboratorium Farmasetika Politeknik Harapan Bersama Kota Tegal. Teknik

sampling yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara acak.

3.3. Variabel Penelitian

Variabel adalah konsep yang akan diasumsikan sebagai seperangkat

nilai:

3.3.1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kadar CMC, Karbomer

dan Tragakan.

24
25

3.3.2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik suspensi

antara lain organoleptik, pH, bobot jenis, viskositas, dan sedimentasi.

3.3.3. Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah metronidazol,

konsentrasi suspending agent, konsentrasi gliserin, konsentrasi

sorbitol, konsentrasi sirup simplek, konsentrasi nipagin, konsentrasi

nipasol, proses pembuatan suspensi serta waktu penyimpanan.

3.4. Rancangan Formulasi

Tabel 3.4.1. Rancangan Formula Suspensi Metronidazol

Tiap 5 ml mengandung:

Bahan Formula I Formula II Formula III

Metronidazol 125 mg 125 mg 125 mg

CMC 1% - -

Karbomer - 1% -

Tragakan - - 1%

Sirup Simplek 20 % 20 % 20 %

Gliserin 5% 5% 5%

Sorbitol 15 % 15 % 15 %

Nipagin 0,18 % 0,18 % 0,18 %

Nipasol 0, 02 % 0,02 % 0,02 %

Essen Jeruk q.s q.s q.s

Aquadest ad 5 ml ad 5 ml ad 5 ml
26

Untuk volume pembuatan sediaan suspensi metronidazol yang akan

dibuat adalah 3 botol @ 60 ml.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

3.5.1. Alat dan Bahan yang digunakan

a. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca

analitik, kompor spirtus, kaki tiga, asbes, mortir, stamper,

cawan uap, batang pengaduk, thermometer, gelas ukur 100 ml,

gelas ukur 50 ml, gelas ukur 10 ml, beaker glass 250 ml, pipet

tetes, sendok tanduk, corong, Viskometer Ostwald, filler,

piknometer, kertas saring, kertas pH, dan botol 60 ml.

b. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metronidazol, CMC, karbomer, tragakan, sirup simplek,

gliserin, sorbitol, nipagin, nipasol, essen jeruk, dan aquadest.

3.5.2. Prosedur Kerja

3.5.2.1. Pembuatan Sirup Simplek

Langkah pertama dalam pembuatan sirup simplek

adalah dengan menyiapkan alat dan menimbang bahan –

bahan yang akan digunakan. Setelah itu memasukkan gula

ke dalam mortir kemudian memasukkan air panas, lalu

mengaduknya hingga larut kemudian saring menggunakan

kertas saring ke dalam gelas ukur yang berskala.


27

Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

Masukkan gula ke dalam mortir kemudian masukkan


aquadest panas, aduk hingga larut dan homogen

Masukkan ke dalam gelas ukur kemudian saring


larutan dengan kertas saring

Skema 1. Pembuatan sirup simplek

3.5.2.2. Pembuatan Suspensi

Langkah - langkah dalam pembuatan suspensi

adalah sebagai berikut. Yang pertama dilakukan adalah

mengkalibrasi botol, kemudian menimbang bahan-bahan

dan menyiapkan alat - alat yang akan digunakan. Membuat

musilago untuk masing – masing suspending agent dengan

perlakuan yang berbeda yaitu :

• Formula I : Mengembangkan CMC dalam air panas,

kemudian mendiamkannya selama 15 menit lalu

mengaduknya sampai homogen hingga terbentuk

musilago yang jernih.

• Formula II : Mengembangkan karbomer dalam air

panas, kemudian mendiamkannya selama 15 menit

lalu mengaduknya sampai homogen hingga

terbentuk musilago yang jernih.


28

• Formula III : Mengembangkan tragakan dalam air

panas, kemudian mengaduknya sampai homogen

hingga terbentuk musilago.

Langkah selanjutnya untuk setiap perlakuan

Formula I, Formula II dan Formula III adalah memasukkan

zat aktif metronidazol yang telah dibasahi oleh gliserin ke

dalam mortir, kemudian mengaduknya secara konstan

sampai homogen. Setelah itu menambahkan bahan

tambahan seperti sorbitol, sirup simplek, methyl paraben,

propyl paraben, essen jeruk dan sisa aquadest secara

bergantian sedikit demi sedikit sampai habis dengan

pengadukan konstan dalam mortir hingga terbentuk

suspensi yang homogen, kemudian melakukan evaluasi

sediaan suspensi dan memasukkan suspensi dalam wadah

botol.
29

Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

Membuat musilago dengan mengembangkan CMC dalam aquadest panas,


diamkan selama 15 menit, kemudian aduk hingga terbentuk larutan yang
jernih (campuran I)

Memasukkan zat aktif (metronidazol) ke dalam mortir


kemudian basahi dengan gliserin (campuran II)

Memasukkan camp.II ke dalam camp.I aduk hingga homogen

Menambahkan nipagin dan nipasol yang sudah dilarutkan ke


dalam aquadest panas

Memasukkan sirup simplek aduk hingga homogen

Memasukkan sorbitol aduk hingga homogen

Memasukkan sisa aquadest, aduk hingga homogen kemudian masukkan ke


dalam botol yang sudah dikalibrasi

Melakukan pengujian terhadap


sediaan suspensi

Skema 2. Prosedur pembuatan suspensi dengan suspending agent CMC


30

Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

Membuat musilago dengan mengembangkan karbomer dalam aquadest


panas, diamkan selama 15 menit, kemudian aduk hingga terbentuk larutan
yang jernih (campuran I)

Memasukkan zat aktif (metronidazol) ke dalam mortir


kemudian basahi dengan gliserin (campuran II)

Memasukkan camp.II ke dalam camp.I aduk hingga homogen

Menambahkan nipagin dan nipasol yang sudah dilarutkan ke


dalam aquadest panas

Memasukkan sirup simplek aduk hingga homogen

Memasukkan sorbitol aduk hingga homogen

Memasukkan sisa aquadest, aduk hingga homogen kemudian masukkan ke


dalam botol yang sudah dikalibrasi

Melakukan pengujian terhadap


sediaan suspensi

Skema 3. Prosedur pembuatan suspensi dengan suspending agent Karbomer


31

Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

Membuat musilago dengan mengembangkan tragakan dalam aquadest


panas, kemudian aduk hingga terbentuk musilago (campuran I)

Memasukkan zat aktif (metronidazol) ke dalam mortir


kemudian basahi dengan gliserin (campuran II)

Memasukkan camp.II ke dalam camp.I aduk hingga homogen

Menambahkan nipagin dan nipasol yang sudah dilarutkan ke


dalam aquadest panas

Memasukkan sirup simplek aduk hingga homogen

Memasukkan sorbitol aduk hingga homogen

Memasukkan sisa aquadest, aduk hingga homogen kemudian masukkan ke


dalam botol yang sudah dikalibrasi

Melakukan pengujian terhadap


sediaan suspensi

Skema 4. Prosedur pembuatan suspensi dengan suspending agent Tragakan


32

3.6. Evaluasi Sediaan

Evaluasi sediaan suspensi metronidazol adalah:

3.6.1. Uji Organoleptik

Pengamatan dilakukan secara visual dengan mengamati

bentuk, warna, bau, dan rasa sediaan yang dibuat.

3.6.2. Uji pH

Pengujian pH dalam sediaan suspensi dilakukan dengan

menggunakan kertas pH. Caranya:

a. Mengambil sedikit sampel suspensi.

b. Meletakkan sampel pada kertas penguji pH.

c. Mengamati perubahan warna yang terjadi.

d. Menyamakan hasil warna yang terjadi dengan kertas

indikator.

e. Mencatat hasilnya.

Mengambil sedikit sampel suspensi

Meletakkan sampel pada kertas penguji pH

Mengamati perubahan warna yang terjadi

Menyamakan hasil warna yang terjadi dengan kertas indikator pH

Mencatat hasilnya

Skema 5. Prosedur uji pH pada sediaan suspensi


33

3.6.3. Uji Bobot Jenis

Menurut (Dep.Kes, 1995 : 1030) pengujian bobot jenis

dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Membersihkan piknometer sampai kering.

b. Menimbang piknometer kosong.

c. Memasukan air ke dalam piknometer lalu timbang.

d. Mengatur suhu zat uji kurang lebih 250C lalu masukkan

dalam piknometer buang kelebihan zat uji kemudian

ditimbang.

e. Menghitung bobot jenisnya.


34

Menimbang piknometer kosong

Menetapkan bobot piknometer dan air pada suhu 25°C

Menimbang piknometer yang telah diisi air

Memasukkan suspensi ke dalam piknometer dan membuang kelebihan suspensi

Menimbang piknometer yang telah diisi suspensi

Menghitung dengan rumus :

ρair = m air ρsuspensi = m suspensi


V air V suspensi

Skema 6. Prosedur uji bobot jenis pada sediaan suspensi

3.6.4. Uji Viskositas

Caranya:

a. Memasukkan air kedalam Viskometer Ostwald hingga tanda

batas yang telah ditentukan.

b. Mencatat waktu air mengalir (tair) dari tanda batas atas

sampai tanda batas bawah menggunakan stopwatch.


35

c. Memasukkan suspensi pada Viskometer Ostwald sampai

batas yang ditentukan mengeluarkan air bersamaan dengan

start stop watch.

d. Mencatat waktu suspensi mengalir (tsuspensi) dari tanda batas

atas sampai tanda batas bawah menggunakan stopwatch.

e. Mengitung nilai viskositasnya.

Memasukkan air ke dalam Viskometer Ostwald sampai batas yang ditentukan

Mencatat waktu air mengalir (t air) dari tanda batas atas sampai

tanda batas bawah menggunakan stopwatch

Memasukkan suspensi pada Viskometer Ostwald sampai batas yang ditentukan

Mencatat waktu suspensi mengalir (tsuspensi) dari tanda batas atas sampai tanda

batas bawah menggunakan stowatch

ŋ1 1 x t1
=
ŋ2 2 x t2

Skema 7. Prosedur uji viskositas pada sediaan suspensi


36

3.6.5. Volume Sedimentasi

Langkahnya:

a. Memasukkan 25 ml sampel suspensi ke dalam gelas ukur

berskala 25 ml.

b. Mencatat volume volume mula – mula suspensi sebelum

mengendap (Vo).

c. Menyimpan zat uji selama 7 hari pada suhu kamar 25°C.

d. Mencatat volume akhir dengan terjadinya sedimentasi (Vu).

Memasukkan 25 ml sampel suspensi ke dalam gelas ukur berskala 25 ml

Mencatat volume awal zat uji (Vo)

Menyimpan zat uji selama 7 hari pada suhu kamar 25°C

Mencatat volume akhir dengan terjadinya sedimentasi (Vu)

F = Vu

Vo

Skema 8. Prosedur uji sedimentasi pada sediaan suspensi

3.7. Analisa Hasil

Analisis hasil data dilakukan dengan metode SPSS Versi 15 yaitu

menggunakan one way anova dengan taraf kepercayaan 95%.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pembuatan Suspensi

Penulis telah melakukan penelitian mengenai pengaruh penggunaan

CMC, Karbomer dan Tragakan sebagai suspending agent terhadap sifat fisik

suspensi metronidazol yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh sifat fisik

dari suspensi metronidazol dalam berbagai jenis suspending agent. Dalam

penelitian ini digunakan tiga jenis suspending agent yang berbeda yaitu

CMC, Karbomer dan Tragakan alasan pemilihan suspending agent CMC,

karbomer dan tragakan karena penulis ingin mengetahui suspending agent

manakah yang berpengaruh terhadap sifat fisik suspensi metronidazol.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari

Laboratorium Farmasetika PoliTeknik Harapan Bersama Tegal, Jawa

Tengah. Metode yang digunakan dalam pembuatan suspensi ini adalah

metode dispersi alasannya karena metode ini cocok untuk pembuatan

sediaan suspensi metronidazol. Pembuatan suspensi Formula I, Formula II,

dan Formula III dilakukan dengan cara menaburkan bahan pensuspensi

kedalam mortir yang berisi air panas, kemudian diaduk sampai terdispersi

secara merata. Metronidazol kemudian dibasahi oleh gliserin karena

metronidazol bersifat sukar larut dalam air sehingga perlu zat pembasah

sebagai pelarutnya, kemudian masukkan sedikit demi sedikit larutan

37
38

pensuspensi dan menambahkan bahan tambahan secara sedikit demi sedikit

kemudian aduk hingga homogen.

Pada pembuatan suspensi metronidazol ini, bahan-bahan yang

digunakan semuanya bersifat mudah larut dalam air alasannya karena untuk

mempermudah pada saat dilakukan pencampuran. Setelah itu ditambahkan

bahan tambahan seperti bahan anticaploking yang dimaksudkan untuk

mencegah timbulnya kerak pada tutup botol. Bahan pemanis yang

digunakan dimaksudkan untuk memberi rasa manis pada suspensi. Bahan

pengaroma digunakan untuk memberikan aroma yang enak dan bahan

pengawet dengan tujuan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme.

Hasil yang diperoleh pada Formula I, Formula II dan Formula III,

sediaan suspensi berbentuk cair kental berwarna orange, mempunyai bau khas

jeruk dan berasa manis. Sediaan suspensi dibuat dalam volume 3 botol @ 60

ml untuk masing – masing formula. Suspensi yang telah dibuat dilakukan

evaluasi terhadap sifat fisik suspensi yang meliputi uji organoleptik, uji pH,

uji bobot jenis, uji viskositas dan uji volume sedimentasi.

4.2. Hasil Uji Suspensi

4.2.1. Uji Organoleptik

Tujuan dilakukan uji organoleptik adalah untuk mengetahui

bentuk, warna, bau dan rasa serta ada tidaknya perubahan bentuk

fisik suspensi selama penyimpanan. Secara organoleptik sediaan

yang disimpan pada temperatur kamar tidak boleh mengalami

perubahan terhadap bentuk fisik yang meliputi warna, bau, dan rasa.
39

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dapat dilihat pada tabel di

bawah ini :

Tabel 4.2.1.1. Hasil Uji Organoleptik Suspensi Metronidazol

Formula Hasil Pengamatan Organoleptik

Bentuk Warna Bau Rasa

I Cair kental Orange Khas jeruk Manis

II Cair kental Orange Khas jeruk Manis

III Cair kental Orange Khas jeruk Manis

Berdasarkan hasil pengamatan uji secara organoleptik

diketahui bahwa Formula I, Formula II dan Formula III memiliki

ciri fisik yang sama yaitu berbentuk cair kental, berwarna orange,

berbau khas jeruk dan berasa manis.

Pengamatan uji organoleptik dilakukan selama 1 hari

penyimpanan, untuk semua formula diperoleh hasil tidak ada

perubahan warna, bau dan pertumbuhan jamur pada sediaan

suspensi. Maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan CMC,

karbomer dan tragakan sebagai suspending agent tidak

mempengaruhi sifat organoleptik dari suspensi metronidazol.

4.2.2. Uji pH

Pengamatan uji pH menggunakan kertas indikator pH.

Tujuan dilakukan uji pH adalah untuk mengetahui nilai pH suspensi.


40

Standar pH larutan adalah 5,3 – 6,5. Data yang diperoleh dari hasil

penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.2.2.1. Hasil Pengamatan Uji pH Suspensi Metronidazol

pH Standar Formula

I II III

5,3 – 6,5 6 6 6

Keterangan :
• Formula I = CMC
• Formula II = Karbomer
• Formula III = Tragakan

Pada hasil penelitian untuk semua formula menunjukkan

hasil pH 6, sehingga sediaan suspensi layak untuk di konsumsi.

Maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan CMC, karbomer dan

tragakan sebagai suspending agent tidak mempengaruhi nilai pH

suspensi metronidazol.

4.2.3. Uji Bobot Jenis

Tujuan dilakukan uji bobot jenis adalah untuk mengetahui

bobot jenis dari sediaan suspensi yang dibuat. Standar nilai bobot

jenis air adalah 1 g/ml. Data yang diperoleh dari hasil penelitian

dapat dilihat pada tabel di bawah ini :


41

Tabel 4.2.3.1 Hasil Uji Bobot Jenis Suspensi Metronidazol

Uji Bobot Jenis (g/ml)


Replikasi
Formula I Formula II Formula III
1 1,10 1,08 1,20
2 1,11 1,11 1,20
3 1,10 1,08 1,20
Rata – Rata 1,10 1,09 1,20
Keterangan:
• Formula I = CMC
• Formula II = Karbomer
• Formula III = Tragakan

Pengukuran bobot jenis dilakukan dengan replikasi sebanyak

3 kali untuk setiap formula. Tabel diatas menunjukkan bobot jenis

terbesar pada formula III yaitu 1,20 g/ml dan bobot jenis terkecil

pada formula II yaitu 1,09 g/ml. Maka sediaan yang berpengaruh

terhadap sifat fisik suspensi metronidazol adalah Formula III. Dari

hasil uji bobot jenis diatas, kemudian dianalisis dengan

menggunakan perhitungan Anova satu arah pada SPSS 15.

Setelah dianalisis, menghasilkan tabel Anova sebagai berikut:

ANOVA

Bobot_Jenis
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .022 2 .011 97.300 .000
Within Groups .001 6 .000
Total .022 8
42

Hipotesis yang diajukan dalam pengujian adalah:

Ho : Tidak ada pengaruh penggunaan CMC, Karbomer dan

Tragakan sebagai suspending agent terhadap sifat fisik

suspensi metronidazol.

Ha : Ada pengaruh penggunaan CMC, Karbomer dan Tragakan

sebagai suspending agent terhadap sifat fisik suspensi

metronidazol.

Untuk perhitungan anova satu arah didapatkan hasil F hitung

> F tabel (97,300 > 5,143253) sehingga Ho ditolak dan Ha diterima.

Nilai signifikansi uji viskositas adalah 0,000, dan tingkat

kesalahannya sebesar 0,05. Nilai signifikansi < 0,05 sehingga

terdapat pengaruh yang nyata (signifikan).

4.2.4. Uji Viskositas

Uji viskositas dilakukan untuk mengetahui kekentalan dari

suatu sediaan suspensi. Suspensi yang baik adalah suspensi yang

mudah mengalir, tetapi memiliki viskositas tinggi untuk

meningkatkan stabilitas fisiknya. Viskositas suspensi diketahui

dengan membandingkan viskositas yang sudah diketahui biasanya

air (Martin, dkk., 2008 : 1098). Data yang diperoleh dari hasil

penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


43

Tabel 4.2.4.1 Hasil Uji Viskositas Suspensi Metronidazol

Uji Viskositas (cp)


Replikasi
Formula I Formula II Formula III
1 116,46 81,96 183,08
2 133,21 107,91 192,24
3 138,84 96,93 220,46
Rata – Rata 129,50 95,60 198,59
Keterangan:
• Formula I = CMC
• Formula II = Karbomer
• Formula III = Tragakan

Pengukuran viskositas dilakukan dengan replikasi sebanyak 3

kali untuk setiap formula. Tabel diatas menunjukkan viskositas

terbesar pada Formula III yaitu 198,59 cp dan viskositas terkecil

pada Formula II yaitu 95,60 cp. Maka sediaan yang berpengaruh

terhadap sifat fisik suspensi metronidazol adalah Formula III. Dari

hasil uji viskositas diatas, kemudian dianalisis dengan menggunakan

perhitungan Anova satu arah pada SPSS 15.

Setelah dianalisis, menghasilkan tabel Anova sebagai berikut:

ANOVA

Viskositas
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 16530.491 2 8265.245 36.209 .000
Within Groups 1369.575 6 228.263
Total 17900.066 8
44

Hipotesis yang diajukan dalam pengujian adalah:

Ho : Tidak ada pengaruh penggunaan CMC, Karbomer dan

Tragakan sebagai suspending agent terhadap sifat fisik

suspensi metronidazol.

Ha : Ada pengaruh penggunaan CMC, Karbomer dan Tragakan

sebagai suspending agent terhadap sifat fisik suspensi

metronidazol.

Untuk perhitungan anova satu arah didapatkan hasil F hitung

> F tabel (36,209 > 5,143253) sehingga Ho ditolak dan Ha diterima.

Nilai signifikansi uji viskositas adalah 0,000, dan tingkat

kesalahannya sebesar 0,000. Nilai signifikansi < 0,05 sehingga

terdapat pengaruh yang nyata (signifikan).

4.2.5. Uji Sedimentasi

Uji sedimentasi dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dari

suatu suspensi. Suspensi yang baik apabila tidak terjadi endapan

angka 1 atau bila terjadi endapan angka mendekati 1. Data yang

diperoleh dari hasil penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.2.5.1 Hasil Uji Sedimentasi Suspensi Metronidazol

Uji Sedimentasi
Replikasi
Formula I Formula II Formula III
1 0,64 0,89 0,91
2 0,62 0,84 0,90
3 0,60 0,80 0,92
Rata – rata 0,62 0,84 0,91
45

Tabel 4.2.5.2 Hasil Uji Redispersi Suspensi Metronidazol

Replikasi Waktu Redispersi (detik)

Formula I Formula II Formula III

I 19 21 16

II 23 27 22

III 26 29 24

Rata- Rata 22,66 25,66 20,66

Keterangan:
• Formula I = CMC
• Formula II = Karbomer
• Formula III = Tragakan

Pengukuran sedimentasi dilakukan dengan replikasi sebanyak

3 kali untuk setiap formula. Tabel diatas menunjukkan bahwa hasil

Formula III memiliki sedimentasi yang lebih mendekati angka 1 dan

memiliki nilai redispersi lebih kecil dibandingkan Formula I dan

Formula II. Maka sediaan yang berpengaruh terhadap sifat fisik

suspensi metronidazol adalah Formula III. Dari hasil uji sedimentasi

diatas, kemudian dianalisis dengan menggunakan perhitungan Anova

satu arah pada SPSS 15.

Setelah dianalisis, menghasilkan tabel Anova sebagai berikut:

ANOVA

UjiSedimentasi
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .104 2 .052 212.773 .000
Within Groups .001 6 .000
Total .105 8
46

Hipotesis yang diajukan dalam pengujian adalah:

Ho : Tidak ada pengaruh penggunaan CMC, Karbomer dan

Tragakan sebagai suspending agent terhadap sifat fisik

suspensi metronidazol.

Ha : Ada pengaruh penggunaan CMC, Karbomer dan Tragakan

sebagai suspending agent terhadap sifat fisik suspensi

metronidazol.

Untuk perhitungan anova satu arah didapatkan hasil F hitung

> F tabel (212,773 > 5,143253) sehingga Ho ditolak dan Ha

diterima. Nilai signifikansi uji sedimentasi adalah 0,000, dan tingkat

kesalahannya sebesar 0,000. Nilai signifikansi < 0,05 sehingga

terdapat pengaruh yang nyata (signifikan).


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil uji organoleptik, uji pH, uji bobot jenis, uji

viskositas dan uji sedimentasi serta analisa data menggunakan one way

anova yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

5.1.1 Ada pengaruh penggunaan CMC, karbomer dan tragakan sebagai

suspending agent terhadap sifat fisik suspensi metronidazol.

5.1.2. Suspending agent yang berpengaruh terhadap sifat fisik suspensi

metronidazol adalah tragakan pada Formula III dilihat dari uji bobot

jenis, uji viskositas dan uji sedimentasi.

5.2. Saran

5.2.1. Perlu dilakukan penelitian menggunakan zat aktif yang lain.

5.2.2. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya menggunakan metode

presipitasi (pengendapan).

5.2.3. Perlu dilakukan penelitian menggunakan golongan derivat yang

berbeda.

47
48

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 2005. Farmasetika. Yogyakarta : Gadjahmada University Press, hal 149

Anief, M. 2006. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjahmada University Press,

hal. 149

Ansel, Howard. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh

Farida Ibrahim Edisi 1V. Jakarta : UI-Press, hal. 101, 354, 355

Chaerunissa, Y., Emma Surahman, Sri Soeryatih. 2009. Farmasetika Dasar.

Bandung : Widya Padjajaran, hal. 93, 94, 95, 97

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Formularium Nasional Edisi

II. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal. 333

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.

Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal. 32, 567, 612, 770

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.

Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal. 17, 18, 175, 413,

551, 560, 713, 1030, 1037, 1168

Lachman, L., Herbert A. Liebeman, Joseph L. Kanig. 1994. Teori dan Praktek

Farmasi Industri Edisi III, diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta : UI-

Press, hal. 1004


49

Martin, A., James Swarbrick, Arthur Cammarata., 2008. Farmasi Fisik

diterjemahkan oleh Yoshita, cetakan 2008. Jakarta : Universitas Indonesia,

hal. 1098

Rowe,et.,al. 2009. Handbook Of Pharmaceutical excipient. Sixth edition. London

: Pharmaceutical Press, hal. 110, 117, 283, 596, 679

Soedarto. 2009. Pengobatan Penyakit Parasit. Jakarta : CV Sagung Seto, hal.02

Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta : EGC, hal. 134, 136, 138, 141, 142,

143, 145

Tjay, Tan Hoan., Kirana Raharja. 2007. Obat-Obat Penting Edisi VI. Jakarta : PT

Elek Media Komputindo, hal. 65

Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh Noerono

Soendani. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, hal. 65, 358


50
51

Lampiran I. Perhitungan Penimbangan Bahan

1.1. Formula I

• Metronidazol = 125 mg x 60 ml = 1500 mg = 1,5 g


5 ml
• CMC = 1 x 60 ml = 0,6 g
100
• Gliserin = 5 x 60 ml = 3 ml
100
• Sorbitol = 15 x 60 ml = 9 ml
100
• Nipagin = 0,18 x 60 ml = 0,108 g
100
• Nipasol = 0,02 x 60 ml = 0,012 g
100
• Sirup Simplek = 20 x 60 ml = 12 ml
100
- Gula = 65 x 12 ml = 7,8 g
100
- Air panas = 12 ml – 7,8 g = 4,2 ml

• Aquadest ad 60 ml

1.2. Formula II

• Metronidazol = 125 mg x 60 ml = 1500 mg = 1,5 g


5 ml
• Karbomer = 1 x 60 ml = 0,6 g
100
• Gliserin = 5 x 60 ml = 3 ml
100
• Sorbitol = 15 x 60 ml = 9 ml
100
• Nipagin = 0,18 x 60 ml = 0,108 g
100
• Nipasol = 0,02 x 60 ml = 0,012 g
100
52

• Sirup Simplek = 20 x 60 ml = 12 ml
100
- Gula = 65 x 12 ml = 7,8 g
100
- Air panas = 12 ml – 7,8 g = 4,2 ml

• Aquadest ad 60 ml

1.3. Formula III

• Metronidazol = 125 mg x 60 ml = 1500 mg = 1,5 g


5 ml
• Tragakan = 1 x 60 ml = 0,6 g
100
• Gliserin = 5 x 60 ml = 3 ml
100
• Sorbitol = 15 x 60 ml = 9 ml
100
• Nipagin = 0,18 x 60 ml = 0,108 g
100
• Nipasol = 0,02 x 60 ml = 0,012 g
100
• Sirup Simplek = 20 x 60 ml = 12 ml
100
- Gula = 65 x 12 ml = 7,8 g
100
- Air panas = 12 ml – 7,8 g = 4,2 ml

• Aquadest ad 60 ml
53

Lampiran II. Data Penelitian dan Perhitungan Bobot Jenis

Replikasi Data Formula I Formula II Formula III


Penelitian
1 Wo 18,60 14,71 18,74
W1 44,03 39,25 44,94
W2 46,19 41,92 48,74
2 Wo 18,55 14,83 18,76
W1 44,31 39,29 45,07
W2 46,53 42,66 48,78
3 Wo 18,79 14,52 18,67
W1 44,29 39,87 45,43
W2 46,43 41,62 48,82

Rumus:

ρair = m air

V air

ρsuspensi = m suspensi
V suspensi

Keterangan :

• air = Bobot jenis air (g/ml)

• suspensi = Bobot jenis suspensi (g/ml)

• m air = massa jenis air (g)

• m suspensi = massa jenis suspensi (g)

• Vair = Volume air (ml)

• Vsuspensi = Volume suspensi (ml)


54

2.1. Perhitungan Bobot Jenis Formula I

2.1.1. Replikasi 1
ρair = m air

V air

25,43 g
=
25 ml

= 1,01 g/ml

ρsuspensi = m suspensi
V suspensi

27,59 g
=
25ml

= 1,10 g/ml

2.1.2. Replikasi 2

ρair = m air

V air

25,76 g
= 25 ml

= 1,03 g/ml

ρsuspensi = m suspensi
V suspensi

27,98 g
=
25ml

= 1,11 g/ml
55

2.1.3. Replikasi 3

ρair = m air

V air

25,50 g
=
25 ml

= 1,02 g/ml

ρsuspensi = m suspensi
V suspensi

27,64 g
=
25ml

= 1,10 g/ml

2.2. Perhitungan Bobot Jenis Formula II

2.2.1. Replikasi 1

ρair = m air

V air

24,54 g
= 25 ml

= 0,98 g/ml

ρsuspensi = m suspensi
V suspensi

27,21g
= 25ml

= 1,08 g/ml
56

2.2.2. Replikasi 2

ρair = m air

V air

24,46 g
= 25 ml

= 0,97 g/ml

ρsuspensi = m suspensi
V suspensi

27,83 g
=
25ml

= 1,11 g/ml

2.2.3. Replikasi 3

ρair = m air

V air

25,35 g
= 25 ml

= 1,01 g/ml

ρsuspensi = m suspensi
V suspensi

27,1g
=
25ml

= 1,08 g/ml
57

2.3. Perhitungan Bobot Jenis Formula III

2.3.1. Replikasi 1

ρair = m air

V air

26,20 g
= 25 ml

= 1,04 g/ml

ρsuspensi = m suspensi
V suspensi

30 g
=
25ml

= 1,20 g/ml

2.3.2. Replikasi 2
ρair = m air

V air

26,31g
=
25 ml

= 1,05 g/ml

ρsuspensi = m suspensi
V suspensi

30,02 g
=
25ml

= 1,20 g/ml
58

2.3.3. Replikasi 3

ρair = m air

V air

26,76 g
=
25 ml

= 1,07 g/ml

ρsuspensi = m suspensi
V suspensi

30,15 g
=
25ml

= 1,20 g/ml
59

Lampiran III. Data Penelitian dan Perhitungan Viskositas

Replikasi Data Formula I Formula II Formula III


Penelitian
1 tair 1,67 detik 1,56 detik 1,43 detik
tsuspensi 222,16 detik 144,08 detik 282,02 detik
2 t air 1,51 detik 1,41 detik 1,57 detik
tsuspensi 232,34 detik 165,14 detik 328,14 detik
3 tair 1,48 detik 1,35 detik 1,44 detik
tsuspensi 236,46 detik 161,43 detik 353,35 detik
Rumus :

ŋ1 1 x t1
=
ŋ2 2 x t2

Keterangan:

• ŋ1 = kekentalan suspensi

• ŋ2 = kekentalan air (0,8007 cp)

• ρ1 = bobot per ml suspensi dalam g/ml

• ρ2 = bobot per ml air dalam g/ml

• t1 = waktu alir suspensi dalam detik (s)

• t2 = waktu alir air dalam detik (s)


60

3.1. Perhitungan Viskositas Formula I

3.1.1. Replikasi 1

ŋ1 1 xt1
=
ŋ2 2x t2

ŋ suspensi 1,10 x 222,16


=
0,8007 1,01 x 1,67

ŋ suspensi 244,37
=
0,8007 1,68

195, 66
ŋ suspensi =
1,68

= 116,46 cp

3.1.2. Replikasi 2

ŋ1 1 xt1
=
ŋ2 2x t2

ŋ suspensi 1,11 x 232,34


=
0,8007 1,03 x 1,51

ŋ suspensi 257,89
=
0,8007 1,55

206,49
ŋ suspensi =
1,55

= 133,21 cp
61

3.1.3. Replikasi 3

ŋ1 1 xt1
=
ŋ2 2x t2

ŋ suspensi 1,10 x 236,46


=
0,8007 1,02 x 1,48

ŋ suspensi 260,10
=
0,8007 1,50

208,26
ŋ suspensi =
1,50

= 138,84 cp

3.2. Perhitungan Viskositas Formula II

3.2.1. Replikasi 1

ŋ1 1 xt1
=
ŋ2 2x t2

ŋ suspensi 1,08 x 144,08


=
0,8007 0,98 x 1,56

ŋ suspensi 155,60
=
0,8007 1,52

124,58
ŋ suspensi =
1,52

= 81,96 cp
62

3.2.2. Replikasi 2

ŋ1 1 xt1
=
ŋ2 2x t2

ŋ suspensi 1,11 x 165,14


=
0,8007 0,97 x 1,41

ŋ suspensi 183,30
=
0,8007 1,36

146,76
ŋ suspensi =
1,36

= 107,91 cp

3.2.3. Replikasi 3

ŋ1 1 xt1
=
ŋ2 2x t2

ŋ suspensi 1,08 x 161,43


=
0,8007 1,01 x 1,43

ŋ suspensi 174,34
=
0,8007 1,44

139,59
ŋ suspensi =
1,44

= 96,93 cp
63

3.3. Perhitungan Viskositas Formula III

3.3.1. Replikasi 1

ŋ1 1 xt1
=
ŋ2 2x t2

ŋ suspensi 1,20 x 282,02


=
0,8007 1,04 x 1,43

ŋ suspensi 338,42
=
0,8007 1,48

270,97
ŋ suspensi =
1,48

= 183,08 cp

3.3.2. Replikasi 2

ŋ1 1 xt1
=
ŋ2 2x t2

ŋ suspensi 1,20 x 328,14


=
0,8007 1,05 x 1,57

ŋ suspensi 393,76
=
0,8007 1,64

315,28
ŋ suspensi =
1,64

= 192,24 cp
64

3.3.3 Replikasi 3

ŋ1 1 xt1
=
ŋ2 2x t2

ŋ suspensi 1,20 x 353,35


=
0,8007 1,07 x 1,44

ŋ suspensi 424,02
=
0,8007 1,54

339,51
ŋ suspensi =
1,54

= 220,46 cp
65

Lampiran IV. Data Penelitian dan Perhitungan Sedimentasi

Replikasi Data Formula I Formula II Formula III


Penelitian
1 Vu 16 ml 22,25 ml 22,75 ml
Vo 25 ml 25 ml 25 ml
2 Vu 15,5 ml 21 ml 22,5 ml
Vo 25 ml 25 ml 25 ml
3 Vu 15 ml 20 ml 23 ml
Vo 25 ml 25 ml 25 ml
Rumus :

F=

Keterangan :

• Vu = volume sedimentasi akhir

• Vo = volume mula – mula suspensi sebelum mengendap

4.1. Perhitungan Sedimentasi Formula I

4.1.1. Replikasi 1

F=

F=

F = 0,64

4.1.2. Replikasi 2

F=

,
F=

F = 0,62
66

4.1.3. Replikasi 3

F=

F=

F = 0,60

4.2. Perhitungan Sedimentasi Formula II

4.2.1. Replikasi 1

F=

,
F=

F = 0,89

4.2.2. Replikasi 2

F=

F=

F = 0,84

4.2.3. Replikasi 3

F=

F=

F = 0,80
67

4.3. Perhitungan Sedimentasi Formula III

4.3.1. Replikasi 1

F=

,
F=

F = 0,91

4.3.2. Replikasi 2

F=

,
F=

F = 0,90

4.3.3. Replikasi 3

F=

F=

F = 0,92
68

Lampiran V. Foto Hasil Sediaan Suspensi Metronidazol

Gambar 1. Hasil Sediaan Suspensi


69

Lampiran VI. Foto Hasil Uji Sediaan Suspensi Metronidazol

Gambar 1. Hasil Uji pH

Gambar 2. Hasil Uji Bobot Jenis

Gambar 3. Hasil Uji Viskositas

Gambar 4. Hasil Uji Sedimentasi


70

Lampiran VII. Foto Alat – Alat Uji Sediaan Suspensi Metronidazol

Gambar 1. Foto Alat Uji Bobot Jenis

Piknometer Neraca Analitik

Gambar 2. Foto Alat Uji Viskositas

Viskometer Ostwald Filler Stop Watch

Gambar 4. Foto Alat Uji Sedimentasi

Gelas Ukur
71

Lampiran VIII. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

NOVEMBER DESEMBER JANUARI FEBRUARI


No. KETERANGAN 2012 2012 2013 2013

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Pengajuan Judul

2. Studi Pustaka

3. Pembuatan
Proposal
4. Bimbingan KTI

5. Pelaksanaan
Penelitian
6. Pengolahan data

6. Pembuatan
Laporan
72
73

CURICULUM VITAE

Nama : ETTI YULIANA


TTL : Tegal, 12 Maret 1992
Email : aclassharber@yahoo.com
Alamat : Jalan Boyolali No.08 Rt.02/II, Margadana - Tegal
HP : 081325545130
Pendidikan :
SD : SD N 04 Margadana Tegal
SMP : SMP N 17 Tegal
SMA : Madrasah Aliyah Negeri Tegal
DIII : DIII Farmasi PoliTeknik Harapan Bersama Tegal
Judul KTI : “Pengaruh CMC, Karbomer dan Tragakan Sebagai Suspending
Agent Terhadap Sifat Fisik Suspensi Metronidazol”

Nama Orang Tua :


Ayah : Alm.Karyono
Ibu : Rokimah
Pekerjaan Orang Tua :
Ayah : -
Ibu : Wiraswasta

Anda mungkin juga menyukai