SKRIPSI
Oleh :
Flora Srisusanti
NIM : 068114042
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
i
ii
iii
Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan
126:5)
AMEN.
Kupersembahkan untuk :
Almamater
iv
v
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Bapa di surga karena berkat
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada program
1. Direktur Rumah Sakit RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah bersedia
Sardjito Yogyakarta.
Sardjito Yogyakarta.
dan saran dalam proses belajar hingga peneliti menyelesaikan studi di Fakultas
vi
4. Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyusunan skripsi hingga skripsi
5. Maria Wisnu Donowati, M.Si, Apt selaku dosen penguji yang telah bersedia
membantu dengan meluangkan waktu, tenaga, kritik dan saran dalam proses
6. dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK selaku dosen penguji yang telah memberikan waktu,
8. Staf administrasi dan ICM RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, terimakasih atas
9. Keluarga besarku, Bapak dan Mamak, terimakasih atas semua cinta, doa,
nasehat dan dukungannya hingga aku bisa seperti sekarang. Tiada tempat
10. Kakakku Eka dan adikku Elisius Chandra, terima kasih untuk cinta,
11. Pamanku, Pastor K. Pius, cp., terimakasih untuk bimbingan, doa, liburan yang
vii
12. Abangku Leo, terimakasih telah mengingat adik-adikmu (Eka, Shanty dan
Eli), kami tahu suatu saat kamu akan menyadari bahwa kami menyayangimu.
14. Teman sekaligus sahabatku Andin dan Nita, terimakasih atas kebersamaan,
motivasi dan dukungan yang telah diberikan. Kalian membuat hidupku lebih
berwarna.
16. Temanku Erma, terima kasih telah menyempatkan diri untuk berenang
bersama di DSC.
17. Komsel dan teman-teman area STTNas, Mba Flowra, Kak Nana, Kak Denok,
Mba Angel, Kak Kila, Kak Dewi, Tia, Ratna, Yuni, Ita, Mba Phie dan para
18. Mba Suci dan Mba Fetri, terimakasih untuk kebersamaan dan diskusi selama
mengikuti kuliah.
19. Teman-temanku di Biara Novisiat St. Gabriel Batu, Malang, Biara Pasionis
Malang, Biara Pasionis Tanjung Hulu, Pontianak dan Biara Pasionis Jakarta,
viii
20. Abangku Fr. Niko, cp, terimakasih untuk nasehatnya.
23. Jamal, Ali, Joni, Yofikus, Ahin, Siska dan Teo, terimakasih untuk
24. Teman-temanku di Asrama Putri St. Maria Goreti Sekadau terutama Unit
Odilia dan Angelica. Terima kasih untuk kebersamaannya selama SMP dan
SMA.
25. Sr. Anas, cp., Sr. Yohana, cp., Sr. Narti, cp., Sr. Jaymud,cp., dll. Terimakasih
26. Teman-temanku selama kursus di LIA; Ms. Seko, Ms. Hanna, Ms. Ririn,
Andin, Mukti, A’ang, Dinda, Mba Lina, Mba Indri, Shanty, Rosyid, Rena,
Dini, Mba Erlin, Putra dan Anna terima kasih atas kebersamaannya.
27. Teman-temanku kelas A dan FKK’A, terimakasih untuk proses yang telah
dilalui bersama.
28. Semua orang yang telah membuat hidupku menjadi lebih hidup.
ix
x
xi
Intisari
Kata kunci: analgetik, antibiotik, kanker serviks, tangga analgetik berjenjang tiga,
Drug Related Problems
xii
Abstract
Key words: analgesics, antibiotics, cervical cancer, the three step analgesic
ladder, Drug Related Problems
xiii
DAFTAR ISI
PRAKATA ......................................................................................................... vi
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
3. Manfaat penelitian............................................................................. 5
xiv
2. Tujuan Khusus .................................................................................. 6
2. Epidemiologi ................................................................................ 13
3. Etiologi.......................................................................................... 14
4. Patogenesis .................................................................................... 15
7. Diagnosis ....................................................................................... 17
9. Prognosis ....................................................................................... 20
C. Nyeri ................................................................................................... 21
1. Definisi ......................................................................................... 21
3. Analgetika ..................................................................................... 24
D. Infeksi ................................................................................................. 30
E. Antibiotika .......................................................................................... 32
1. Definisi.......................................................................................... 32
xv
4. Kombinasi antibiotik ..................................................................... 34
D. Bahan Penelitian.................................................................................. 42
1. Perencanaan .................................................................................. 43
2. Pengambilan data........................................................................... 43
xvi
3. Persentase skala nyeri pasien kanker serviks ..................................... 52
......................................................................................................... 55
A. Kesimpulan ........................................................................................ 66
B. Saran ................................................................................................. 67
LAMPIRAN ...................................................................................................... 73
xvii
DAFTAR TABEL
xviii
Tabel X Kasus DRP Penggunaan Analgetik pada Pasien Kanker Serviks di
Tabel XI Kasus DRP Penggunaan Analgetik yang tidak tepat pada Pasien
Tabel XII Kasus DRP Membutuhkan Terapi Analgetik pada Pasien Kanker
Tabel XIII Kasus DRP Tidak Membutuhkan Terapi Analgetik pada Pasien
Tabel XIV Kasus DRP Penggunaan Analgetik dengan Dosis berlebih pada
Tabel XV Kasus DRP Potensial Efek Samping Analgetik pada Pasien Kanker
Tabel XVI Kasus DRP Efek Samping Aktual Analgetik pada Pasien Kanker
xix
Tabel XVII Kasus DRP Penggunaan Antibiotik pada Pasien Kanker Serviks di
Tabel XVIII Kasus DRP Membutuhkan Terapi Antibiotik pada Pasien Kanker
Tabel XIX Kasus DRP Penggunaan Antibiotik dengan Dosis berlebih pada
xx
DAFTAR GAMBAR
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 3 Petunjuk Penanganan Infeksi Pada Kanker Menurut NCCN ...... 112
xxii
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Sampai saat ini, kanker mulut rahim masih merupakan masalah kesehatan
kematiannya yang tinggi. Setiap tahun, di dunia terdapat 500.000 kasus baru
kanker serviks dan lebih dari 250.000 kematian. Di Indonesia, menurut data
imunosupresan rentan terhadap infeksi berat yang sering kali disebabkan oleh
organisme yang tidak lazim, misalnya bakteri komensal, beberapa virus, ragi,
kurang dari 500 x 10 6/l akan disertai resiko tinggi terjadinya septikemia. Demam
pada pasien semacam ini harus dianggap memiliki etiologi infeksi dan harus
1
2
Simodibrata & Setiati, 2006). Maka sangat diperlukan pemilihan antibiotik yang
tepat untuk mengurangi resiko kematian akibat terjadinya infeksi pada pasien
sebagai profilaksis awal periode netropeni pada pasien resiko tinggi afebril dapat
mengurangi kejadian febril dan resiko infeksi pada pasien (Koda-Kimble, 2009).
Oleh karena itu, evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien kanker serviks perlu
dilakukan.
Nyeri sering terjadi pada penyakit kanker serviks, sekitar 96% pasien
kanker serviks mengalami nyeri dengan berbagai intensitas dari ringan, sedang
sampai berat. Banyak pasien yang tidak menerima penanganan nyeri yang tepat.
Penanganan nyeri yang kurang tepat dapat menyebabkan penderitaan bagi pasien.
oleh WHO (tangga analgetik berjenjang tiga). Tangga analgetik berjenjang tiga
dari WHO telah digunakan di negara maju dan negara berkembang dengan
analgetik berdasarkan pada prosedur standar yang dianjurkan oleh WHO pada
penelitian karena merupakan Rumah Sakit Pendidikan Kelas A dan Rumah Sakit
rujukan bagi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah bagian
3
Selatan. Rumah Sakit ini terdiri dari 23 SMF (Staf Medis Fungsional) dan 29
1. Perumusan Masalah
Yogyakarta?
serviks?
d. Bagaimana potensi dan aktual DRP (Drug Related Problem) yang terjadi
pada penggunaan analgetik dan antibiotik pada pasien kanker serviks yang
meliputi:
2. Keaslian Penelitian
penggunaan analgetik dan antibiotik pada pada pasien kanker serviks sudah
Mexitalia dan Guswita terletak pada subjek, lokasi dan periode penelitian.
Subyek yang digunakan pada penelitian ini lebih spesifik yaitu pasien kanker
serviks yang mendapatkan terapi analgetik dan antibiotik atau salah satu dari
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat praktis
Yogyakarta.
b. Manfaat teoritis
tangga analgetik berjenjang tiga dari WHO dan dapat digunakan sebagai
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
analgetik dan antibiotik pada Pasien Kanker Serviks di Instalasi Rawat Inap
2. Tujuan Khusus
d. untuk mengetahui potensi dan aktual DRP (Drug Related Problem) yang
PENELAAHAN PUSTAKA
Sistem reproduksi wanita terdiri dari ovarium, tuba fallopii, uterus, serviks, vagina
dan vulva.
Serviks sebagian besar terdiri atas jaringan ikat yang kuat dan biasanya
8
9
Serviks membuka ke arah uterus melalui ostium interna dan ke arah vagina
melalui ostium eksterna. Struktur ini dilapisi oleh satu lapis epitel kelenjar
skuamosa berlapis pada bagian serviks yang terlihat dalam vagina (ekstoserviks).
Transisi antarepitel kelenjar dan skumosa dikenal sebagai zona transformasi. Zona
transformasi secara tipikal terdapat sedikit di dalam ostium eksterna (mulut luar)
dari serviks. Zona ini penting karena merupakan lokasi yang sering mengalami
perubahan displastik yang dapat menjadi keganasan (Heffner & Schust, 2008).
Serviks mempunyai 2 jenis epitel yaitu epitel kolumner dan epitel skuamosa
digantikan oleh epitel skuamosa baru sehingga SSK sudah ada akan menjadi
pergantian epitel kolumnar oleh epitel skuamosa seperti di atas disebut proses
cadangan epitel subkolumnar dan proliferasi sel basal epitel skuamosa terdekat.
Proses metaplasia dapat dibagi menjadi dua periode yaitu masa dinamik dan masa
pembuluh darah terlihat lebih nyata; biasanya hal itu terjadi pada
b. Tahap II, sela-sela villi mulai diisi berlapis-lapis sel dan terlihat fusi
c. Tahap III, epitel berlapis telah mengisi semua sela-sela villi sehingga
Sel-sel yang sudah berada pada tahap III (6-8 lapis) akan mengalami
metaplasia sangat aktif pada awal pubertas terutama jika terdapat keaktifan
kematian terbesar pada wanita di Indonesia. Setiap tahun tercatat terdapat 90-
100 kasus kanker serviks per 100.000 penduduk (Anonim, 2010 c).
karsinoma invasif pada serviks. Hampir semua kanker serviks berkembang pada
11
2008).
epitel di dalam saluran gastrointestinal, kulit, serviks, dan vulva. Lebih dari 100
jenis HPV telah diidentifikasi sampai saat ini. Sel serviks dengan kelainan
sitologis dan sel-sel dari kanker serviks sebagian besar mengandung urutan-
urutan dari HPV 6, HPV 11, HPV 16 dan HPV 18. HPV 6 dan 11 berhubungan
dan relatif lebih sedikit hingga usia 35 tahun. Dan kemudian terjadi kenaikan
frekuensi yang jelas terlihat hingga usia 55-60 tahun dan kemudian terjadi
usia ini. Frekuensi tertinggi karsinoma serviks terdapat antara 50-55 tahun
dengan umur rata-rata 53,2 tahun; penyebaran umur mulai dari 18-95 tahun
Terdapat tiga tipe umum kanker serviks. Tipe yang paling sering ditandai
oleh adanya lesi eksofitik yang besar dan meluas ke vagina dan terjadi
perdarahan hebat saat disentuh. Tumor lainnya menginfiltrasi stroma serviks dan
luar. Lesi ‘barrel shape’ ini dapat baru tampak pertama kali ketika penyebaran
lokal sudah menimbulkan gejala gangguan berkemih atau buang air besar.
12
Kelompok terakhir dari kanker serviks adalah tumor ulseratif yang sering
mengubah serviks dan vagina bagian atas dengan lubang purulen yang besar
Pada pasien kanker serviks, terapi kuratif dapat dilakukan yaitu dengan
efek samping. Pengobatan suportif tidak hanya diperlukan pada pasien yang
fisik maupun psikis beberapa di antaranya adalah nyeri, infeksi dan neutropenia.
pengobatan berupa analgetik dan antibiotik untuk mengatasi nyeri dan infeksi
serviks, penis dan vulva membawa DNA HPV. Paling sering, ditemukan
HPV-16 atau HPV-18 (Jawetz, Melnick, & Adelberg, 1996). Tipe HPV
karsinogenik lain adalah tipe 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68, 73
dan 82, yang masing-masing mempunyai kontribusi 5% atau kurang. HPV tipe
13
ditemukan, dan dideteksi pada 7-12% perempuan yang aktif secara seksual
dengan sitologi normal, sekitar 25% pada lesi intraepithelial skuamosa derajat
rendah, dan sekitar 50% pada derajat tinggi dan kanker serviks invasif
(Anonim, 2007a).
perempuan yang aktif secara seksual dengan sitologi normal, dan 10-20%
2. Epidemiologi
namun pengaruh dari faktor ini tidak terlepas dari aktivitas seksual yang
dimulai saat usia dini dan pasangan seksual multipel. Tanda-tanda dari pria
risiko tinggi telah diketahui; pria yang memiliki pasangan seksual sebelumnya
yang menderita kanker serviks atau pria yang menderita kanker penis akan
14
Insidens yang tinggi pada wanita menikah dan jarang pada perawan dan
biarawati memberi kesan adanya transmisi seksual suatu agen onkogenik dari
Inggris: 2.991 kasus baru dan 1.123 kematian. Kanker serviks merupakan
ketiga akibat kurangnya skrining yang efektif (Norwitz & Schorge, 2008).
3. Etiologi
kali.
terhadap tumor ini. Pada penelitian sitologi tes Pap sekelompok wanita
15
tuna susila dan wanita biasa ternyata jumlah kasus prakarsinoma lebih
d. Infeksi virus. Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma
Adanya infeksi virus dapat dideteksi dari perubahan sel epitel serviks
uteri pada tes Pap. Pada infeksi virus sering dijumpai sitologi abnormal.
kuantitas dan kualitas makanan kurang dan hal ini dapat mempengaruhi
imunitas tubuh.
4. Patogenesis
Karsinoma serviks uteri 95% terdiri dari karsinoma sel skuamous dan
b. NIS II, bila atipia mendominasi lapisan superficial dan lapisan sel basal,
c. NIS III, bila atipia terdapat di seluruh lapisan sel, tetapi dengan
1999).
situ menjadi karsinoma invasif terjadi setelah bertahun-tahun. Salah satu bukti
yang menyokong teori ini adalah perbedaan umur yang bermakna antara
Kanker serviks dapat menyebar melalui salah satu dari empat cara berikut,
yaitu:
Invasi melalui saluran limfe bahkan dapat terjadi ketika tumor masih
merupakan manifestasi akhir dari penyakit ini (Heffner & Schust, 2008).
pada waktu pemeriksaan skrining kanker tes pap atau ditemukan berketepatan
pada histerektomi karena penyakit lain. Simptom penyakit ini tidak ada yang
spesifik, yaitu:
Perdarahan di luar siklus haid, ataupun haid yang lama sering merupakan
b. nyeri
c. gangguan miksi
7. Diagnosis
a. Anamnesis
seksual
18
Keluhan low back pain, sakit pinggul yang persisten, konstipasi, gangguan
miksi dan berat badan yang semakin menurun, sering menjadi keluhan
b. Pemeriksaan Fisik
1) Tes Pap
Apusan sitologi Pap atau tes Pap diterima secara universal sebagai
2) Kolposkopi
3) Biopsi
Tabel II. Stadium kanker serviks menurut FIGO (Federation Of Gynaecology and
Obstetrics) (Anonim, 2005a)
Stadium Keterangan
Stadium 0 pra invasif karsinoma
Stadium I karsinoma terbatas pada serviks
Ia mikro invasif karsinoma
Ib klinikal invasif karsinoma
Stadium II karsinoma meluas ke luar serviks, tetapi
tidak sampai pada panggul dan atau meluas
ke vagina tidak melebihi 1/3 total
IIa karsinoma belum infiltrasi ke parametrium
9. Prognosis
kemampuan ahli atau tim ahli yang menanganinya, dan sarana pengobatan
C. Nyeri
1. Definisi
derajat keparahan gejala yang terjadi akibat cedera, atau suatu penyakit atau
suatu emosi (Anonim, 2009). Nyeri timbul jika rangsang mekanik, termal,
kimia atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri)
mempengaruhi sensasi nyeri secara positif atau negatif. Faktor yang sangat
penting adalah kualitas dan kuantitas tidur, rasa lelah dapat menjadikan nyeri
nyeri dari nyeri ringan sampai nyeri berat pada berbagai stadium penyakit
kanker sekitar 51% dan bertambah sekitar 74% pada stadium lanjut/terminal.
Dalam penanganan nyeri kanker harus mendapat prioritas utama. Laporan dari
negara maju 50-80% nyeri kanker tidak mendapat pengelolaan yang adekuat
(Murtedjo, 2006).
22
Penderita dengan nyeri kanker bisa mengalami nyeri akut, intermiten, atau
dialami. Skala nyeri adalah satu alat yang umum digunakan untuk
numerik, skala analog visual, skala kategori dan skala nyeri dengan wajah
(Anonim, 2007 b)
berapa nyeri yang dialami dengan memilih angka dari 0 (tidak merasakan
nyeri) sampai 10 (paling nyeri) (Anonim, 2007 b). Dalam skala numerik, skala
nyeri 1-3 nyeri ringan, 4-6 nyeri sedang, dan 7-10 nyeri berat (Wallace &
Staats, 2005).
Skala nyeri numerik biasanya digunakan untuk mengukur intensitas nyeri yang
dirasakan pada pasien usia dewasa dan anak ( > 9 tahun) (Anonim, 2009).
3. Analgetika
atau menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anestesi umum. Berdasarkan
potensi kerja, mekanisme kerja, dan efek samping analgetika dapat dibedakan
kelompok opiat)
analgetik pada pasien nyeri kanker yang berisi tentang konsep tangga
Jika ini tidak dapat meredakan rasa nyeri, harus ditambahkan suatu opioid untuk
nyeri ringan sampai sedang. Apabila gabungan opioid untuk nyeri ringan sampai
sedang dengan suatu non-opioid tidak dapat meredakan nyeri, maka harus diganti
dengan opioid untuk nyeri sedang sampai nyeri berat. Hanya satu dari masing-
masing kelompok yang boleh digunakan pada saat yang sama. Obat penunjang
harus diberikan pada indikasi spesifik. Obat penunjang (adjuvan) yang digunakan
metastase tulang. Pada nyeri tulang yang sedang dan berat kombinasi
2) Asetaminofen
3) Biposponat
2005b).
27
b. Analgetik opioid
(Anonim, 2005)
3-4 jam baik diberikan secara p.o (per oral) maupun parenteral
(p.e). Morfin lepas lambat mempunyai lama kerja 8-12 jam. Obat
(Anonim, 1996a).
28
Obat ini sama dengan morfin jalur pemberian oral lebih disukai
dengan lama kerja 3-4 jam, tetapi dalam jumlah miligram yang
(d) Fentanil
(Anonim, 1996a).
(f) Metadon
(g) Kodein
2) Kombinasi agonis-antagonis
3) Agonis parsial
1) distraksi
pasien pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap nyeri yang
dialami
2) relaksasi
(Istichomah, 2007).
D. Infeksi
infeksi dan menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian pada pasien-pasien
ini. Faktor resiko infeksi; pasien yang mempunyai respon imun yang lemah
sistem pertahanan tubuh yang disebabkan oleh penyakit dan kemoterapi yang
kulit dan pertahanan mukosa dan kegagalan imunitas humoral (antibodi dan
komplemen) dan imunitas seluler (pertahanan sistem imun yang diperantarai oleh
sirkulasi yang menjadi faktor predisposisi infeksi pada inang. Telah diamati
bahwa resiko infeksi pada pasien netropeni sebanding dengan keparahan dan
durasi netropenia. Pada umumnya resiko infeksi akan rendah ketika ANC melebihi
1.000 sel/mm3. Jika ANC berkurang menjadi <500 sel/mm3, resiko infeksi akan
penurunan ANC menjadi <100 sel/mm3. Selain itu, efek samping penggunaan
terapi radiasi pada kanker (mukositis, kulit pecah, pengurangan jumlah darah)
sebagai profilaksis awal periode netropeni pada pasien resiko tinggi afebril dapat
mengurangi kejadian febril dan resiko infeksi pada pasien. Tindakan profilaksis
ini pada umumnya diberikan pada pasien dengan resiko tinggi dengan netropeni
Pasien febril dengan ANC <500 sel/mm3 atau < 1000 dan diprediksi
menurun menjadi <500 sel/mm3 selama dua hari dapat berpotensi mengalami
infeksi. Pasien netropeni afebril dengan tanda dan gejala infeksi harus diberikan
terapi antibiotik. Jika telah diperoleh kultur darah dan kultur dari sumber infeksi
yang dicurigai maka pasien ini harus diberikan terapi yang tepat dimulai dengan
E. Antibiotika
1. Definisi
Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh mikroba, terutama fungi yang
2000).
yaitu:
a. Penyebab Infeksi
2000).
b. Faktor pasien
lain fungsi ginjal, fungsi hati, riwayat alergi, daya tahan terhadap infeksi
(status imunologis), daya tahan terhadap obat, beratnya infeksi, usia, wanita
3. Klasifikasi Antibiotika
berikatan pada 30S ribosom bakteri (beberapa terikat juga pada subunit
4. Kombinasi Antibiotik
2008)
5. Resistensi Antibiotik
obat
1994)
Drug related problem (DRP) atau sering diistilahkan dengan drug therapy
problem (DTP) adalah kejadian atau efek yang tidak diharapkan yang dialami
pasien dalam proses terapi dengan obat dan secara aktual atau potensial
Tabel IV. Permasalahan umum terapi obat dan penyebabnya (Jones, 2008)
G. Keterangan empiris
Antibiotik pada Pasien Kanker Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito
dalam terapi obat yaitu; tidak membutuhkan terapi obat, ketepatan dosis (dosis
terlalu tinggi atau dosis terlalu rendah), adanya kesalahan obat, reaksi obat yang
METODE PENELITIAN
pasien kanker serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito periode
B. Definisi Operasional
dan antibiotik atau salah satu dari kedua obat ini pada pasien kanker
serviks.
38
39
antibiotik atau salah satu dari kedua obat ini serta menjalani perawatan di
Desember 2008.
kejadian yang tidak diharapkan baik secara aktual atau potensial yang
yang salah pada pasien kanker serviks, dosis analgetik dan antibiotik
C. Subyek Penelitian
serviks yang menjalani rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode
menerima terapi berupa obat analgetik dan antibiotik atau salah satu dari
kedua obat ini dan menjalani rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
jumlah digit pada tabel acak dengan digit populasi (Umar, 2007).
sampel di mana setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk
di pilih menjadi anggota sampel, sehingga metode ini sering disebut sebagai
D. Bahan Penelitian
kanker serviks yang menggunakan analgetik dan antibiotik atau salah satu dari
tahun 2008.
E. Lokasi Penelitian
1. Perencanaan
2. Pengambilan Data
jumlah pasien, nomor rekam medis, usia, jenis kelamin, alamat, lama
Desember 2008. Dari data rekam medik dalam bentuk print out
diperoleh 127 pasien dengan jumlah kasus sebanyak 200 kasus. Pada
44
Desember 2008.
3. Pengolahan Data
Data kualitatif yang telah diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan
pasien (no RM, usia, jenis kelamin), skala nyeri, keluhan, diagnosis, obat
45
4. Evaluasi Data
per pasien yang berdasarkan pada DRP (Drug Related Problem) dengan
dalam analisis Drug Related Problem adalah Protokol Onkologi RSUP Dr.
Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan cara melihat karakteristik
pasien yang meliputi usia pasien pada waktu didiagnosis menderita kanker
serviks, skala nyeri kanker serviks, stadium kanker serviks; golongan dan jenis
obat antibiotik; golongan dan jenis obat analgetik, kesesuaian pemberian analgetik
berdasarkan pada tangga analgetik berjenjang tiga dari WHO dan kajian DRP
1. Karakteristik pasien
menjadi enam kelompok usia, yaitu 25-34, 35-44, 45-54, 55-64, 65-74,
x
% 100%
n
Keterangan:
10; perhitungan skala nyeri pada pasien kanker serviks dengan cara:
x
% 100%
n
47
Keterangan :
skala nyeri
x
% 100%
n
Keterangan :
stadium
2. Golongan obat dan jenis antibiotik, dihitung dengan cara membagi jumlah
3. Golongan dan jenis obat analgetik, cara perhitungannya yaitu membagi jumlah
Objective, Assesment, Plan) yang selanjutnya dibuat dalam bentuk tabel dan
gambar.
H. Kesulitan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menemui beberapa kesulitan antara lain dalam
proses analisis data dan evaluasi data rekam medik karena data laboratorium
pasien tidak lengkap, waktu pemberian obat yang tidak selalu ditulis dalam data
rekam medik pasien. Kelemahan penelitian ini adalah jumlah subjek yang
analgetik dan antibiotik di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Penelitian ini dilakukan dengan cara menelusuri data rekam medik pasien
yang diagnosis utamanya adalah kanker serviks pada semua stadium. Data rekam
medik pasien kanker serviks yang menggunakan analgetik dan antibiotik atau
Dari hasil penelitian karakteristik pasien kanker serviks yang akan dibahas
mencakup usia pasien pada waktu didiagnosis menderita kanker serviks, stadium
jumlah kelompok usia terbanyak pasien kanker serviks di Instalasi rawat inap
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode Oktober sampai Desember tahun 2008.
Distribusi usia pasien kanker serviks yang mendapatkan terapi analgetik dan
antibiotik dibagi ke dalam enam kelompok usia, yaitu 25-34, 35-44, 45-54, 55-
yang meningkat sejak usia 25-34 tahun dan menunjukkan puncaknya pada
kelompok umur 35-44 tahun di RSCM dan kelompok umur 45-54 tahun untuk
pertama kali setelah menarke, dan relatif lebih sedikit hingga usia 35 tahun.
Dan kemudian terjadi kenaikan frekuensi yang jelas terlihat hingga usia 55-60
49
50
total jumlah wanita kelompok usia ini. Frekuensi tertinggi karsinoma serviks
terdapat atara 50-55 tahun dengan umur rata-rata 53,2 tahun; penyebaran umur
mulai dari 18-95 tahun (Van De Velde, Bosman & Wagener, 1999).
35%
30%
25%
20%
15%
10%
5%
0%
25-34 35-44 45-54 55-64 65-74 75-84
banyak dijumpai yaitu pada kelompok usia 35-44 dan 45-54 sebesar 35%
kemudian terjadi penurunan lagi pada kelompok usia 65-74 (0%). Data
persentase kelompok usia pasien kanker serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP
digunakan untuk menentukan jenis terapi dan bersama dengan subtipe dan
51
derajat histologis, merupakan penentu yang paling penting untuk hasil terapi
Obstetrics) dibagi ke dalam 13 stadium yaitu 0, I, IA, IB, II, IIA, IIB, III, IIIA,
2008 adalah pada stadium IIIB yaitu sebesar 35%. Kanker serviks pada masa
gejala pada stadium lanjut. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa pada
stadium lanjut (stadium IIIB) pasien kanker serviks di Instalasi Rawat Inap
rentan terhadap resiko nyeri dan infeksi karena sekitar 70% pasien kanker
nyeri yang tepat pada pasien dengan menggunakan skala nyeri. Skala nyeri
sebagai dasar dalam pemilihan terapi untuk menangani nyeri yang dirasakan
pasien untuk berkomunikasi misalnya jika ingin mengukur skala nyeri pada
pasien anak-anak maka dapat digunakan skala nyeri dengan raut wajah (Koda-
mempunyai rentang skala nyeri dari 0-10, di mana 0 tidak merasakan nyeri,
skala nyeri 1-3 mengalami nyeri ringan, 4-6 mengalami nyeri sedang, dan 7-
pasien yaitu skala nyeri 5 sebesar 37,5%. Untuk keterangan lebih lanjut dapat
merasakan nyeri kronis yang berlangsung terus menerus dan lama (pasien
dengan nomor 01, 04, 10, 15, 16). Sedangkan pasien dengan nomor 02, 03 dan
18 mengalami nyeri akut post operasi. Nyeri kanker biasanya merupakan nyeri
53
kronis yang membutuhkan penanganan lebih lanjut dengan terapi yang tepat
Tabel VI. Persentase Skala Nyeri Pasien Kanker Serviks yang Menggunakan
Analgetik dan Antibiotik di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode Oktober-Desember 2008
Skala Jumlah pasien Persentase (%)
nyeri
1 1 12,5%
4 1 12,5%
5 3 37,5%
8 2 25%
10 1 12,5%
berada di sekitarnya dan organ viscera. Hal ini dapat menimbulkan beberapa
gejala antara lain, nyeri yang sering kali hebat dan sulit ditangani yang
parametrium dan penekanan tumor pada ureter (Suwiyoga, 2005). Selain itu,
beberapa faktor yang dapat meningkatkan rasa nyeri yaitu faktor psikologis
misalnya kecemasan, rasa takut, dan kepercayaan kultural. Faktor yang sangat
penting adalah kualitas dan kuantitas tidur, rasa lelah dapat menjadikan nyeri
bertambah berat (Davey, 2005). Untuk meredakan nyeri kanker ini diperlukan
analgetik yang diberikan sesuai dengan derajat nyeri yang dirasakan oleh
pasien.
sehingga dapat diberikan pada saat penyebab nyeri sedang ditentukan (WHO,
1996).
analgetik.
analgetik opioid yaitu sebesar 5,12% dan terakhir kombinasi analgetik non-
terapi awal pada nyeri kanker ringan (skala nyeri 1-3) untuk meredakan nyeri
pengobatan pasien berpenyakit kronis yang disertai nyeri dan inflamasi dan
nyeri akibat metastase tulang tetapi parasetamol lebih disukai pada lanjut usia
karena diabsorpsi lebih baik secara oral dan kurang menyebabkan iritasi pada
lambung.
berjenjang tiga menurut WHO adalah sebagai berikut: tahap pertama adalah
nyeri ringan. Jika ini tidak dapat meredakan rasa nyeri, harus ditambahkan
suatu opioid untuk nyeri ringan sampai sedang contohnya Kodein. Apabila
gabungan opioid untuk nyeri ringan sampai sedang dengan suatu non-opioid
tidak dapat meredakan nyeri, maka harus diganti dengan opioid untuk nyeri
dengan Prosedur Standar yang telah ditetapkan oleh WHO yaitu dengan cara
pasien dari nyeri ringan (1-3), nyeri sedang/menengah (4-6) dan nyeri hebat
(7-10) dengan tangga analgetik berjenjang tiga dari WHO. Dari 20 pasien
56
kanker serviks, 16 pasien mengalami nyeri dan hanya 8 pasien yang dilakukan
pengukuran skala nyeri sehingga hanya delapan pasien kanker serviks yang
nyeri yang dialami oleh pasien dengan standar Analgetik Berjenjang Tiga dari
WHO.
analgetik berjenjang tiga dari WHO sebesar 37,5% dengan nomor pasien 01,
pasien kanker serviks yaitu sebesar 62,5% dengan nomor pasien 02, 06, 10, 15
dan 18. Untuk keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel VIII.
imunosupresan rentan terhadap infeksi berat yang sering kali disebabkan oleh
organisme yang tidak lazim, misalnya bakteri komensal, beberapa virus, ragi,
jamur dan protozoa (Reid, Rubin & Whiting, 2007). Infeksi terjadi karena
neutropenia. Hal ini akan menyebabkan defisiensi sistem imun atau penekanan
respon imun dan mengakibatkan pasien rentan terhadap infeksi. Selain itu,
defisiensi sistem imun yang terjadi akibat proses penuaan, malnutrisi dan kakeksia
kanker juga berpengaruh terhadap kejadian dan beratnya infeksi pada pasien
WBC dan netrofil pada 15 pasien kanker serviks. Peningkatan jumlah WBC dan
netrofil pada umumnya diamati sebagai infeksi bakteri. Peningkatan jumlah WBC
dan netrofil pada pasien dengan infeksi bakteri menunjukkan adanya suatu
infeksi tetapi ditemui pula pada infeksi virus dan kerusakan jaringan. Hal ini
infeksi. Oleh karena itu untuk mengatasi terjadinya infeksi lebih lanjut pada
pada kasus ini yaitu sebagai terapi antibiotik profilaksis, empirik dan kuratif.
Antibiotik terbanyak pada Pasien Kanker Serviks di Instalasi Rawat Inap Dr.
sebesar 32%.
saluran kemih (Anonim, 2004). Antibiotik ini mempunyai mekanisme kerja mirip
permasalahan yang terjadi pada penggunaan Analgetik dan Antibiotik pada Pasien
Kanker Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode
Tabel X. Kasus DRP Penggunaan Analgetik pada Pasien Kanker Serviks di Instalasi
Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-Desember 2008
No Jenis DRP Nomor Kasus Jumlah kasus Persentase
n=12 (%)
1 Membutuhkan terapi 05, 11 2 16,67%
Analgetik
2 Tidak membutuhkan 9 1 8,33%
terapi Analgetik
3 Penggunaan Analgetik 1, 2, 4 4 33,33%
tidak tepat
4 Dosis berlebih 03, 08, 18 3 25%
5 Efek samping analgetik 15 1 8,33%
Potensial terjadinya 16 1 8,33%
efek samping analgetik
60
Tabel XI. Kasus DRP Penggunaan Analgetik yang tidak tepat pada Pasien Kanker
Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-
Desember 2008
Kasus Jenis Analgetik Penilaian Rekomendasi
1 Ketorolac - Ketorolac - Hentikan penggunaan
dikontraindikasikan Ketorolac. Berikan
untuk pasien yang ibuprofen 3x400 mg
mengalami gagal dan monitor nyeri pada
ginjal pasien dengan
melakukan pemeriksaan
skala nyeri. Hentikan
terapi jika pasien sudah
tidak merasakan nyeri.
2 Ketorolac Ketorolac Penggunaan Ketorolac
dikontraindikasikan telah dihentikan.
untuk pasien yang Kemudian diberikan
mengalami gagal ginjal Tramadol 2x50 mg dan
Parasetamol.
Asam mefenamat Asam mefenamat Penggunaan asam
dikontraindikasikan mefenamat telah
untuk pasien yang dihentikan dan telah
mengalami gagal ginjal. diganti dengan Tramadol
2x50 mg iv
4 Ketorolac Ketorolac Pemberian Ketorolac
dikontraindikasikan telah dihentikan
untuk pasien yang kemudian pasien
mengalami gagal ginjal diberikan terapi Tramadol
1x50 mg.
Analgetik yang tidak tepat pada terapi nyeri pasien kanker serviks terdapat
2 jenis analgetik yaitu Ketorolac dan Asam mefenamat yang terjadi pada 4 kasus
Tabel XII. Kasus DRP Membutuhkan Terapi Analgetik pada Pasien Kanker
Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-
Desember 2008
Kasus Indikasi Penyakit Penilaian Rekomendasi
05 Bila buang air kecil Membutuhkan terapi Berikan
terasa nyeri dan nyeri analgetik untuk parasetamol 3x500
pinggang mengatasi nyeri yang mg. Hentikan
11 Nyeri tekan pada dirasakan oleh pasien terapi jika pasien
abdomen, nyeri sudah tidak
pinggang, nyeri merasakan nyeri
otot/tulang jika
beraktivitas, buang air
besar nyeri
Penggunaan analgetik yang diperlukan dalam terapi terjadi pada 2 kasus
Tabel XIII. Kasus DRP Tidak Membutuhkan Terapi Analgetik pada Pasien Kanker
Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-
Desember 2008
Kasus Jenis Analgetik Penilaian Rekomendasi
09 Parasetamol 3x500 mg Parasetamol diberikan Hentikan
pada waktu pasien tidak penggunaan
menunjukkan adanya Parasetamol.
tanda dan gejala Monitor tanda vital
demam dan nyeri pasien.
ringan,
Analgetik yang tidak diperlukan dalam terapi terjadi pada 1 kasus yaitu
pada penggunaan Parasetamol yang terjadi pada pasien dengan nomor 09.
62
Tabel XIV. Kasus DRP Penggunaan Analgetik dengan Dosis berlebih pada Pasien
Kanker Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode
Oktober-Desember 2008
Kasus Jenis Analgetik Penilaian Rekomendasi
03 Movix 3x7,5 mg Frekuensi pemberian Kurangi frekuensi
Movix 3x7,5 mg pemberian menjadi
berlebihan 2x7,5 mg
08 Parasetamol 3x500 Dosis parasetamol 3x500 Terapi obat ini telah
mg mg melebihi dosis yang diganti dengan
diberikan pada pasien sistenol 3x1
yang menderita penyakit
hepatitis
18 Movix 3x7,5 mg Frekuensi pemberian Kurangi frekuensi
Movix 3x7,5 mg pemberian menjadi
berlebihan 2x7,5 mg
Penggunaan analgetik dengan dosis berlebih pada pasien terjadi karena
terjadi pada 3 kasus dengan jenis analgetik yaitu Meloxicam dan Parasetamol
Tabel XV. Kasus DRP Potensial Efek Samping Analgetik pada Pasien Kanker
Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-
Desember 2008
Tabel XVI. Kasus DRP Aktual Efek Samping Analgetik pada Pasien Kanker
Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-
Desember 2008
kanker serviks terdapat 1 kasus dengan jenis analgetik yaitu Petidin dengan
nomor pasien 16. Sedangkan efek samping yang terjadi pada penggunaan
Tabel XVII. Kasus DRP Penggunaan Antibiotik pada Pasien Kanker Serviks di
Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-Desember
2008
No Jenis DRP Nomor Kasus Jumlah Persentase
(n=20) kasus n=8 (%)
1 Membutuhkan terapi 2, 8, 12, 14, 16, 7 87, 5%
antibiotik 17, 19
3 Dosis antibiotik berlebih 2 1 12,5%
Pengelompokan masing-masing DRP penggunaan Antibiotik pada pasien
Tabel XVIII. Kasus DRP Membutuhkan Terapi Antibiotik pada Pasien Kanker
Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-
Desember 2008
Kasus Indikasi Penyakit Penilaian Rekomendasi
02 Terjadi kenaikan Membutuhkan Berikan terapi ceftriaxone
jumlah lekosit dan terapi antibiotik 1x1 gram dan lakukan
netrofil untuk mengatasi pemeriksaan ulang tanda-
infeksi yang terjadi. tanda infeksi (WBC, netrofil,
suhu tubuh, nadi)
08 Terjadi kenaikan diperlukan terapi Pasien telah diberikan
jumlah lekosit dan antibiotik untuk Cefotaxim untuk mengatasi
netrofil mengatasi infeksi infeksi.
yang terjadi.
12 Terjadi kenaikan diperlukan terapi Berikan antibiotik ceftrixone
jumlah lekosit dan antibiotik untuk 2x1 gram
netrofil mengatasi infeksi
yang terjadi.
14 Terjadi kenaikan diperlukan terapi Pasien telah menerima terapi
jumlah lekosit dan antibiotik untuk Ceftriaxone inj 2x1 gram
netrofil mengatasi infeksi
yang terjadi.
yang menunjukkan kenaikan nilai WBC dan netrofil tetapi tidak diberikan
antibiotik yaitu pasien dengan nomor 02, 08, 12, 14, 16, 17 dan 19.
65
Tabel XIX. Kasus DRP Penggunaan Antibiotik dengan Dosis berlebih pada Pasien
Kanker Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode
Oktober-Desember 2008
diberikan pada pasien dosis tidak disesuaikan dengan kondisi pasien. Pada
A. Kesimpulan
Analgetik dan Antibiotik pada Pasien Kanker Serviks di Instalasi Rawat Inap
1. Kelompok usia yang paling banyak dijumpai pasien kanker serviks yaitu
kelompok usia 35-44 dan 45-54 (35%), berdasarkan stadium terbanyak pada
kelompok stadium IIIB yaitu (35%) dan skala nyeri terbanyak yaitu skala
nyeri 5 (37,5%).
analgetik pada pasien kanker serviks belum sepenuhnya sesuai, dengan total
66
67
analgetik yang sudah terjadi pada 1 kasus (8,33%) dan efek samping analgetik
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
sebagai berikut:
sehingga dapat diberikan terapi antibiotik yang tepat sesuai dengan hasil
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1996a, Protokol Onkologi RSUP Dr. Sardjito Cetakan I, 10-11, Komite
Medis RSUP Dr. Sardjito dengan MMR Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta
Anonim, 1996 b, Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito, Cetakan I, 153-
154, Komite Medis RSUP Dr. Sardjito dengan MMR Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta
Anonim, 2005 a, Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito Jilid 3, Edisi III,
Cetakan I, 303, Komite Medis RSUP Dr. Sardjito dengan MMR
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Anonim, 2005b, Guidelines For Treatment of Cancer Pain, Texas Cancer Council,
Texas, http: //www.tcc.state.tx.us, 8 September 2007
Anonim, 2007a, Medical Update: Vaksin Baru Memberi Proteksi Lebih Besar
pada Kanker Serviks, 58, Karimata Medika Komunita, Jakarta
Anonim, 2007 b, Treatment Guidelines For Patients, Cancer Pain, Version III,
National comprehensive Cancer Network, USA, http://www.nccn.org,
22 April 2008
Cipolle, R.J. dan Strand, L.M., 2004, Pharmaceutical Care Practice The
Clinician’s Guide, 2nd Edition, 172-173, McGraw-Hill, New York
Das, S., Jeba, J., George, R., 2005, Cancer and Treatment Related Pains in
Patients with Cervical Carcinoma, Volume 11, No.2, 74-75, Palliative
Care Unit, Christian Medical College, Vellore-632004, India
Davey, P., 2005, At a Glance Medicine, alih bahasa oleh Anisa Rahmalia dan Cut
Novianty, 348, Erlangga, Jakarta
Heffner, L.J., Schust, D.J., 2008, At a Glance Sistem Reproduksi, Edisi II, 94-95,
Erlangga, Jakarta
Jawetz, E., Melnick, J., Adelberg, E., 1996, Mikrobiologi Kedokteran, alih bahasa
Edi Nugroho & R.F Maulany, Edisi 20, 583-584, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Jones, R. M., 2008, Pengkajian Pasien dan Peran Farmasis dalam Perawatan
Pasien, terjemahan Benediktus Yohan dan D. Lyrawati, 09 Maret 2010
Koda-Kimble, M. A., 2009, Applied Therapeutics: the Clinical Use of Drugs, 9th
Edition, 8-7, 56-2 Lippicount Williams & Wilkins, Philadhelphia
Kuntaman, 2007, Aspek Mikrobiologi dari Infeksi dan Sepsis, 229, Airlangga
University Press, Surabaya
Lacy, C.F, Armstrong, L.L, Goldman, M.P. dan Lance, L.L, 2006, Drug
Information Handbook, 14th Edition, LEXI-COMP Inc, Hudson, Ohio
71
Lubis, Y. M., Nasution, R. H., 1993, Pengantar Farmakologi, Edisi II, 80-81, PT.
Pustaka Widyasarana, Medan
Marlinah, I., 2009, Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Kanker Leher
Rahim yang Menjalani Kemoterapi di RSUP. DR. Sardjito Yogyakara
periode Agustus 2004-Agustus 2008, Skripsi, Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Mexitalia, M., 2005, Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Kasus Kanker Leher
Rahim di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2004, Skripsi,
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Murtedjo, U., 2006, Filosofi dan Tata Cara Pengelolaan Nyeri Kanker Vol. 1,
No. 31, 28, Media IDI, Surabaya
Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat, Edisi kelima, Penerbit ITB, Bandung
Norwitz, E., Schorge, J.O., 2008, At a Glance, Obstetri dan Ginekologi, 63,
Erlangga, Jakarta
Reid, Jhon L., Rubin, P.C., Whiting, B., 2007, Catatan Kuliah Farmakologi
Klinis, alih bahasa Sugiarto Komala, 121, 123-124, 226, 318, Erlangga,
Jakarta
Robbins, S.L., dan Kumar V, 1995, Patologi II, 381-383, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Robbin, S. L., Cotran, Ramzi, S., Kumar, Vinay, 1999, Buku Saku Dasar Patologi
Penyakit, 5th Edition , 624-626, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simodibrata, K. M., Setiati, S., 2006,
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi IV , 874, 886, 895-896,
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta
72
Suwiyoga, Ketut. I., 2005, Penanganan Nyeri pada Kanker Serviks Stadium
Lanjut, 4-5, Lab Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana, Denpasar
Umar, H., 2003, Metode Riset Bisnis; Panduan Mahasiswa untuk Melaksanakan
Riset dilengkapi Contoh Proposal Bidang Manajemen dan Akuntansi,
Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Walace, M. S., dan Staats, P. S., 2005, Pain Medicine and Management, Just the
Fact, 184, 186, McGraw-Hill Companies, Inc, USA
Walsh, T. D., 1997, Kapita Selekta Penyakit dan Terapi (Symptom Control), alih
bahasa oleh dr. Caroline Wijaya, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta
WHO, 1996, Pereda Nyeri Kanker, Edisi kedua, diterjemahkan oleh Amir
Musadad, 13, 18, Penerbit ITB, Bandung
WHO, 1998, Cancer Pain Relief: Choice of Analgesic 2 nd Edition with a Guide to
Opioid Availability, 17, 19, A.I.T.B.S. Publisher & Distributors, Delhi
Yatim, F., 2005, Penyakit Kandungan. Myoma, Kanker Rahim/Leher Rahim dan
Indung Telur, Kista, serta Ganggunan Lainnya, 51, Pustaka Populer
Obor, Jakarta
73
Lampiran 1. Analisis DRP Penggunaan Analgetik dan Antibiotik pada Pasien Kanker Serviks di Instalasi Rawat Inap RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Oktober-Desember 2008
Kasus 01. Pasien 01
Penatalaksanaan
Cefotaxim inj 2x1 gram/12 jam (17/12/08-18/12/08)
Ketorolac inj 3x1 ampul (10 mg) (17/12/08-18/12/08)
Extra Lasix 40 mg (17/12/08)
Penilaian
1. Ketorolac 3x1 ampul dikontraindikasikan untuk pasien yang mengalami gagal ginjal. DRP : obat tidak
tepat (Lacy, C.F, Armstrong, L.L, Goldman, M.P and Lance, L.L, 2006)
2. Pemberian cefotaxim tepat pada waktu pasien menunjukkan tanda-tanda infeksi. Lanjutkan terapi.
Rekomendasi
1. Lanjutkan terapi cefotaxim 2x1 gram, lakukan pemeriksaan ulang tanda-tanda infeksi seperti WBC, netrofil,
suhu tubuh, nadi pada pasien untuk memantau perkembangan terapi dan menghentikan terapi jika tanda-tanda
infeksi telah kembali menjadi normal.
2. Hentikan penggunaan ketorolac. Berikan ibuprofen 3x400 mg dan monitor nyeri pada pasien dengan
melakukan pemeriksaan skala nyeri. Hentikan terapi jika pasien sudah tidak merasakan nyeri.
75
Subyektif
Perempuan : 54 tahun
DU : Malignant Neoplasm Of Cervix Uteri IIB
Diagnosis Lain : Anemia in Neoplastic Disease, Acute Renal Failure, Hypertensive Renal Disease with Renal Failure, Uropathy Reflux and Obstructive Unspesific
Riwayat Penyakit & Keluhan : pasien merupakan penderita CA Cervix IIB, pada saat ini pasien mengeluh perdarahan vagina, mengalami nyeri akut dengan skala nyeri
10, buang air kecil tidak lancar, warna urin kemerahan, buang air besar tidak teratur, konsistensinya keras, warna feses kuning kehitaman, tidak mengalami kembung,
mengalami nyeri tekan dengan lokasi perut dan vagina, pasien mengalami kecemasan
Keadaan keluar rumah sakit : Belum sembuh, pulang paksa
Obyektif
Pemeriksaa Tanggal Pemeriksaan Nilai normal
n Angka (Oktober-November 2008)
laboratoriu 18/1 19/ 23/ 24/1 30/10 31/10 06/ 07/1
m 0 10 10 0 11 0
WBC 7,7 7,7 7,2 9,57 10,7 12,0 15, 14, 4,8-10,8 (103/µL)
6 2 6 1
Neutrofil 75,5 75, 6,5 6,90 8,72 13, 43,0-65,0 %/2.0-7,5 (%)
% 5% 9 12
76
Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal Pemberian Obat (Oktober-November 2008)
18/ 19/1 20/ 21/1 22/1 23/ 24/1 25/ 26/ 27/ 28/ 29/ 30/ 31/ 01/ 02/ 03/ 04/ 05/ 06/ 07/ 08/
10 0 10 0 0 10 0 10 10 10 10 10 10 10 11 11 11 11 11 11 11 11
Valsartan 1 x √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
160 mg
Adalat oros √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
1x30 mg
HCT 1-0-0 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
CaCO3 3x1 ( √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Asam Folat √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
3x1
SF 2 SF 2x1 √ √ √ √ √ √ √
Amoxicillin √ √ √ √ √ √
cap 3x500 mg
Asam √ √ √ √ √ √ √ √ √
mefenamat
3x500 mg
Viliron 2x1 √ √ √ √ √ √
Kalnex inj 3x1 √ √ √ √ √ √ √ √ √
77
ampul
Ketorolac inj √ √ √ √ √
1x30 mg 1
ampul
Tramadol inj √ √ √ √ √
2x50 mg
Parasetamol √
3x500 mg
Ceftriaxone iv √ √ √ √
1x1 gram
Penilaian
1. Amoksisilin cap 3x500 mg diberikan tepat pada waktu pasien menunjukkan tanda-tanda infeksi. Terapi Amoxicillin cap 3x500 mg berpotensial menimbulkan
efek samping berupa anemia. Namun, penggunaan Amoksisilin cap 3x500 mg pada pasien ini telah diberikan bersama dengan antianemia yaitu asam folat dan
viliron. Frekuensi pemberian amoksisilin berlebihan pada pasien kanker serviks dengan gangguan ginjal. DRP: dosis terlalu tinggi. (Lacy, C.F, Armstrong, L.L,
Goldman, M.P and Lance, L.L, 2006). Terapi amoksisilin telah dihentikan.
2. Ceftriaxone 1x1 gram diberikan pada tanggal 24/10 digunakan untuk profilaksis. Memerlukan terapi antibiotik pada tanggal 30/10 untuk mengatasi infeksi yang
terjadi. DRP: membutuhkan terapi antibiotik
3. Asam mefenamat dikontraindikasikan untuk pasien yang mengalami gagal ginjal. DRP: obat tidak tepat; terapi asam mefenamat telah dihentikan. Ketorolac
dikontraindikasikan pada pasien gagal ginjal. DRP : obat tidak tepat. (Lacy, C.F, Armstrong, L.L, Goldman, M.P and Lance, L.L, 2006). Terapi ketorolac dan
asam mefenamat telah dihentikan.
3. Pemberian Tramadol inj 2x50 mg dan Parasetamol 3x500 mg dapat mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien.
Rekomendasi
1. Berikan terapi ceftriaxone 1x1 gram dan lakukan pemeriksaan ulang tanda-tanda infeksi (WBC, netrofil, suhu tubuh, nadi) pada pasien untuk memantau
perkembangan terapi dan menghentikan terapi jika tanda-tanda infeksi telah kembali menjadi normal.
2. Lanjutkan pemberian Tramadol inj 2x50 mg (dosis dewasa untuk nyeri sedang 50-100 mg tiap 4-6 jam, tidak melebihi 400 mg; (Lacy, C.F, Armstrong, L.L,
Goldman, M.P and Lance, L.L, 2006)) dan monitor respon nyeri dengan melakukan pengukuran skala nyeri pada pasien. hentikan terapi jika pasien sudah tidak
merasakan nyeri.
78
Biobran 2x1 √ √ √ √
Q 10 DS 2x1 √ √ √ √
Movix 3x7,5 mg √ √ √ √
Rl+Morphin+Ketorolac 1 √
ampul
Penilaian
1. Pemberian sopirom tepat pada waktu pasien menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi. Terapi antibiotik ini telah dihentikan kemudian telah dilanjutkan
dengan terapi antibiotik fixiphar oral. Terapi fixiphar oral tepat dosis. Lanjutkan terapi.
2. Kombinasi antara morfin dan ketorolac sesuai dengan penanganan nyeri berat (skala nyeri 8), apabila nyeri berkurang hentikan terapi. Terapi ini telah
dihentikan karena nyeri yang dirasakan pasien telah berkurang kemudian dilanjutkan dengan terapi Movix (Meloxicam) oral 3x7,5 mg. Frekuensi
pemberian Movix oral 3x7,5 mg berlebihan. Dosis Meloxicam 7,5 mg/hari atau bisa ditambah jadi 15 mg/hari, tidak boleh melebihi 15 mg/hari. (Lacy,
C.F, Armstrong, L.L, Goldman, M.P and Lance, L.L, 2006). Analgesik golongan non opioid mempunyai efek yang terbatas yaitu pemberian di atas
dosis terapi tidak akan meningkatkan peredaan nyeri kanker (WHO, 1998). DRP: dosis obat terlalu berlebihan
Rekomendasi
1. Lanjutkan terapi fixiphar. Kemudian lakukan pemeriksaan ulang tanda-tanda infeksi pada pasien untuk memantau perkembangan terapi dan
menghentikan terapi jika tanda-tanda infeksi telah kembali menjadi normal.
2. Lanjutkan terapi Movix 3x7,5 mg dengan mengurangi frekuensi pemberian menjadi 2x7,5 mg, hentikan terapi jika pasien sudah tidak merasakan nyeri.
Monitor respon nyeri dengan melakukan pengukuran skala nyeri. Konsultasikan kepada dokter apakah frekuensi pemberian Movix telah diganti
menjadi 2x7,5 mg.
80
11/11 15/11
WBC 11,60 11,0 4,8-10,8 (103/µL)
Neutrofil 83,9% 92,3% 43,0-65,0 %
Curcuma 3x1 √ √ √ √ √ √ √ √
tablet
Parasetamol √ √
3x500 mg
Sistenol 3x1 √
tablet
Ceftriaxone √ √ √ √ √ √
inj 2x1 gram
Ketorolac 1x √
30 mg (1
ampul)
Tramadol drip √
1 ampul (1x50
mg)
Vitamin BC/C √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
SF 1 tablet
Penilaian
1. Cefotaxim diberikan tepat pada waktu tanda-tanda infeksi pada pasien muncul. Terapi Cefotaxim telah dihentikan dan dilanjutkan dengan terapi
antibiotik Ceftriaxone. Pemberian Ceftriaxone sudah tepat karena diberikan pada waktu tanda-tanda infeksi pada pasien muncul.
2. Ketorolac dikontraindikasikan untuk pasien dengan gangguan ginjal. DRP: obat tidak tepat. Penggunaan obat ini telah dihentikan (Lacy, C.F,
Armstrong, L.L, Goldman, M.P and Lance, L.L, 2006).
3. Parasetamol, Sistenol, Tramadol sudah tepat dosis dapat mengurangi nyeri pada pasien. Penggunaan obat ini telah dihentikan karena pasien merasa
sudah tidak merasakan nyeri.
Rekomendasi
1. Lanjutkan terapi ceftriaxone 2x1 gram. Lakukan pemeriksaan ulang tanda-tanda infeksi seperti WBC, neutrofil, suhu tubuh dan nadi pada pasien
untuk memantau perkembangan terapi dan menghentikan terapi apabila tanda-tanda infeksi kembali menjadi normal.
2. Monitor respon nyeri dengan melakukan pengukuran skala nyeri untuk memantau perkembangan terapi. Jika pasien mengalami rasa nyeri, berikan
terapi analgetik sesuai dengan tingkat skala nyeri yang dirasakan oleh pasien berdasarkan pada tangga analgetik WHO.
82
- Hidronefrosis Bilateral
- Cysitis
Riwayat Penyakit & Keluhan: mual (-), muntah (-), perdarahan (-), saat ini pasien mengeluh susah buang air kecil bila buang air kecil terasa nyeri, nyeri
pinggang, buang air besar lancar
Keadaan keluar Rumah Sakit: Membaik, dijinkan
Obyektif
Pemeriksaan laboratorium Tanggal Pemeriksaan Nilai Normal
28/11
WBC 8,9 4,8-10,8 (103/µL)
Neutrofil 78,4% 43,0-65,0 %
Penilaian
1. Sopirom 2x1 gram diberikan tepat pada waktu tanda-tanda infeksi muncul pada pasien. Lanjutkan terapi
2. Memerlukan terapi analgetik untuk mengatasi nyeri yang dirasakan oleh pasien. DRP: membutuhkan terapi analgetik
Rekomendasi
1. Lanjutkan terapi Sopirom 2x1 gram. Lakukan pemeriksaan ulang terhadap tanda-tanda infeksi seperti WBC, neutrofil, nadi, dan suhu tubuh untuk
memantau perkembangan terapi dan menghentikan terapi antibiotik jika tanda-tanda infeksi telah kembali menjadi normal.
2. Berikan parasetamol 3x500 mg dan monitor respon nyeri pada pasien dengan melakukan pengukuran skala nyeri untuk memantau perkembangan
terapi dan hentikan terapi jika pasien sudah tidak merasakan nyeri.
Riwayat Penyakit & Keluhan : post CA Cervix IIA pro Wertheim, saat ini pasien mengeluh perdarahan kontak, buang air kecil keluar lendir kehitaman, nyeri di
perut bagian bawah seperti ditusuk-tusuk dengan skala nyeri 4, buang air besar lancar, pasien mengalami kecemasan.
Keadaan keluar Rumah Sakit : Membaik, diijinkan
Obyektif
Pemeriksaan Tanggal Pemeriksaan
laboratorium 29/10 08/11 Nilai Normal
Tanda vital 29/10 30/10 31/10 01/11 04/11 05/11 06/11 07/11 08/11 09/11 10/11 Nilai
Normal
Suhu (T) afebris afebris afebris afebris 36,10C 34,50C 36,30C afebris afebris afebris afebris 36oC-
37,4o C
Frekuensi nadi 80 83 68 80 80 80 96 65 80 80 80 50-100
kali/meni
t
Penatalaksanaan
Nama Obat Tanggal Pemberian Obat
29/10 30/10 31/10 01/11 02/11 03/11 04/11 05/1 06/1 07/11 08/11 09/ 10/ 11/ 12/11
1 1 11 11 11
Cisplatin 2x50 √
mg
Asam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Mefenamat
3x500 mg
Vitamin BC/C √ √ √ √
3x1 tablet
SF 2x1 √ √ √ √
SF/BC/C 2x1 √
Diazepam 1x5 √
ml
Cefotaxim iv √ √ √
2x1 gram
Alinamin F iv √ √
2x1 gram
Ketorolac inj √ √
85
3x30 mg
Ciprofloxacin √ √ √
2x500 mg
Viliron 1x1 √ √ √
Penilaian
1. Asam mefenamat 3x500 mg dan Ketorolac inj 3x30 mg dosisnya sudah tepat untuk mengatasi nyeri pada pasien. Namun pemberian kedua obat ini
belum bisa meredakan nyeri yang dirasakan oleh pasien. Pasien merasakan nyeri yang dirasakannya berkurang setelah diberikan terapi Diazepam 1x5
ml.
2. Cefotaxim iv 2x1 gram diberikan sebagai terapi profilaksis. Terapi obat ini kemudian dilanjutkan dengan terapi Ciprofloxacin 2x500 mg tepat dosis,
lanjutkan terapi.
Rekomendasi
1. Monitor respon nyeri dengan melakukan pengukuran skala nyeri untuk apabila pasien mengalami rasa nyeri, berikan terapi analgetik sesuai dengan
tingkat skala nyeri yang dirasakan oleh pasien berdasarkan pada tangga analgetik WHO
2. Lanjutkan terapi ciprofloxacin 2x500 mg, lakukan pemeriksaan ulang tanda-tanda infeksi pada pasien untuk memantau perkembangan terapi dan
menghentikan terapi apabila tanda-tanda infeksi telah kembali normal.
86
28/10 29/10 30/10 31/10 01/11 02/11 03/11 04/11 05/11 06/11 07/11 08/11 09/11 Nilai
Norm
al
Tanda Vital
Suhu (T) afebri afebri afebris afebris afebri 36,40 afebri 360C 37,20 afebri afebris afebri afebris 36oC-
s s s C s C s s 37,4o
C
Frekuensi Nadi 80 88 80 72 64 84 80 88 92 80 88 80 84 50-
100
kali/m
87
enit
Penatalaksanaan
Nama Obat Tanggal Pemberian
28/10 29/10 30/10 31/10 01/11 02/11 03/11 04/11 05/11 06/11 07/11 08/11 09/11 10/11
Asam √ √ √
mefenamat
3x500 mg
Cefotaxim inj √ √ √ √ √
2x1 gram
Ketorolac inj √ √ √ √ √ √ √
3x30 mg
Alinamin F √ √ √ √ √ √ √
2x1 tab
Ciprofloxacin √ √
2x500 mg
Bevisil 1x1 √ √ √ √ √ √
Prenamia 1x1 √ √ √ √ √ √
Diazepam 1x5 √ √
mg inj
Dexametason √ √
inj 1 ampul (5
mg/ml)
Kalnex 1 √ √
ampul
Transamin inj √
1 ampul
Penilaian
1. Asam mefenamat 3x500 mg sudah tepat untuk mengatasi nyeri pada pasien. Pemberian Ketorolac inj 3x30 mg dapat mengurangi nyeri yang dialami
oleh pasien ini.
2. Cefotaxim 2x1 gram diberikan sebagai terapi profilaksis pasca Wertheim. Terapi Cefotaxim 2x1 gram dihentikan kemudian dilanjutkan dengan
Ciprofloxacin 2x500 mg.
88
Rekomendasi
1. Lanjutkan terapi asam mefenamat 3x500 mg. Monitor respon nyeri dengan melakukan pengukuran skala nyeri pada pasien untuk memantau
perkembangan terapi dan menghentikan terapi jika pasien sudah tidak merasakan nyeri.
2. Lanjutkan terapi Ciprofloxacin 2x500 mg kemudian lakukan pemeriksaan ulang terhadap tanda-tanda infeksi pada pasien.
- Hepatitis Infections
- Hipertensi esensial
Riwayat Penyakit & Keluhan : perdarahan dari vagina, adanya flek, nyeri perut kadang bersamaan keluar darah, tangan kanan sakit dan kaku, buang air besar
lancar, buang air kecil lancar, pasien mengalami kecemasan,
Keadaan keluar Rumah Sakit : membaik, diijinkan
Objektif
Pemeriksaan Tanggal Pemeriksaan Nilai Normal
laboratorium 04/10 11/10 13/10
Pemeriksaan
non-
laboratorium
Tanggal Pemeriksaan
Tanda vital 06/10 07/10 09/10 10/1 11/1 12/10 15/1 16/10 17/1 18/10 19/ 20/10 21/1 22/10 23/1 Nilai
0 0 0 0 10 0 0 Norm
al
Suhu (T) afebris 360C afebris afebr afebr 38,40 afebr 39,80 39,80 390C afe 380C afebr Afebri afebr 36oC-
is is C is C C bris iss s is 37,4o
C
Frekuensi Nadi 100 84 - 90 100 100 100 80 84 80 80 88 88 80 80 50-
100
kali/
menit
Penatalaksanaan
Nama Obat Tanggal Pemberian
06/10 07/1 08/1 09/1 10/1 11/1 12/1 13/1 14/1 15/1 16/1 17/1 18/1 19/1 20/ 21/ 22/1 23/1
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10 10 0 0
Radin inj 2x1 √ √ √ √ √ √ √
ampul
Ketorolac inj 2x1 √ √ √
ampul
Curcuma 3x1 √ √ √
Captopril 3x25 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
mg
Captopril 1x35 √ √
mg
HCT 1x1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Cisplatin 70 mg √
Pamol 3x500 mg √ √ √
Cefotaxim inj 2x1 √ √ √ √ √ √ √
gram
90
Sistenol 3x500 √ √ √ √
mg
Adalat oros 1x30 √ √
mg
Penilaian
1. Ketorolac inj 2x1 ampul dosis yang digunakan sudah tepat untuk mengatasi nyeri yang dirasakan oleh pasien. Dosis parasetamol 3x500 mg melebihi
dosis yang diberikan pada pasien yang menderita penyakit hepatitis. DRP: dosis terlalu besar. Terapi pamol 3x500 mg telah diganti dengan sistenol
yang lebih aman untuk pasien kanker serviks dengan komplikasi penyakit hepatitis. Sistenol 3x500 mg diberikan untuk mengatasi demam dan nyeri
yang dialami pada pasien, terapi obat ini tepat diberikan pada pasien kanker serviks komplikasi hepatitis infection. Terapi obat ini telah dihentikan
pada tanggal 21/11 karena pasien sudah tidak mengalami demam dan rasa nyeri.
2. Memerlukan terapi antibiotik untuk mengatasi infeksi pada tanggal 13/10. DRP: membutuhkan terapi antibiotik. Namun cefotaxim telah diberikan
pada tanggal 15 Oktober
Rekomendasi
1. Lanjutkan terapi cefotaxim 2x1 gram. Lakukan pemeriksaan ulang terhadap tanda-tanda infeksi untuk memantau perkembangan terapi.
2. Monitor respon nyeri dengan melakukan pengukuran skala nyeri. Jika pasien mengalami rasa nyeri mulai dari nyeri ringan, sedang sampai berat,
berikan terapi analgetik sesuai dengan hasil pengukuran skala nyeri pada pasien berdasarkan pada tangga analgetik WHO.
91
18/10
WBC 8,5 4,8-10,8 (103/µL)
Netrofil - 43,0-65,0 %
Penilaian
1. Parasetamol 3x500 mg diberikan pada waktu pasien tidak menunjukkan adanya tanda dan gejala demam. DRP: tidak membutuhkan terapi
analgetik. Hentikan terapi parasetamol 3x500 mg
Rekomendasi
1. Hentikan terapi parasetamol 3x500 mg. Monitor tanda vital pada pasien.
Penilaian
1. Pemberian asam mefenamat 3x500 mg sudah tepat untuk mengatasi nyeri yang dirasakan oleh pasien. Pemberian Parasetamol 3x500 mg yang disertai
dengan terapi nonfarmakologis dengan teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien yang ditunjukkan dengan
penurunan skala nyeri menjadi 2. Terapi Parasetamol 3x500 mg telah dihentikan karena pasien sudah tidak merasakan nyeri.
2. Amoksisilin diberikan pada waktu pasien menunjukkan adanya gejala dan tanda infeksi. Penggunaan Amoksisilin pada pasien ini berpotensial
menimbulkan efek samping anemia (Lacy, C.F, Armstrong, L.L, Goldman, M.P and Lance, L.L, 2006). Namun, penggunaan amoksisilin telah
dikombinasi dengan Viliron 2x1. Terapi antibiotik ini telah dihentikan.
Rekomendasi
1. Lakukan monitoring terhadap respon nyeri dengan melakukan pengukuran skala nyeri. Berikan terapi analgetik sesuai dengan tingkat skala nyeri pada
pasien yang berdasarkan pada tangga analgetik berjenjang tiga dari WHO.
Obyektif
Pemeriksaan laboratorium Tanggal pemeriksaan Nilai Normal
21/10
22/10 23/10
Suhu (T) afebris afebris 36oC-37,4o C
Frekuensi Nadi 84 80 50-100 kali/menit
Penatalaksanaan
Nama Obat Tanggal Pemberian
22/10 23/10
Cisplatin 50 mg √
Cefotaxim inj 2x1 gram √
Penilaian
1. Cefotaxim diberikan tepat pada waktu tanda infeksi pasien muncul. Lanjutkan terapi.
2. Memerlukan terapi obat analgetik untuk mengatasi nyeri. DRP: membutuhkan terapi analgetik
Rekomendasi
1. Lanjutkan terapi cefotaxim inj 2x1 gram. Lakukan pemeriksaan ulang terhadap tanda-tanda infeksi untuk memantau perkembangan terapi dan
menghentikan terapi antibiotik jika tanda-tanda infeksi telah kembali menjadi.
2. Berikan terapi parasetamol 3x500 mg untuk mengatasi nyeri pada pasien. Monitor respon nyeri dengan melakukan pengukuran skala nyeri. Hentikan
terapi jika pasien sudah tidak merasakan nyeri. Konsultasikan kepada dokter apakah parasetamol telah diberikan pada pasien.
96
Riwayat Penyakit & Keluhan : pada saat ini pasien mengeluh nyeri pinggang seperti habis dipukul, nyeri pada jaringan intra cervical, buang air besar sakit,
buang air kecil lancar; sistem reproduksi: kotor dan berbau, tidak gatal, tidak merah, tidak ada keluar cairan, pasien mengalami rasa tegang, cemas, sedih, takut,
dan kehilangan harapan.
Keadaan keluar Rumah Sakit: membaik, diijinkan
Obyektif
Pemeriksaan
laboratorium Tanggal Pemeriksaan Nilai normal
13/10 24/10 27/10
WBC 14,0 12,57 15,2 4,8-10,8 (103/µL)
Neutrofil - 10,91 88,5% 43,0-65,0 %/2.0-7,5
(%)
Pemeriksaa Nilai
n Norma
nonlaborat l
orium
Tanggal Pemeriksaan
Tanda vital 21/1 22/1 23/1 24/1 25/1 26/10 27/10 28/1 29/1 30/1 31/1 01/1 02/1 03/1 04/ 05/ 06/ 07/
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 11 11 11 11
Suhu (T) afeb afeb afeb afeb 370 afebri 380C afeb afeb afeb afeb afeb 36,8 afeb afe - afe - 36oC-
0
ris ris ris ris C s ris ris ris ris ris C ris bris bris 37,4o C
Frekuensi 84 84 80 76 76 80 88 80 88 84 92 72 88 82 82 - 82 - 50-100
97
nadi kali/m
enit
Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal Pemberian
21/ 22/1 23/ 24/1 25/ 26/1 27/1 28/1 29/ 30/1 31/ 01/1 02/ 03/1 04/ 05/ 06/ 07/
10 0 10 0 10 0 0 0 10 0 10 1 11 1 11 11 11 11
SF/BC/C 1x1 tablet √
Ketorolac inj 1x30 √ √ √ √ √ √ √ √ √
mg
Radin inj 2x1 ampul √ √ √ √ √ √ √
Parasetamol 1x500 √ √ √
mg
Aspar K 3x1 √
Paxus 80 √
mg+Plastosin 50 mg
Tramadol inj 1x50 √ √ √ √ √ √
mg
Asam Mefenamat √ √
1x500 mg
Asam Traksenamat √
500 mg
Ranitidin √ √
Remopain 1x30 mg √
Kalnex √
Asam Folat √
SF a 3x1 √ √ √ √ √ √ √
Vitamin BC/C 3x1 √ √ √ √ √ √ √
SF a 2x1 √ √ √ √ √ √
SF a 1x1 √ √ √ √
Vitamin BC/C 2x1 √ √ √ √ √ √
Vitamin BC/C 2x1 √ √ √ √
98
Penilaian
1. Pemberian Paracetamol 1x500 mg dan Asam Mefenamat 1x500 mg yang dikombinasi dengan terapi nonfarmakologis teknik distraksi dan relaksasi
belum dapat mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien. Pemberian Ketorolac inj 1x30 mg dan Tramadol 3x50 mg dapat mengurangi nyeri yang
dirasakan oleh pasien. Lanjutkan terapi.
2. Memerlukan terapi antibiotik untuk mengatasi infeksi yang terjadi pada pasien. DRP: membutuhkan terapi antibiotik
Rekomendasi
1. Berikan antibiotik Ceftrixone 2x1 gram. Monitor tanda-tanda infeksi yang terjadi pada pasien untuk mengetahui perkembangan terapi. Konsultasikan
kepada dokter apakah antibiotik telah diberikan. Kemudian, hentikan terapi antibiotik ini, jika tanda-tanda infeksi pada pasien telah kembali menjadi
normal.
2. Lanjutkan terapi tramadol kapsul 3x50 mg dan hentikan terapi jika pasien sudah tidak merasakan nyeri. Monitor respon nyeri dengan melakukan
pengukuran skala nyeri pada pasien.
- ISK
Riwayat Penyakit & Keluhan : pasien CA Cervix std. IIIB datang untuk Brachytherapy Cervix I, pada saat ini pasien merasakan buang air kecil lancar, buang
air besar lancar, nyeri otot/tulang (-), sistem reproduksi: tidak merah, tidak gatal, tidak ada cairan yang keluar; pasien mengalami kecemasan.
Keadaan keluar Rumah Sakit : membaik, diijinkan
99
Obyektif
Pemeriksaan laboratorium Tanggal pemeriksaan Nilai normal
12/12 13/12
WBC 15,3 15,3 4,8-10,8 (103/µL)
Neutrofil 56,4 % 56,40 % 43,0-65,0 %
Penilaian
1. Penggunaan Biogesic 3x1 dan Sistenol 3x1 sudah tepat digunakan untuk mengatasi demam yang terjadi pada pasien.
2. Terapi Comsporin (Sefiksim) tepat diberikan pada waktu tanda-tanda infeksi muncul, pemberian dosis Comsporin (Sefiksim) sudah tepat. Lanjutkan
terapi.
100
Rekomendasi
1. Lanjutkan terapi Comsporin. Lakukan pemeriksaan ulang terhadap tanda-tanda infeksi pada pasien. Hentikan terapi antibiotik jika tanda infeksi telah
kembali menjadi normal.
Riwayat Penyakit & Keluhan: pasien dari rawat UPD ke CA Cervix IIIB, CKD gr II, saat ini pasien mengeluh contact bleeding (+), buang air besar lancar, buang air kecil
terganggu, batuk (+), dahak warna kekuningan (+), sesak napas, sistem reproduksi: tidak merah, tidak gatal, tidak terjadi pengeluaran cairan, pasien mengalami kecemasan.
Pasien mengalami nyeri pada bagian suprabupik-periumbilikus (13/11)
Keadaan keluar Rumah Sakit : belum sembuh, pulang paksa
Obyektif
Pemeriksaa Tanggal Pemeriksaan Nilai
n 03/11 09/11 11/11 14/11 18/11 22/11 26/11 29/11 10/12 15/12 16/12 18/12 normal
laboratoriu
m
WBC 22,4 29,6 13,50 16,07 13,62 18,44 18,44 22,8 31,88 48,65 32,60 34,05 4,8-10,8
(103/µL)
Neutrofil 89,7% - 76,1 - 75,4% 73,5% 73,6% 81,0% 85,5% 90,2% 87,7% 90,2% 43,0-65,0 %
%
n
nonlaborato
rium
Tanda vital 03/11 04/1 05- 13/11 14- 21/ 22- 27/1 28/ 01/1 02/12 03/ 04- 13/1 14/ 15/1 16- 18/ 19/12 Nilai
1 12/ 20/11 11 26/11 1 11 2 12 12/12 2 12 2 17/12 12 norm
1 al
1
Suhu tubuh afebr 37,60 afeb 37,4 afebri 37, afebri 36,50 36, 37,10 360 C 39, Afebri 36,60 38, 38,40 afebri 36, 360 C 36oC-
0
is C r C s 70 C s C 80 C C 90 s C 40 C C s 50 C 37,4o
is C C
3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 0
N 9 1 8 6 7 7 1 9 9 6 1 9 8 - 1 8 8 8 8 8 8 9 8 9 9 8 - 8 8 8 8 9 8 9 8 9 - 8
7 0 4 4 2 2 1 6 6 4 0 6 8 0 6 0 2 6 0 4 6 4 0 6 0 2 0 0 4 0 0 6 0 0 8
0 2 0 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9
N 7 8 7 9 9 1 8 8 8
8 0 0 0 8 0 6 4 4
0
Penatalaksanaan
Ceftriaxone 2x1 gram iv (05/11-24/11, 10/12-15/12, 17/12/2008) Asam folat 3x1 (16/11-03/12/2008)
Lasix 2x1 ampul iv (05/11-02/12/2008) Valsartan 1x80 mg (13,15,1619/11-03/12/2008)
Ceftazidim 1x1 gram iv (25/11-26/11/2008) Vitamin BC/C (05/12-09/12/2008)
Cefotaxim 2x1 gram iv (25/11-03/12/2008) SF a 3x1 (05/12-09/12/2008)
Metronidazole 3x500 mg (10/11-15/11/2008) Difenhidramin inj 1x1 ampul (17/11-18/11)
Allopurinol (10/11-15/11/2008) Pamol 3x500 mg (04,09,27,29/11,06/12)
CaCO3 3x1 (16/11-03/12/2008)
Tramadol 3x1 ampul iv (19/11-24//11, 06/12, 15/12)
102
Penilaian
1. Memerlukan terapi antibiotik untuk mengobati infeksi yang terjadi (03/11). DRP: membutuhkan terapi antibiotik. Antibiotik Ceftriaxone inj 2x1 gram telah
diberikan pada tanggal 05/11/2008.
2. Pemberian Pamol 3x500 mg dan Tramadol 2x1 gram iv dapat mengurangi nyeri yang dialami oleh pasien. Terapi obat ini telah dihentikan pada tanggal 6/12.
Rekomendasi
1. Hentikan terapi antibiotik Ceftriaxone 2x1. Lakukan pemeriksaan ulang terhadap tanda-tanda infeksi pada pasien untuk memantau perkembangan terapi dan lakukan
uji kultur bakteri serta uji sensitivitas antimikroba untuk memastikan jenis bakteri penginfeksi sehingga dapat memastikan terapi antibiotik yang tepat untuk
membasmi bakteri penginfeksi.
Neutrofil - - 43,0-65,0
%
Rekomendasi
1. Berikan terapi nonfarmakologis pada pasien dengan teknik relaksasi dan distraksi. Monitor respon nyeri dengan melakukan pengukuran skala nyeri.
104
Tanda vital 14/10 15/10 16/10 17/10 18/10 19/10 20/10 21/10 Nilai Normal
Suhu (T) 370 C afebris 37,40C afebris afebris afebris 400C afebris 36oC-37,4o C
Frekuensi nadi 100 100 96 88 96 94 120 92 50-100 kali/menit
Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal pemberian
14/10 15/10 16/10 17/10 18/10 19/10 20/10 21/10
Bevizil 1x1 √ √ √ √ √ √ √ √
Prenamia 1x1 √ √ √ √ √ √ √ √
Petidin inj 1x1 √ √ √ √
(5 mg)
Lasix inj 1 √ √
ampul
Invomit iv 3x8 √ √ √ √
105
mg
Ferotam inj 2x1 √ √ √ √
gram
Pantozol 1 ampul √
iv
Novalgin inj 1 √ √ √ √
ampul (500
mg/ml)
Penilaian
1. Memerlukan terapi untuk mengatasi infeksi yang terjadi (14 Oktober 2008). DRP: membutuhkan terapi antibiotik. Terapi antibiotik ini telah
diberikan pada tanggal 17 Oktober 2008. Dosis ferotam 2x1 gram sudah tepat pada pasien dengan infeksi berat.
2. Penggunaan Novalgin 1 ampul (500 mg/ml) tidak cukup untuk menghilangkan nyeri berat pada pasien, sehingga perlu dikombinasi dengan analgetik
opioid. Terapi kombinasi telah diberikan pada tanggal 15 Oktober 2008. Petidin 1x1 tepat diberikan untuk mengatasi nyeri hebat dan dapat mengurangi
nyeri pada pasien. Namun, Petidin 1x1 berpotensial menimbulkan efek samping mual, muntah (Lacy, C.F, Armstrong, L.L, Goldman, M.P and Lance,
L.L, 2006). DRP: efek samping obat. Pemberian Petidin 1x1 telah digunakan bersamaan antimual-antimuntah (Invomit iv 3x8 mg) pada tanggal
17/10.
Rekomendasi
1. Terapi telah dihentikan karena pasien telah meninggal.
106
Penilaian
1. Memerlukan terapi antibiotik untuk mengobati infeksi yang terjadi. DRP: membutuhkan terapi antibiotik
2. Ketorolac inj 3x1 ampul dosisnya sudah tepat untuk mengatasi nyeri yang dirasakan oleh pasien. Morfin Sulfat 3x10 sudah tepat diberikan untuk
meredakan nyeri berat yang dirasakan oleh pasien. Lanjutkan terapi. Hentikan terapi jika pasien sudah tidak merasakan nyeri.
Rekomendasi
1. Berikan terapi ceftriaxone iv 2x1 gram. Lakukan pemeriksaan ulang terhadap tanda-tanda infeksi pada pasien untuk mengetahui perkembangan terapi
antibiotik dan menghentikan terapi jika tanda-tanda infeksi kembali menjadi normal. Konsultasikan kepada dokter apakah antibiotik telah diberikan
2. Lanjutkan terapi Morfin Sulfat 3x10 mg. Hentikan terapi jika pasien sudah tidak merasakan nyeri. Monitor respon nyeri dengan melakukan
pengukuran skala nyeri untuk mengetahui perkembangan terapi.
2. Penggunaan Rolac 1x1 dengan dosis yang sudah tepat untuk mengatasi nyeri yang dirasakan oleh pasien. Frekuensi pemberian Movix 3x7,5 mg
berlebihan; dosis Meloxicam 7,5 mg/hari atau bisa ditambah jadi 15 mg/hari, tidak boleh melebihi 15 mg/hari. (Lacy, C.F, Armstrong, L.L, Goldman,
M.P and Lance, L.L, 2006). Analgesik golongan non opioid mempunyai efek yang terbatas yaitu pemberian di atas dosis terapi tidak akan
meningkatkan peredaan nyeri kanker (WHO, 1998).. DRP: dosis terlalu berlebihan
109
Rekomendasi
1. Lanjutkan penggunaan Lanfix 2x200 mg. Lakukan pemeriksaan ulang tanda-tanda infeksi pada pasien untuk mengetahui perkembangan terapi.
Hentikan terapi antibiotik ini jika tanda-tanda infeksi telah kembali menjadi normal
2. Lanjutkan terapi Movix dengan mengurangi frekuensi pemberian menjadi 2x7,5 mg. Monitor respon nyeri dengan melakukan pengukuran skala nyeri.
Hentikan terapi jika pasien sudah tidak merasakan nyeri.
kali/menit
Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal pemberian
23/12 24/12 25/12 26/12 27/12 28/12 29/12
Cefotaxim inj 2x1 √ √ √ √
gram
Narfoz inj 1x8 mg √ √ √ √
Carboplatin √
5 Fu √
Dexamethason √
Penilaian
Memerlukan terapi antibiotik untuk mengobati infeksi yang terjadi (23/12). DRP: membutuhkan terapi antibiotik. Cefotaxim 2x1 gram telah diberikan pada
tanggal 25/12. Hentikan penggunaan antibiotik jika tanda-tanda infeksi telah kembali menjadi normal.
Rekomendasi
Lanjutkan terapi Cefotaxim 2x1 gram dan lakukan pemeriksaan laboratorium ulang kadar WBC, netrofil pada pasien untuk memantau perkembangan terapi
dan menghentikan terapi jika tanda-tanda infeksi telah hilang
111
Pemeriksaan
nonlaboratorium Tanggal pemeriksaan
Tanda vital 10/11 12/11 20/11 Nilai normal
Suhu tubuh 36oC 38,5oC 36,8oC 36oC-37,4o C
Frekuensi nadi 68 - 82 50-100
kali/menit
Penatalaksanaan
Nama obat Tanggal pemberian
10/11 11/11 12/11 13/11 14/11 15/11 16/11 17/11 18/11 19/11 20/11
Asam √ √
mefenamat
3x500 mg
Pamol 3x500 mg √ √ √
Bevisil 1x1 √ √ √
Prenamia 1x1 √ √ √
Vomceron inj 8 √
mg iv
112
Cisplatin 70 mg √
dalam NaCl 500
ml
New diatab √
SF/BC/C 2x1 √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Penilaian
Penggunaan Asam mefenamat 3x500 mg dan Pamol 3x500 mg tepat diberikan pada waktu pasien pasien mengalami demam. Pemberian kedua obat ini telah
dihentikan karena suhu tubuh pasien sudah kembali menjadi normal.
Rekomendasi
1. Monitor tanda vital pada pasien.
BIOGRAFI PENULIS
27 November 1988
Riwayat Pendidikan: