Anda di halaman 1dari 171

EVALUASI PENGGUNAAN ANALGETIK DAN ANTIBIOTIK

PADA PASIEN KANKER SERVIKS DI INSTALASI RAWAT INAP


RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
PERIODE OKTOBER-DESEMBER TAHUN 2008

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Flora Srisusanti

NIM : 068114042

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010

i
ii
iii
Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan

airmata, akan menuai dengan sorak sorai (Mazmur

126:5)

Karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu

baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya

(Filipi 2:13); Serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan,

maka terlaksanalah segala rencanamu (Amsal 16:3).

AMEN.

Dalam kesendirianku kutemukan hadir-MU


Dalam diamku kutemukan Kasih-MU
Dan ………………
dalam sukacitaku aku merasakan Engkau semakin
nyata dalam Hidupku (Flora)

“HIDUP ADALAH SEBUAH PILIHAN”

Kupersembahkan untuk :

Yesus yang selalu mencintaiku

Bapak dan Mamak yang menjadi inspirasiku

Eka, Adek, Leo, Paman yang mengasihiku

Thomas yang menyayangiku

Almamater

iv
v
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Bapa di surga karena berkat

kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “EVALUASI

PENGGUNAAN ANALGETIK DAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN

KANKER SERVIKS DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP DR. SARDJITO

YOGYAKARTA PERIODE OKTOBER-DESEMBER TAHUN 2008”

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada program

studi Ilmu Farmasi, Jurusan Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

memberikan motivasi, dukungan, bantuan, kritik dan saran sampai

terselesaikannya skripsi ini, terutama kepada:

1. Direktur Rumah Sakit RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah bersedia

memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakata yang telah

membantu dalam proses perijinan untuk melakukan penelitian di RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta.

3. Dosen pembimbing akademik yang telah memberikan waktu, tenaga, kritik

dan saran dalam proses belajar hingga peneliti menyelesaikan studi di Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

vi
4. Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyusunan skripsi hingga skripsi

ini dapat diselesaikan.

5. Maria Wisnu Donowati, M.Si, Apt selaku dosen penguji yang telah bersedia

membantu dengan meluangkan waktu, tenaga, kritik dan saran dalam proses

penyusunan skripsi ini.

6. dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK selaku dosen penguji yang telah memberikan waktu,

kritik dan saran dalam proses penyusunan skripsi ini.

7. Para dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang

telah memberikan bekal kepada penulis untuk praktik kefarmasiannya kelak.

8. Staf administrasi dan ICM RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, terimakasih atas

kerjasamanya dalam penelitian.

9. Keluarga besarku, Bapak dan Mamak, terimakasih atas semua cinta, doa,

nasehat dan dukungannya hingga aku bisa seperti sekarang. Tiada tempat

senyaman berada di pangkuan kalian berdua. Kalian adalah inspirasiku.

10. Kakakku Eka dan adikku Elisius Chandra, terima kasih untuk cinta,

kebersamaan dan motivasi yang telah diberikan.

11. Pamanku, Pastor K. Pius, cp., terimakasih untuk bimbingan, doa, liburan yang

menyenangkan dan dukungannya.

vii
12. Abangku Leo, terimakasih telah mengingat adik-adikmu (Eka, Shanty dan

Eli), kami tahu suatu saat kamu akan menyadari bahwa kami menyayangimu.

13. Sahabat terbaikku Mega, terimakasih untuk kebersamaan dan motivasinya.

Terimakasih juga mau menjagaku waktu sakit. Kamu telah mengembalikan

kepercayaanku kepada seorang sahabat dan teman.

14. Teman sekaligus sahabatku Andin dan Nita, terimakasih atas kebersamaan,

motivasi dan dukungan yang telah diberikan. Kalian membuat hidupku lebih

berwarna.

15. Kekasihku Thomas, terimakasih untuk motivasi, saran dan dukungannya.

16. Temanku Erma, terima kasih telah menyempatkan diri untuk berenang

bersama di DSC.

17. Komsel dan teman-teman area STTNas, Mba Flowra, Kak Nana, Kak Denok,

Mba Angel, Kak Kila, Kak Dewi, Tia, Ratna, Yuni, Ita, Mba Phie dan para

brothers, terimakasih untuk kebersamaanya selama ini.

18. Mba Suci dan Mba Fetri, terimakasih untuk kebersamaan dan diskusi selama

mengikuti kuliah.

19. Teman-temanku di Biara Novisiat St. Gabriel Batu, Malang, Biara Pasionis

Malang, Biara Pasionis Tanjung Hulu, Pontianak dan Biara Pasionis Jakarta,

terimakasih atas kebersamaan selama liburan Natal dan Paskahnya. Aku

merasa seperti di rumah.

viii
20. Abangku Fr. Niko, cp, terimakasih untuk nasehatnya.

21. Mba Yos, terimakasih telah mengajariku bermain piano.

22. Guru-guru SMPK dan SMAK, khususnya Bu Yasinta, terimakasih untuk

motivasi dan dukungannya.

23. Jamal, Ali, Joni, Yofikus, Ahin, Siska dan Teo, terimakasih untuk

kebersamaan selama SMA.

24. Teman-temanku di Asrama Putri St. Maria Goreti Sekadau terutama Unit

Odilia dan Angelica. Terima kasih untuk kebersamaannya selama SMP dan

SMA.

25. Sr. Anas, cp., Sr. Yohana, cp., Sr. Narti, cp., Sr. Jaymud,cp., dll. Terimakasih

untuk bimbingannya selama tinggal di asrama.

26. Teman-temanku selama kursus di LIA; Ms. Seko, Ms. Hanna, Ms. Ririn,

Andin, Mukti, A’ang, Dinda, Mba Lina, Mba Indri, Shanty, Rosyid, Rena,

Dini, Mba Erlin, Putra dan Anna terima kasih atas kebersamaannya.

27. Teman-temanku kelas A dan FKK’A, terimakasih untuk proses yang telah

dilalui bersama.

28. Semua orang yang telah membuat hidupku menjadi lebih hidup.

ix
x
xi
Intisari

Kanker serviks merupakan penyebab keganasan paling sering kedua dan


penyebab utama kematian akibat kanker di seluruh dunia terutama di negara dunia
ketiga. Pasien kanker serviks yang mendapat obat sitotoksik ataupun
imunosupresan akan rentan terkena infeksi akibat dari penurunan produksi sel
darah sehingga diperlukan antibiotik untuk mengatasi infeksi. Sekitar 96% pasien
kanker serviks mengalami nyeri dengan berbagai intensitas. Penanganan nyeri
dapat dilakukan dengan pemberian analgetik berdasarkan pada prosedur standar
dari WHO.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan
deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Jumlah pasien yang dianalisis
sebanyak 20. Karakteristik pasien kanker serviks berdasarkan kelompok usia
terbanyak pada usia 35-44 dan 45-54 (35%), dengan stadium terbanyak yaitu
stadium IIIB (35%) dan dengan skala nyeri terbanyak pada skala nyeri 5 (37,5%).
Pada penelitian digunakan 3 golongan analgetik dan 6 golongan antibiotik, dengan
penggunaan golongan analgetik terbanyak analgetik non-opioid 92,31% dengan
jenis analgetik terbanyak Ketorolac 25,64% dan penggunaan golongan antibiotik
terbanyak Sefalosporin 72% dengan jenis antibiotik terbanyak Cefotaxime 32%.
Berdasarkan tangga analgetik berjenjang tiga dari WHO, sebanyak 62,5%
penggunaan analgetik tidak sesuai. Jenis DRP (Drug Related Problems) pada
penggunaan analgetik sebagai berikut membutuhkan terapi analgetik 2 kasus
(16,67%), tidak membutuhkan terapi analgetik 1 kasus (8,33%), terapi analgetik
tidak tepat 4 kasus (33,33%), dosis analgetik berlebih 3 kasus (25%), efek
samping analgetik aktual 1 kasus (8,33%) dan potensial efek samping analgetik 1
kasus (8,33%). Jenis DRP (Drug Related Problems) pada penggunaan antibiotik
adalah membutuhkan terapi antibiotik 7 kasus (87,5%) dan penggunaan dosis
antibiotik berlebih 1 kasus (12,5%).

Kata kunci: analgetik, antibiotik, kanker serviks, tangga analgetik berjenjang tiga,
Drug Related Problems

xii
Abstract

Cervical cancer is second cause of neoplasia and death in the world


especially third world states. Cervical cancer patients who receive the cytotoxic
drugs or immunossuppresants is easy to get infection because degradation produce
of blood cells. Therefore, antibiotics are needed to overcome the infections.
Around 96% cervical cancer patients experience of the pain with varieties of
intensities. Pain’s handling can be done with analgesics according to the standard
procedures of WHO.
This study is a non experimental research through descriptive evaluative
design with retrospective characteristic. There are 20 patients analyzed. The
characteristics of most patients are 35-44 and 45-54 years old (35%), the most
stage of cervical cancer is IIIB (35%) and the most pain scale is 5 (37,5%). This
study is used 3 classes of analgesic and 6 of classes antibiotics, in which the
biggest class of analgesics is non-opioid analgesic (92,31%) with ketorolac
analgesic (25,64) and then the biggest class from antibiotics is Cephalosporin
(72%) with Cefotaxime antibiotic (32%). Based on the three-step analgesic ladder
from WHO, there were 62,5% inaccurate use of analgesics. The type of Drug
Related Problems of analgesics that happened which is needs additional drug
therapy are 2 cases (16,67%), unnecessary drug therapy are 1 case (8,33%),
ineffective drug are 4 cases (33,33%), dosage too high are 3 cases (25%), actual
adverse drug reaction is 1 case (8,33%) and potential adverse drug reaction are 1
case (8,33%). The type of Drug Related Problems of antibiotics that happened
which is needs additional drug therapy are 7 cases (87,5%) and dosage too high is
1 case (12,5%).

Key words: analgesics, antibiotics, cervical cancer, the three step analgesic
ladder, Drug Related Problems

xiii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................. v

PRAKATA ......................................................................................................... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .............................................................. xi

INTISARI .......................................................................................................... xii

ABSTRACT ....................................................................................................... xiii

DAFTAR ISI .................................................................................................... xiv

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xviii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xxi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xxii

BAB I. PENGANTAR ........................................................................................ 1

A. Latar Belakang........................................................................................ 1

1. Perumusan masalah ........................................................................... 3

2. Keaslian penelitian ............................................................................ 4

3. Manfaat penelitian............................................................................. 5

B. Tujuan Penelitian .................................................................................... 6

1. Tujuan umum .................................................................................... 6

xiv
2. Tujuan Khusus .................................................................................. 6

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ............................................................... 8

A. Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Wanita .................................. 8

B. Kanker Serviks .................................................................................... 10

1. Human Papilomavirus (HPV) ....................................................... 12

2. Epidemiologi ................................................................................ 13

3. Etiologi.......................................................................................... 14

4. Patogenesis .................................................................................... 15

5. Penyebaran Kanker Serviks ........................................................... 16

6. Penampakan klinis kanker serviks.................................................. 17

7. Diagnosis ....................................................................................... 17

8. Stadium kanker serviks .................................................................. 20

9. Prognosis ....................................................................................... 20

C. Nyeri ................................................................................................... 21

1. Definisi ......................................................................................... 21

2. Alat pengukur nyeri ....................................................................... 23

3. Analgetika ..................................................................................... 24

D. Infeksi ................................................................................................. 30

E. Antibiotika .......................................................................................... 32

1. Definisi.......................................................................................... 32

2. Prinsip penggunaan antibiotik ........................................................ 32

3. Klasifikasi antibiotik ...................................................................... 33

xv
4. Kombinasi antibiotik ..................................................................... 34

5. Resistensi antibiotik ....................................................................... 35

F. Drug Related Problem ......................................................................... 35

G. Keterangan Empiris ............................................................................. 37

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 38

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ........................................................... 38

B. Definisi Operasional ............................................................................ 38

C. Subyek Penelitian ................................................................................ 41

D. Bahan Penelitian.................................................................................. 42

E. Lokasi Penelitian ................................................................................. 42

F. Tata Cara Penelitian ............................................................................ 43

1. Perencanaan .................................................................................. 43

2. Pengambilan data........................................................................... 43

3. Pengolahan data ............................................................................. 44

4. Evaluasi data ................................................................................. 45

G. Tata Cara Analisis Hasil ...................................................................... 46

H. Kesulitan Penelitian ............................................................................. 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 49

A. Karakteristik Pasien Kanker Serviks ....................................................... 49

1. Persentase kelompok usia pasien kanker serviks ............................... 49

2. Persentase stadium pasien kanker serviks ......................................... 50

xvi
3. Persentase skala nyeri pasien kanker serviks ..................................... 52

B. Persentase Penggunaan Analgetik........................................................... 53

1. Persentase penggunaan analgetik ...................................................... 53

2. Kesesuaian pemberian analgetik berdasarkan pada standar dari WHO

......................................................................................................... 55

C. Persentase Penggunaan Antibiotik .......................................................... 57

D. Kajian Drug Related Problem ................................................................ 59

1. Evaluasi penggunaan analgetik ......................................................... 59

a. Analgetik tidak tepat ................................................................... 60

b. Analgetik diperlukan dalam terapi............................................... 61

c. Analgetik yang tidak diperlukan dalam terapi ............................. 61

d. Dosis analgetik berlebihan .......................................................... 62

e. Efek samping analgetik ............................................................... 62

2. Evaluasi penggunaan antibiotik ........................................................ 63

a. Antibiotik diperlukan dalam terapi .............................................. 64

b. Dosis antibiotik berlebihan ......................................................... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 66

A. Kesimpulan ........................................................................................ 66

B. Saran ................................................................................................. 67

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 69

LAMPIRAN ...................................................................................................... 73

BIOGRAFI PENULIS ..................................................................................... 149

xvii
DAFTAR TABEL

Tabel I Klasifikasi Sitologi Tes Pap menurut WHO ................................ 18

Tabel II Stadium kanker serviks menurut FIGO ....................................... 20

Tabel III Rentang Skala Nyeri ................................................................... 23

Tabel IV Permasalahan umum terapi obat dan penyebabnya ...................... 36

Tabel V Persentase Stadium Pasien Kanker Serviks yang Menggunakan

Analgetik dan Antibiotik di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-Desember 2008 ................ 51

Tabel VI Persentase Skala Nyeri Pasien Kanker Serviks yang Menggunakan

Analgetik dan Antibiotik di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-Desember 2008 ................ 53

Tabel VII Persentase Penggunaan Analgetik pada Pasien Kanker Serviks di

Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode

Oktober-Desember 2008 ............................................................. 54

Tabel VIII Kesesuaian Terapi Analgetik berdasarkan Tangga Analgetik

Berjenjang Tiga dari WHO pada Pasien Kanker Serviks di Instalasi

Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-

Desember 2008 ........................................................................... 56

Tabel IX Persentase Penggunaan Antibiotik pada Pasien Kanker Serviks di

Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode

Oktober-Desember 2008 ............................................................. 58

xviii
Tabel X Kasus DRP Penggunaan Analgetik pada Pasien Kanker Serviks di

Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode

Oktober-Desember 2008 ............................................................. 59

Tabel XI Kasus DRP Penggunaan Analgetik yang tidak tepat pada Pasien

Kanker Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode Oktober-Desember 2008 ............................. 60

Tabel XII Kasus DRP Membutuhkan Terapi Analgetik pada Pasien Kanker

Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Periode Oktober-Desember 2008 ................................................ 61

Tabel XIII Kasus DRP Tidak Membutuhkan Terapi Analgetik pada Pasien

Kanker Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode Oktober-Desember 2008 ............................. 61

Tabel XIV Kasus DRP Penggunaan Analgetik dengan Dosis berlebih pada

Pasien Kanker Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode Oktober-Desember 2008 ............................. 62

Tabel XV Kasus DRP Potensial Efek Samping Analgetik pada Pasien Kanker

Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Periode Oktober-Desember 2008 ................................................ 62

Tabel XVI Kasus DRP Efek Samping Aktual Analgetik pada Pasien Kanker

Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Periode Oktober-Desember 2008 ................................................ 63

xix
Tabel XVII Kasus DRP Penggunaan Antibiotik pada Pasien Kanker Serviks di

Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode

Oktober-Desember 2008 ............................................................. 63

Tabel XVIII Kasus DRP Membutuhkan Terapi Antibiotik pada Pasien Kanker

Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Periode Oktober-Desember 2008 ................................................ 64

Tabel XIX Kasus DRP Penggunaan Antibiotik dengan Dosis berlebih pada

Pasien Kanker Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode Oktober-Desember 2008 ............................. 65

xx
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Organ Reproduksi Wanita .................................................................. 8

Gambar 2 Skema Patofisiologi Nyeri pada Kanker Serviks ............................. 22

Gambar 3 Skala nyeri 0-10 ............................................................................... 23

Gambar 4 Tangga Analgetik berjenjang tiga .................................................... 25

Gambar 5 Persentase Kelompok Usia Pasien Kanker Serviks yang Menggunakan

Analgetik dan Antibiotik di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode Oktober-Desember 2008 .................................. 50

xxi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pernyataan Peneliti ....................................................................... v

Lampiran 2 Analisis DRP Penggunaan Analgetik dan Antibiotik pada Pasien

Kanker Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode Oktober-Desember 2008 ............................ 73

Lampiran 3 Petunjuk Penanganan Infeksi Pada Kanker Menurut NCCN ...... 112

xxii
BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Sampai saat ini, kanker mulut rahim masih merupakan masalah kesehatan

perempuan di Indonesia sehubungan dengan angka kejadian dan angka

kematiannya yang tinggi. Setiap tahun, di dunia terdapat 500.000 kasus baru

kanker serviks dan lebih dari 250.000 kematian. Di Indonesia, menurut data

kanker berbasis patologi di 13 pusat laboratorium patologi kanker serviks

merupakan penyakit kanker yang memiliki jumlah penderita terbanyak di

Indonesia, yaitu lebih kurang 36% (Rasjidi, 2009).

Pasien dengan penyakit keganasan atau mendapat obat sitotoksik atau

imunosupresan rentan terhadap infeksi berat yang sering kali disebabkan oleh

organisme yang tidak lazim, misalnya bakteri komensal, beberapa virus, ragi,

jamur dan protozoa. Berdasarkan fakta, granulositopenia dengan hitung granulosit

kurang dari 500 x 10 6/l akan disertai resiko tinggi terjadinya septikemia. Demam

pada pasien semacam ini harus dianggap memiliki etiologi infeksi dan harus

diobati secara agresif sebelum memperoleh informasi bakteriologik yang pasti

(Reid, Rubin & Whiting, 2007).

Infeksi merupakan penyebab kematian utama pada pasien kanker di

samping perdarahan. Sekitar 90 % pasien kanker meninggal akibat infeksi,

perdarahan, atau infeksi bersama-sama dengan perdarahan (Sudoyo, Setiyohadi,

1
2

Simodibrata & Setiati, 2006). Maka sangat diperlukan pemilihan antibiotik yang

tepat untuk mengurangi resiko kematian akibat terjadinya infeksi pada pasien

kanker. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa pemberian antibiotik oral

sebagai profilaksis awal periode netropeni pada pasien resiko tinggi afebril dapat

mengurangi kejadian febril dan resiko infeksi pada pasien (Koda-Kimble, 2009).

Oleh karena itu, evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien kanker serviks perlu

dilakukan.

Nyeri sering terjadi pada penyakit kanker serviks, sekitar 96% pasien

kanker serviks mengalami nyeri dengan berbagai intensitas dari ringan, sedang

sampai berat. Banyak pasien yang tidak menerima penanganan nyeri yang tepat.

Penanganan nyeri yang kurang tepat dapat menyebabkan penderitaan bagi pasien.

Pendekatan utama dalam penanganan nyeri kanker dengan cara pemberian

analgetik, analgetik sering memperbaiki secara nyata kemampuan pasien.

Pemberian analgetik perlu disesuaikan dengan prosedur standar yang dianjurkan

oleh WHO (tangga analgetik berjenjang tiga). Tangga analgetik berjenjang tiga

dari WHO telah digunakan di negara maju dan negara berkembang dengan

keberhasilan terapi mencapai 80% (Levy, 1996). Maka evaluasi penggunaan

analgetik berdasarkan pada prosedur standar yang dianjurkan oleh WHO pada

pasien kanker serviks perlu dilakukan.

Adapun pemilihan RSUP Dr. Sardjito yang digunakan sebagai tempat

penelitian karena merupakan Rumah Sakit Pendidikan Kelas A dan Rumah Sakit

rujukan bagi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah bagian
3

Selatan. Rumah Sakit ini terdiri dari 23 SMF (Staf Medis Fungsional) dan 29

Instalasi (Anonim, 2010a).

1. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya

dapat dirumuskan beberapa permasalahan pada pasien kanker serviks di RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta yaitu sebagai berikut:

a. Bagaimanakah karakteristik pasien kanker serviks yang menerima

analgetik dan antibiotik di Instalasi rawat inap RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta?

b. Berapa persentase penggunaan analgetik dan antibiotik pada pasien kanker

serviks?

c. Apakah penggunaan analgetik pada pasien kanker serviks telah sesuai

dengan tangga analgetik berjenjang tiga dari WHO?

d. Bagaimana potensi dan aktual DRP (Drug Related Problem) yang terjadi

pada penggunaan analgetik dan antibiotik pada pasien kanker serviks yang

meliputi:

1) additional drug therapy (terapi obat tambahan)

2) unnecessary drug therapy ( tidak membutuhkan obat)

3) wrong drug (obat tidak tepat)

4) dosage too low (dosis kurang)

5) adverse drug reactions (efek samping obat)


4

6) dosage too high (dosis berlebih)

7) compliance (ketaatan pasien)

2. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran penulis, penelitian mengenai evaluasi

penggunaan analgetik dan antibiotik pada pada pasien kanker serviks sudah

pernah dilakukan. Beberapa penelitian serupa yang pernah dilakukan oleh

peneliti lain mengenai evaluasi penggunaan analgetik dan antibiotik pada

pasien kanker serviks, yaitu sebagai berikut:

a. Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Kasus Kanker Leher Rahim di

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2004 (Mexitalia, 2005).

b. Evaluasi Penggunaan Analgetik Opioid pada Penanganan Nyeri Kanker

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta selama

September sampai November 2006 (Guswita, 2007) .

c. Efektivitas Penggunaan Analgetik dan Antiemetik pada Pasien Kanker

Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Periode Juli-Oktober

tahun 2008 (Mahargyani, 2009)

d. Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Kanker Leher Rahim yang

Menjalani Kemoterapi di RSUP. DR. Sardjito Yogyakara periode Agustus

2004-Agustus 2008 (Marlinah, 2009).

Adapun perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

Mexitalia dan Guswita terletak pada subjek, lokasi dan periode penelitian.

Sedangkan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahargyani

adalah pada rancangan penelitian dan periode penelitian. Perbedaan dengan


5

penelitian yang dilakukan oleh Marlinah adalah pada periode penelitian.

Subyek yang digunakan pada penelitian ini lebih spesifik yaitu pasien kanker

serviks yang mendapatkan terapi analgetik dan antibiotik atau salah satu dari

kedua obat ini.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat praktis

1) Penelitian ini dapat digunakan sebagai evaluasi dan bahan masukan

dalam meningkatkan mutu pengobatan pada pengobatan nyeri dan

infeksi pasien kanker serviks di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

2) Dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penggunaan analgetik

dan antibiotika pada pasien kanker serviks di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta.

b. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai persentase

penggunaan analgetik dan antibiotik pada pasien kanker serviks di RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta, total kesesuaian penggunaan analgetik dengan

tangga analgetik berjenjang tiga dari WHO dan dapat digunakan sebagai

pedoman bagi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta untuk meningkatkan

pelayanannya terutama kepada pasien kanker serviks.


6

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi penggunaan

analgetik dan antibiotik pada Pasien Kanker Serviks di Instalasi Rawat Inap

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Oktober-Desember 2008.

2. Tujuan Khusus

a. untuk mengetahui karakteristik pasien kanker serviks yang menerima

analgetik dan antibiotik

b. untuk mengetahui persentase penggunaan analgetik dan antibiotik pada

pasien kanker serviks

c. untuk mengetahui total kesesuaian penggunaan analgetik pada pasien

kanker serviks dengan tangga analgetik berjenjang tiga dari WHO

d. untuk mengetahui potensi dan aktual DRP (Drug Related Problem) yang

terjadi pada penggunaan analgetik dan antibiotik pada pasien kanker

serviks yang meliputi:

1) mengetahui adanya kasus nyeri kanker serviks yang tidak

diberikan terapi analgetik dan kasus infeksi pada pasien kanker

serviks tidak diberikan terapi antibiotik (additional drug therapy)

2) mengetahui apakah ada obat analgetik dan antibiotik yang tidak

dibutuhkan dalam terapi (unnecessary drug therapy)

3) mengetahui penggunaan obat analgetik dan antibiotik yang tidak

tepat (wrong drug)


7

4) mengetahui penggunaan dosis obat analgetik dan antibiotik yang

kurang (dosage too low)

5) mengetahui adanya efek samping potensial dan aktual yang dapat

timbul pada terapi analgetik dan antibiotik yang diberikan

(adverse drug reactions)

6) mengetahui adanya penggunaan obat analgetik dan antibiotik

dengan dosis berlebih (dosage too high).

7) mengetahui tingkat ketaatan pasien dalam meminum obat

analgetik dan antibiotik (compliance)


BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Wanita

Gambar 1. Organ Reproduksi Wanita (Anonim, 2009)

Sistem reproduksi wanita terdiri dari ovarium, tuba fallopii, uterus, serviks, vagina

dan vulva.

Serviks sebagian besar terdiri atas jaringan ikat yang kuat dan biasanya

berukuran 4 cm, sekitar 2 cm serviks menonjol ke vagina, sedangkan sisanya tetap

berada pada intraperitoneal.

8
9

Serviks membuka ke arah uterus melalui ostium interna dan ke arah vagina

melalui ostium eksterna. Struktur ini dilapisi oleh satu lapis epitel kelenjar

penghasil mukus di bagian dalam kanalis servikalis (endoserviks) dan epitel

skuamosa berlapis pada bagian serviks yang terlihat dalam vagina (ekstoserviks).

Transisi antarepitel kelenjar dan skumosa dikenal sebagai zona transformasi. Zona

transformasi secara tipikal terdapat sedikit di dalam ostium eksterna (mulut luar)

dari serviks. Zona ini penting karena merupakan lokasi yang sering mengalami

perubahan displastik yang dapat menjadi keganasan (Heffner & Schust, 2008).

Serviks mempunyai 2 jenis epitel yaitu epitel kolumner dan epitel skuamosa

yang disatukan oleh sambungan skuamo-kolumnar (SSK). Epitel kolumnar akan

digantikan oleh epitel skuamosa baru sehingga SSK sudah ada akan menjadi

sambungan skuamosa-skuamosa (SSS) di samping terjadinya SSK baru. Proses

pergantian epitel kolumnar oleh epitel skuamosa seperti di atas disebut proses

metaplasia (Harahap, 1982).

Metaplasia diperkirakan terjadi pada pH rendah karena proliferasi sel

cadangan epitel subkolumnar dan proliferasi sel basal epitel skuamosa terdekat.

Proses metaplasia dapat dibagi menjadi dua periode yaitu masa dinamik dan masa

maturasi. Masa dinamik terjadi dalam tiga tahap, yaitu:

a. Tahap I, sel menjadi kuboidal dan mukusnya berkurang; epitel

kolumnar yang menyusun villi menjadi kurang translusen dan


10

pembuluh darah terlihat lebih nyata; biasanya hal itu terjadi pada

puncak villi (Harahap, 1984).

b. Tahap II, sela-sela villi mulai diisi berlapis-lapis sel dan terlihat fusi

villi dan beberapa tonjolan villi tersebut (Harahap, 1984).

c. Tahap III, epitel berlapis telah mengisi semua sela-sela villi sehingga

permukaannya terlihat licin (Harahap, 1984).

Sel-sel yang sudah berada pada tahap III (6-8 lapis) akan mengalami

diferensiasi sehingga menjadi matang (proses maturasi). Masa dinamik proses

metaplasia sangat aktif pada awal pubertas terutama jika terdapat keaktifan

seks, pada fetus, dan pada kehamilan pertama (Harahap, 1984).

B. Kanker Serviks (Kanker Leher Rahim)

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, kanker merupakan

penyebab kematian ketujuh di Indonesia dengan proporsi 5,7% setelah stroke,

TB Paru, hipertensi, cedera, perinatal, dan diabetes mellitus. Terdapat sepuluh

jenis kanker yang menyebabkan kematian terbanyak di Indonesia salah satu

diantaranya adalah kanker serviks. Kanker serviks merupakan penyebab

kematian terbesar pada wanita di Indonesia. Setiap tahun tercatat terdapat 90-

100 kasus kanker serviks per 100.000 penduduk (Anonim, 2010 c).

Kanker serviks biasanya berkembang dari lesi prekursor, yaitu

neoplasma serviks intraepitel (cervical intraephitelial neoplasia, CIN). CIN

bersifat asimtomatik dan tampaknya terjadi 5-15 tahun sebelum berkembangnya

karsinoma invasif pada serviks. Hampir semua kanker serviks berkembang pada
11

zona transformasi serviks (sambungan skuamokolumnar) (Heffner & Schust,

2008).

Penyebab kanker serviks yang paling sering ditemukan adalah human

papillomavirus (HPV). HPV merupakan virus DNA yang menyebabkan lesi

epitel di dalam saluran gastrointestinal, kulit, serviks, dan vulva. Lebih dari 100

jenis HPV telah diidentifikasi sampai saat ini. Sel serviks dengan kelainan

sitologis dan sel-sel dari kanker serviks sebagian besar mengandung urutan-

urutan dari HPV 6, HPV 11, HPV 16 dan HPV 18. HPV 6 dan 11 berhubungan

dengan risiko keganasan yang rendah. Sebaliknya, 85% kanker serviks

mengandung HPV 16 dan 18 (Heffner & Schust, 2008).

Karsinoma planoselular dari serviks muncul pertama kali setelah menarke,

dan relatif lebih sedikit hingga usia 35 tahun. Dan kemudian terjadi kenaikan

frekuensi yang jelas terlihat hingga usia 55-60 tahun dan kemudian terjadi

penurunan lagi, yang mencerminkan penurunan total jumlah wanita kelompok

usia ini. Frekuensi tertinggi karsinoma serviks terdapat antara 50-55 tahun

dengan umur rata-rata 53,2 tahun; penyebaran umur mulai dari 18-95 tahun

(Van De Velde, Bosman & Wagener, 1999).

Terdapat tiga tipe umum kanker serviks. Tipe yang paling sering ditandai

oleh adanya lesi eksofitik yang besar dan meluas ke vagina dan terjadi

perdarahan hebat saat disentuh. Tumor lainnya menginfiltrasi stroma serviks dan

membentuk lesi ‘barrel shape’ tanpa disertai tanda-tanda pertumbuhan ke arah

luar. Lesi ‘barrel shape’ ini dapat baru tampak pertama kali ketika penyebaran

lokal sudah menimbulkan gejala gangguan berkemih atau buang air besar.
12

Kelompok terakhir dari kanker serviks adalah tumor ulseratif yang sering

mengubah serviks dan vagina bagian atas dengan lubang purulen yang besar

(Heffner & Schust, 2008).

Pada pasien kanker serviks, terapi kuratif dapat dilakukan yaitu dengan

cara bedah (operasi), radioterapi, kemoterapi atau kombinasi. Di samping

pengobatan kuratif, terdapat pengobatan suportif yang dapat menunjang

pengobatan kanker. Pengobatan suportif bertujuan untuk meningkatkan dan

mempertahankan kondisi kesehatan pasien sehingga pasien dapat menerima

pengobatan kuratif (bedah, radiasi, kemoterapi atau kombinasi) tanpa terjadi

efek samping. Pengobatan suportif tidak hanya diperlukan pada pasien yang

menjalani pengobatan kuratif, tetapi juga pada pasien yang menjalani

pengobatan paliatif. Pengobatan suportif meliputi semua aspek kesehatan baik

fisik maupun psikis beberapa di antaranya adalah nyeri, infeksi dan neutropenia.

Adanya kejadian nyeri dan infeksi menyebabkan pasien akan menerima

pengobatan berupa analgetik dan antibiotik untuk mengatasi nyeri dan infeksi

yang menyertai penyakitnya (Sudoyo, Setiyohadi, Simodibrata & Setiati, 2006).

1. Human Papillomavirus (HPV)

Virus papiloma berdiameter 55 nm dan mengandung genom yang

berbentuk bulat dengan berat molekul (BM) 45 x 10 6. Sebagian besar kanker

serviks, penis dan vulva membawa DNA HPV. Paling sering, ditemukan

HPV-16 atau HPV-18 (Jawetz, Melnick, & Adelberg, 1996). Tipe HPV

karsinogenik lain adalah tipe 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68, 73

dan 82, yang masing-masing mempunyai kontribusi 5% atau kurang. HPV tipe
13

6 dan 11 mempunyai efek karsinogenik rendah, dan merupakan penyebab

pada > 90% kondiloma akuminata (Anonim, 2007 a).

HPV tipe 16 merupakan tipe HPV karsinogenik yang paling sering

ditemukan, dan dideteksi pada 7-12% perempuan yang aktif secara seksual

dengan sitologi normal, sekitar 25% pada lesi intraepithelial skuamosa derajat

rendah, dan sekitar 50% pada derajat tinggi dan kanker serviks invasif

(Anonim, 2007a).

HPV tipe 18 terutama dideteksi pada jenis adenokarsinoma, dibanding

karsinoma sel skuamosa serviks. Tipe ini ditemukan pada 2,5-4,5%

perempuan yang aktif secara seksual dengan sitologi normal, dan 10-20%

pada kanker serviks invasif (Anonim, 2007a).

2. Epidemiologi

Frekuensi karsinoma uteri terbanyak dijumpai di negara-negara sedang

berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam, dan

Filipina. Di Amerika Latin dan Afrika Selatan frekuensi karsinoma serviks

uteri juga merupakan terbanyak dari penyakit keganasan yang ada. Di

Indonesia karsinoma serviks uteri menduduki tempat teratas dari urutan

penyakit keganasan yang ada (Tambunan, 1995).

Insidensi penyakit ini lebih tinggi ada wanita berpenghasilan rendah

namun pengaruh dari faktor ini tidak terlepas dari aktivitas seksual yang

dimulai saat usia dini dan pasangan seksual multipel. Tanda-tanda dari pria

risiko tinggi telah diketahui; pria yang memiliki pasangan seksual sebelumnya

yang menderita kanker serviks atau pria yang menderita kanker penis akan
14

meningkatkan risiko pasangan seksual mereka (Heffner & Schust, 2008).

Insidens yang tinggi pada wanita menikah dan jarang pada perawan dan

biarawati memberi kesan adanya transmisi seksual suatu agen onkogenik dari

pria ke wanita pada usia muda (Robbin, 1999).

Insidensi (tahunan), di Amerika : 10.370 kasus baru dan 3.710 kematian;

Inggris: 2.991 kasus baru dan 1.123 kematian. Kanker serviks merupakan

kanker yang paling sering menyebabkan kematian di negara-negara di dunia

ketiga akibat kurangnya skrining yang efektif (Norwitz & Schorge, 2008).

3. Etiologi

Penyebab karsinoma serviks uteri belum jelas diketahui. Namun ada

beberapa faktor resiko dan predisposisi yang menonjol;

a. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual. Penelitian para pakar

menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksual

semakin besar resiko mendapat karsinoma serviks uteri.

b. Jumlah kehamilan dan partus. Karsinoma serviks uteri terbanyak

dijumpai wanita yang sering partus. Semakin sering partus semakin

semakin besar resiko mendapat karsinoma serviks uteri. Kategori partus

sering belum ada keseragaman, menurut beberapa pakar berkisar 3-5

kali.

c. Jumlah perkawinan. Wanita yang sering melakukan hubungan seksual

dan sering berganti pasangan mempunyai faktor resiko yang besar

terhadap tumor ini. Pada penelitian sitologi tes Pap sekelompok wanita
15

tuna susila dan wanita biasa ternyata jumlah kasus prakarsinoma lebih

banyak (lebih bermakna) pada wanita tuna susila.

d. Infeksi virus. Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma

atau virus kondiloma akuminata diduga sebagai faktor penyebab.

Adanya infeksi virus dapat dideteksi dari perubahan sel epitel serviks

uteri pada tes Pap. Pada infeksi virus sering dijumpai sitologi abnormal.

e. Sosial ekonomi. Karsinoma serviks uteri banyak dijumpai pada golongan

sosial ekonomi rendah. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya

kuantitas dan kualitas makanan kurang dan hal ini dapat mempengaruhi

imunitas tubuh.

f. Higiene dan sirkumsisi (Tambunan, 1995).

g. Merokok (Rasjidi, 2009).

4. Patogenesis

Karsinoma serviks uteri 95% terdiri dari karsinoma sel skuamous dan

sisanya merupakan adenokarsinoma dan jenis kanker lain (Tambunan, 1995).

Kanker serviks biasanya didahului oleh displasia serviks (neoplasia

intraepithelial serviks/NIS). Insidens punsak NIS III (karsinoma in situ) adalah

pada usia 30 tahun (Robbin, 1999).

Kanker ini tumbuh dari lesi prekursor. Lesi pre-kanker diklasifikasikan

menurut derajat maturasi epitel dan distribusi atipia sitologis.

a. NIS I (termasuk kandiloma), bila atipia mendominasi sel superficial

(koilositosis), dengan dipertahankannya maturasi epitel


16

b. NIS II, bila atipia mendominasi lapisan superficial dan lapisan sel basal,

tetapi dengan berkurangnya maturasi

c. NIS III, bila atipia terdapat di seluruh lapisan sel, tetapi dengan

maturasi minimal atau tanpa maturasi (karsinoma in situ) (Robbin,

1999).

Terjadi perubahan derajat sel epitel displasia dan karsinoma in situ

memerlukan waktu yang relatif lama. Demikian juga perubahan karsinoma in

situ menjadi karsinoma invasif terjadi setelah bertahun-tahun. Salah satu bukti

yang menyokong teori ini adalah perbedaan umur yang bermakna antara

penderita prakarsinoma dan karsinoma invasif. Umur penderita prakarsinoma

10-15 tahun lebih muda daripada penderita karsinoma invasif. Perilaku

biologis sel tumor dalam proses pertumbuhan memungkinkan neplasma ini

dapat dideteksi pada tingkat pertumbuhan awal (Tambunan, 1995).

5. Penyebaran Kanker Serviks

Kanker serviks dapat menyebar melalui salah satu dari empat cara berikut,

yaitu:

a. secara langsung mengenai mukosa vagina

b. langsung mengenai miometrium segmen bawah uterus

c. melalui aliran limfatik paraserviks kemudian ke kelenjar-kelenjar limfe

obturator, hipogastrik, dan iliaka ekterna

d. langsung mengenai struktur di dekatnya seperti kandung kemih di anterior,

rektum di posterior, atau ke jaringan parametrium dan dinding samping

pelvis di lateral (Heffner & Schust, 2008).


17

Invasi melalui saluran limfe bahkan dapat terjadi ketika tumor masih

berukuran kecil. Penyebaran hematogen dan metastasis jauh biasanya

merupakan manifestasi akhir dari penyakit ini (Heffner & Schust, 2008).

6. Penampakan Klinis Kanker Serviks

Simptom karsinoma serviks uteri tergantung pada tingkat pertumbuhan

(stadium tumor). Prakarsinoma biasanya asimtomatik dan hanya ditemukan

pada waktu pemeriksaan skrining kanker tes pap atau ditemukan berketepatan

pada histerektomi karena penyakit lain. Simptom penyakit ini tidak ada yang

spesifik, yaitu:

a. perdarahan per vaginam

Perdarahan di luar siklus haid, ataupun haid yang lama sering merupakan

keluhan permulaan penderita. Keluhan contact bleeding yang terjadi

sesudah senggama sering ditemukan. Vaginal discharge berwarna kuning

atau merah seperti cucian daging

b. nyeri

c. gangguan miksi

d. konstipasi (Tambunan, 1995).

7. Diagnosis

a. Anamnesis

Penderita karsinoma serviks sering mengeluhkan adanya perdarahan per

vaginam abnormal yang bervariasi antara lain:

1) contact bleeding yaitu perdarahan yang terjadi sesudah hubungan

seksual
18

2) haid yang berkepanjangan, lebih dari 7 hari atau perdarahan terjadi di

antara 2 masa haid

3) perdarahan sesudah 2 tahun postmenopause

4) perdarahan yang mirip dengan cairan cucian daging, berbau amis,

biasanya dijumpai pada stadium lanjut (Tambunan, 1995).

Keluhan low back pain, sakit pinggul yang persisten, konstipasi, gangguan

miksi dan berat badan yang semakin menurun, sering menjadi keluhan

penderita karsinoma serviks uteri stadium lanjut (Tambunan, 1995).

b. Pemeriksaan Fisik

1) Tes Pap

Apusan sitologi Pap atau tes Pap diterima secara universal sebagai

alat skrining karsinoma serviks uteri. Metode ini peka terhadap

pemantauan derajat perubahan pertumbuhan epitel serviks termasuk

displasia dan karsinoma in situ, sehingga pertumbuhan lebih lanjut dapat

dicegah (Tambunan, 1995).

Tabel I. Klasifikasi Sitologi Tes Pap menurut WHO (Tambunan, 1995)


Klasifikasi Menurut WHO
Negatif Tidak ada sel maligna
Displasia Kecurigaan maligna
Positif Terdapat sel maligna
Inkonklusif Sediaan tidak dapat diintepretasi

2) Kolposkopi

Kolposkopi adalah alat ginekologi yang dipergunakan untuk melihat

perubahan stadium dan luas permukaan abnormal epitel serviks uteri.

Metode ini mampu mendeteksi prakarsinoma serviks dengan akurasi


19

diagnostik yang tinggi. Namun demikian kolposkopi tidak lazim

dipergunakan untuk skrining karsinoma leher rahim karena biayanya

mahal, pemeriksaan memerlukan waktu dan prosedur yang kurang parktis

dibanding dengan tes Pap (Tambunan, 1995).

3) Biopsi

Biopsi merupakan prosedur diagnostik yang penting sekalipun

sitologi usapan serviks menunjukkan karsinoma. Spesimen diambil dari

daerah tumor yang berbatasan dengan jaringan normal (Tambunan, 1995).


20

8. Stadium Kanker Serviks

Tabel II. Stadium kanker serviks menurut FIGO (Federation Of Gynaecology and
Obstetrics) (Anonim, 2005a)

Stadium Keterangan
Stadium 0 pra invasif karsinoma
Stadium I karsinoma terbatas pada serviks
Ia mikro invasif karsinoma
Ib klinikal invasif karsinoma
Stadium II karsinoma meluas ke luar serviks, tetapi
tidak sampai pada panggul dan atau meluas
ke vagina tidak melebihi 1/3 total
IIa karsinoma belum infiltrasi ke parametrium

IIb karsinoma telah infiltrasi ke parametrium

Stadium III karsinoma meluas lebih dari 1/3 bagian


distal vagina dan atau meluas ke panggul
(tak ada ruang bebas antara tumor dengan
dinding pelvis)
IIIa karsinoma melebihi 1/3 distal vagina

IIIb karsinoma meluas sampai dinding pelvis


dan atau hidronefrosis atau tak
berfungsinya ginjal oleh karena
ureterostenosis sebab tumor.

Stadium IV Proses keganasan sudah keluar dari panggul


kecil atau secara klinis sudah didapatkan
invasi ke dinding mukosa kandung kemih
atau rektum.
Stadium IVa Pertumbuhan menembus organ-organ di
sekelilingnya
Stadium IVb metastase jauh

9. Prognosis

Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah: umur penderita,

keadaan umum penderita, stadium penyakit, ciri-ciri histologik sel tumor,

kemampuan ahli atau tim ahli yang menanganinya, dan sarana pengobatan

yang tersedia (Harahap, 1982).


21

Berikut ini angka kelangsungan hidup penderita selama lima tahun

adalah sebagai berikut : stadium 0 : 100%; stadium 1: 80-90%; stadium 2:

75%; stadium 3: 35%; stadium 4: 10%-15% (Robbin, 1999).

C. Nyeri

1. Definisi

Nyeri adalah perasaan yang tidak menyenangkan, dengan berbagai

derajat keparahan gejala yang terjadi akibat cedera, atau suatu penyakit atau

suatu emosi (Anonim, 2009). Nyeri timbul jika rangsang mekanik, termal,

kimia atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri)

dan karena itu menyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan yang

disebut senyawa nyeri (Mutschler, 1991). Banyak faktor yang menambah

nyeri, termasuk faktor psikologis misalnya kecemasan, rasa takut, dan

kepercayaan kultural. Faktor sosial dan hubungan interpersonal

mempengaruhi sensasi nyeri secara positif atau negatif. Faktor yang sangat

penting adalah kualitas dan kuantitas tidur, rasa lelah dapat menjadikan nyeri

bertambah berat (Davey, 2005).

Berdasarkan laporan WHO 25% pasien kanker akan mengalami rasa

nyeri dari nyeri ringan sampai nyeri berat pada berbagai stadium penyakit

kanker sekitar 51% dan bertambah sekitar 74% pada stadium lanjut/terminal.

Dalam penanganan nyeri kanker harus mendapat prioritas utama. Laporan dari

negara maju 50-80% nyeri kanker tidak mendapat pengelolaan yang adekuat

(Murtedjo, 2006).
22

Mekanisme yang mendasari nyeri pada keganasan termasuk:

a. penyebab langsung: nyeri neuropatik (kerusakan saraf), nyeri tulang

(infiltrasi keganasan), nyeri visceral dan jaringan lunak (efek tekanan

dan obstruksi langsung)

b. nyeri yang berkaitan dengan terapi: akibat efek samping radioterapi,

bedah dan obat

c. nyeri yang berkaitan dengan kanker: pasien dengan kanker lanjut

biasanya sangat lemah dan tidak banyak bergerak.

d. penyebab nyeri yang tidak berhubungan dengan kanker: pasien kanker

rentan terhadap semua penyakit yang dialami manusia tanpa kanker,

misalnya arthritis (Davey, 2005).

Penderita dengan nyeri kanker bisa mengalami nyeri akut, intermiten, atau

kronik pada berbagai stadium penyakitnya. Terbanyak adalah nyeri yang

berhubungan dengan kanker yang bersifat kronik (Suwiyoga, 2005).

Gambar 2. Skema patofisiologi nyeri pada kanker serviks (Suwiyoga, 2005)


23

2. Alat Pengukur Nyeri

Alat pengukur nyeri membantu pasien mendeskripsikan nyeri yang

dialami. Skala nyeri adalah satu alat yang umum digunakan untuk

mendeskripsikan intensitas nyeri yang dirasakan. Skala nyeri meliputi skala

numerik, skala analog visual, skala kategori dan skala nyeri dengan wajah

(Anonim, 2007 b)

Pada skala numerik, seorang diminta untuk mengidentifikasikan

berapa nyeri yang dialami dengan memilih angka dari 0 (tidak merasakan

nyeri) sampai 10 (paling nyeri) (Anonim, 2007 b). Dalam skala numerik, skala

nyeri 1-3 nyeri ringan, 4-6 nyeri sedang, dan 7-10 nyeri berat (Wallace &

Staats, 2005).

Gambar 3. Skala nyeri 0-10 (Anonim, 2003)

Skala nyeri numerik biasanya digunakan untuk mengukur intensitas nyeri yang

dirasakan pada pasien usia dewasa dan anak ( > 9 tahun) (Anonim, 2009).

Tabel III. Rentang skala Nyeri (Wallace & Staats, 2005)


Rentang skala nyeri Keterangan
0 tidak merasakan nyeri
1-3 nyeri rendah/ringan
4–6 nyeri sedang
7-10 nyeri berat
24

3. Analgetika

Analgetika adalah senyawa yang dalam dosis terapeutik meringankan

atau menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anestesi umum. Berdasarkan

potensi kerja, mekanisme kerja, dan efek samping analgetika dapat dibedakan

dalam dua kelompok:

a. Analgetika yang berkhasiat kuat, bekerja pada pusat (hipoanalgetika,

kelompok opiat)

b. Analgetika yang berkhasiat lemah (sampai sedang), bekerja terutama pada

perifer dengan sifat antipiretika dan kebanyakan juga mempunyai sifat

antiinflamsi dan antireumatik (Mutschler, 1991).

Pada tahun 1986 WHO mempublikasikan petunjuk dalam memberikan

analgetik pada pasien nyeri kanker yang berisi tentang konsep tangga

analgetik (tangga analgetik berjenjang tiga). Tangga analgetik ini telah

digunakan di negara maju dan negara berkembang dengan keberhasilan terapi

mencapai 80% (Levy, 1996).


25

Gambar 4. Tangga Analgetik berjenjang tiga (Levy, 1996)

Runtunan penggunaan tangga analgetik berjenjang tiga menurut WHO

adalah sebagai berikut: tahap pertama adalah menggunakan analgetik non-opioid.

Jika ini tidak dapat meredakan rasa nyeri, harus ditambahkan suatu opioid untuk

nyeri ringan sampai sedang. Apabila gabungan opioid untuk nyeri ringan sampai

sedang dengan suatu non-opioid tidak dapat meredakan nyeri, maka harus diganti

dengan opioid untuk nyeri sedang sampai nyeri berat. Hanya satu dari masing-

masing kelompok yang boleh digunakan pada saat yang sama. Obat penunjang

harus diberikan pada indikasi spesifik. Obat penunjang (adjuvan) yang digunakan

adalah antiemetik, laksansia, kortikosteroid, antidepresan trisiklik, antikonvulsan

dan antipsikotik (WHO, 1996)


26

a. Analgetik non-opioid (ANO)

1) Obat-obat asam asetil salisilat serta antiinflamasi nonsteroid (NSAID)

Obat-obat ini mempunyai efek analgetik, antipiretik, dan

antiinflamasi. Efek samping yang dapat timbul ialah reaksi

hipersensitif, perpanjangan dari waktu perdarahan iritasi lambung serta

gangguan faal ginjal. Efek antipiretika serta efek antitrombosit

merupakan kendala bila diberikan pada penderita netropeni atau

trombositopeni. Kolin magnesium trisalisilat tidak mempengaruhi

waktu perdarahan. NSAID sangat baik untuk pengobatan nyeri akibat

metastase tulang. Pada nyeri tulang yang sedang dan berat kombinasi

antara NSAID dan opioid sering efektif

2) Asetaminofen

Mempunyai efek analgetik dan antipiretik tetapi tidak mempunyai efek

antiinflamasi. Efek samping pada hati dapat terjadi pada penderita

alkoholisme atau dosis yang berlebihan (Anonim, 1996 a).

3) Biposponat

Biposponat dapat digunakan sebagai pengganti dalam terapi nyeri

tulang metastasis. Bisposponat berikatan dengan sisi aktif pembentuk

tulang. Dengan menghambat fungsi osteoclast, bisposponat

memelihara sel tulang dan mengurangi resiko patah tulang (Anonim,

2005b).
27

b. Analgetik opioid

Analgetik opioid adalah analgetika utama dalam menangani nyeri

sedang-berat. Opioid berikatan dengan reseptor spesifik dan permukaan

luar sistem saraf pusat (CNS) yang memproduksi analgesia. Analgetik

opioid dikategorikan sebagai agonis, kombinasi agonis-antagonis atau

agonis parsial, tergantung pada afinitas ikatan dengan reseptor, reseptor

spesifik dan aktivitas pada reseptor (Anonim, 2005b)

1) Opioid Agonis: Morfin sulfat, Oksicodon HCl, Hidromorfon HCl,

Fentanil, Meperidin HCl, Metadon, Kodein, Levorfanol Tartrat

(Anonim, 2005)

(a) Morfin sulfat

Merupakan obat pilihan untuk nyeri kanker berat. Lama kerjanya

3-4 jam baik diberikan secara p.o (per oral) maupun parenteral

(p.e). Morfin lepas lambat mempunyai lama kerja 8-12 jam. Obat

ini tak boleh dipecah atau digerus. Pemberiannya tidak boleh

kurang dari 8 jam (Anonim, 1996a).

(b) Oksikodon HCl

Oksikodon merupakan senyawa buatan turunan tebaina, dan

strukturnya menyerupai kodein. Oksikodon HCl mempunyai

ketersediaan hayati sebagai obat oral yang baik sekitar 50-70%

(WHO, 1996). Kekuatan dan lama kerjanya sama dengan morfin

(Anonim, 1996a).
28

(c) Hidromorfon HCl (Dilaudid Hydrochloride)

Obat ini sama dengan morfin jalur pemberian oral lebih disukai

dengan lama kerja 3-4 jam, tetapi dalam jumlah miligram yang

sama mempunyai efek yang lebih poten. Perbandingan rute

pemberian oral-parenteral 5:1.

(d) Fentanil

Merupakan opioid semisintetik, formulasiya tersedia dalam bentuk

transdermal, parenteral, neuraxial dan transmukosa biasanya

digunakan untuk menangani nyeri kanker berat pada pasien yang

toleran terhadap opioid (Wallace & Staats, 2005)

(e) Meperidin HCl

Tidak dianjurkan pada nyeri kanker yang kronik, sebab lama

kerjanya hanya 2-3 jam dan pada pemberian berulang dapat

menimbulkan gangguan saraf berupa tremor, gelisah dan kejang.

(Anonim, 1996a).

(f) Metadon

Dosis tunggal mempunyai lama kerja yang sama dengan morfin.

Dengan pemberian berulang dapat bekerja 6-8 jam, tetapi efek

samping juga dapat berlangsung lama (Anonim, 1996a).


29

(g) Kodein

Lebih lemah daripada morfin tetapi lama kerjanya sama. Umumnya

digunakan dalam kombinasi dengan asam asetil salisilat atau

asetaminofen (Anonim, 1996a).

(h) Levorfanol tartrat

Merupakan opioid kuat dengan durasi 4-6 jam. Levorfanol tartrat

mempunyai aktivitas analgetik dan waktu paruh yang panjang,

namun tidak sepanjang metadon serta bersifat lipofilik.

Perbandingan rute oral-parenteral adalah 2:1 (Anonim, 2005b)

2) Kombinasi agonis-antagonis

Dalam kombinasi ini lebih didominasi oleh agonis opioid, namun

secara klinik aktivitas antagonis opioid juga signifikan. Golongan ini

meliputi: pentazosin, nalbupin dan butorfanol. Ketika kombinasi

agonis-antagonis opioid diberikan bersamaan dengan agonis opioid,

reaksi ketergantungan dari agonis kemungkinan muncul mirip dengan

efek ketergantungan dari nalokson hidroklorida. Akibatnya nyeri akan

bertambah berat (Anonim, 2005 b)

3) Agonis parsial

Obat ini berikatan dengan reseptor opioid dan menghasilkan efek

lebih lemah dibandingkan dengan agonis murni. Buprenorfin

mempunyai efek analgesia yang tinggi. Penggunaan bersamaan dengan


30

agonis opioid dapat menimbulkan efek ketergantungan. Parsial agonis

tidak direkomendasikan untuk terapi nyeri kanker (Anonim, 2005b).

Selain menggunakan terapi farmakologis, nyeri dapat ditanggulangi

dengan menggunakan terapi non farmakologis seperti tindakan operasi,

radiasi, psikoterapi, tindakan rehabilitasi medik dan sebagainya; antara

lain bisa dilakukan teknik distraksi dan teknik relaksasi (Sudoyo,

Setiyohadi, Simodibrata & Setiati, 2006)

1) distraksi

distraksi merupakan metode nyeri dengan cara mengalihkan perhatian

pasien pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap nyeri yang

dialami

2) relaksasi

relaksasi adalah pembebasan mental dan fisikal dari ketegangan

(Istichomah, 2007).

D. Infeksi

Infeksi adalah masuknya mikroba ke dalam tubuh disertai

berkembangbiaknya mikroba tersebut di dalam tubuh (Kuntaman, 2007).

Kebanyakan pasien dengan penyakit keganasan dapat mengalami komplikasi

infeksi dan menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian pada pasien-pasien

ini. Faktor resiko infeksi; pasien yang mempunyai respon imun yang lemah

(imunocompromised) akan mengalami gangguan atau defisiensi satu atau lebih

sistem pertahanan tubuh yang disebabkan oleh penyakit dan kemoterapi yang

diperolehnya. Faktor resiko ini meliputi netropenia, kerusakan iatrogenic pada


31

kulit dan pertahanan mukosa dan kegagalan imunitas humoral (antibodi dan

komplemen) dan imunitas seluler (pertahanan sistem imun yang diperantarai oleh

sel) (Koda-Kimble, 2009).

Netropenia adalah pengurangan jumlah granulosit atau netrofil dalam

sirkulasi yang menjadi faktor predisposisi infeksi pada inang. Telah diamati

bahwa resiko infeksi pada pasien netropeni sebanding dengan keparahan dan

durasi netropenia. Pada umumnya resiko infeksi akan rendah ketika ANC melebihi

1.000 sel/mm3. Jika ANC berkurang menjadi <500 sel/mm3, resiko infeksi akan

meningkat cepat. Resiko infeksi selanjutnya akan berkembang jika terjadi

penurunan ANC menjadi <100 sel/mm3. Selain itu, efek samping penggunaan

terapi radiasi pada kanker (mukositis, kulit pecah, pengurangan jumlah darah)

dapat menjadi predisposisi infeksi pada pasien netropeni (Koda-Kimble, 2009).

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa pemberian antibiotik oral

sebagai profilaksis awal periode netropeni pada pasien resiko tinggi afebril dapat

mengurangi kejadian febril dan resiko infeksi pada pasien. Tindakan profilaksis

ini pada umumnya diberikan pada pasien dengan resiko tinggi dengan netropeni

berat (< 100 sel/mm3) (Koda-Kimble, 2009).

Pasien febril dengan ANC <500 sel/mm3 atau < 1000 dan diprediksi

menurun menjadi <500 sel/mm3 selama dua hari dapat berpotensi mengalami

infeksi. Pasien netropeni afebril dengan tanda dan gejala infeksi harus diberikan

terapi antibiotik. Jika telah diperoleh kultur darah dan kultur dari sumber infeksi

yang dicurigai maka pasien ini harus diberikan terapi yang tepat dimulai dengan

terapi antibakteri spektrum luas (Koda-Kimble, 2009).


32

E. Antibiotika

1. Definisi

Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh mikroba, terutama fungi yang

dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain (Anonim,

2000).

2. Prinsip Penggunaan Antibiotika

Prinsip penggunaan antibiotik didasarkan pada dua pertimbangan utama,

yaitu:

a. Penyebab Infeksi

Pemberian antibiotik paling ideal adalah berdasarkan pada hasil

pemeriksaan mikrobiologis dan uji kepekaan kuman. Namun dalam praktek

sehari-hari, tidak mungkin melakukan pemeriksaan mikrobiologis untuk setiap

pasien yang dicurigai menderita suatu infeksi. Pemberian antibiotik tanpa

pemeriksaan mikrobiologis dapat didasarkan pada educated guess (Anonim,

2000).

b. Faktor pasien

Faktor pasien yang perlu diperhatikan dalam pemberian antibiotik antara

lain fungsi ginjal, fungsi hati, riwayat alergi, daya tahan terhadap infeksi

(status imunologis), daya tahan terhadap obat, beratnya infeksi, usia, wanita

hamil dan menyusui (Anonim, 2000).


33

3. Klasifikasi Antibiotika

Antibiotik dapat diklasifikasikan berdasarkan spektrum atau kisaran

kerja, mekanisme aksi, strain penghasil, cara biosintesis maupun berdasarkan

struktur biokimianya. Berdasarkan spektrum atau kisaran kerjanya antibiotik,

dapat dibedakan menjadi antibiotik berspektrum sempit (narrow spectrum)

dan antibiotik berspektrum luas (broad spectrum) (Pratiwi, 2008).

Berdasarkan mekanisme aksinya, antibiotik dibedakan menjadi lima,

yaitu dengan mekanisme penghambatan sintesis dinding sel, perusakan

membran plasma, penghambatan sintesis protein, penghambatan sintesis asam

nukleat, dan penghambatan sintesis metabolit esensial (Pratiwi, 2008).

a. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel, antibiotik yang merusak

lapisan peptidoglikan yang menyusun dinding sel bakteri Gram positif

maupun Gram negatif. Contohnya: sefalosporin, karbapenem, basitrasin,

vankomisin, dan isoniazid (INH)

b. Antibiotik yang merusak membran plasma, terdapat pada antibiotik

golongan polipeptida yang bekerja dengan mengubah permeabilitas

membran plasma sel bakteri. Contohnya adalah polimiksin B, amfoterisin

B, mikonazol, dan ketokonazol.

c. Antibiotik yang menghambat sintesis protein, mekanisme antibiotik,

berikatan pada 30S ribosom bakteri (beberapa terikat juga pada subunit

50S ribosom) dan menghambat translokasi peptidil-tRNA dari situs A ke

situs P, dan menyebabkan kesalahan pembacaan m-RNA dan


34

mengakibatkan bakteri tidak mampu mensintesis protein vital untuk

pertumbuhannya. Contohnya adalah antibiotik golongan aminoglikosida.

d. Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat, dengan cara

penghambatan terhadap transkripsi dan replikasi mikroorganisme.

Contohnya adalah antibiotik golongan kuinolon dan rifampin.

e. Antibiotik yang menghambat sintesis metabolit esensial, dengan adanya

kompetitor berupa antimetabolit, yaitu substansi yang secara kompetitif

menghambat metabolit mikroorganisme, karena memiliki struktur yang

mirip dengan substrat normal bagi enzim metabolisme. Contohnya adalah

antimetabolit sulfanilamid dan para benzoic acid (PABA) (Pratiwi, 2008).

4. Kombinasi Antibiotik

Penggunaan antibiotik secara kombinasi (dua antibiotik yang

digunakan secara bersama-sama) dapat saling mempengaruhi kerja dari

masing-masing antibiotik. Kombinasi antibiotik tersebut dapat bersifat

antagonis, di mana antibiotik yang satu bersifat mengurangi atau meniadakan

khasiat antibiotik kedua yang memiliki khasiat farmakologi bertentangan.

Contohnya penggunaan penisilin dan tetrasiklin secara bersamaan. Pada

antagonis kompetitif, dua antibiotik bersaing secara reversibel demi reseptor

yang sama (Pratiwi, 2008).

Kombinasi antibiotik dapat pula bersifat sinergis, yaitu penggunaan

antibiotik secara kombinasi yang menyebabkan timbulnya efek terapetik yang

lebih besar dibandingkan bila antibiotik tersebut diberikan sendiri-sendiri


35

(tunggal). Contohnya kombinasi antara penisilin dan streptomisin (Pratiwi,

2008)

5. Resistensi Antibiotik

Ada berbagai mekanisme yang menyebabkan suatu populasi kuman menjadi

resisten terhadap antibiotika. Mekanisme tersebut antara lain adalah:

a. Mikroorganisme memproduksi enzim yang merusak daya kerja obat

b. Terjadinya perubahan permeabilitas kuman terhadap obat tertentu

c. Terjadinya perubahan pada tempat/lokus tertentu di dalam sel sekelompok

mikroorganisme tertentu yang menjadi target obat.

d. Terjadinya perubahan pada metabolic pathway yang terjadi pada target

obat

e. Terjadinya perubahan enzimatik sehingga kuman meskipun masih dapat

hidup dengan baik tetapi kurang sensitif terhadap antibiotik (Anonim,

1994)

F. Drug Related Problem (DRP)

Permasalahan dalam farmasi klinis terutama muncul karena pemakaian obat.

Drug related problem (DRP) atau sering diistilahkan dengan drug therapy

problem (DTP) adalah kejadian atau efek yang tidak diharapkan yang dialami

pasien dalam proses terapi dengan obat dan secara aktual atau potensial

bersamaan dengan outcome yang diharapkan pada saat mendapat perawatan

akibat dari suatu penyakit (Cipolle, 2004).


36

Tabel IV. Permasalahan umum terapi obat dan penyebabnya (Jones, 2008)

Permasalahan terapi obat Kemungkinan penyebab


Terapi obat yang tidak diperlukan Tidak ada indikasi
Terapi dobel/duplikasi
Kesalahan obat Adanya kontraindikasi
Obat tidak diindikasikan untuk kondisi
Pengobatan yang lebih efektif tersedia
Interaksi obat
Indikasi yang sukar disembuhkan obat
Bentuk sediaan yang tidak tepat
Dosis terlalu rendah Kesalahan dosis
Frekuensi yang tidak tepat
Durasi yang tidak tepat
Penyimpanan yang salah
Cara pemberian yang salah
Interaksi obat
Dosis terlalu tinggi Kesalahan dosis
Frekuensi yang tidak tepat
Durasi yang tidak tepat
Cara pemberian yang salah
Interaksi obat
Reaksi obat yang berlawanan Efek samping obat yang tidak diinginkan
Reaksi alergi
Interaksi Obat
Cara pemberian yang salah
Perubahan dosis yang terlalu cepat
Obat tidak aman untuk pasien
Ketidakpatuhan Harga obat tidak terjangkau
Tidak mengerti petunjuk untuk menggunakan
obat
Tidak dapat menelan/mengadministrasi obat
Memilih untuk tidak menggunakan obat
Obat tidak tersedia
Terapi obat tambahan Kondisi tidak dirawat
Terapi profilaksis
Terapi sinergis
Diadaptasi dari Cipolle J, Strand LM, Morley PC. Drug Therapy Problem.
Dalam: Pharmaceutical Care Practise: The Clinician’s Guide, 2nd ed. New York:
McGraw-Hill, 2004: 171-198. Tomochko MA, Strand LM, Morley PC, et al. Q
and A from the pharmaceutical care project in Minnesota. Am Pharm 1995;
NS35(4):30-39.
37

G. Keterangan empiris

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi Penggunaan Analgetik dan

Antibiotik pada Pasien Kanker Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode Oktober-Desember tahun 2008, terkait dengan permasalahan

dalam terapi obat yaitu; tidak membutuhkan terapi obat, ketepatan dosis (dosis

terlalu tinggi atau dosis terlalu rendah), adanya kesalahan obat, reaksi obat yang

berlawanan, adanya terapi obat tambahan dan ketaatan pasien.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai evaluasi penggunaan analgetik dan antibiotik pada

pasien kanker serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito periode

Oktober-Desember tahun 2008 merupakan jenis penelitian non-eksperimental

dengan rancangan penelitian deskriptif-evaluatif yang bersifat retrospektif.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental karena tidak ada

perlakuan secara langsung pada subjek uji.

Penelitian merupakan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat

retrospektif dikarenakan data diperoleh dari dokumen terdahulu berupa lembar

rekam medis pasien kanker serviks yang menggunakan analgetik dan

antibiotik di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode

Oktober-Desember tahun 2008 kemudian dievaluasi berdasarkan studi

pustaka, dan dideskripsikan dengan memaparkan fenomena yang terjadi, yang

kemudian dibuat dalam bentuk gambar dan tabel.

B. Definisi Operasional

1. Evaluasi penggunaan obat analgetik dan antibiotik adalah pemeriksaaan

kembali terhadap data rekam medik penggunaan analgetik dan antibiotik

pada pasien kanker serviks untuk mengevaluasi penggunaan obat analgetik

dan antibiotik atau salah satu dari kedua obat ini pada pasien kanker

serviks.

38
39

2. Pasien kanker serviks adalah pasien yang terdiagnosis mengidap kanker

serviks pada semua stadium yang menerima pengobatan analgetik dan

antibiotik atau salah satu dari kedua obat ini serta menjalani perawatan di

Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Oktober-

Desember 2008.

3. Analgetika adalah semua golongan obat analgetik yang digunakan untuk

mengatasi nyeri pada pasien kanker serviks.

4. Antibiotika adalah semua golongan obat antibiotik yang digunakan untuk

mengatasi infeksi yang terjadi pada pasien kanker serviks.

5. Lembar rekam medis adalah catatan pengobatan dan perawatan pasien

yang memuat data mengenai karakteristik pasien meliputi identitas,

diagnosis, anamnesis, pemeriksaan jasmani, hasil laboratorium, daftar

pemberian obat, rencana pengelolaan dan catatan perkembangan, rekam

catatan keperawatan serta ringkasan pemeriksaan pada kasus kanker

serviks yang dirawat di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta periode Oktober-Desember tahun 2008

6. Drug Related Problems (DRPs) merupakan suatu permasalahan atau

kejadian yang tidak diharapkan baik secara aktual atau potensial yang

dialami pasien kanker serviks dalam proses terapi menggunakan obat

analgetik dan antibiotik yang meliputi:

a. additional drug therapy (membutuhkan terapi obat tambahan)

meliputi : membutuhkan terapi obat tambahan berupa analgetik dan


40

antibiotik dosis tunggal atau kombinasi karena adanya indikasi yang

tidak diberikan terapi analgetik dan antibiotik.

b. unnecessary drug therapy (tidak membutuhkan obat) meliputi :

penggunaan analgetik pada pasien kanker serviks yang tidak

mengalami nyeri dan penggunaan antibiotik pada pasien kanker

serviks yang tidak mengalami infeksi, pemakaian obat analgetik

ataupun antibiotik dengan indikasi yang sama (terapi duplikasi) pada

pasien kanker serviks.

c. wrong drug (obat tidak tepat) meliputi : penggunaan analgetik dan

antibiotik yang dikontraindikasikan, penggunaan antibiotika yang

resisten terhadap infeksi yang terjadi pada pasien kanker serviks.

d. dosage too low (dosis kurang) meliputi: pemakaian dosis analgetik

dan antibiotik yang kurang dari dosis terapi, frekuensi pemberian

analgetik dan antibiotik yang tidak tepat/kurang, cara pemberian obat

analgetik dan antibiotik yang salah pada pasien kanker serviks.

e. dosage too high (dosis berlebih) meliputi: pemberian dosis analgetik

dan antibiotik terlalu tinggi, dosis analgetik dan antibiotik terlalu

cepat dinaikkan, frekuensi pemberian analgetik dan antibiotik yang

tidak tepat/berlebihan, cara pemberian obat analgetik dan antibiotik

yang salah pada pasien kanker serviks, dosis analgetik dan antibiotik

yang tidak disesuaikan dengan kondisi pasien misalnya pasien

dengan gangguan fungsi hati dan ginjal.


41

f. adverse drug reactions (efek samping obat) meliputi: terjadi efek

samping pada penggunaan obat analgetik dan antibiotik, terjadi

reaksi alergi pada penggunaan analgetik dan antibiotik, terjadi

interaksi obat antara analgetik-analgetik, antibiotik-antibiotik,

analgetik-antibiotik pada pasien kanker serviks.

g. compliance (ketaatan pasien) meliputi: obat analgetik dan antibiotik

tidak terjangkau oleh pasien, pasien tidak mengerti petunjuk untuk

menggunakan obat analgetik dan antibiotik, pasien memilih untuk

tidak menggunakan analgetik dan antibiotik.

C. Subyek Penelitian

Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien kanker

serviks yang menjalani rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode

Oktober-Desember tahun 2008. Kriteria inklusi subyek adalah pasien yang

didiagnosa menderita kanker serviks pada semua stadium kanker serviks,

menerima terapi berupa obat analgetik dan antibiotik atau salah satu dari

kedua obat ini dan menjalani rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

periode Oktober-Desember tahun 2008.

Jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi sehingga dapat dijadikan

sebagai subjek dalam penelitian ini adalah sebanyak 20 pasien.

Untuk memperoleh sampel representatif, pemilihan sampel dalam

penelitian ini dilakukan berdasarkan probability sampling tipe simple random


42

sampling dengan menggunakan tabel bilangan random. Tabel bilangan

random merupakan suatu tabel yang terdiri dari bilangan-bilangan yang

disajikan dengan sangat tidak berurutan. Prinsip pemakaiannya adalah

pertama-tama memberi nomor pada setiap anggota populasi. Lalu gunakan

jumlah digit pada tabel acak dengan digit populasi (Umar, 2007).

Pengambilan sampel secara acak adalah suatu metode pemilihan ukuran

sampel di mana setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk

di pilih menjadi anggota sampel, sehingga metode ini sering disebut sebagai

prosedur yang terbaik (Umar, 2007).

D. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar rekam medis pasien

kanker serviks yang menggunakan analgetik dan antibiotik atau salah satu dari

kedua obat ini di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Oktober-Desember

tahun 2008.

E. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Catatan Medis RSUP Dr. Sardjito,

Jalan Kesehatan No. 1 Sekip Yogyakarta


43

F. Tata Cara Penelitian

Tata cara penelitian dilakukan secara bertahap yaitu sebagai berikut:

1. Perencanaan

Penelitian dimulai dengan menentukan analisis masalah yang akan

djadikan sebagai bahan penelitian kemudian analisis situasi yaitu dengan

mencari informasi mengenai distribusi penyakit kanker serviks di RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta periode Oktober-Desember tahun 2008. Dan

selanjutnya mengurus perijinan di bagian Pendidikan dan Pelatihan RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta. Kemudian mengajukan kelaikan etik (Ethical

Clearance) di Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas

Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta sebagai syarat untuk

melakukan penelitian menggunakan subjek manusia.

2. Pengambilan Data

Tahap pengambilan data yaitu sebagai berikut :

a. Penelusuran data, dilakukan di Instalasi Catatan Medis RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta kemudian didapatkan data print out mengenai

jumlah pasien, nomor rekam medis, usia, jenis kelamin, alamat, lama

perawatan, unit perawatan, diagnosis utama, diagnosis lain ataupun

komplikasi yang dialami pasien kanker serviks pada periode Oktober-

Desember 2008. Dari data rekam medik dalam bentuk print out

diperoleh 127 pasien dengan jumlah kasus sebanyak 200 kasus. Pada
44

penelitian ini satu pasien dihitung satu kasus. Pengambilan sampel

dilakukan dengan teknik randomisasi, dalam teknik randomisasi semua

subjek mendapat kesempatan yang sama untuk dijadikan sebagai

subjek dalam penelitian (Umar, 2007). Dari hasil sampling diperoleh

20 pasien yang memenuhi kriteria inklusi sehingga dapat dijadikan

sebagai subjek dalam penelitian ini.

b. Proses pengambilan data, dilakukan pada 20 pasien kanker serviks

dimulai pada tanggal 03 Agustus 2009 sampai dengan 28 Oktober

2009 di Instalasi Catatan Medis RSUP Dr. Sardjito periode Oktober-

Desember 2008.

c. Pencatatan data. Data rekam medik masing-masing pasien ditulis pada

lembar pencatatan yang telah peneliti sediakan. Data yang

dikumpulkan dari rekam medik masing-masing pasien tersebut adalah

sebagai berikut: identititas, tanggal masuk dan tanggal keluar, cara

bayar, diagnosis, outcome, anamnesis, pemeriksaan jasmani, data hasil

laboratorium, data non laboratorium, daftar pemberian obat, dosis

obat, jumlah obat, cara pemberian, lama pemberian, bentuk sediaan,

rencana pengelolaan dan catatan perkembangan, rekam catatan

keperawatan dan ringkasan pemeriksaan.

3. Pengolahan Data

Data kualitatif yang telah diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan

gambar yang disertai dengan keterangan. Tabel tersebut berisi profil

pasien (no RM, usia, jenis kelamin), skala nyeri, keluhan, diagnosis, obat
45

yang digunakan, outcome, data laboratorium (WBC dan netrofil) dan

nonlaboratorium (N dan T). Kemudian data tersebut diidentifikasi DRP

(Drug Related Problem) dengan menggunakan metode SOAP (Subjective,

Objective, Assessment, Plan).

4. Evaluasi Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian dievaluasi dimulai dengan pasien

per pasien yang berdasarkan pada DRP (Drug Related Problem) dengan

menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective, Assessment, Plan).

Kelas terapi obat dikelompokkan berdasarkan pada literatur Informatorium

Obat Nasional Indonesia 2000 (IONI) dan MIMS Indonesia Petunjuk

Konsultasi Edisi 8 2008/2009. Literatur yang digunakan sebagai acuan

dalam analisis Drug Related Problem adalah Protokol Onkologi RSUP Dr.

Sardjito (Pengelolaan Nyeri Kanker), NCCN Clinical Practice Guidelines

in Oncology: Prevention and Treatment of Cancer-Related Infections,

Drug Information Handbook (DIH) 14th Edition, Informatorium Obat

Nasional Indonesia 2000 (IONI), MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi

Edisi 8 2008/2009, Informasi Spesialite Obat Indonesia volume 43-2008,

British National Formulary (BNF), Buku Saku Mengenal Penyakit melalui

Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Cancer Pain Relief 2th Edition.


46

G. Tata Cara Analisis Hasil

Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan cara melihat karakteristik

pasien yang meliputi usia pasien pada waktu didiagnosis menderita kanker

serviks, skala nyeri kanker serviks, stadium kanker serviks; golongan dan jenis

obat antibiotik; golongan dan jenis obat analgetik, kesesuaian pemberian analgetik

berdasarkan pada tangga analgetik berjenjang tiga dari WHO dan kajian DRP

dengan menggunakan metode SOAP.

Tata cara analisis hasil adalah sebagai berikut:

1. Karakteristik pasien

a. Perhitungan persentase kelompok usia pasien kanker serviks dibagi

menjadi enam kelompok usia, yaitu 25-34, 35-44, 45-54, 55-64, 65-74,

dan 75-84 (Yatim, 2005), cara perhitungannya sebagai berikut :

x
%  100%
n

Keterangan:

x : jumlah pasien kanker serviks pada kelompok usia tertentu

n : jumlah keseluruhan kelompok usia pasien kanker serviks

b. Skala nyeri kanker serviks dikelompokan menjadi 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9,

10; perhitungan skala nyeri pada pasien kanker serviks dengan cara:

x
%  100%
n
47

Keterangan :

x : jumlah kelompok pasien yang menderita kanker serviks pada skala

nyeri tertentu (0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10)

n : jumlah keseluruhan kelompok pasien kanker serviks pada semua

skala nyeri

c. Stadium kanker serviks dikelompokan menjadi 4 stadium yaitu stadium I,

II, III, IV; cara perhitungannya adalah sebagai berikut:

x
%  100%
n

Keterangan :

x : jumlah kelompok pasien yang menderita kanker serviks pada

stadium tertentu (I, II, III, IV)

n : jumlah keseluruhan kelompok pasien kanker serviks pada semua

stadium

2. Golongan obat dan jenis antibiotik, dihitung dengan cara membagi jumlah

kelompok pasien kanker serviks yang menggunakan jenis antibiotik dari

golongan antibiotik tertentu dengan jumlah keseluruhan jenis antibiotika

semua golongan yang digunakan oleh pasien kanker serviks.

3. Golongan dan jenis obat analgetik, cara perhitungannya yaitu membagi jumlah

kelompok pasien kanker serviks yang menggunakan jenis analgetik dari

golongan analgetik tertentu dengan jumlah keseluruhan jenis analgetik semua

golongan yang digunakan oleh pasien kanker serviks.

4. Kajian DRP dengan menggunakan metode SOAP, yaitu dengan cara

mengevaluasi pasien berdasarkan pada ke tujuh DRP (Drug Related Problem)


48

kemudian diberi penilaian terkait penggunaan obat dan rekomendasi yang

harus diberikan pada pasien dengan menggunakan metode SOAP (Subject,

Objective, Assesment, Plan) yang selanjutnya dibuat dalam bentuk tabel dan

gambar.

H. Kesulitan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menemui beberapa kesulitan antara lain dalam

proses analisis data dan evaluasi data rekam medik karena data laboratorium

pasien tidak lengkap, waktu pemberian obat yang tidak selalu ditulis dalam data

rekam medik pasien. Kelemahan penelitian ini adalah jumlah subjek yang

dianalisis tidak dapat menggambarkan kasus kanker serviks yang menggunakan

analgetik dan antibiotik di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

pada periode Oktober-Desember tahun 2008 karena jumlah sampel yang

digunakan adalah minimal.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan dengan cara menelusuri data rekam medik pasien

yang diagnosis utamanya adalah kanker serviks pada semua stadium. Data rekam

medik pasien kanker serviks yang menggunakan analgetik dan antibiotik atau

salah satu dari kedua obat ini sebanyak 20 pasien.

A. Karakteristik Pasien Kanker Serviks

Dari hasil penelitian karakteristik pasien kanker serviks yang akan dibahas

mencakup usia pasien pada waktu didiagnosis menderita kanker serviks, stadium

kanker serviks dan skala nyeri kanker serviks.

1. Persentase Usia Pasien Kanker Serviks

Pendistribusian usia pasien kanker serviks digunakan untuk mengetahui

jumlah kelompok usia terbanyak pasien kanker serviks di Instalasi rawat inap

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Oktober sampai Desember tahun 2008.

Distribusi usia pasien kanker serviks yang mendapatkan terapi analgetik dan

antibiotik dibagi ke dalam enam kelompok usia, yaitu 25-34, 35-44, 45-54, 55-

64, 65-74, dan 75-84.

Pengelompokan usia pasien kanker serviks ini berdasarkan pada insiden

yang meningkat sejak usia 25-34 tahun dan menunjukkan puncaknya pada

kelompok umur 35-44 tahun di RSCM dan kelompok umur 45-54 tahun untuk

seluruh Indonesia (Yatim, 2005). Karsinoma planoselular dari serviks muncul

pertama kali setelah menarke, dan relatif lebih sedikit hingga usia 35 tahun.

Dan kemudian terjadi kenaikan frekuensi yang jelas terlihat hingga usia 55-60

49
50

tahun dan kemudian terjadi penurunan lagi, yang mencerminkan penurunan

total jumlah wanita kelompok usia ini. Frekuensi tertinggi karsinoma serviks

terdapat atara 50-55 tahun dengan umur rata-rata 53,2 tahun; penyebaran umur

mulai dari 18-95 tahun (Van De Velde, Bosman & Wagener, 1999).

Persentase pasien kanker serviks berdasarkan usia (n=20


pasien)

35%
30%
25%
20%
15%
10%
5%
0%
25-34 35-44 45-54 55-64 65-74 75-84

Gambar 5. Persentase Kelompok Usia Pasien Kanker Serviks yang


Menggunakan Analgetik dan Antibiotik di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-Desember 2008

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kelompok usia yang paling

banyak dijumpai yaitu pada kelompok usia 35-44 dan 45-54 sebesar 35%

kemudian terjadi penurunan lagi pada kelompok usia 65-74 (0%). Data

persentase kelompok usia pasien kanker serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta telah sesuai dengan teori di atas.

2. Persentase Stadium Pasien Kanker Serviks

Sebelum memberikan terapi, terlebih dahulu ditentukan stadium tumor.

Stadium dapat menggambarkan mekanisme penyebaran tumor sehingga dapat

digunakan untuk menentukan jenis terapi dan bersama dengan subtipe dan
51

derajat histologis, merupakan penentu yang paling penting untuk hasil terapi

(Davey, 2005). Stadium tumor dapat ditentukan berdasarkan pada beberapa

pemeriksaan: pemeriksaan fisik misalnya inspeksi dan palpasi, kolposkopi,

histopatologi biopsi atau konisasi, kerokan endoserviks, urografi dan survei

metastasis (Tambunan, 1995).

Stadium kanker serviks menurut FIGO (Federation Of Gynaecology and

Obstetrics) dibagi ke dalam 13 stadium yaitu 0, I, IA, IB, II, IIA, IIB, III, IIIA,

IIIB, IV, IVA dan IV B.

Tabel V. Persentase Stadium Pasien Kanker Serviks yang Menggunakan Analgetik


dan Antibiotik di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode
Oktober-Desember 2008
Stadium Jumlah Pasien Persentase (%)
IB 1 5%
IIA 5 25%
II B 5 25%
IIIA 1 5%
IIIB 7 35%
IV 1 5%
Dari hasil penelitian, stadium yang paling banyak diderita oleh pasien

kanker serviks yang mendapatkan terapi analgetik dan antibiotik di Instalasi

Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-Desember tahun

2008 adalah pada stadium IIIB yaitu sebesar 35%. Kanker serviks pada masa

prakarsinoma sampai karsinoma in situ tidak menunjukkan gejala yang jelas,

kanker serviks baru menunjukkan gejala pada stadium lanjut sehingga

penderita kanker serviks akan datang memeriksakan dirinya setelah terjadi

gejala pada stadium lanjut. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa pada

stadium lanjut (stadium IIIB) pasien kanker serviks di Instalasi Rawat Inap

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-Desember tahun 2008 akan


52

rentan terhadap resiko nyeri dan infeksi karena sekitar 70% pasien kanker

stadium lanjut akan mengalami nyeri kanker.

3. Persentase Skala Nyeri Pasien Kanker Serviks

Terapi analgetik dapat efektif bila diawali dengan dengan pengukuran

nyeri yang tepat pada pasien dengan menggunakan skala nyeri. Skala nyeri

merupakan alat yang digunakan untuk mendeskripsikan intensitas nyeri dan

sebagai dasar dalam pemilihan terapi untuk menangani nyeri yang dirasakan

oleh pasien. Pengukuran skala nyeri harus berdasarkan pada kemampuan

pasien untuk berkomunikasi misalnya jika ingin mengukur skala nyeri pada

pasien anak-anak maka dapat digunakan skala nyeri dengan raut wajah (Koda-

Kimble, 2009). Pada penelitian ini, perawat menggunakan skala numerik

dalam melakukan pengukuran skala nyeri pada pasien. Skala numerik

mempunyai rentang skala nyeri dari 0-10, di mana 0 tidak merasakan nyeri,

skala nyeri 1-3 mengalami nyeri ringan, 4-6 mengalami nyeri sedang, dan 7-

10 pasien mengalami nyeri hebat.

Dari 20 pasien, 16 pasien mengalami nyeri dan hanya 8 pasien yang

dilakukan pengukuran skala nyeri. Persentase skala nyeri terbanyak pada

pasien yaitu skala nyeri 5 sebesar 37,5%. Untuk keterangan lebih lanjut dapat

dilihat pada Tabel VI.

Sebagian besar pasien kanker serviks dengan skala nyeri di atas

merasakan nyeri kronis yang berlangsung terus menerus dan lama (pasien

dengan nomor 01, 04, 10, 15, 16). Sedangkan pasien dengan nomor 02, 03 dan

18 mengalami nyeri akut post operasi. Nyeri kanker biasanya merupakan nyeri
53

kronis yang membutuhkan penanganan lebih lanjut dengan terapi yang tepat

sesuai dengan derajat nyeri yang dirasakan oleh pasien.

Tabel VI. Persentase Skala Nyeri Pasien Kanker Serviks yang Menggunakan
Analgetik dan Antibiotik di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode Oktober-Desember 2008
Skala Jumlah pasien Persentase (%)
nyeri
1 1 12,5%
4 1 12,5%
5 3 37,5%
8 2 25%
10 1 12,5%

B. Persentase Penggunaan Analgetik

1. Persentase Penggunaan Analgetik

Pada stadium lanjut, kanker serviks akan menyebar ke struktur yang

berada di sekitarnya dan organ viscera. Hal ini dapat menimbulkan beberapa

gejala antara lain, nyeri yang sering kali hebat dan sulit ditangani yang

disebabkan oleh penekanan tumor pada saraf simpatikus yang ada di

parametrium dan penekanan tumor pada ureter (Suwiyoga, 2005). Selain itu,

beberapa faktor yang dapat meningkatkan rasa nyeri yaitu faktor psikologis

misalnya kecemasan, rasa takut, dan kepercayaan kultural. Faktor yang sangat

penting adalah kualitas dan kuantitas tidur, rasa lelah dapat menjadikan nyeri

bertambah berat (Davey, 2005). Untuk meredakan nyeri kanker ini diperlukan

analgetik yang diberikan sesuai dengan derajat nyeri yang dirasakan oleh

pasien.

Analgetik dapat dijadikan sebagai pendekatan utama dalam penanganan

nyeri kanker karena dapat memperbaiki secara nyata kemampuan penderita


54

sehingga dapat diberikan pada saat penyebab nyeri sedang ditentukan (WHO,

1996).

Pada penelitian ini terdapat 16 pasien yang mengalami nyeri, 2 pasien

mengalami demam. Dari 16 pasien yang mengalami nyeri, hanya 14 pasien

(87,5%) yang telah mendapatkan terapi analgetik untuk meredakan nyeri

sedangkan 2 pasien (12,5%) kanker serviks tidak mendapatkan terapi

analgetik.

Tabel VII. Persentase Penggunaan Analgetik pada Pasien Kanker Serviks di


Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-Desember
2008
Golongan obat Jenis obat Jumlah Persentase (%)
kasus
(n=39)
Analgetika non- Parasetamol 9 23,08 %
opioid Sistenol 3 7,69%
Asam mefenamat 7 17,95%
Tramadol 4 10,26%
Ketorolac 10 25,64%
Meloxicam 2 5,13%
Metampiron 1 2,56%
Analgetika opioid Petidin 1 2,56%
Morfin sulfat 1 2,56%
Kombinasi analgetik Morfin+Ketorolac 1 2,56%
non-opioid dengan
analgetik opioid
Persentase penggunaan golongan analgetik pada nyeri kanker serviks di

Instalasi Rawat Inap Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-Desember

tahun 2008 dengan persentase tertinggi yaitu penggunaan golongan analgetik

non-opioid sebesar 92,31% dengan penggunaan jenis analgetik terbanyak

yaitu Ketorolac (25,64%) dan Parasetamol (23,08%) kemudian diikuti

analgetik opioid yaitu sebesar 5,12% dan terakhir kombinasi analgetik non-

opioid dengan analgetik opioid yaitu 2,56%.


55

Analgetik non-opioid yang terdiri dari asam asetil salisilat serta

antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dan asetaminofen sering digunakan sebagai

terapi awal pada nyeri kanker ringan (skala nyeri 1-3) untuk meredakan nyeri

yang dirasakan oleh pasien. Analgetik antiinflamasi nonsteroid berguna untuk

pengobatan pasien berpenyakit kronis yang disertai nyeri dan inflamasi dan

nyeri akibat metastase tulang tetapi parasetamol lebih disukai pada lanjut usia

karena diabsorpsi lebih baik secara oral dan kurang menyebabkan iritasi pada

lambung.

2. Kesesuaian Pemberian Analgetik Berdasarkan pada Standar dari WHO

Metode penanganan nyeri kanker menurut WHO yaitu menggunakan

tangga analgetik berjenjang tiga. Runtunan penggunaan tangga analgetik

berjenjang tiga menurut WHO adalah sebagai berikut: tahap pertama adalah

menggunakan analgetik non-opioid seperti Parasetamol dan Asetosal pada

nyeri ringan. Jika ini tidak dapat meredakan rasa nyeri, harus ditambahkan

suatu opioid untuk nyeri ringan sampai sedang contohnya Kodein. Apabila

gabungan opioid untuk nyeri ringan sampai sedang dengan suatu non-opioid

tidak dapat meredakan nyeri, maka harus diganti dengan opioid untuk nyeri

sedang sampai nyeri berat seperti Morfin (WHO, 1996).

Untuk mengetahui kesesuaian pemberian analgetik pada penelitian

dengan Prosedur Standar yang telah ditetapkan oleh WHO yaitu dengan cara

menyesuaikan pemberian analgetik berdasarkan skala nyeri yang di alami

pasien dari nyeri ringan (1-3), nyeri sedang/menengah (4-6) dan nyeri hebat

(7-10) dengan tangga analgetik berjenjang tiga dari WHO. Dari 20 pasien
56

kanker serviks, 16 pasien mengalami nyeri dan hanya 8 pasien yang dilakukan

pengukuran skala nyeri sehingga hanya delapan pasien kanker serviks yang

dapat dievaluasi kesesuaian penggunaan analgetik berdasarkan pada skala

nyeri yang dialami oleh pasien dengan standar Analgetik Berjenjang Tiga dari

WHO.

Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan, total kesesuaian

penggunaan analgetik pada pasien kanker serviks berdasarkan pada tangga

analgetik berjenjang tiga dari WHO sebesar 37,5% dengan nomor pasien 01,

03, dan 16. Sedangkan total ketidaksesuaian penggunaan analgetik pada

pasien kanker serviks yaitu sebesar 62,5% dengan nomor pasien 02, 06, 10, 15

dan 18. Untuk keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel VIII.

Tabel VIII. Kesesuaian Terapi Analgetik berdasarkan Tangga Analgetik Berjenjang


Tiga dari WHO pada Pasien Kanker Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-Desember 2008
No Skala Analgetik yang Standar WHO %
pasien diberikan
Sesuai Tidak Sesuai Tidak
sesuai sesuai
1 1 Ketorolac √ 12,5%
2 10 Asam mefenamat, √ 12,5%
Ketorolac,
Parasetamol,
Tramadol
3 8 Morfin+Ketorolac, √ 12,5%
Meloxicam
6 4 Ketorolac, Asam √ 12,5%
Mefenamat
10 5 Parasetamol, Asam √ 12,5%
Mefenamat
15 5 Asam Mefenamat √ 12,5%
16 8 Metamizole Na, √ 12,5%
Petidin
18 5 Ketorolac, Meloxicam √ 12,5%
Total 37,5% 62,5%
57

Tingginya persentase ketidaksesuaian pemberian analgetik pada pasien

kanker serviks dengan skala nyeri tertentu bisa disebabkan karena

kekhawatiran para tenaga kesehatan dan tenaga medis bahwa penggunaan

opiod dalam pengobatan dapat menyebabkan efek ketergantungan kejiwaan

dan penyalahgunaan obat (WHO, 1996).

C. Persentase Penggunaan Antibiotik

Pasien dengan penyakit keganasan atau mendapat obat sitotoksik atau

imunosupresan rentan terhadap infeksi berat yang sering kali disebabkan oleh

organisme yang tidak lazim, misalnya bakteri komensal, beberapa virus, ragi,

jamur dan protozoa (Reid, Rubin & Whiting, 2007). Infeksi terjadi karena

berkurangnya produksi sel darah putih sehingga menyebabkan leukupenia dan

neutropenia. Hal ini akan menyebabkan defisiensi sistem imun atau penekanan

respon imun dan mengakibatkan pasien rentan terhadap infeksi. Selain itu,

defisiensi sistem imun yang terjadi akibat proses penuaan, malnutrisi dan kakeksia

kanker juga berpengaruh terhadap kejadian dan beratnya infeksi pada pasien

kanker (Sudoyo, Setiyohadi, Simodibrata & Setiati, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian, pasien kanker serviks yang menjalani

pemeriksaan klinis dan laboratorium menunjukkan adanya peningkatan nilai

WBC dan netrofil pada 15 pasien kanker serviks. Peningkatan jumlah WBC dan

netrofil pada umumnya diamati sebagai infeksi bakteri. Peningkatan jumlah WBC

dan netrofil pada pasien dengan infeksi bakteri menunjukkan adanya suatu

pergeseran (netrofil immatur), yang menandakan bahwa sumsum tulang merespon


58

terhadap adanya infeksi. Namun lekositosis tidak selalu berhubungan dengan

infeksi tetapi ditemui pula pada infeksi virus dan kerusakan jaringan. Hal ini

menunjukkan bahwa 15 pasien kanker serviks yang menjalani Rawat Inap di

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Oktober-Desember tahun 2008 mengalami

infeksi. Oleh karena itu untuk mengatasi terjadinya infeksi lebih lanjut pada

pasien kanker serviks ini diperlukan pemberian antibiotik. Penggunaan antibiotik

pada kasus ini yaitu sebagai terapi antibiotik profilaksis, empirik dan kuratif.

Tabel IX. Persentase Penggunaan Antibiotik pada Pasien Kanker Serviks di


Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-Desember
2008
Golongan obat Jenis obat Jumlah kasus Persentase (%)
(n=25)
Penisilin Amoxicillin 2 8%
Sefalosporin Cefixime 3 12%
Cefotaxime 8 32%
Ceftazidime 1 4%
Ceftriaxone 4 16%
Cefpirome 2 8%
Kuinolon Ciprofloxacin 2 8%
Lain-lain Metronidazole 1 4%
Kombinasi Sulbactam Na 500 2 8%
antimikroba mg+Cefoperazone Na
500 mg

Pada tabel di atas menunjukkan bahwa Persentase Penggunaan Golongan

Antibiotik terbanyak pada Pasien Kanker Serviks di Instalasi Rawat Inap Dr.

Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-Desember 2008 adalah Golongan

Sefalosporin sebesar 72% dengan jenis antibiotik terbanyak yaitu Cefotaxime

sebesar 32%.

Antibiotik golongan Sefalosporin lebih banyak digunakan karena

mempunyai spektrum antibiotik yang luas yang digunakan dalam pengobatan

septikemia, pneumonia, meningitis, infeksi saluran empedu, peritonitis dan infeksi


59

saluran kemih (Anonim, 2004). Antibiotik ini mempunyai mekanisme kerja mirip

dengan penisilin dengan merusak lapisan peptidoglikan yang menyusun dinding

sel bakteri gram positif maupun gram negatif (Pratiwi, 2008).

B. Kajian Drug Related Problem (DRP)

Kajian Drug Related Problem dilakukan dengan cara mengevaluasi

permasalahan yang terjadi pada penggunaan Analgetik dan Antibiotik pada Pasien

Kanker Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode

Oktober-Desember 2008 dengan menggunakan metode SOAP.

1. Evaluasi Penggunaan Analgetik

Evaluasi penggunaan Analgetik dilakukan pada 20 pasien kanker serviks.

Dari 20 pasien, 11 pasien kanker serviks mengalami kejadian DRP sebanyak 5

kasus yaitu membutuhkan terapi analgetik, tidak membutuhkan terapi

analgetik, dosis analgetik berlebihan, penggunaan analgetik yang tidak tepat

dan kejadian efek samping analgetik aktual dan potensial.

Tabel X. Kasus DRP Penggunaan Analgetik pada Pasien Kanker Serviks di Instalasi
Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-Desember 2008
No Jenis DRP Nomor Kasus Jumlah kasus Persentase
n=12 (%)
1 Membutuhkan terapi 05, 11 2 16,67%
Analgetik
2 Tidak membutuhkan 9 1 8,33%
terapi Analgetik
3 Penggunaan Analgetik 1, 2, 4 4 33,33%
tidak tepat
4 Dosis berlebih 03, 08, 18 3 25%
5 Efek samping analgetik 15 1 8,33%
Potensial terjadinya 16 1 8,33%
efek samping analgetik
60

Pengelompokan DRP penggunaan analgetik pada pasien kanker serviks

periode Oktober-Desember tahun 2008 adalah sebagai berikut:

a) Penggunaan analgetik tidak tepat

Tabel XI. Kasus DRP Penggunaan Analgetik yang tidak tepat pada Pasien Kanker
Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-
Desember 2008
Kasus Jenis Analgetik Penilaian Rekomendasi
1 Ketorolac - Ketorolac - Hentikan penggunaan
dikontraindikasikan Ketorolac. Berikan
untuk pasien yang ibuprofen 3x400 mg
mengalami gagal dan monitor nyeri pada
ginjal pasien dengan
melakukan pemeriksaan
skala nyeri. Hentikan
terapi jika pasien sudah
tidak merasakan nyeri.
2 Ketorolac Ketorolac Penggunaan Ketorolac
dikontraindikasikan telah dihentikan.
untuk pasien yang Kemudian diberikan
mengalami gagal ginjal Tramadol 2x50 mg dan
Parasetamol.
Asam mefenamat Asam mefenamat Penggunaan asam
dikontraindikasikan mefenamat telah
untuk pasien yang dihentikan dan telah
mengalami gagal ginjal. diganti dengan Tramadol
2x50 mg iv
4 Ketorolac Ketorolac Pemberian Ketorolac
dikontraindikasikan telah dihentikan
untuk pasien yang kemudian pasien
mengalami gagal ginjal diberikan terapi Tramadol
1x50 mg.

Analgetik yang tidak tepat pada terapi nyeri pasien kanker serviks terdapat

2 jenis analgetik yaitu Ketorolac dan Asam mefenamat yang terjadi pada 4 kasus

dengan nomor pasien 01, 02 dan 04.


61

b) Membutuhkan terapi analgetik

Tabel XII. Kasus DRP Membutuhkan Terapi Analgetik pada Pasien Kanker
Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-
Desember 2008
Kasus Indikasi Penyakit Penilaian Rekomendasi
05 Bila buang air kecil Membutuhkan terapi Berikan
terasa nyeri dan nyeri analgetik untuk parasetamol 3x500
pinggang mengatasi nyeri yang mg. Hentikan
11 Nyeri tekan pada dirasakan oleh pasien terapi jika pasien
abdomen, nyeri sudah tidak
pinggang, nyeri merasakan nyeri
otot/tulang jika
beraktivitas, buang air
besar nyeri
Penggunaan analgetik yang diperlukan dalam terapi terjadi pada 2 kasus

dengan no pasien 05 dan 11.

c) Tidak membutuhkan terapi analgetik

Tabel XIII. Kasus DRP Tidak Membutuhkan Terapi Analgetik pada Pasien Kanker
Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-
Desember 2008
Kasus Jenis Analgetik Penilaian Rekomendasi
09 Parasetamol 3x500 mg Parasetamol diberikan Hentikan
pada waktu pasien tidak penggunaan
menunjukkan adanya Parasetamol.
tanda dan gejala Monitor tanda vital
demam dan nyeri pasien.
ringan,
Analgetik yang tidak diperlukan dalam terapi terjadi pada 1 kasus yaitu

pada penggunaan Parasetamol yang terjadi pada pasien dengan nomor 09.
62

d) Dosis analgetik berlebihan

Tabel XIV. Kasus DRP Penggunaan Analgetik dengan Dosis berlebih pada Pasien
Kanker Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode
Oktober-Desember 2008
Kasus Jenis Analgetik Penilaian Rekomendasi
03 Movix 3x7,5 mg Frekuensi pemberian Kurangi frekuensi
Movix 3x7,5 mg pemberian menjadi
berlebihan 2x7,5 mg
08 Parasetamol 3x500 Dosis parasetamol 3x500 Terapi obat ini telah
mg mg melebihi dosis yang diganti dengan
diberikan pada pasien sistenol 3x1
yang menderita penyakit
hepatitis
18 Movix 3x7,5 mg Frekuensi pemberian Kurangi frekuensi
Movix 3x7,5 mg pemberian menjadi
berlebihan 2x7,5 mg
Penggunaan analgetik dengan dosis berlebih pada pasien terjadi karena

frekuensi pemberian ditingkatkan. Penggunaan analgetik dengan dosis berlebih

terjadi pada 3 kasus dengan jenis analgetik yaitu Meloxicam dan Parasetamol

dengan nomor pasien 03, 08 dan 18.

e) Efek samping analgetik

(1) Potensial efek samping analgetik

Tabel XV. Kasus DRP Potensial Efek Samping Analgetik pada Pasien Kanker
Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-
Desember 2008

Kasus Jenis Analgetik Penilaian Rekomendasi


16 Petidin 1x1 Petidin 1x1 berpotensial Pemberian Petidin
menimbulkan efek 1x1 telah
samping mual, muntah, digunakan
kram perut bersamaan
antimual-
antimuntah
63

(2) Efek samping analgetik aktual

Tabel XVI. Kasus DRP Aktual Efek Samping Analgetik pada Pasien Kanker
Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-
Desember 2008

Kasus Jenis Penilaian Rekomendasi


Analgetik
15 Asam Asam Mefenamat Penggunaan Asam
Mefenamat 3x500 mg Mefenamat 3x500 mg
3x500 mg menimbulkan efek telah dihentikan. Berikan
samping perdarahan terapi nonfarmakologis
pada pasien. pada pasien dengan teknik
relaksasi dan distraksi
Potensial efek samping penggunaan analgetik yang terjadi pada pasien

kanker serviks terdapat 1 kasus dengan jenis analgetik yaitu Petidin dengan

nomor pasien 16. Sedangkan efek samping yang terjadi pada penggunaan

analgetik terdapat 1 kasus dengan jenis analgetik Asam mefenamat dengan

nomor pasien 15.

2. Evaluasi Penggunaan Antibiotik

Evaluasi penggunaan antibiotik dilakukan pada 20 pasien kanker serviks.

Dari 20 pasien, 8 pasien kanker serviks mengalami kejadian DRP sebanyak 2

kasus yaitu membutuhkan terapi antibiotik dan dosis antibiotik berlebih.

Tabel XVII. Kasus DRP Penggunaan Antibiotik pada Pasien Kanker Serviks di
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-Desember
2008
No Jenis DRP Nomor Kasus Jumlah Persentase
(n=20) kasus n=8 (%)
1 Membutuhkan terapi 2, 8, 12, 14, 16, 7 87, 5%
antibiotik 17, 19
3 Dosis antibiotik berlebih 2 1 12,5%
Pengelompokan masing-masing DRP penggunaan Antibiotik pada pasien

kanker serviks periode Oktober-Desember tahun 2008 adalah sebagai berikut:


64

a) Membutuhkan terapi Antibiotik

Tabel XVIII. Kasus DRP Membutuhkan Terapi Antibiotik pada Pasien Kanker
Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-
Desember 2008
Kasus Indikasi Penyakit Penilaian Rekomendasi
02 Terjadi kenaikan Membutuhkan Berikan terapi ceftriaxone
jumlah lekosit dan terapi antibiotik 1x1 gram dan lakukan
netrofil untuk mengatasi pemeriksaan ulang tanda-
infeksi yang terjadi. tanda infeksi (WBC, netrofil,
suhu tubuh, nadi)
08 Terjadi kenaikan diperlukan terapi Pasien telah diberikan
jumlah lekosit dan antibiotik untuk Cefotaxim untuk mengatasi
netrofil mengatasi infeksi infeksi.
yang terjadi.
12 Terjadi kenaikan diperlukan terapi Berikan antibiotik ceftrixone
jumlah lekosit dan antibiotik untuk 2x1 gram
netrofil mengatasi infeksi
yang terjadi.
14 Terjadi kenaikan diperlukan terapi Pasien telah menerima terapi
jumlah lekosit dan antibiotik untuk Ceftriaxone inj 2x1 gram
netrofil mengatasi infeksi
yang terjadi.

16 Terjadi kenaikan Membutuhkan Pasien telah diberikan terapi


suhu tubuh dan terapi antibiotik Ferotam 2x1 gram
frekuensi nadi pada profillaksis
pasien
17 Terjadi kenaikan Membutuhkan Berikan terapi ceftriaxone iv
jumlah lekosit dan terapi antibiotik 2x1 gram
19 netrofil untuk mengatasi Pasien telah mendapatkan
infeksi yang terjadi. terapi Cefotaxim 2x1 gram.
Terapi obat tambahan diperlukan karena adanya indikasi yang tidak

diberikan terapi. Dalam penelitian ini ditemukan sebanyak 7 kasus pasien

yang menunjukkan kenaikan nilai WBC dan netrofil tetapi tidak diberikan

antibiotik yaitu pasien dengan nomor 02, 08, 12, 14, 16, 17 dan 19.
65

b) Dosis antibiotik berlebihan

Tabel XIX. Kasus DRP Penggunaan Antibiotik dengan Dosis berlebih pada Pasien
Kanker Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode
Oktober-Desember 2008

Kasus Jenis Antibiotik Penilaian Rekomendasi


02 Amoksisilin cap Frekuensi Pemakaian
3x500 mg pemberian Amoksisilin cap
amoksisilin 3x500 mg telah
berlebihan pada dihentikan.
pasien kanker
serviks dengan
gangguan ginjal
Penggunaan dosis antibiotik yang berlebihan terjadi apabila dosis yang

diberikan pada pasien dosis tidak disesuaikan dengan kondisi pasien. Pada

penelitian ini ditemukan sebanyak 1 kasus dengan nomor pasien 02 yang

menggunakan antibiotik tidak disesuaikan dengan kondisi pasien kanker

serviks dengan gangguan ginjal.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Evaluasi Penggunaan

Analgetik dan Antibiotik pada Pasien Kanker Serviks di Instalasi Rawat Inap

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-Desember Tahun 2008 maka

dapat diperoleh kesimpulan yaitu sebagai berikut:

1. Kelompok usia yang paling banyak dijumpai pasien kanker serviks yaitu

kelompok usia 35-44 dan 45-54 (35%), berdasarkan stadium terbanyak pada

kelompok stadium IIIB yaitu (35%) dan skala nyeri terbanyak yaitu skala

nyeri 5 (37,5%).

2. Persentase penggunaan golongan analgetik terbanyak pada pasien kanker

serviks yaitu golongan analgetik non-opioid 92,31% dengan penggunaan jenis

analgetik terbanyak yaitu Ketorolac 25,64% dan persentase golongan

antibiotik terbanyak yaitu golongan Sefalosporin 72% dengan jenis antibiotik

terbanyak yaitu Cefotaxime sebesar 32%.

3. Berdasarkan pada tangga analgetik berjenjang tiga dari WHO, penggunaan

analgetik pada pasien kanker serviks belum sepenuhnya sesuai, dengan total

66
67

kesesuaian penggunaan analgetik sebesar 37,5% sedangkan total

ketidaksesuaian yaitu sebesar 62,5%.

4. Kajian DRP (Drug Related Problem) penggunaan analgetik dan antibiotik

pada pasien kanker serviks adalah sebagai berikut: membutuhkan terapi

analgetik 2 kasus (16,67%), tidak membutuhkan terapi analgetik 1 kasus

(8,33%), penggunaan analgetik tidak tepat terjadi pada 4 kasus (33,33%),

dosis analgetik berlebih ditemui sebanyak 3 kasus (25%), efek samping

analgetik yang sudah terjadi pada 1 kasus (8,33%) dan efek samping analgetik

yang berpotensial terjadi sebanyak 1 kasus (8,33%); membutuhkan terapi

antibiotik 7 kasus (87,5%) dan dosis antibiotik berlebih 1 kasus (12,5%).

B. Saran

Saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan

sebagai berikut:

1. Bagi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

a. Perlu disusun pengembangan Standar Pelayanan Medis untuk penanganan

nyeri dan infeksi yang terjadi pada pasien kanker serviks.

b. Perlu dilakukan uji kultur mikroba untuk mengetahui mikroba penginfeksi

sehingga dapat diberikan terapi antibiotik yang tepat sesuai dengan hasil

uji kultur mikroba.


68

2. Untuk penelitian berikutnya perlu dilakukan:

a. Penelitian mengenai kesesuaian penggunaan analgetik pada pasien kanker

serviks berdasarkan pada tangga analgetik berjenjang tiga dari WHO di

Rumah Sakit pemerintah maupun swasta lainnya secara prospektif.

b. Penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien kanker

serviks secara prospektif di rumah sakit pemerintah maupun swasta

lainnya secara prospektif.


69

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1994, Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran, Edisi Revisi, 34-35,


Binarupa Aksara, Jakarta

Anonim, 1996a, Protokol Onkologi RSUP Dr. Sardjito Cetakan I, 10-11, Komite
Medis RSUP Dr. Sardjito dengan MMR Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta

Anonim, 1996 b, Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito, Cetakan I, 153-
154, Komite Medis RSUP Dr. Sardjito dengan MMR Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta

Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, 199, BPOM Depertemen


Kesehatan Republik Iindonesia, Jakarta

Anonim, 2003, Pain Intensity Instruments, National Institute of Health Warren


Grant Magnuson Clinical Center

Anonim, 2004, British National Formulary, 275, British Medical Association,


Royal Pharmaceutical Society of Great Britain

Anonim, 2005 a, Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito Jilid 3, Edisi III,
Cetakan I, 303, Komite Medis RSUP Dr. Sardjito dengan MMR
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

Anonim, 2005b, Guidelines For Treatment of Cancer Pain, Texas Cancer Council,
Texas, http: //www.tcc.state.tx.us, 8 September 2007

Anonim, 2007a, Medical Update: Vaksin Baru Memberi Proteksi Lebih Besar
pada Kanker Serviks, 58, Karimata Medika Komunita, Jakarta

Anonim, 2007 b, Treatment Guidelines For Patients, Cancer Pain, Version III,
National comprehensive Cancer Network, USA, http://www.nccn.org,
22 April 2008

Anonim, 2008a, Management of Cervical Cancer a National Clinical Guideline,


4, www.sign.ac.uk, Scottish Intercollegiate Guidelines Network,
Edinburgh

Anonim, 2009, The cervix, www.cancerhelp.uk , 28 Mei 2009

Anonim, 2010a, Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta,


http://sardjito.net/page.id, 22 Februari 2010
70

Anonim, 2010b, NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology: Prevention and


Treatment of Cancer-Related Infections, 4-39, www.nccn.org, 10 Juni
2010

Anonim, 2010c, Chapter I, 1-2, http://repository.usu.ac.id//, 1 November 2010

Cipolle, R.J. dan Strand, L.M., 2004, Pharmaceutical Care Practice The
Clinician’s Guide, 2nd Edition, 172-173, McGraw-Hill, New York

Das, S., Jeba, J., George, R., 2005, Cancer and Treatment Related Pains in
Patients with Cervical Carcinoma, Volume 11, No.2, 74-75, Palliative
Care Unit, Christian Medical College, Vellore-632004, India

Davey, P., 2005, At a Glance Medicine, alih bahasa oleh Anisa Rahmalia dan Cut
Novianty, 348, Erlangga, Jakarta

Guswita, 2007, Evaluasi Penggunaan Analgetik Opioid Pada Penanganan Nyeri


Kanker Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta
selama September sampai Nopember 2006, Tesis, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta

Harahap, R.E., 1982, Tumor Ganas pada Alat-Alat Genital, dalam


Prawirohardjo, S., Ilmu Kandungan, 47, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta

Heffner, L.J., Schust, D.J., 2008, At a Glance Sistem Reproduksi, Edisi II, 94-95,
Erlangga, Jakarta

Istichomah, N.S,. 2007, Pengaruh Teknik Pemberian Kompres terhadap


Perubahan Skala Nyeri pada Klien Kontusio di RSUD Sleman, 3,
STIKES Surya Global, Yogyakarta

Jawetz, E., Melnick, J., Adelberg, E., 1996, Mikrobiologi Kedokteran, alih bahasa
Edi Nugroho & R.F Maulany, Edisi 20, 583-584, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta

Jones, R. M., 2008, Pengkajian Pasien dan Peran Farmasis dalam Perawatan
Pasien, terjemahan Benediktus Yohan dan D. Lyrawati, 09 Maret 2010

Koda-Kimble, M. A., 2009, Applied Therapeutics: the Clinical Use of Drugs, 9th
Edition, 8-7, 56-2 Lippicount Williams & Wilkins, Philadhelphia

Kuntaman, 2007, Aspek Mikrobiologi dari Infeksi dan Sepsis, 229, Airlangga
University Press, Surabaya

Lacy, C.F, Armstrong, L.L, Goldman, M.P. dan Lance, L.L, 2006, Drug
Information Handbook, 14th Edition, LEXI-COMP Inc, Hudson, Ohio
71

Levy, M.H., 1996, The New England Journal of Medicine : Pharmacologic


Treatment of cancer Pain, 1125, http:// www.nejm.org

Lubis, Y. M., Nasution, R. H., 1993, Pengantar Farmakologi, Edisi II, 80-81, PT.
Pustaka Widyasarana, Medan

Mahargyani, 2009, Efektivitas Penggunaan Analgetik dan Antiemetik pada Pasien


Kanker Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Periode Juli-
Oktober tahun 2008, Skripsi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Marlinah, I., 2009, Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Kanker Leher
Rahim yang Menjalani Kemoterapi di RSUP. DR. Sardjito Yogyakara
periode Agustus 2004-Agustus 2008, Skripsi, Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Mexitalia, M., 2005, Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Kasus Kanker Leher
Rahim di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2004, Skripsi,
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Murtedjo, U., 2006, Filosofi dan Tata Cara Pengelolaan Nyeri Kanker Vol. 1,
No. 31, 28, Media IDI, Surabaya

Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat, Edisi kelima, Penerbit ITB, Bandung

Norwitz, E., Schorge, J.O., 2008, At a Glance, Obstetri dan Ginekologi, 63,
Erlangga, Jakarta

Pratiwi, S. T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, 154-161, 164, Erlangga, Jakarta

Rasjidi, I., 2009, Epidemiologi Kanker Serviks,103, Indonesian Journal of Cancer


Vol. III, No.3, Pusat Kanker Nasional RS. Kanker Dharmais, Jakarta

Reid, Jhon L., Rubin, P.C., Whiting, B., 2007, Catatan Kuliah Farmakologi
Klinis, alih bahasa Sugiarto Komala, 121, 123-124, 226, 318, Erlangga,
Jakarta

Robbins, S.L., dan Kumar V, 1995, Patologi II, 381-383, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta

Robbin, S. L., Cotran, Ramzi, S., Kumar, Vinay, 1999, Buku Saku Dasar Patologi
Penyakit, 5th Edition , 624-626, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simodibrata, K. M., Setiati, S., 2006,
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi IV , 874, 886, 895-896,
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta
72

Suwiyoga, Ketut. I., 2005, Penanganan Nyeri pada Kanker Serviks Stadium
Lanjut, 4-5, Lab Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana, Denpasar

Tambunan, G. W., 1995, Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker


Terbanyak di Indonesia, 2-5, 9-11, 17-18, 19, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta

Umar, H., 2003, Metode Riset Bisnis; Panduan Mahasiswa untuk Melaksanakan
Riset dilengkapi Contoh Proposal Bidang Manajemen dan Akuntansi,
Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Velde, V. D., Bosman, FT., Wagener, D.J.Th., 1999, Onkologi, diterjemahkan


oleh Panitia Kanker RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Edisi Kelima, 495,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Walace, M. S., dan Staats, P. S., 2005, Pain Medicine and Management, Just the
Fact, 184, 186, McGraw-Hill Companies, Inc, USA

Walsh, T. D., 1997, Kapita Selekta Penyakit dan Terapi (Symptom Control), alih
bahasa oleh dr. Caroline Wijaya, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta

WHO, 1996, Pereda Nyeri Kanker, Edisi kedua, diterjemahkan oleh Amir
Musadad, 13, 18, Penerbit ITB, Bandung

WHO, 1998, Cancer Pain Relief: Choice of Analgesic 2 nd Edition with a Guide to
Opioid Availability, 17, 19, A.I.T.B.S. Publisher & Distributors, Delhi

Yatim, F., 2005, Penyakit Kandungan. Myoma, Kanker Rahim/Leher Rahim dan
Indung Telur, Kista, serta Ganggunan Lainnya, 51, Pustaka Populer
Obor, Jakarta
73

Lampiran 1. Analisis DRP Penggunaan Analgetik dan Antibiotik pada Pasien Kanker Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-Desember 2008
Kasus 01. Pasien 01

Kasus 01. NO RM 01.30.65.25 (17/12/2008-19/12/2008)


Subyektif
Perempuan: 52 tahun
DU: Malignant Neoplasm of Cervix Uteri IIB
Diagnosis Lain: Abdominal Pain & Pelvic Pain, Anemia in Neoplastic Disease, Renal failure (insuficiency)
Riwayat Penyakit & Keluhan: pasien merupakan penderita CA Cervix IIB, pada saat ini pasien mengeluh sakit pada
vagina, keputihan, keluar darah, nyeri kronis pada perut karena pertumbuhan massa tumor dengan skala 1, buang air
kecil lancar, warna kuning keruh, BAB lancar, warna kuning, tidak kembung; sistem Reproduksi: tidak gatal, tidak
berwarna merah, keluar cairan kotor & berbau
Keadaan keluar Rumah Sakit : belum sembuh, pulang paksa.
Obyektif
Pemeriksaan laboratorium Tanggal Pemeriksaan Nilai normal
17/12
WBC 25,24  4,8-10,8 (103/µL)
Neutrofil 93,2%  43,0-65,0 %

Pemeriksaan non- Tanggal Pemeriksaan Nilai Normal


laboratorium

Tanda vital 17/12 18/12


Suhu Afebris Afebris 36 o C-37,4o C
Nadi 90 84 50-100 kali/menit
74

Penatalaksanaan
Cefotaxim inj 2x1 gram/12 jam (17/12/08-18/12/08)
Ketorolac inj 3x1 ampul (10 mg) (17/12/08-18/12/08)
Extra Lasix 40 mg (17/12/08)

Penilaian
1. Ketorolac 3x1 ampul dikontraindikasikan untuk pasien yang mengalami gagal ginjal. DRP : obat tidak
tepat (Lacy, C.F, Armstrong, L.L, Goldman, M.P and Lance, L.L, 2006)

2. Pemberian cefotaxim tepat pada waktu pasien menunjukkan tanda-tanda infeksi. Lanjutkan terapi.

Rekomendasi
1. Lanjutkan terapi cefotaxim 2x1 gram, lakukan pemeriksaan ulang tanda-tanda infeksi seperti WBC, netrofil,
suhu tubuh, nadi pada pasien untuk memantau perkembangan terapi dan menghentikan terapi jika tanda-tanda
infeksi telah kembali menjadi normal.

2. Hentikan penggunaan ketorolac. Berikan ibuprofen 3x400 mg dan monitor nyeri pada pasien dengan
melakukan pemeriksaan skala nyeri. Hentikan terapi jika pasien sudah tidak merasakan nyeri.
75

Kasus 02. Pasien 02.

Kasus 02. NO RM 01.32.97.02 (18/10/2008-08/11/2008)

Subyektif
Perempuan : 54 tahun
DU : Malignant Neoplasm Of Cervix Uteri IIB
Diagnosis Lain : Anemia in Neoplastic Disease, Acute Renal Failure, Hypertensive Renal Disease with Renal Failure, Uropathy Reflux and Obstructive Unspesific
Riwayat Penyakit & Keluhan : pasien merupakan penderita CA Cervix IIB, pada saat ini pasien mengeluh perdarahan vagina, mengalami nyeri akut dengan skala nyeri
10, buang air kecil tidak lancar, warna urin kemerahan, buang air besar tidak teratur, konsistensinya keras, warna feses kuning kehitaman, tidak mengalami kembung,
mengalami nyeri tekan dengan lokasi perut dan vagina, pasien mengalami kecemasan
Keadaan keluar rumah sakit : Belum sembuh, pulang paksa
Obyektif
Pemeriksaa Tanggal Pemeriksaan Nilai normal
n Angka (Oktober-November 2008)
laboratoriu 18/1 19/ 23/ 24/1 30/10 31/10 06/ 07/1
m 0 10 10 0 11 0
WBC 7,7 7,7 7,2 9,57 10,7 12,0 15, 14, 4,8-10,8 (103/µL)
6 2  6 1

Neutrofil 75,5 75, 6,5 6,90 8,72 13, 43,0-65,0 %/2.0-7,5 (%)
% 5% 9  12
  
76

Pemeriksaa Tanggal Pemeriksaan


n non-
aboratoriu
m
Tanda Vital 18/1 19/1 20/ 21/1 22/10 23/10 24/1 26/1 27/ 28/1 29/1 30/ 31/1 01/1 02/ 03/1 04/ 05/11 06/1 07/1 08/1 Nilai
0 0 10 0 0 0 10 0 0 10 0 1 11 1 11 1 1 1 Normal
Suhu (T) afeb afe afeb afeb afebr Afebr afe afe 36 afe 36, afe afeb afe 36, afe 36 36,3 afeb afeb afe 36 o C-
ris bris ris ris is is bris bris ,50 bris 50 bri ris bri 20C bri ,20 0
C ris ris bris 37,4o C
C C s s s C
Nadi 88 98 86 100 84 88 88 78 80 92 80 80 120 60 78 80 84 78 88 82 80 50-100
kali/men
it

Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal Pemberian Obat (Oktober-November 2008)
18/ 19/1 20/ 21/1 22/1 23/ 24/1 25/ 26/ 27/ 28/ 29/ 30/ 31/ 01/ 02/ 03/ 04/ 05/ 06/ 07/ 08/
10 0 10 0 0 10 0 10 10 10 10 10 10 10 11 11 11 11 11 11 11 11
Valsartan 1 x √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
160 mg
Adalat oros √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
1x30 mg
HCT 1-0-0 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
CaCO3 3x1 ( √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Asam Folat √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
3x1
SF 2 SF 2x1 √ √ √ √ √ √ √
Amoxicillin √ √ √ √ √ √
cap 3x500 mg
Asam √ √ √ √ √ √ √ √ √
mefenamat
3x500 mg
Viliron 2x1 √ √ √ √ √ √
Kalnex inj 3x1 √ √ √ √ √ √ √ √ √
77

ampul
Ketorolac inj √ √ √ √ √
1x30 mg 1
ampul
Tramadol inj √ √ √ √ √
2x50 mg
Parasetamol √
3x500 mg
Ceftriaxone iv √ √ √ √
1x1 gram
Penilaian
1. Amoksisilin cap 3x500 mg diberikan tepat pada waktu pasien menunjukkan tanda-tanda infeksi. Terapi Amoxicillin cap 3x500 mg berpotensial menimbulkan
efek samping berupa anemia. Namun, penggunaan Amoksisilin cap 3x500 mg pada pasien ini telah diberikan bersama dengan antianemia yaitu asam folat dan
viliron. Frekuensi pemberian amoksisilin berlebihan pada pasien kanker serviks dengan gangguan ginjal. DRP: dosis terlalu tinggi. (Lacy, C.F, Armstrong, L.L,
Goldman, M.P and Lance, L.L, 2006). Terapi amoksisilin telah dihentikan.

2. Ceftriaxone 1x1 gram diberikan pada tanggal 24/10 digunakan untuk profilaksis. Memerlukan terapi antibiotik pada tanggal 30/10 untuk mengatasi infeksi yang
terjadi. DRP: membutuhkan terapi antibiotik

3. Asam mefenamat dikontraindikasikan untuk pasien yang mengalami gagal ginjal. DRP: obat tidak tepat; terapi asam mefenamat telah dihentikan. Ketorolac
dikontraindikasikan pada pasien gagal ginjal. DRP : obat tidak tepat. (Lacy, C.F, Armstrong, L.L, Goldman, M.P and Lance, L.L, 2006). Terapi ketorolac dan
asam mefenamat telah dihentikan.

3. Pemberian Tramadol inj 2x50 mg dan Parasetamol 3x500 mg dapat mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien.

Rekomendasi
1. Berikan terapi ceftriaxone 1x1 gram dan lakukan pemeriksaan ulang tanda-tanda infeksi (WBC, netrofil, suhu tubuh, nadi) pada pasien untuk memantau
perkembangan terapi dan menghentikan terapi jika tanda-tanda infeksi telah kembali menjadi normal.

2. Lanjutkan pemberian Tramadol inj 2x50 mg (dosis dewasa untuk nyeri sedang 50-100 mg tiap 4-6 jam, tidak melebihi 400 mg; (Lacy, C.F, Armstrong, L.L,
Goldman, M.P and Lance, L.L, 2006)) dan monitor respon nyeri dengan melakukan pengukuran skala nyeri pada pasien. hentikan terapi jika pasien sudah tidak
merasakan nyeri.
78

Kasus 03. Pasien 03

Kasus 03. NO RM 01.36.63.60 (23/12/2008-30/12/2008)


Subyektif
Perempuan: 63 tahun
DU: Ca-Cervix std I B
Diagnosis Lain: -
Riwayat Penyakit & Keluhan : Pasien adalah penderita CA Cervix std. IB datang ke rumah sakit untuk operasi Wertheim, saat ini pasien tidak mengalami
demam, mengalami kecemasan, sistem reproduksi (tidak gatal, tidak kotor dan tidak berbau), buang air kecil lancar, BAB 1x/hari, tidak mengalami perdarahan,
mengalami bising usus, tidak mengalami nyeri tekan.
nyeri akut post operasi Weirtheim dengan skala nyeri 8 (24/12)
pasien mengalami perdarahan (25/12)
Keadaan keluar rumah sakit : Sembuh
Obyektif
Pemeriksaan laboratorium Tanggal Pemeriksaan Nilai normal

22/12 24/12 25/12


WBC 5,84 9,3 6,7 4,8-10,8 (103/µL)
Neutrofil 33,5% ↓ 83,6 %  71,4 %  43,0-65,0 %/

Pemeriksaan nonlaboratorium Tanggal Pemeriksaan Nilai Normal


Tanda Vital 23/12 24/12
Suhu tubuh 36,5 o C - 36 o C-37,4o C
Frekuensi nadi 84 kali 88 kali 50-100 kali/menit
Penatalaksanaan
Nama Obat Tanggal Pemberian Obat (23/12/2008-30/12/2008)
24/10 25/10 26/10 27/10 28/10 29/10 30/10
Sopirom inj 2x1 g √ √ √ √
Ketrobat inj 2x1 √ √ √
OMZ 2x1 √ √ √
Alin-F 2x1 √ √ √
Cernevit iv/2hari √ √ √
Fixiphar caps 2x100 mg √ √ √ √
79

Biobran 2x1 √ √ √ √
Q 10 DS 2x1 √ √ √ √
Movix 3x7,5 mg √ √ √ √
Rl+Morphin+Ketorolac 1 √
ampul
Penilaian
1. Pemberian sopirom tepat pada waktu pasien menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi. Terapi antibiotik ini telah dihentikan kemudian telah dilanjutkan
dengan terapi antibiotik fixiphar oral. Terapi fixiphar oral tepat dosis. Lanjutkan terapi.

2. Kombinasi antara morfin dan ketorolac sesuai dengan penanganan nyeri berat (skala nyeri 8), apabila nyeri berkurang hentikan terapi. Terapi ini telah
dihentikan karena nyeri yang dirasakan pasien telah berkurang kemudian dilanjutkan dengan terapi Movix (Meloxicam) oral 3x7,5 mg. Frekuensi
pemberian Movix oral 3x7,5 mg berlebihan. Dosis Meloxicam 7,5 mg/hari atau bisa ditambah jadi 15 mg/hari, tidak boleh melebihi 15 mg/hari. (Lacy,
C.F, Armstrong, L.L, Goldman, M.P and Lance, L.L, 2006). Analgesik golongan non opioid mempunyai efek yang terbatas yaitu pemberian di atas
dosis terapi tidak akan meningkatkan peredaan nyeri kanker (WHO, 1998). DRP: dosis obat terlalu berlebihan

Rekomendasi
1. Lanjutkan terapi fixiphar. Kemudian lakukan pemeriksaan ulang tanda-tanda infeksi pada pasien untuk memantau perkembangan terapi dan
menghentikan terapi jika tanda-tanda infeksi telah kembali menjadi normal.

2. Lanjutkan terapi Movix 3x7,5 mg dengan mengurangi frekuensi pemberian menjadi 2x7,5 mg, hentikan terapi jika pasien sudah tidak merasakan nyeri.
Monitor respon nyeri dengan melakukan pengukuran skala nyeri. Konsultasikan kepada dokter apakah frekuensi pemberian Movix telah diganti
menjadi 2x7,5 mg.
80

Kasus 04. Pasien 04

Kasus 04. NO RM 01.37.80.50 (11/11/2008-21/11/2008)


Subyektif
Perempuan: 56 tahun
DU: Malignant Neoplasm of Cervix Uteri IIIB
Diagnosis Lain: Anemia in Neoplastic Disease, Disorder of Plasma Protein Metabolism Not Elsewhere Classified, Hidronefrosis With Ureter Pelvic Junction
Obstructive, Obs. Deep Icteric cc Susp Cholestasis Extrahepatal dd Metastase Hepar (17/11)
Riwayat Penyakit & Keluhan : perdarahan dari vagina disangkal, keluar cairan putih dan berbau (-), perdarahan kontak (-), mual (-), muntah (-), demam(-),
pasien tidak pernah melakukan kontrol penyakitnya, buang air kecil tidak lancar, nyeri akut pada bagian perut kanan atas, nyeri pinggang (+), badan dan mata
kuning (14/11), BAB lancar, mengalami kaku sendi, perasaan cemas, tidak terjadi pengeluaran cairan lewat vagina.
Keadaan keluar Rumah Sakit: Membaik, pulang paksa
Obyektif
Pemeriksaan laboratorium Tanggal Pemeriksaan Nilai Normal

11/11 15/11
WBC 11,60  11,0  4,8-10,8 (103/µL)
Neutrofil 83,9% 92,3%  43,0-65,0 %

Pemeriksaan Tanggal Pemeriksaan Nilai


non-laboratorium normal
Tanda Vital 11/11 12/11 13/11 14/11 15/11 16/11 17/11 18/11 19/11 20/11 21/11
Suhu (T) 36,8 oC afebris 37 oC 37 oC afebris afebris 37 oC 36,7 oC afebris afebris febris 36oC-37,4o
C
Frekuensi Nadi 70 68 84 75 90 88 86 84 80 80 80 50-100
kali/menit
Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal pemberian
11/11 12/11 13/11 14/11 15/11 16/11 17/11 18/11 19/11 20/11 21/11
Cefotaxim inj √ √ √ √
2x1 gram
Lasix inj 1 √
ampul
81

Curcuma 3x1 √ √ √ √ √ √ √ √
tablet
Parasetamol √ √
3x500 mg
Sistenol 3x1 √
tablet
Ceftriaxone √ √ √ √ √ √
inj 2x1 gram
Ketorolac 1x √
30 mg (1
ampul)
Tramadol drip √
1 ampul (1x50
mg)
Vitamin BC/C √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
SF 1 tablet
Penilaian
1. Cefotaxim diberikan tepat pada waktu tanda-tanda infeksi pada pasien muncul. Terapi Cefotaxim telah dihentikan dan dilanjutkan dengan terapi
antibiotik Ceftriaxone. Pemberian Ceftriaxone sudah tepat karena diberikan pada waktu tanda-tanda infeksi pada pasien muncul.

2. Ketorolac dikontraindikasikan untuk pasien dengan gangguan ginjal. DRP: obat tidak tepat. Penggunaan obat ini telah dihentikan (Lacy, C.F,
Armstrong, L.L, Goldman, M.P and Lance, L.L, 2006).

3. Parasetamol, Sistenol, Tramadol sudah tepat dosis dapat mengurangi nyeri pada pasien. Penggunaan obat ini telah dihentikan karena pasien merasa
sudah tidak merasakan nyeri.

Rekomendasi
1. Lanjutkan terapi ceftriaxone 2x1 gram. Lakukan pemeriksaan ulang tanda-tanda infeksi seperti WBC, neutrofil, suhu tubuh dan nadi pada pasien
untuk memantau perkembangan terapi dan menghentikan terapi apabila tanda-tanda infeksi kembali menjadi normal.

2. Monitor respon nyeri dengan melakukan pengukuran skala nyeri untuk memantau perkembangan terapi. Jika pasien mengalami rasa nyeri, berikan
terapi analgetik sesuai dengan tingkat skala nyeri yang dirasakan oleh pasien berdasarkan pada tangga analgetik WHO.
82

Kasus 05. Pasien 05

Kasus 05. NO RM 01.26.09.97 (28/11/2008-02/12/2008)


Subyektif
Perempuan: 60 tahun
DU: Malignant Neoplasm of Cervix Uteri IIIB
Diagnosis Lain:
- Ca cervix post Chemotherapy

- Hidronefrosis Bilateral

- Cysitis

Riwayat Penyakit & Keluhan: mual (-), muntah (-), perdarahan (-), saat ini pasien mengeluh susah buang air kecil bila buang air kecil terasa nyeri, nyeri
pinggang, buang air besar lancar
Keadaan keluar Rumah Sakit: Membaik, dijinkan
Obyektif
Pemeriksaan laboratorium Tanggal Pemeriksaan Nilai Normal
28/11
WBC 8,9 4,8-10,8 (103/µL)
Neutrofil 78,4%  43,0-65,0 %

Tanda Vital Tanggal Pemeriksaan Nilai normal


28/11 02/12
Suhu (T) 36,8 0 C 36,4 0 C 36oC-37,4o C
Frekuensi Nadi 80 80 50-100 kali/menit
Penatalaksanaan
Nama Obat Tanggal Pemberian
28/11 29/11 30/11 01/12 02/12
Asthin Force 2x1 √ √ √ √
Sopirom inj 2x1 gram √ √ √
Dulcolax sup 2x1 √ √
83

Penilaian
1. Sopirom 2x1 gram diberikan tepat pada waktu tanda-tanda infeksi muncul pada pasien. Lanjutkan terapi

2. Memerlukan terapi analgetik untuk mengatasi nyeri yang dirasakan oleh pasien. DRP: membutuhkan terapi analgetik

Rekomendasi
1. Lanjutkan terapi Sopirom 2x1 gram. Lakukan pemeriksaan ulang terhadap tanda-tanda infeksi seperti WBC, neutrofil, nadi, dan suhu tubuh untuk
memantau perkembangan terapi dan menghentikan terapi antibiotik jika tanda-tanda infeksi telah kembali menjadi normal.

2. Berikan parasetamol 3x500 mg dan monitor respon nyeri pada pasien dengan melakukan pengukuran skala nyeri untuk memantau perkembangan
terapi dan hentikan terapi jika pasien sudah tidak merasakan nyeri.

Kasus 06. Pasien 06

Kasus 06. NO RM 00.67.20.68 (29/10/2008-12/11/2008)


Subyektif
Perempuan : 44 tahun
DU : Malignant Neoplasm of Cervix Uteri II A
Diagnosis Lain:
- Anemia unspecified

Riwayat Penyakit & Keluhan : post CA Cervix IIA pro Wertheim, saat ini pasien mengeluh perdarahan kontak, buang air kecil keluar lendir kehitaman, nyeri di
perut bagian bawah seperti ditusuk-tusuk dengan skala nyeri 4, buang air besar lancar, pasien mengalami kecemasan.
Keadaan keluar Rumah Sakit : Membaik, diijinkan

Obyektif
Pemeriksaan Tanggal Pemeriksaan
laboratorium 29/10 08/11 Nilai Normal

WBC 8,43 14,36  4,8-10,8 (103/µL)


84

Neutrofil 55,9% 72,4%  43,0-65,0 %

Pemeriksaan non- Tanggal Pemeriksaan


laboratorium

Tanda vital 29/10 30/10 31/10 01/11 04/11 05/11 06/11 07/11 08/11 09/11 10/11 Nilai
Normal
Suhu (T) afebris afebris afebris afebris 36,10C 34,50C 36,30C afebris afebris afebris afebris 36oC-
37,4o C
Frekuensi nadi 80 83 68 80 80 80 96 65 80 80 80 50-100
kali/meni
t

Penatalaksanaan
Nama Obat Tanggal Pemberian Obat
29/10 30/10 31/10 01/11 02/11 03/11 04/11 05/1 06/1 07/11 08/11 09/ 10/ 11/ 12/11
1 1 11 11 11
Cisplatin 2x50 √
mg
Asam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Mefenamat
3x500 mg
Vitamin BC/C √ √ √ √
3x1 tablet
SF 2x1 √ √ √ √
SF/BC/C 2x1 √
Diazepam 1x5 √
ml
Cefotaxim iv √ √ √
2x1 gram
Alinamin F iv √ √
2x1 gram
Ketorolac inj √ √
85

3x30 mg
Ciprofloxacin √ √ √
2x500 mg
Viliron 1x1 √ √ √
Penilaian
1. Asam mefenamat 3x500 mg dan Ketorolac inj 3x30 mg dosisnya sudah tepat untuk mengatasi nyeri pada pasien. Namun pemberian kedua obat ini
belum bisa meredakan nyeri yang dirasakan oleh pasien. Pasien merasakan nyeri yang dirasakannya berkurang setelah diberikan terapi Diazepam 1x5
ml.

2. Cefotaxim iv 2x1 gram diberikan sebagai terapi profilaksis. Terapi obat ini kemudian dilanjutkan dengan terapi Ciprofloxacin 2x500 mg tepat dosis,
lanjutkan terapi.

Rekomendasi
1. Monitor respon nyeri dengan melakukan pengukuran skala nyeri untuk apabila pasien mengalami rasa nyeri, berikan terapi analgetik sesuai dengan
tingkat skala nyeri yang dirasakan oleh pasien berdasarkan pada tangga analgetik WHO

2. Lanjutkan terapi ciprofloxacin 2x500 mg, lakukan pemeriksaan ulang tanda-tanda infeksi pada pasien untuk memantau perkembangan terapi dan
menghentikan terapi apabila tanda-tanda infeksi telah kembali normal.
86

Kasus 07. Pasien 07

Kasus 07. NO RM 01.36.89.06 (28/10/2008-10/11/2008)


Subyektif
Perempuan: 63 tahun
DU: Malignant Neoplasm of Cervix II A
Diagnosis Lain : Anemia Unspecified
Riwayat Penyakit & Keluhan: pasien adalah penderita CA Cervix std. IIA, pada saat ini mengeluh perdarahan kontak, sistem reproduksi: perdarahan per vaginal
(-), tidak gatal, tidak merah, buang air kecil lancar, nyeri post operasi, pasien mengalami kecemasan.
Keadaan keluar Rumah Sakit: Sembuh, diijinkan
Obyektif
Pemeriksaaan Tanggal Pemeriksaan Nilai normal
Laboratorium
04/11 06/11 09/11
WBC 8,7 12,2  8,31 4,8-10,8
(103/µL)
Neutrofil 59,4% - 74,1% 43,0-65,0 %
Pemeriksaaan
non-
laboratorium Tanggal Pemeriksaan

28/10 29/10 30/10 31/10 01/11 02/11 03/11 04/11 05/11 06/11 07/11 08/11 09/11 Nilai
Norm
al

Tanda Vital
Suhu (T) afebri afebri afebris afebris afebri 36,40 afebri 360C 37,20 afebri afebris afebri afebris 36oC-
s s s C s C s s 37,4o
C
Frekuensi Nadi 80 88 80 72 64 84 80 88 92 80 88 80 84 50-
100
kali/m
87

enit
Penatalaksanaan
Nama Obat Tanggal Pemberian
28/10 29/10 30/10 31/10 01/11 02/11 03/11 04/11 05/11 06/11 07/11 08/11 09/11 10/11
Asam √ √ √
mefenamat
3x500 mg
Cefotaxim inj √ √ √ √ √
2x1 gram
Ketorolac inj √ √ √ √ √ √ √
3x30 mg
Alinamin F √ √ √ √ √ √ √
2x1 tab
Ciprofloxacin √ √
2x500 mg
Bevisil 1x1 √ √ √ √ √ √
Prenamia 1x1 √ √ √ √ √ √
Diazepam 1x5 √ √
mg inj
Dexametason √ √
inj 1 ampul (5
mg/ml)
Kalnex 1 √ √
ampul
Transamin inj √
1 ampul
Penilaian
1. Asam mefenamat 3x500 mg sudah tepat untuk mengatasi nyeri pada pasien. Pemberian Ketorolac inj 3x30 mg dapat mengurangi nyeri yang dialami
oleh pasien ini.

2. Cefotaxim 2x1 gram diberikan sebagai terapi profilaksis pasca Wertheim. Terapi Cefotaxim 2x1 gram dihentikan kemudian dilanjutkan dengan
Ciprofloxacin 2x500 mg.
88

Rekomendasi
1. Lanjutkan terapi asam mefenamat 3x500 mg. Monitor respon nyeri dengan melakukan pengukuran skala nyeri pada pasien untuk memantau
perkembangan terapi dan menghentikan terapi jika pasien sudah tidak merasakan nyeri.

2. Lanjutkan terapi Ciprofloxacin 2x500 mg kemudian lakukan pemeriksaan ulang terhadap tanda-tanda infeksi pada pasien.

Kasus 08. Pasien 08.

Kasus 8. NO RM 01.36.82.88 (06/10/2008-23/10/2008)


Subyektif
Perempuan : 39 tahun
DU : Malignant Neoplasm of Cervix Uteri II B
Diagnosis Lain:
- Chemotherapy Session For Neoplasm I

- Anemia in Neoplastic Disease

- Hepatitis Infections

- Hipertensi esensial

Riwayat Penyakit & Keluhan : perdarahan dari vagina, adanya flek, nyeri perut kadang bersamaan keluar darah, tangan kanan sakit dan kaku, buang air besar
lancar, buang air kecil lancar, pasien mengalami kecemasan,
Keadaan keluar Rumah Sakit : membaik, diijinkan
Objektif
Pemeriksaan Tanggal Pemeriksaan Nilai Normal
laboratorium 04/10 11/10 13/10

WBC 9,4 10,7 12,8  4,8-10,8 (103/µL)


Netrofil - - - 43,0-65,0 %
89

Pemeriksaan
non-
laboratorium

Tanggal Pemeriksaan
Tanda vital 06/10 07/10 09/10 10/1 11/1 12/10 15/1 16/10 17/1 18/10 19/ 20/10 21/1 22/10 23/1 Nilai
0 0 0 0 10 0 0 Norm
al
Suhu (T) afebris 360C afebris afebr afebr 38,40 afebr 39,80 39,80 390C afe 380C afebr Afebri afebr 36oC-
is is C is C C bris iss s is 37,4o
C
Frekuensi Nadi 100 84 - 90 100 100 100 80 84 80 80 88 88 80 80 50-
100
kali/
menit
Penatalaksanaan
Nama Obat Tanggal Pemberian
06/10 07/1 08/1 09/1 10/1 11/1 12/1 13/1 14/1 15/1 16/1 17/1 18/1 19/1 20/ 21/ 22/1 23/1
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 10 0 0
Radin inj 2x1 √ √ √ √ √ √ √
ampul
Ketorolac inj 2x1 √ √ √
ampul
Curcuma 3x1 √ √ √
Captopril 3x25 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
mg
Captopril 1x35 √ √
mg
HCT 1x1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Cisplatin 70 mg √
Pamol 3x500 mg √ √ √
Cefotaxim inj 2x1 √ √ √ √ √ √ √
gram
90

Sistenol 3x500 √ √ √ √
mg
Adalat oros 1x30 √ √
mg
Penilaian
1. Ketorolac inj 2x1 ampul dosis yang digunakan sudah tepat untuk mengatasi nyeri yang dirasakan oleh pasien. Dosis parasetamol 3x500 mg melebihi
dosis yang diberikan pada pasien yang menderita penyakit hepatitis. DRP: dosis terlalu besar. Terapi pamol 3x500 mg telah diganti dengan sistenol
yang lebih aman untuk pasien kanker serviks dengan komplikasi penyakit hepatitis. Sistenol 3x500 mg diberikan untuk mengatasi demam dan nyeri
yang dialami pada pasien, terapi obat ini tepat diberikan pada pasien kanker serviks komplikasi hepatitis infection. Terapi obat ini telah dihentikan
pada tanggal 21/11 karena pasien sudah tidak mengalami demam dan rasa nyeri.

2. Memerlukan terapi antibiotik untuk mengatasi infeksi pada tanggal 13/10. DRP: membutuhkan terapi antibiotik. Namun cefotaxim telah diberikan
pada tanggal 15 Oktober

Rekomendasi
1. Lanjutkan terapi cefotaxim 2x1 gram. Lakukan pemeriksaan ulang terhadap tanda-tanda infeksi untuk memantau perkembangan terapi.

2. Monitor respon nyeri dengan melakukan pengukuran skala nyeri. Jika pasien mengalami rasa nyeri mulai dari nyeri ringan, sedang sampai berat,
berikan terapi analgetik sesuai dengan hasil pengukuran skala nyeri pada pasien berdasarkan pada tangga analgetik WHO.
91

Kasus 09. Pasien 09

Kasus 09. NO RM 01.36.38.29 (28/10/2008-29/10/2008)


Subyektif
Perempuan : 40 tahun
DU: CA Cervix std. IIIB
Diagnosis Lain: -
Riwayat Penyakit & Keluhan: pasien CA Cervix IIIB post ss V Cisplatin 40 mg pro Kemoterapi ss III, saat ini pasien tidak ada keluhan, buang air kecil lancar,
buang air besar lancer,
Keadaan keluar Rumah Sakit: belum sembuh
Obyektif
Pemeriksaaan laboratorium Tanggal Pemeriksaan Nilai normal

18/10
WBC 8,5 4,8-10,8 (103/µL)
Netrofil - 43,0-65,0 %

Pemeriksaaan non-laboratorium Tanggal Pemeriksaan Nilai Normal


Tanda vital 28/10 29/10
Suhu (T) afebris afebris 36oC-37,4o C
Frekuensi nadi 80 80 50-100 kali/menit
Penatalaksanaan
Nama Obat Tanggal pemberian
28/10 29/10
Vitamin SF/BC/C √ √
Deksametason inj 2 ampul iv √
Ondansentron inj 8 mg iv √
Cisplatin 50 mg+5 Fu 50 mg √
Parasetamol 3x500 mg √
Delladryl inj 2 ampul √
92

Penilaian
1. Parasetamol 3x500 mg diberikan pada waktu pasien tidak menunjukkan adanya tanda dan gejala demam. DRP: tidak membutuhkan terapi
analgetik. Hentikan terapi parasetamol 3x500 mg

Rekomendasi
1. Hentikan terapi parasetamol 3x500 mg. Monitor tanda vital pada pasien.

Kasus 10. Pasien 10

Kasus 10. NO RM 01.30.82.02 (22/10/2008-07/11/2008)


Subyektif
Perempuan : 38 tahun
DU : Malignant Neoplasm of Cervix Uteri II A
Diagnosis Lain: Anemia in Neoplastic Disease
Riwayat Penyakit & Keluhan: pasien adalah penderita CA Cervix II A dengan bulky tumor, pernah menjalani kemoterapi 1 kali setahun yang lalu tetapi tidak
dilanjutkan karena merasa sudah membaik, pasien mengeluh haid tidak teratur, keputihan (+) berupa lendir, putih, bau (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan
menurun, nyeri perut bagian bawah dan pinggang kanan dengan skala nyeri 5 (+), susah buang air besar, lemas, mengalami perdarahan per vagina (23/10 dan
31/10) dan merasa pusing.
Keadaan keluar Rumah Sakit: membaik, diijinkan
Obyektif
Pemeriksaan Tanggal Pemeriksaan
laboratorium 22/10 29/10 30/10 03/11 Nilai Normal
WBC 7,3 4,14 ↓ 4,66 ↓ 5,3 4,8-10,8 (103/µL)
Neutrofil 67,3%  68,6%  59,7% - 43,0-65,0 %
93

Pemeriksaan Tanggal Pemeriksaan


nonlaboratoriu
m
Tanda vital 22/10 23/10 24/10 25/10 26/10 27/10 29/10 30/10 31/10 01/11 02/ 03/11 04/1 05/1 Nilai
11 1 1 Normal
Suhu (T) afebris afebri afebris 37,80C afebris 36,70 afebri afebri Afebri 36,90C afe 37,20 afeb 36,50 36oC-37,4o
s C s s s bris C ris C C
Frekuensi nadi 84 94 76 76 68 84 80 88 88 88 68 80 80 85 50-100
kali/menit
Penatalaksanaan
Nama Obat Tanggal Pemberian
22/ 23/ 24/1 25/ 26/ 27/ 28/1 29/1 30/1 31/1 01/1 02/1 03/1 04/ 05/11 06/11 07/11
10 10 0 10 10 10 0 0 0 0 1 1 1 11
Cisplatin 50 √
mg
Asam √ √
Mefenamat
3x500 mg
Kalnex 3x1 √ √
ampul
Amoxcycilin √ √ √
3x500 mg
Viliron 2x1 √ √
tablet
SF/BC/C √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Asam folat √ √
3x1 mg
Parasetamol √ √ √ √ √
3x500 mg
Radin inj 1 √
ampul
Dexametason √
inj 1 ampul
94

Penilaian
1. Pemberian asam mefenamat 3x500 mg sudah tepat untuk mengatasi nyeri yang dirasakan oleh pasien. Pemberian Parasetamol 3x500 mg yang disertai
dengan terapi nonfarmakologis dengan teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien yang ditunjukkan dengan
penurunan skala nyeri menjadi 2. Terapi Parasetamol 3x500 mg telah dihentikan karena pasien sudah tidak merasakan nyeri.

2. Amoksisilin diberikan pada waktu pasien menunjukkan adanya gejala dan tanda infeksi. Penggunaan Amoksisilin pada pasien ini berpotensial
menimbulkan efek samping anemia (Lacy, C.F, Armstrong, L.L, Goldman, M.P and Lance, L.L, 2006). Namun, penggunaan amoksisilin telah
dikombinasi dengan Viliron 2x1. Terapi antibiotik ini telah dihentikan.

Rekomendasi
1. Lakukan monitoring terhadap respon nyeri dengan melakukan pengukuran skala nyeri. Berikan terapi analgetik sesuai dengan tingkat skala nyeri pada
pasien yang berdasarkan pada tangga analgetik berjenjang tiga dari WHO.

2. Lakukan pemeriksaan ulang terhadap tanda-tanda infeksi pada pasien.

Kasus 11. Pasien 11 Kajian

Kasus 11. NO RM 01.37.03.04 (22/10/2008-23/10/2008)


Subyektif
Perempuan: 49 tahun
DU: Malignant Neoplasm Of Cervix Uteri IIIB
Diagnosis Lain: -
Riwayat Penyakit & Keluhan: pasien menikah usia 17 tahun, pasien mengalami perdarahan sejak bulan Juni 2008 diselingi dengan keputihan. Darah banyak,
kehitaman, sejak perdarahan perut bagian bawah terasa nyeri. Saat ini pasien mengeluh haid tidak teratur, perdarahan, nyeri tekan pada abdomen, nyeri
pinggang, nyeri otot/tulang jika beraktivitas, buang air besar nyeri, kadang-kadang batuk, mual (-), muntah (-), kembung (+), pasien mengalami kecemasan.
Keadaan keluar Rumah Sakit: belum sembuh, diijinkan
95

Obyektif
Pemeriksaan laboratorium Tanggal pemeriksaan Nilai Normal
21/10

WBC 17,8  4,8-10,8 (103/µL)


Netrofil - 43,0-65,0 %

Pemeriksaan non-laboratorium Tanggal pemeriksaan Nilai Normal


Tanda vital

22/10 23/10
Suhu (T) afebris afebris 36oC-37,4o C
Frekuensi Nadi 84 80 50-100 kali/menit
Penatalaksanaan
Nama Obat Tanggal Pemberian
22/10 23/10
Cisplatin 50 mg √
Cefotaxim inj 2x1 gram √
Penilaian
1. Cefotaxim diberikan tepat pada waktu tanda infeksi pasien muncul. Lanjutkan terapi.

2. Memerlukan terapi obat analgetik untuk mengatasi nyeri. DRP: membutuhkan terapi analgetik

Rekomendasi
1. Lanjutkan terapi cefotaxim inj 2x1 gram. Lakukan pemeriksaan ulang terhadap tanda-tanda infeksi untuk memantau perkembangan terapi dan
menghentikan terapi antibiotik jika tanda-tanda infeksi telah kembali menjadi.

2. Berikan terapi parasetamol 3x500 mg untuk mengatasi nyeri pada pasien. Monitor respon nyeri dengan melakukan pengukuran skala nyeri. Hentikan
terapi jika pasien sudah tidak merasakan nyeri. Konsultasikan kepada dokter apakah parasetamol telah diberikan pada pasien.
96

Kasus 12. Pasien 12

Kasus 12. NO RM 01.30.48.10 (21/10/2008-07/11/2008)


Subyektif
Perempuan : 49 tahun
DU : Malignant Neoplasm Of Cervix Uteri II B
Diagnosis Lain:
- Anemia in Neoplastic Disease

- Disorder of Plasma Protein Metabolism not Elsewhere Classified

Riwayat Penyakit & Keluhan : pada saat ini pasien mengeluh nyeri pinggang seperti habis dipukul, nyeri pada jaringan intra cervical, buang air besar sakit,
buang air kecil lancar; sistem reproduksi: kotor dan berbau, tidak gatal, tidak merah, tidak ada keluar cairan, pasien mengalami rasa tegang, cemas, sedih, takut,
dan kehilangan harapan.
Keadaan keluar Rumah Sakit: membaik, diijinkan
Obyektif
Pemeriksaan
laboratorium Tanggal Pemeriksaan Nilai normal
13/10 24/10 27/10
WBC 14,0  12,57  15,2  4,8-10,8 (103/µL)
Neutrofil - 10,91 88,5% 43,0-65,0 %/2.0-7,5
(%)

Pemeriksaa Nilai
n Norma
nonlaborat l
orium

Tanggal Pemeriksaan
Tanda vital 21/1 22/1 23/1 24/1 25/1 26/10 27/10 28/1 29/1 30/1 31/1 01/1 02/1 03/1 04/ 05/ 06/ 07/
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 11 11 11 11
Suhu (T) afeb afeb afeb afeb 370 afebri 380C afeb afeb afeb afeb afeb 36,8 afeb afe - afe - 36oC-
0
ris ris ris ris C s ris ris ris ris ris C ris bris bris 37,4o C
Frekuensi 84 84 80 76 76 80 88 80 88 84 92 72 88 82 82 - 82 - 50-100
97

nadi kali/m
enit
Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal Pemberian
21/ 22/1 23/ 24/1 25/ 26/1 27/1 28/1 29/ 30/1 31/ 01/1 02/ 03/1 04/ 05/ 06/ 07/
10 0 10 0 10 0 0 0 10 0 10 1 11 1 11 11 11 11
SF/BC/C 1x1 tablet √
Ketorolac inj 1x30 √ √ √ √ √ √ √ √ √
mg
Radin inj 2x1 ampul √ √ √ √ √ √ √
Parasetamol 1x500 √ √ √
mg
Aspar K 3x1 √
Paxus 80 √
mg+Plastosin 50 mg
Tramadol inj 1x50 √ √ √ √ √ √
mg
Asam Mefenamat √ √
1x500 mg
Asam Traksenamat √
500 mg
Ranitidin √ √
Remopain 1x30 mg √
Kalnex √
Asam Folat √
SF a 3x1 √ √ √ √ √ √ √
Vitamin BC/C 3x1 √ √ √ √ √ √ √
SF a 2x1 √ √ √ √ √ √
SF a 1x1 √ √ √ √
Vitamin BC/C 2x1 √ √ √ √ √ √
Vitamin BC/C 2x1 √ √ √ √
98

Penilaian
1. Pemberian Paracetamol 1x500 mg dan Asam Mefenamat 1x500 mg yang dikombinasi dengan terapi nonfarmakologis teknik distraksi dan relaksasi
belum dapat mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien. Pemberian Ketorolac inj 1x30 mg dan Tramadol 3x50 mg dapat mengurangi nyeri yang
dirasakan oleh pasien. Lanjutkan terapi.

2. Memerlukan terapi antibiotik untuk mengatasi infeksi yang terjadi pada pasien. DRP: membutuhkan terapi antibiotik

Rekomendasi
1. Berikan antibiotik Ceftrixone 2x1 gram. Monitor tanda-tanda infeksi yang terjadi pada pasien untuk mengetahui perkembangan terapi. Konsultasikan
kepada dokter apakah antibiotik telah diberikan. Kemudian, hentikan terapi antibiotik ini, jika tanda-tanda infeksi pada pasien telah kembali menjadi
normal.

2. Lanjutkan terapi tramadol kapsul 3x50 mg dan hentikan terapi jika pasien sudah tidak merasakan nyeri. Monitor respon nyeri dengan melakukan
pengukuran skala nyeri pada pasien.

Kasus 13. Pasien 13

Kasus 13. NO RM 01.35.85.86 (12/12/2008-17/12/2008)


Subyektif
Perempuan : 63 tahun
DU : CA Cervix Uteri std III B
Diagnosis Lain:
- Stroke non Haemoragik

- ISK

Riwayat Penyakit & Keluhan : pasien CA Cervix std. IIIB datang untuk Brachytherapy Cervix I, pada saat ini pasien merasakan buang air kecil lancar, buang
air besar lancar, nyeri otot/tulang (-), sistem reproduksi: tidak merah, tidak gatal, tidak ada cairan yang keluar; pasien mengalami kecemasan.
Keadaan keluar Rumah Sakit : membaik, diijinkan
99

Obyektif
Pemeriksaan laboratorium Tanggal pemeriksaan Nilai normal
12/12 13/12
WBC 15,3  15,3  4,8-10,8 (103/µL)
Neutrofil 56,4 % 56,40 % 43,0-65,0 %

Pemeriksaan nonlaboratorium Tanggal pemeriksaan Nilai normal


Tanda Vital 12/12 13/12 14/12 15/12 16/12 17/12
Suhu tubuh 36oC 38oC 36oC 38oC 36oC 36oC 36oC-37,4o C
Frekuensi nadi 80 88 96 88 80 80 50-100 kali/menit
Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal
pemberian
12/12 13/12 14/12 15/12 16/12 17/12
Biogesic p.o 3x1 √ √ √ √
Comsporin p.o √ √ √ √
2x100 mg
Fepiram inj 4x3 √ √ √ √
gram
Fepiram 1x3 √
gram
Neulin inj 2x1 √ √ √ √ √
gram
Sistenol 3x1 √

Penilaian
1. Penggunaan Biogesic 3x1 dan Sistenol 3x1 sudah tepat digunakan untuk mengatasi demam yang terjadi pada pasien.

2. Terapi Comsporin (Sefiksim) tepat diberikan pada waktu tanda-tanda infeksi muncul, pemberian dosis Comsporin (Sefiksim) sudah tepat. Lanjutkan
terapi.
100

Rekomendasi
1. Lanjutkan terapi Comsporin. Lakukan pemeriksaan ulang terhadap tanda-tanda infeksi pada pasien. Hentikan terapi antibiotik jika tanda infeksi telah
kembali menjadi normal.

Kasus 14. Pasien 14

Kasus 14. NO RM 01.37.71.16 (03/11/2008-19/12/2008)


Subyektif
Perempuan : 47 tahun
DU: Malignant Neoplasm of Cervix Uteri IIIB
Diagnosis Lain:
- Anemia in Neoplastic Disease

- Chronic Renal Failure

Riwayat Penyakit & Keluhan: pasien dari rawat UPD ke CA Cervix IIIB, CKD gr II, saat ini pasien mengeluh contact bleeding (+), buang air besar lancar, buang air kecil
terganggu, batuk (+), dahak warna kekuningan (+), sesak napas, sistem reproduksi: tidak merah, tidak gatal, tidak terjadi pengeluaran cairan, pasien mengalami kecemasan.
Pasien mengalami nyeri pada bagian suprabupik-periumbilikus (13/11)
Keadaan keluar Rumah Sakit : belum sembuh, pulang paksa
Obyektif
Pemeriksaa Tanggal Pemeriksaan Nilai
n 03/11 09/11 11/11 14/11 18/11 22/11 26/11 29/11 10/12 15/12 16/12 18/12 normal
laboratoriu
m
WBC 22,4  29,6 13,50 16,07 13,62 18,44 18,44 22,8 31,88 48,65 32,60 34,05 4,8-10,8
(103/µL)
Neutrofil 89,7%  - 76,1 - 75,4% 73,5% 73,6% 81,0% 85,5% 90,2% 87,7% 90,2% 43,0-65,0 %
% 

Pemeriksaa Tanggal pemeriksaan


101

n
nonlaborato
rium
Tanda vital 03/11 04/1 05- 13/11 14- 21/ 22- 27/1 28/ 01/1 02/12 03/ 04- 13/1 14/ 15/1 16- 18/ 19/12 Nilai
1 12/ 20/11 11 26/11 1 11 2 12 12/12 2 12 2 17/12 12 norm
1 al
1
Suhu tubuh afebr 37,60 afeb 37,4 afebri 37, afebri 36,50 36, 37,10 360 C 39, Afebri 36,60 38, 38,40 afebri 36, 360 C 36oC-
0
is C r C s 70 C s C 80 C C 90 s C 40 C C s 50 C 37,4o
is C C

3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 0
N 9 1 8 6 7 7 1 9 9 6 1 9 8 - 1 8 8 8 8 8 8 9 8 9 9 8 - 8 8 8 8 9 8 9 8 9 - 8
7 0 4 4 2 2 1 6 6 4 0 6 8 0 6 0 2 6 0 4 6 4 0 6 0 2 0 0 4 0 0 6 0 0 8
0 2 0 0

1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9
N 7 8 7 9 9 1 8 8 8
8 0 0 0 8 0 6 4 4
0
Penatalaksanaan
Ceftriaxone 2x1 gram iv (05/11-24/11, 10/12-15/12, 17/12/2008) Asam folat 3x1 (16/11-03/12/2008)
Lasix 2x1 ampul iv (05/11-02/12/2008) Valsartan 1x80 mg (13,15,1619/11-03/12/2008)
Ceftazidim 1x1 gram iv (25/11-26/11/2008) Vitamin BC/C (05/12-09/12/2008)
Cefotaxim 2x1 gram iv (25/11-03/12/2008) SF a 3x1 (05/12-09/12/2008)
Metronidazole 3x500 mg (10/11-15/11/2008) Difenhidramin inj 1x1 ampul (17/11-18/11)
Allopurinol (10/11-15/11/2008) Pamol 3x500 mg (04,09,27,29/11,06/12)
CaCO3 3x1 (16/11-03/12/2008)
Tramadol 3x1 ampul iv (19/11-24//11, 06/12, 15/12)
102

Penilaian
1. Memerlukan terapi antibiotik untuk mengobati infeksi yang terjadi (03/11). DRP: membutuhkan terapi antibiotik. Antibiotik Ceftriaxone inj 2x1 gram telah
diberikan pada tanggal 05/11/2008.

2. Pemberian Pamol 3x500 mg dan Tramadol 2x1 gram iv dapat mengurangi nyeri yang dialami oleh pasien. Terapi obat ini telah dihentikan pada tanggal 6/12.

Rekomendasi
1. Hentikan terapi antibiotik Ceftriaxone 2x1. Lakukan pemeriksaan ulang terhadap tanda-tanda infeksi pada pasien untuk memantau perkembangan terapi dan lakukan
uji kultur bakteri serta uji sensitivitas antimikroba untuk memastikan jenis bakteri penginfeksi sehingga dapat memastikan terapi antibiotik yang tepat untuk
membasmi bakteri penginfeksi.

Kasus 15. Pasien 15

Kasus 15. NO RM 01.29.00.41 (16/10/2008-23/10/2008)


Subyektif
Perempuan: 53 tahun
DU: Malignant Neoplasm of Cervix Uteri III A
Diagnosis Lain: Anemia in Neoplastic Disease
Riwayat Penyakit & Keluhan: pasien adalah penderita CA Cervix IIIA post ss V Cisplatin 100 mg/3 mingguan. Pada saat ini pasien mengeluh perdarahan (+),
keputihan (+),organ kemaluan gatal (+), kotor dan berbau amis (+), nafsu makan menurun, buang air kecil lancar, buang air besar tidak lancar, dada sakit dan
terasa panas, pusing, tangan kesemutan, organ kemaluan nyeri menjalar sampai paha dengan skala nyeri 5, tenggorokan terasa kering, sistem pernafasan:banyak
lendir (+), pasien mengalami perasaan takut, sedih, cemas, pasien mengalami insomnia dan gelisah.
Pasien mengalami nyeri yang terjadi kadang-kadang kemudian diberikan Asam Mefenamat 1x500 mg, nyeri dapat berkurang namun BAB pasien bercampur
darah (17/10).
Keadaan keluar Rumah Sakit : membaik, diijinkan
Obyektif
Pemeriksaan Tanggal pemerikasaan Nilai
laboratorium 15/10 20/10 normal
WBC 4,3 6,3 4,8-10,8
(103/µL)
103

Neutrofil - - 43,0-65,0
%

Pemeriksaan Tanggal pemeriksaan Nilai normal


nonlaboratorium
Tanda vital 16/10 17/10 18/10 19/10 20/10 21/10 22/10 23/10
Suhu tubuh afebris afebris afebris afebris afebris afebris afebris 36oC 36oC-37,4o C
Frekuensi nadi 90 90 82 88 88 80 80 88 50-100
kali/menit
Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal Pemberian
16/10 17/10 18/10 19/10 20/10 21/10 22/10 23/10
Cisplatin 100 √ √ √
mg
Asam √
Mefenamat
1x500 mg
SF/BC/C 1x1 √ √ √ √ √ √ √ √
tablet
Ondansetron inj √
1 ampul
Kalnex 3x1 √ √ √ √ √ √ √ √
Penilaian
1. Penggunaan Asam Mefenamat 3x500 mg menimbulkan efek samping perdarahan pada pasien (setelah minum asam mefenamat buang air besar
bercampur dengan darah). DRP: efek samping obat. Pemberian asam mefenamat 3x500 mg telah dihentikan (18/10). Pada tanggal 18-20 Oktober
pasien masih merasakan nyeri tetapi hanya kadang-kadang, berikan terapi nonfarmakologis pada pasien dengan teknik relaksasi dan distraksi.

Rekomendasi
1. Berikan terapi nonfarmakologis pada pasien dengan teknik relaksasi dan distraksi. Monitor respon nyeri dengan melakukan pengukuran skala nyeri.
104

Kasus 16. Pasien 16

Kasus 16. NO RM 01.30.33.52 (14/10/2008-21/10/2008)


Subyektif
Perempuan: 58 tahun
DU: Malignant Neoplasma of Cervix Uteri II B
Diagnosis Lain: Cancer Pain, Sepsis Severe.
Riwayat Penyakit & Keluhan: pasien mengeluh sakit perut sejak tiga hari yang lalu, buang air besar agak sulit, buang air kecil lancar, ketika pasien hendak BAB
dirasakan nyeri perut hebat di sekitar pusar menjalar sampai ke perut bawah dengan skala nyeri 8, nyeri ulu hati (+), demam (-), mual (+), muntah satu kali (+),
pusing (-), nyeri kepala (+), nyeri tekan di semua region abdomen (+), pasien mengalami kecemasan dan rasa takut.
Urin berwarna merah (15/11)
Hematemesis melena, severe sepsis (20/10)
Pasien muntah kehitaman ±300 cc, apnea (21/10 pukul 18.30)
Keadaan keluar Rumah Sakit: meninggal, diijinkan
Obyektif
Pemeriksaan laboratorium Tanggal Pemeriksaan Nilai normal
14/10 16/10
WBC 1,4 ↓ 13, 5  4,8-10,8 (103/µL)
Neutrofil 57,5% - 43,0-65,0 %

Tanda vital 14/10 15/10 16/10 17/10 18/10 19/10 20/10 21/10 Nilai Normal
Suhu (T) 370 C afebris 37,40C afebris afebris afebris 400C afebris 36oC-37,4o C
Frekuensi nadi 100 100 96 88 96 94 120 92 50-100 kali/menit
Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal pemberian
14/10 15/10 16/10 17/10 18/10 19/10 20/10 21/10
Bevizil 1x1 √ √ √ √ √ √ √ √
Prenamia 1x1 √ √ √ √ √ √ √ √
Petidin inj 1x1 √ √ √ √
(5 mg)
Lasix inj 1 √ √
ampul
Invomit iv 3x8 √ √ √ √
105

mg
Ferotam inj 2x1 √ √ √ √
gram
Pantozol 1 ampul √
iv
Novalgin inj 1 √ √ √ √
ampul (500
mg/ml)
Penilaian
1. Memerlukan terapi untuk mengatasi infeksi yang terjadi (14 Oktober 2008). DRP: membutuhkan terapi antibiotik. Terapi antibiotik ini telah
diberikan pada tanggal 17 Oktober 2008. Dosis ferotam 2x1 gram sudah tepat pada pasien dengan infeksi berat.

2. Penggunaan Novalgin 1 ampul (500 mg/ml) tidak cukup untuk menghilangkan nyeri berat pada pasien, sehingga perlu dikombinasi dengan analgetik
opioid. Terapi kombinasi telah diberikan pada tanggal 15 Oktober 2008. Petidin 1x1 tepat diberikan untuk mengatasi nyeri hebat dan dapat mengurangi
nyeri pada pasien. Namun, Petidin 1x1 berpotensial menimbulkan efek samping mual, muntah (Lacy, C.F, Armstrong, L.L, Goldman, M.P and Lance,
L.L, 2006). DRP: efek samping obat. Pemberian Petidin 1x1 telah digunakan bersamaan antimual-antimuntah (Invomit iv 3x8 mg) pada tanggal
17/10.

Rekomendasi
1. Terapi telah dihentikan karena pasien telah meninggal.
106

Kasus 17. Pasien 17

Kasus 17. NO RM 01.37.11.82 (05/10/2008-07/10/2008)


Subyektif
Perempuan: 36 tahun
DU: Malignant Neoplasm of Cervix Uteri IIIB
Diagnosis Lain: Anemia in Nepolastic Disease, Cancer Pain
Riwayat Penyakit & Keluhan: pasien mengeluh nyeri perut bawah, 3 bulan smrs pasien mengalami perdarahan dari jalan lahir (vagina), kemudian berobat ke RS
Kariadi Semarang, telah menjalani radiasi dua puluh enam kali dan dinyatakan selesai, pasien mengalami perdarahan selama 6 bulan. Pada saat ini pasien
mengeluh haid tidak teratur terakhir haid enam bulan yang lalu, darah haid banyak, perdarahan dari organ kemaluan, nafsu makan menurun, mengalami
kesemutan (+), nyeri pada waktu buang air kecil, retensi urin, buang air besar tidak teratur, nyeri kronis terletak pada perut bagian bawah akibat dari metastase
kanker (pasien sering menjerit dan mengerang kesakitan), pasien mengalami perasaan gelisah, takut dan cemas
Keadaan keluar Rumah Sakit: belum sembuh, pulang paksa
Obyektif
Pemeriksaan laboratorium Tanggal pemeriksaan
05/10 Nilai normal
WBC 27,5  4,8-10,8 (103/µL)
Neutrofil 95,9 % 43,0-65,0 %

Pemeriksaan nonlaboratorium Tanggal pemeriksaan Nilai normal


Tanda vital 05/10 06/10 07/10
Suhu tubuh 36,5oC 36oC 37o C 36oC-37,4o C
Frekuensi nadi 90 84 84 50-100 kali/menit
Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal pemberian
05/10 06/10 07/10
SF/BC/C √
Kalnex inj 1x1 ampul √
Ketorolac inj 3x1 ampul √ √
Morfin Sulfat 3x10 mg √
107

Penilaian
1. Memerlukan terapi antibiotik untuk mengobati infeksi yang terjadi. DRP: membutuhkan terapi antibiotik

2. Ketorolac inj 3x1 ampul dosisnya sudah tepat untuk mengatasi nyeri yang dirasakan oleh pasien. Morfin Sulfat 3x10 sudah tepat diberikan untuk
meredakan nyeri berat yang dirasakan oleh pasien. Lanjutkan terapi. Hentikan terapi jika pasien sudah tidak merasakan nyeri.

Rekomendasi
1. Berikan terapi ceftriaxone iv 2x1 gram. Lakukan pemeriksaan ulang terhadap tanda-tanda infeksi pada pasien untuk mengetahui perkembangan terapi
antibiotik dan menghentikan terapi jika tanda-tanda infeksi kembali menjadi normal. Konsultasikan kepada dokter apakah antibiotik telah diberikan

2. Lanjutkan terapi Morfin Sulfat 3x10 mg. Hentikan terapi jika pasien sudah tidak merasakan nyeri. Monitor respon nyeri dengan melakukan
pengukuran skala nyeri untuk mengetahui perkembangan terapi.

Kasus 18. Pasien 18

Kasus 18. NO RM 01.37.15.25 (09/10/2008-14/10/2008)


Subyektif
Perempuan: 36 tahun
DU: CA Cervix II A
Diagnosis Lain: -
Riwayat Penyakit & Keluhan: pasien mengeluh haid tidak teratur, gatal (-), perdarahan, nyeri post operasi dengan skala nyeri 5, nyeri pinggang (+),kembung (-),
buang air kecil lancar, buang air besar lancar, pasien mengalami rasa cemas
Keadaan keluar Rumah Sakit: membaik, dijinkan
Obyektif
Pemeriksaan Tanggal pemeriksaan Nilai normal
laboratorium 08/10 10/10 12/10 13/10
WBC 9,1 22,7  10,5 10,1 4,8-10,8 (103/µL)
Neutrofil - 88,6%  - - 43,0-65,0 %
108

Pemeriksaan Tanggal pemeriksaan Nilai


nonlaboratorium normal
Tanda vital 09/10 10/10 11/10 12/10 13/10 14/10
Suhu tubuh 36,5oC 36,4oC 36,2oC 36oC 36oC 36,5oC 36oC-
37,4o C
Frekuensi nadi 80 84 80 - - 88 50-100
kali/menit
Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal pemberia
09/10 10/10 11/10 12/10 13/10 14/10
Ferotam inj 2x1 √ √ √ √
gram
Ketrobat inj 2x1 √ √ √
OMZ inj 2x1 √ √ √
Cernevit inj 1x1 √ √
drip
Alinamin inj 2x1 √ √ √
Rolac inj 1x1 ampul √ √ √
Lanfix 2x200 mg √ √
Movix 3x7,5 mg √ √
Fucoidan 2x2 √ √
Biobran 2x2 √ √
Penilaian
1. Ferotam 2x1 gram diberikan tepat pada waktu tanda-tanda infeksi pada pasien muncul, penggunaan obat ini dapat mengatasi infeksi yang terjadi pada
pasien ditandai dengan adanya penurunan kadar WBC menjadi normal. Pemberian Ferotam telah dihentikan kemudian pasien diberikan terapi Lanfix
2x200 mg. Penggunaan dosis Lanfix 2x200 mg sudah tepat. Lanjutkan terapi.

2. Penggunaan Rolac 1x1 dengan dosis yang sudah tepat untuk mengatasi nyeri yang dirasakan oleh pasien. Frekuensi pemberian Movix 3x7,5 mg
berlebihan; dosis Meloxicam 7,5 mg/hari atau bisa ditambah jadi 15 mg/hari, tidak boleh melebihi 15 mg/hari. (Lacy, C.F, Armstrong, L.L, Goldman,
M.P and Lance, L.L, 2006). Analgesik golongan non opioid mempunyai efek yang terbatas yaitu pemberian di atas dosis terapi tidak akan
meningkatkan peredaan nyeri kanker (WHO, 1998).. DRP: dosis terlalu berlebihan
109

Rekomendasi
1. Lanjutkan penggunaan Lanfix 2x200 mg. Lakukan pemeriksaan ulang tanda-tanda infeksi pada pasien untuk mengetahui perkembangan terapi.
Hentikan terapi antibiotik ini jika tanda-tanda infeksi telah kembali menjadi normal

2. Lanjutkan terapi Movix dengan mengurangi frekuensi pemberian menjadi 2x7,5 mg. Monitor respon nyeri dengan melakukan pengukuran skala nyeri.
Hentikan terapi jika pasien sudah tidak merasakan nyeri.

Kasus 19. Pasien 19

Kasus 19. NO RM 01.02.15.04 (23/12/2008-29/12/2008)


Subyektif
Perempuan: 36 tahun
DU: CA Cervix std IV
Diagnosis Lain: -
Riwayat Penyakit & Keluhan: pasien CA Cervix Uteri advanced meta parna tulang panggul/pelvis telah mengalami operasi delapan tahun yang lalu, telah
dilakukan kemoterapi untuk paru sebanyak delapan kali, terakhir tiga bulan yang lalu, mual (-), muntah (-), demam (-), sesak napas (-) , saat ini pasien
perdarahan (-),nyeri pinggang (-), tanggal 26&27 pasien demam, tanggal 24-28 pasien mual (+), buang air besar lancar, sistem reproduksi: kemerahan (-), gatal
(-), pengeluaran cairan (-), kotor dan berbau (-), pasien mengalami rasa cemas.
Keadaan keluar Rumah Sakit: membaik, diijinkan
Obyektif
Pemeriksaan Tanggal pemeriksaan Nilai normal
laboratorium 23/12
WBC 8,7 4,8-10,8 (103/µL)
Neutrofil 75,8%  43,0-65,0 %

Pemeriksaan Tanggal pemeriksaan Nilai


nonlaboratorium normal
Tanda vital 23/12 24/12 25/12 26/12 27/12 28/12 29/12
Suhu tubuh afebris 36,oC 36oC 36,5oC 36,4oC 36oC 36oC 36oC-
37,4o C
Frekuensi nadi 98 82 80 80 88 80 80 50-100
110

kali/menit

Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal pemberian
23/12 24/12 25/12 26/12 27/12 28/12 29/12
Cefotaxim inj 2x1 √ √ √ √
gram
Narfoz inj 1x8 mg √ √ √ √
Carboplatin √
5 Fu √
Dexamethason √
Penilaian
Memerlukan terapi antibiotik untuk mengobati infeksi yang terjadi (23/12). DRP: membutuhkan terapi antibiotik. Cefotaxim 2x1 gram telah diberikan pada
tanggal 25/12. Hentikan penggunaan antibiotik jika tanda-tanda infeksi telah kembali menjadi normal.
Rekomendasi
Lanjutkan terapi Cefotaxim 2x1 gram dan lakukan pemeriksaan laboratorium ulang kadar WBC, netrofil pada pasien untuk memantau perkembangan terapi
dan menghentikan terapi jika tanda-tanda infeksi telah hilang
111

Kasus 20. Pasien 20

Kasus 20. NO RM 01.21.49.57 (10/11/2008-20/11/2008)


Subyektif
Perempuan: 45 tahun
DU: Malignant Neoplasm of Cervix Uteri II A
Diagnosis Lain: -
Riwayat Penyakit & Keluhan: pasien datang pro Wertheim dengan CA Cervix std. II A dengan bulky tumor, post neoadjuvant VI cisplatin 70 mg, saat ini
pasien mengeluh keputihan jernih (tidak berbau, tidak terasa gatal), nyeri pinggang (-), buang air kecil lancar, buang air besar lancar, mual (-), muntah (-).
Keadaan keluar Rumah Sakit: membaik, diijinkan
Obyektif
Pemeriksaan Tanggal pemeriksaan Nilai normal
laboratorium 11/11
WBC 7,4 4,8-10,8 (103/µL)
Neutrofil - 43,0-65,0 %

Pemeriksaan
nonlaboratorium Tanggal pemeriksaan
Tanda vital 10/11 12/11 20/11 Nilai normal
Suhu tubuh 36oC 38,5oC 36,8oC 36oC-37,4o C
Frekuensi nadi 68 - 82 50-100
kali/menit
Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal pemberian
10/11 11/11 12/11 13/11 14/11 15/11 16/11 17/11 18/11 19/11 20/11
Asam √ √
mefenamat
3x500 mg
Pamol 3x500 mg √ √ √
Bevisil 1x1 √ √ √
Prenamia 1x1 √ √ √
Vomceron inj 8 √
mg iv
112

Cisplatin 70 mg √
dalam NaCl 500
ml
New diatab √
SF/BC/C 2x1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Penilaian
Penggunaan Asam mefenamat 3x500 mg dan Pamol 3x500 mg tepat diberikan pada waktu pasien pasien mengalami demam. Pemberian kedua obat ini telah
dihentikan karena suhu tubuh pasien sudah kembali menjadi normal.
Rekomendasi
1. Monitor tanda vital pada pasien.

2. Monitor tanda-tanda infeksi pada pasien.

LAMPIRAN 2. PETUNJUK PENANGANAN INFEKSI PADA KANKER MENURUT NCCN


113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149

BIOGRAFI PENULIS

Nama : Flora Srisusanti

Tempat & Tanggal Lahir: Landau Apin, Kec. Nanga

Mahap, Kab. Sekadau, Kalimantan Barat; pada tanggal

27 November 1988

Posisi dalam keluarga:

anak ketiga dari empat bersaudara pasangan dari :

Nama Ayah : Paulus Dabon

Nama ibu : Katarina Silvia

Riwayat Pendidikan:

SD Sekolah Dasar Negeri No. VII Landau Apin 1995-2000

SMP Sekolah Menengah Pertama Katolik St. Gabriel Sekadau 2000-2003

SMA Sekolah Menengah Umum Katolik Karya Sekadau 2003-2006

S1 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma tahun 2006 dan

menyelesaikan masa studi pada tahun 2010.

Anda mungkin juga menyukai

  • Ileus Obstruktif
    Ileus Obstruktif
    Dokumen14 halaman
    Ileus Obstruktif
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat
  • Lapsus
    Lapsus
    Dokumen44 halaman
    Lapsus
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat
  • Lapkas
    Lapkas
    Dokumen29 halaman
    Lapkas
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat
  • Vaskularisasi Faring-EFRAIM
    Vaskularisasi Faring-EFRAIM
    Dokumen4 halaman
    Vaskularisasi Faring-EFRAIM
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat
  • Referat Gad
    Referat Gad
    Dokumen25 halaman
    Referat Gad
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat
  • Referat Jiwa
    Referat Jiwa
    Dokumen49 halaman
    Referat Jiwa
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat
  • Referat Delirium
    Referat Delirium
    Dokumen24 halaman
    Referat Delirium
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat
  • Referat
    Referat
    Dokumen24 halaman
    Referat
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat
  • REFERAT Depresi
    REFERAT Depresi
    Dokumen27 halaman
    REFERAT Depresi
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Herpes Simpleks Genitalis
    Laporan Kasus Herpes Simpleks Genitalis
    Dokumen36 halaman
    Laporan Kasus Herpes Simpleks Genitalis
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat
  • CHF + HHD + AF Fix
    CHF + HHD + AF Fix
    Dokumen18 halaman
    CHF + HHD + AF Fix
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat
  • Penurunan Kesadaran
    Penurunan Kesadaran
    Dokumen29 halaman
    Penurunan Kesadaran
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat
  • Apendisitis
    Apendisitis
    Dokumen15 halaman
    Apendisitis
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Ket
    Laporan Kasus Ket
    Dokumen14 halaman
    Laporan Kasus Ket
    AuliaRusdiAllmuttaqien
    Belum ada peringkat