Anda di halaman 1dari 95

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penampilan cantik dengan kulit yang tampak sehat adalah cita-cita alami

setiap wanita, oleh karena itu berbagai usaha dilakukan untuk mendapatkan kulit

yang sehat dan kencang. Kesadaran yang meningkat akan kesehatan kulit ini tidak

hanya terpusat pada wajah secara keseluruhan, namun juga pada bagian kecil dari

wajah, seperti dagu, bibir, hidung, maupun mata. Kekhawatiran utama di sekitar

area mata adalah hiperpigmentasi periorbital, pembengkakan, dan garis serta

kerutan. Berbagai cara telah dilakukan untuk mengatasi berbagai gangguan

estetika di sekitar mata, seperti penggunaan under-eye cream. Under-eye cream

yang banyak beredar di pasaran biasanya mengandung berbagai senyawa kimia

maupun bahan herbal (Vyas, Patel and Shah, 2015)

Potensi kekayaan tumbuhan obat tradisional di indonesia menjadi kelebihan

yang dimiliki bangsa Indonesia untuk penyediaan bahan baku herbal untuk

mengatasi masalah penuaan di area sekitar mata. Masing-masing kelompok etnis

menyimpan kekayaan pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan berbagai jenis

tumbuhan obat untuk berbagai keperluan manusia. Sebagian besar dari tumbuhan

obat tersebut masih merupakan tumbuhan liar di hutan yang belum dimanfaatkan

secara optimal. Pemanfaatan terhadap potensi tumbuhan obat atau bahan obat dari

1
2

setiap daerah di Indonesia dapat menjadi langkah awal dalam mendukung

pengembangan potensi sumber daya alam (SDA) Indonesia secara lebih

menyeluruh (Menkes, 2013).

Salah satu tanaman Indonesia yang dapat di manfaatkan untuk mengatasi

masalah penuaan di area sekitar mata adalah taya. Tanaman taya atau dalam

bahasa latinnya Nauclea subdita merupakan tanaman yang sering di temukan di

pulau Kalimantan. Penduduk lokal sering memanfaatkan kulit batang taya untuk

dijadikan bedak dingin untuk mendapatkan khasiat mencerahkan kulit (Asmiyarti

and Wibowo, 2014). Hal ini diduga karena adanya kandungan flavonoid,

polifenol, steroid dan alkohol sebagaimana yang dilaporkan oleh Asmiyarti&

Wibowo (2014), tentang kandugan ekstrak metanol daun tanaman taya. Hasil

penelitian tentang kandungan kulit batang tanaman taya juga diketahui bahwakulit

batang taya mengandung alkaloid, terpenoid, flavonoid, saponin, dan fitosterol

(Jamaluddin et al., 2012). Selain adanya kandungan yang diduga dapat

mencerahkan kulit, pada penelitian sebelumnya, ekstrak kulit batang taya

memiliki aktivitas antioksidan yang kuat (<50 µg/mL) dan mampu menghambat

aktivitas enzim tirosinase (Charissa, Djajadisastra and Elya, 2017). Oleh karena

itu kulit batang taya di mungkinkan untuk di formulasikan dalam sediaan

kosmetik under-eye cream.

Kulit batang taya dimungkinkan untuk bisa diformulasikan dalam sediaan

kosmetik under-eye cream, karena memiliki aktivitas antioksidan yang kuat. Eye

cream adalah krim mata dirancang untuk mengurangi kekeringan dan

menghaluskan tampilan kerutan di area mata, meningkatkan penampilan


3

elastisitas, dan mengurangi tampilan lingkaran hitam dibawah mata (Lees, 2012).

Bentuk krim lebih mudah diterima oleh pasien karena kemudahan dalam

penggunaan, daya sebar tinggi, baik ke dalam kulit, mudah di cuci dibandingkan

salep. Krim merupakan suatu emulsi campuran dua fase yaitu fase minyak dan

fase air. Fase minyak terdiri dari ikatan rangkap yang tidak jenuh, ikatan rangkap

sendiri memiliki sifat yang mudah teroksidasi. Fase air terdapat logam dimana

logam sendiri dapat mengkatalis proses terjadinya oksidasi. Pada kulit kering

dengan tipe air dalam minyak (O/W) lebih sering digunakan untuk terapi

dermatologis (Agoes, 2012). Basis krim dapat memberikan efek terkait

penghantaran obat yaitu efek lokal menggunakan tipe O/W.

Kendala yang ditemui dalam pengembangan formula adalah menghasilkan

sediaan yang mudah diterima, dengan karakteristik yang memenuhi persyaratan

mutu, dan stabil selama waktu penyimpanan. Stabilitas suatu zat merupakan hal

yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi sediaan farmasi. Hal ini

penting mengingat suatu sediaan biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar

dan memerlukan waktu yang cukup panjang untuk sampai ketangan konsumen.

Oleh karena itu sediaan under-eye cream dari infusa kulit batang taya tersebut

juga perlu diuji kestabilannya terhadap karakter sediaaan sesuai prosedur yang

telah ditentukan. Sediaan krim yang stabil yaitu sediaan yang masih berada dalam

batas yang dapat diterima selama masa periode penyimpanan dan penggunaan,

yaitu sifat dan karakteristiknya tetap sama dengan yang dimilikinya pada saat

dibuat.
4

Banyak faktor yang mempengaruhi karakteristik suatu sediaan. Perbedaan

cairan pengekstraksi, konsentrasi infusa diduga mempengaruhi kestabilan fisik

dari setiap formulasi krim yang dibuat. Selain itu perbedaan bahan pengemulsi,

jenis pelembab, dapar, dan preservatif juga berpengaruh terhadap karakter dan

stabilitas.

Oleh karena itu dalam rangka mengembangkan infusa kulit batang taya

menjadi sediaan under-eye cream, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk

memformulasi dan menguji stabilitas sediaan emulsi under-eye cream yang

mengandung infusa kulit batang taya (Nauclea Subdita). Parameter yang diuji

adalah karakterisitik fisik yang meliputi organoleptis (bentuk krim, warna, bau),

homogenitas fisik, nilai pH, viskositas, sifat alir, daya sebar, tipe krim, dan ukuran

droplet (Djajadisastra, 2004). Pengujian stabilitas dilakukan selama penyimpanan

dua bulan, yang akan diamati setiap minggu. Data akan dianalisis secara deskriptif

untuk parameter organoleptis dan secara statistik untuk parameter lain.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah ada pengaruh konsentrasi infusa terhadap karakter dan stabilitas

under-eye cream yang mengandung kulit batang taya (Nauclea subdita)

dengan konsentrasi 5%, 10%, 15% pada penyimpanan selama 60 hari?

2. Apakah under-eye cream dari infusa kulit batang taya (Nauclea subdita)

memiliki karakteristik dan stabilitas fisikokimia yang sesuai dengan

spesifikasi yang sudah di tetapkan?


5

1.3 Hipotesis

1. Konsentrasi infusakulit batang taya berpengaruh terhadap karakter dan

stabilitas under-eye cream yang mengandungkulit batang taya.

2. Under-eye cream dari infusa kulit batang taya (Nauclea subdita) memiliki

karakteristik dan stabilitas fisikokimia yang sesuai dengan spesifikasi yang

sudah ditetapkan.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mendapatkan formula under-eye cream yang tepat untuk infusa

kulit batang taya (Nauclea subdita).

2. Untuk mengetahui karakteristik dan stabilitas fisika under-eye cream yang

mengandung infusa kulit batang taya (Nauclea subdita) sudah sesuai

dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan: penelitian ini diharapkan dapat

memberikan informasi terkait formulasi dan stabilitas fisik dari infusa

kulit batang taya (Nauclea subdita) dalam sediaan under-eye cream

mengenai manfaat kulit batang taya untuk mencegah kerutan di sekitar

mata.
6

2. Bagi Peneliti: penelitian ini diharapkan dapat memberikan dapat

menambah wawasan peneliti terkait formulasi dan stabilitas fisik infusa

kulit batang taya (Nauclea subdita) sebagai under-eye cream sehingga

dapat digunakan sebagai pengembangan pencegahan kerutan di sekitar

mata bagi masyarakat.

3. Bagi Masyarakat: memberikan informasi kepada masyarakat terkait

manfaat kulit batang taya (Nauclea subdita) yang bisa di manfaatkan

sebagai bahan kosmetik under-eye cream yang dapat mencegah kerutan di

sekitar mata.
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit dan Area Seputar Mata

2.1.1 Definisi Kulit

Kulit merupakan selimut yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki

fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai pengaruh buruk yang datang dari

luar baik dari pengaruh fisik maupun kimia. Kulit merupakan pertahanan pertama

dari berbagai ancaman yang datang dari luar seperti kuman, virus, dan bakteri.

Fungsi pelindung kulit dilakukan melalui mekanisme biologis seperti proses

pembentukan lapisan tanduk secara berulang, pembentukan pigmen melanin,

produksi sebum, dan melakukan thermoregulasi (Maharani, 2015). Kulit

merupakan bagian paling luar dari tubuh dan merupakan organ yang terluas yaitu

sekitar 2 m2 dengan berat 16% dari berat badan. Kulit memiliki kelenjar keringat

dan pigmen. Kelenjar keringat dapat mengekskresi zat-zat yang tidak berguna

untuk tubuh melalui pori-pori kulit. Pigmen dapat menyebabkan warna kulit

bervariasi. Kulit adalah lapisan-lapisan jaringan yang terdapat di seluruh bagian

permukaan tubuh (Maharani, 2015). Kulit merupakan bagian tubuh yang paling

kelihatan, kulit menjadi sumber kecantikan dan daya pikat seseorang. Kulit dari

setiap individu bervariasi elastisitas dan sensitifitasnya, tergantung pada umur,

jenis kelamin, ras, iklim, dan lokasi tubuh (Kustanti, 2008). Mengingat fungsi
8

kulit yang sangat penting selayaknya kulit selalu dijaga dan di pelihara

kebersihanya.

2.1.2 Anatomi Kulit

Kulit manusia terdiri dari tiga lapisan yaitu: lapisan epidermis, lapisan

dermis dan lapisan subkutis. Ketiga lapisan kulit tersebut mempunyai karakteristik

dan fungsi berbeda (Maharani, 2015).

Gambar 2.1 Struktur Kulit dan Mekanisme Aging (Bosch et al., 2015)

1. Lapisan Epidermis

Lapisan epidermis merupakan lapisan terluar dari kulit. Epidermis memiliki

tebal 75-150 nm untuk kulit tipis (paling tipis berada di kelopak mata) dan 400-

600 nm untuk kulit tebal (di tangan dan kaki) (Maharani, 2015). Lapisan
9

epidermis terdiri atas lapisan tanduk, lapisan malpighi, dan lapisan lusidum.

Lapisan malpighi terdiri atas startum spinosum, dan startum germinatum. Startum

korneum adalah lapisan kulit paling luar terdiri atas beberapa lapisan sel-sel

gepeng yang mati, tak berinti, dan protoplasmanya berubah menjadi keratin.

Startum lucidum terletak di bawah startum korneum. Startum lucidum adalah

lapisan gepeng tanpa inti protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut

eleidin. Startum granulosum adalah lapisan sel gepeng dengan sitoplasma berbutir

kasar dan terdapat inti diantaranya. Startum spinosum merupakan lapisan yang

berfungsi untuk menahan gesekan dari luar. Startum spinosum terdiri atas

beberapa lapis sel yang berbentuk polygonal yang bentuknya berbeda-beda.

Startum germinatum adalah sel-sel yang memiliki bentuk kubus yang tersusun

vertikal pada perbatasan dermoepidermal berbasis seperti pagar atau palisade.

Lapisan epidermis adalah lapisan kulit yang banyak diaplikasikan kosmetik.

Lapisan epidermis menjadi tujuan utama penampilan karena kulit terutama lapisan

tanduk bersifat impermeable, maka dari itu tidak semua senyawa mampu

menembus lapisan tanduk (Tranggono, 2007).

2.Lapisan dermis

Lapisan dermis merupakan lapisan yang berada di bawah lapisan epidermis,

dan lebih tebal dari lapisan epidermis. Lapisan dermis terdiri atas lapisan elastis

dan fibrosan sehingga dapat membuat kulit yang dikerutkan kembali kebentuknya

semula.
10

Lapisan dermis di dalamnya terdapat pembuluh darah, akar rambut, ujung

saraf, kelenjar keringat. Lapisan dermis memiliki fungsi sebagai alat ekskresi,

organ penerima rangsangan, pelindunng terhadap kerusakan fisik, dan pengaturan

suhu tubuh (Maharani, 2015).

3. Lapisan Hipodermis

Lapisan hipodermis adalah lapisan yang terdiri atas jaringan ikatan longgar

yang disebut hipodermis atau subkutan yang di dalamnya berisi sel-sel lemak.

Lapisan hipodermis berada di bawah lapisan dermis. Lapisan hipodermis terdapat

pembuluh darah, jaringan saraf, dan limfe. Lapisan hipodermis memiliki fungsi

melindungi dari benturan fisik dan mengatur panas tubuh (Maharani, 2015).

2.1.3 Fungsi Kulit

1. Fungsi Kulit sebagai pelindung

Kulit sebagai pelindung jaringan di dalamnya dari gangguan fisik dan kimia

yang dapat menyebabkan iritasi dan radiasi. Startum korneum berfungsi sebagai

pelindung jaringan di dalamnya dari gangguan eksternal seperti luka dan serangan

kuman. Lapisan tipis lemak mengakibatkan kulit tahan terhadap air. Lipid

berfungsi untuk mencegah terjadinya evaporasi dan dehidrasi permukaan kulit,

dan dapat mencegah masuknya air dari luar tubuh. Sebum memiliki fungsi untuk

mencegah kekeringan pada kulit dan rambut serta dapat berfungsi membunuh

bakteri yang berada di kulit (Syaiffuddin, 2016).


11

2. Fungsi Kulit Sebagai Absorpsi

Kulit manusia kemampuan absorpsinya di pengaruhi oleh ketebalan kulit,

metabolisme kulit, hidrasi kulit, dan kelembaban kulit. Kulit memiliki sifat

permeabel terhadap O2 , CO2, dan H2O (Maharani, 2015). Kulit melakukan

absorpsi lebih banyak berlangsung di celah antar sel-sel epidermis daripada

melalui saluran kelenjar (Syaiffuddin, 2016). Kulit mengabsorpsi zat-zat kedalam

tubuh melalui epidermis, dan kelenjar sebasea. Kulit lebih mudah mengabsorpsi

bahan yang larut dalam lemak daripada bahan yang larut dalam air dikarenakan

adanya barrier pada lapisan horny (Tranggono, 2007).

3.Fungsi Kulit Sebagai Ekskresi

Kulit mengekskresi keringat yang mengandung urea, amonia, dan NACL

(garam). Kulit dapat mengeluarkan keringat sebanyak 1 liter keringat setiap hari

yang dikeluarkan melalui pori-pori kulit (Syaiffuddin, 2016).

4.Fungsi Kulit Sebagai Pengatur Suhu Tubuh

Kulit memiliki fungsi sebagai thermoregulasi dimana suhu normal tubuh adalah

36,6-37,2ºC. Kulit melakukan fungsi thermoregulasi dengan mekanisme

vasokontriksi dan vasodilatasi oleh syaraf otonom. Pada saat suhu tubuh tinggi

maka akan terjadi vasodilatasi sehingga panas yang berada di dalam tubuh akan

terbawa keluar. Pada saat tubuh merasa dingin maka akan terjadi sebaliknya yaitu

vasokontriksi sehingga mengurangi pengeluaran panas dalam tubuh (Syaiffuddin,

2016).
12

5.Fungsi Kulit sebagai indera peraba

Kulit memiliki ujung-ujung syaraf sensorik di dermis dan subkutis yang

memiliki fungsi sebagai penerima rangsangan dari luar seperti panas, dingin,

nyeri, sentuhan, dan tekanan. Kulit sebagai indera peraba dilengkapi dengan

berbagai reseptor yang terdiri atas reseptor panas, reseptor rasa sakit, reseptor

tekanan. Reseptor panas dan sentuhan terdapat pada lapisan epidermis, reseptor

rasa sakit berada di ujung menjorok ke daerah epidermis, dan reseptor tekanan

berada di ujung menjorok ke daerah dermis (Widia, 2015).

6.Fungsi Kulit Sebagai Pembentukan Pigmen

Kulit menghasilkan pigmen melalui sel pembentukan pigmen yaitu melanosit.

Melanosit terletak pada lapisan basal. Pigmen memiliki fungsi untuk melindungi

kulit dari sinar UV berlebih (Syaiffuddin, 2016).

7.Fungsi Kulit Sebagai Pembentukan Vitamin D

Kulit sangat sering terpapar sinar matahari, sehingga proses pembentukan

vitamin D berlangsung sangat mudah. Kulit yang terpapar sinar ultraviolet dari

matahari mengaktivasi prekusor dihidroksi kolesterol. Prekusor yang sudah

teraktivasi akan dilakukan modifikasi dengan enzim yang bersal dari ginjal dan

hati untuk menghasilkan vitamin D yang aktif (Maharani, 2015).

2.1.4 Kulit Wajah dan area sekitar mata

Kulit wajah yang tampak cantik, segar dan sehat merupakan cita-cita alami

setiap wanita. Kesehatan terhadap kulit wajah tidak hanya terpusat pada wajah
13

secara keseluruhan, namun juga pada bagian kecil dari wajah, seperti bibir,

hidung, dagu, maupun area sekitar mata. Kulit wajah merupakan organ yang

sangat sensitif terhadap rangsangan dan perlakuan. Kulit wajah yang dimiliki

setiap individu berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh kadar air dan produksi

minyak di dalam kulit, kecepatan dalam pergantian sel-sel lapisan tanduk, dan

faktor lingkungan individu (Sukmawati; Arisanti, 2014).

Kulit wajah memiliki lebih banyak pembuluh darah. Pembuluh darah di

wajah berbeda dengan bagian tubuh lainya, pembuluh darah di wajah lebih

sensitif terhadap pengaruh emosi. pH kulit wajah relatif asam, berkisar 4,0-5,5

(Harry, 2013).

Kulit di sekitar mata biasanya lebih kering dan sensitive daripada area kulit

lainya. Kosmetika yang digunakan di sekitar area mata seperti krim mata,

eyeshadow, eyeliner, mascara, eye makeup remover sedapat mungkin tidak

menyebabkan iritasi. Eye cream di rancang untuk area ini umumnya lebih tinggi

emolien dan lebih rendah humektan serta tidak mengandung pewarna dan parfum

atau butiran kristal karena area ini sangat tipis dan sensitive (Colvan, Fleck and

Vega, 2019).

2.1.5 Penetrasi Obat Melalui Kulit

Pengobatan penyakit kulit bisa menggunakan terapi secara topikal. Terapi

topikal sangat mempertimbangkan beberapa faktor seperti area tubuh yang di

terapi, keadaan kulit, konsentrasi obat, absorpsi perkutan, pemilihan basis obat,

dan durasi penggunaan agar dapat memaksimalkan efikasi dan efek samping
14

diminimalkan. Obat yang digunakan secara topikal akan mengalami penetrasi

melalui startum korneum, epidermis, papilla dermis, dan kedalam vaskuler. Obat

topikal dapat berpenetrasi melalu startum korneum dapat karena adanya proses

difusi melalui dua mekanisme yaitu :

1. Absorbsi Transpidermal

Absorbsi transpidermal merupakan jalur difusi melalui startum korneum

yang dapat terjadi melalui dua jalur yakni transeluler dan paraseluler. Jalur

transeluler merupakan jalur difusi yang melalui protein dalam sel serta

melewati daerah kaya akan lipid atau bersifat lipofil. Jalur paraseluler

merupakan jalur difusi yang melalui ruang antar sel. Absorbsi transpidermal

melalui beberapa tahap yang pertama obat melalui lapisan permukaan dari

stratum korneum melalui ruang antar sel pada lapisan lipid di sekeliling sel

korneosit, berdifusi viable epidermis, dan terakhir melalui papilla dermis

kemudian molekul mencapai mikrosirkulasi darah (Tranggono, 2007).

2. Absorbsi Transfolikular

Absorbsi Transfolikular merupakan jalur masuknya obat melalui kelenjar

keringat, folikel rambut, dan pori-pori, sehingga obat memungkinkan dapat

berpenetrasi. Absorbsi transfolikular melalui berapa tahap yaitu obat masuk

kedalam folikel rambut yang selanjutnya berdifusi melalui celah folikel

rambut dan kelenjar sebasea dan selanjutnya berdifusi menembus epitel folikel

hingga mencapai epidermis. Penetrasi obat melalui jalur transepidermal lebih

baik daripada jalur transfolikular (Tranggono, 2007).


15

2.2 Tanaman Taya (Nauclea subdita)

Gambar 2.2 Batang Tanaman Taya (Nauclea subdita)


(Jamaluddin et al., 2012)

Gambar 2.3 Daun Tanaman Taya (Nauclea subdita)

(Jamaluddin et al., 2012)


16

2.2.1 Karakteristik Tanaman Taya (Nauclea subdita)

Nauclea subdita merupakan tumbuhan yang tergolong familia Rubiaceae

yang memiliki banyak spesies. Nauclea subdita termasuk ke dalam suku

Naucleeae dan termasuk ke sub family cinchonoideae serta masuk genus Nauclea.

Nauclea subdita merupakan tumbuhan yang mempunyai pembuluh angkut dan

mempunyai bagian-bagian tumbuhan yang terdiri dari akar, batang, dan daun

sejati sehingga masuk dalam divisi tracheophyta. Nauclea Subdita memiliki

bentuk daun bulat telur dan daunya berwarna hijau sehingga tergolong kingdom

plantae karena mengandung klorofil di dalam daunya dan memiliki pembuluh.

Nauclea Subdita memiliki kulit batang yang halus hingga pecah dan retak,

terkadang kulitnya bersisik atau coklat keabuan. Bagian dalam kulitnya berwarna

kuning hingga coklat pucat atau kemerahan atau merah muda dan terdapat lapisan

ungu kemerahan dan terdapat lapisan berwarna ungu kemerahan. Nauclea Subdita

memiliki tinggi 25 meter dan lingkaran batang 60 cm. Sapwood Nauclea Subdita

berwarna kuning. karena mengandung klorofil di dalam daunya. Ranting Nauclea

Subdita yang sudah kering berwarna putih sampai coklat pucat. Nauclea Subdita

menyebar di seluruh Malaysia, ditempat yang berawa, di dataran rendah hingga

hutan perbukitan dan juga sering tumbuh di sepanjang aliran sungai (Liew et al.,

2014).

2.2.2 Senyawa dan Manfaat Kulit Batang Taya (Nauclea Subdita)

Kulit batang taya secara empiris dimanfaatkan oleh wanita suku Dayak

untuk merawat kecantikan kulitnya. Wanita suku Dayak memanfaatkan kulit

batang taya agar membuat kulit terlihat putih, bersih, dan awet muda. Kulit batang
17

tanaman taya memimiliki kadungan senyawa seperti alkaloid, flavonoid, steroid,

dan polifenol (Asmiyarti and Wibowo, 2014). Ekstrak etanol kulit batang tanaman

taya juga memiliki aktivitas untuk menghambat enzim tirosinase. Enzim tirosinase

berperan penting pada jalur sintesis melanin, jadi dengan menghambat enzim

tirosinase maka dapat menghambat proses depigmentasi pada kulit. Menurut

pengujian yang pernah dilakukan IC50 ekstrak etanol kulit batang tanaman taya

yang di bandingkan dengan asam kojat diperoleh nilai IC50 sebesar 15,69 µg/ml

dengan L-tyrosinase dan 31,38 µg/ml dengan L-DOPA. Ekstrak etanol kulit

batang memiliki nilai IC50 yang lebih besaar dari asam kojat (Charissa,

Djajadisastra and Elya, 2017).

Fraksi etil asetat kulit batang tanaman taya berpotensi sebagai tabir surya.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, fraksi etil asetat kulit batang

tanaman taya dengan konsentrasi 150 dan 200 ppm memiliki proteksi maksimal

karena memiliki nilai SPF 10 dan 11 sedangkan fraksi etil asetat kulit batang

tanaman taya dengan konsentrasi 250 ppm, 300 ppm, 350 ppm memiliki proteksi

ultra karena memiliki nilai SPF 18, 21, dan 24. Kemampuan proteksi ini

berdasarkan nilai SPF menurut FDA (Jamaluddin et al., 2012).

2.3 Tinjauan Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang dapat meredam atau mencegah dampak

negatif dari oksidan dalam tubuh. Antioksidan merupakan senyawa pemberi

elektron yang bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada zat atau
18

senyawa yang bersifat oksidan sehingga mengakibatkan aktivitas senyawa

oksidasi tersebut dapat dihambat. Keseimbangan dari oksidan dan antioksidan

sangat penting berkaitan dengan fungsi imunitas tubuh. Produksi antioksidan di

dalam tubuh secara alami untuk mengimbangi radikal bebas. Antioksidan

kemudian berperan sebagai system pertahanan terhadap radikal bebas. Namun

peningkatan produksi radikal bebas yang terbentuk dari faktor stress, radiasi UV,

dan polusi udara mengakibatkan sistem pertahanan tubuh kurang memadai

sehingga perlu tambahan antioksidan dari luar. Fungsi utama antioksidan adalah

memperkecil terjadinya proses oksidasi lemak dan protein (Winarsi, 2007).

Mekanisme pertahanan antioksidan pada kulit bisadipengaruhi oleh ROS,

ketika mekanisme pertahanan tidak seimbang, stres, oksidatif dapat merusak

membran sel, protein, karbohidrat, dan asam nukleat yang memicu oksidasi.

Pembentukan radikal bebas adalah mekanisme penting yang diterima secara luas

yang menyebabkan penuaan kulit. Radikal bebas memiliki molekul reaktif sangat

tinggi dengan elektron tidak berpasangan yang dapat secara langsung merusak

berbagai struktur membran seluler, lipid, protein, dan DNA. Efek merusak dari

senyawa oksigen reaktif ini diinduksi secara internal selama metabolisme normal

dan eksternal melalui berbagai tekanan oksidatif. Produksi radikal bebas

meningkat seiring bertambahnya usia sementara mekanisme pertahanan endogen

yang menghambatnya menurun. Ketidakseimbangan ini mengarah pada kerusakan

progresif struktur seluler sehingga menghasilkan penuaan yang dipercepat.

Antioksidan adalah zat yang bisa memberi perlindungan endogen dan tekanan
19

oksidatif eksogen dengan menangkap radikal bebas (Haerani, Chaerunisa and

Subarnas, 2018).

Banyak tanaman yang berkhasiat sebagai antioksidan yaitu tanaman yang

mengandung karotenoid, polifenol, dan terutama flavonoid. Tanaman yang

mengandung karotenoid, polifenol, dan flavonoid banyak diformulasikan sebagai

antioksidan alami yang dapat dibuat dalam bentuk sediaan oral sebagai vitamin

dan topikal sebagai produk perawatan kulit. Ekstrak tumbuhan dengan antioksidan

membangkitkan minat yang besar dalam bidang fitokosmetik seperti menyajikan

molekul yang dapat menonaktifkan ROS memulihkan kulit homeostasis sehingga

mencegah eritema dan penuaan dini pada kulit (Haerani, Chaerunisa and

Subarnas, 2018).

Kulit batang taya (Nauclea Subdita) memiliki aktivitas antioksidan yang

sangat kuat, ini di buktikan dari penelitian yang dilakukan oleh Meiliana Charissa

yaitu mendapatkan hasil nilai IC50 48,78 µg/mL yang memiliki IC50 kurang dari

50 µg/mL sehingga dapat dikategorikan sebagai antioksidan yang sangat kuat.

2.4 Tinjauan Tentang Flavonoid

Flavonoid memiliki aktivitas antioksidan dan sifat antiradikal. Flavonoid

memiliki aktivitas antioksidan karena flavonoid dapat menyumbangkan hidrogen.

Sifat antioksidan flavonoid dapat dikaitkan dengan aktivitasnya sebagai antialergi,

antiinflamasi, antikanker, dan antidiabetes. Flavonoid memiliki sifat antiradikal


20

terutama terhadap anion superoksida, alkosil, radikal hidroksil, radikal peroksil

(Yulia, 2016). Flavonoid dapat menghambat enzim glutation, dan monooksidase

mikrosomal yang merupakan enzim yang terlibat dalam terbentuknya ROS.

Contoh dari flavonoid seperti flavon, isoflavon, flavonon, flavonol, dan

antosianidin (Kumar, S., & Pandey, 2013).

Flavonoid di kulit batang taya adalah kuersetin. Kuersetin adalah senyawa

flavonol terbesar, kuersetin dan glikosidanya berada dalam jumlah sekitar 60-75%

dari flavonoid. Kuersetin merupakan flavonoid kuat yang sering dimanfaatkan

untuk melindungi tubuh dari reactive oxygen species (ROS). Kuersetin dapat

mengikat reactive oxygen species (ROS) dengan mengikat radikal bebas.

Mekanisme kerja kuersetin sebagai antioksidan adalah dengan memotong reaksi

oksidasi berantai radikal bebas (Tomayahu and Abidin, 2016). Kadar flavonoid

total yang diperoleh dari ekstrak kulit batang taya yaitu sebesar 1,83%. Hasil uji

antioksidan ekstrak kulit batang taya memiliki nilai IC50 48,78 µg/mL tergolong

dalam antioksidan kuat karena IC50 kurang dari 50 µg/mL namun jika

dibandingkan dengan kuersetin murni memiliki IC50 10,12 µg/mL sehingga lebih

baik kuersetin murni. Hal ini karena ekstrak bukan merupakan senyawa murni

seperti kuersetin (Charissa, Djajadisastra and Elya, 2017).


21

2.5 Tinjauan Ekstraksi

2.5.1 Definisi Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan atau penarikan zat aktif yang dapat

pelarut air atau cairan penyari. Ekstrak merupakan sediaan pekat yang didapatkan

dengan mengekstraksi zat aktif atau simplisiaa hewani atau nabati menggunakan

pelarut yang sesuai, kemudian semua pelarut diuapkan dan massa serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang ditetapkan

(Depkes RI, 1995).

2.5.2 Proses Ekstraksi

Proses ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua fase yaitu:

1. Fase Pembilasan

Fase pembilasan dimana simplisiaa yang sudah pecah pada proses

penghancuran dibilas dengan pelarut atau cairan pengekstraksi mengakibatkan

komponen sel yang terdapat di dalamnya lebih mudah untuk melarut dalam

cairan penyari. Pada fase pembilasan sebagian bahan aktif telah berpindah

kedalam bahan pelarut ( Voight 1995).

2. Fase Ekstraksi
22

Fase ekstraksi merupakan lanjutan dari fase pembilasan. Pelarut yang

digunakan dalam fase ekstraksi harus dapat masuk ke dalam sel, sehingga

komponen yang terdapat di dalam sel keluar.

2.5.3 Jenis-Jenis Ekstraksi

1. Maserasi

Maserasi merupakan metode ekstraksi cara dingin dimana selama proses

ekstraksi tidak dilakukan pemanasan. Maserasi merupakan metode ekstraksi yang

paling sederhana. Pada metode maserasi bahan-bahan simplisiaa umumnya

dihaluskan atau dirubah bentuknya menjadi serbuk kasar. Bahan simplisiaa yang

sudah dihaluskan atau dibentuk serbuk kasar kemudian direndam dengan pelarut

yang sesuai pada suhu ruang. Bahan simplisiaa yang direndam dengan pelarut,

direndam selama kurang lebih 4-10 hari dan harus diaduk berulang kali. Metode

maserasi memiliki kelebihan dari metode lain yaitu: untuk senyawa yang tidak

tahan panas, peralatan pada metode maserasi sangat sederhana, murah, dan mudah

untuk didapat. Metode maserasi juga memiliki kelemahan yaitu: waktu ekstraksi

yang lama, membutuhkan pelarut dalam jumlah yang banyak dan adanya

kemungkinan bahwa senyawa tertentu tidak dapat diekstrak karena kelarutannya

yang rendah pada suhu ruang (Mukhriani, 2014).

2. Perkolasi

Perkolasi merupakan suatu metode ekstraksi menggunakan cara dingin. Metode

perkolasi dilakukan dengan mengalirkan pelarut atau cairan penyari dari atas
23

secara terus-menerus hingga menembus bahan simplisiaa yang terdapat di

perkolator. Tahap pertama dalam metode maserasi adalah pembasahan simplisiaa

dengan cairan penyarinya kemudian di maserasi selama kurang lebih 3 jam. Tahap

kedua dipindahkan simplisiaa yang sudah dibasahi dan dimaserasi kedalam

perkolator sedikit demi sedikit dan dituangi cairan penyari hingga terdapat selapis

cairan penyari, tutup perkolator dan diamkan selama 24 jam. Tahap ketiga pada

metode perkolasi yaitu, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah dangan

kecepatan 1ml/menit, setelah itu perkolator diuapkan pada suhu tekanan yang

rendah sampai konsentrasi yang di kehendaki. Metode perkolasi memiliki

kelebihan yaitu perkolasi tidak dibutuhkan proses tambahan untuk memisahkan

padatan dan ekstrak dan kekurangan yang dimiliki metode ini adalah pelarut yang

digunakan cukup banyak dan waktu yang digunakan lama. Perkolasi dipengaruhi

oleh waktu dan perbandingan bahan pelarut. Waktu dan lamanya proses ekstraksi

suatu simplisiaa menentukan kandungan senyawa yang keluar dari bahan. Begitu

juga perbandingan bahan pelarut, jumlah ekstraktan yang terlibat dalam

perpindahan menentukan tingkat perbedaan konsentrasi yang sangat penting

dalam proses difusi yang akan mempengaruhi kandungan senyawa (Rosidah et al.,

2017).

3. Sokletasi

Sokletasi merupakan metode ekstrasi dengan melibatkan proses pemanasan.

Sokletasi menggunakan alat soklet dengan pelarut yang selalu baru. Padatan atau

simplisia pada metode sokletasi diletakan dalam alat soklet dan dipanaskan,

sedangkan yang dipanaskan hanya pelarutnya. Pelarut yang digunakan pada


24

metode sokletasi didinginkan pada kondensor, kemudian mengekstraksi padatan.

Kelebihan yang dimiliki metode sokletasi adalah proses ekstraksi yang

berlangsung kontinyu, memerlukan waktu yang lebih sebentar. Metode sokletasi

digunakan untuk bahan yang tahan terhadap pemanasan (Eksan and Tanol, 2016).

4. Refluks

Ekstraksi refluks merupakan ekstraksi dengan cara pemanasan. Ekstraksi ini

dilakukan pada titik didih dari pelarut yang digunakan. Pada metode refluks

sampel dimasukan bersama pelarut kedalam labu yang dihubungkan dengan

kondensor. Pelarut dipanaskan sampai mencapai titik didih. Uap terkondensasi

kembali dalam pelarut. Kelebihan dan kekurangan yang dimiliki metode refluks

yaitu, simplisa yang memiliki tekstur yang kasar dan tahan terhadap pemanasan

langung dapat diekstrak dengan baik oleh metode ini dan kelemahan yang dimiliki

metode ini adalah membutuhkan pelarut dalam jumlah banyak (Laksmini, 2018).

5. Infudasi

Infudasi merupakan salah satu metode ekstraksi cara panas yang umumnya

digunakan untuk menyari bahan/zat kimia aktif yang dapat larut dalam air dari

bahan-bahan nabati. Mertode infudasi menggunakan pemanasan dengan suhu

maximal 90oC yang dilakukan selama 15 menit. Keuntungan dari metode infudasi

antara lain, lebih stabil digunakan karena bersifat polar, caranya sederhana, tidak

beracun, dan waktunya tidak lama. Kekurangan dari metode infudasi adalah

mudahnya sari tercemar oleh kuman dan kapang sehingga tidak boleh disimpan

lebih dari 24 jam (Isnawati and Retnaningsih, 2018).


25

2.5.4 Cairan Penarik

Pemilihan cairan penarik yang akan digunakan dalam ekstraksi sangat

penting untuk diperhatikan dan dipertimbangkan. Faktor-faktor yang

mempengaruhi pemilihan cairan penarik antara lain: cairan penarik tidak merusak

zat-zat berkhasiat, kelarutan zat dalam cairan penarik, dan juga akibat lain yang

tidak dikehendaki seperti perubahan warna, pengendapan, terhidrolisis, dan cairan

penarik memiliki harga yang relatif murah. Macam-macam cairan penarik antara

lain:

1. Air

Air merupakan pelarut yang paling mudah didapatkan dan harganya sangat

murah dibandingkan pelarut yang lain. Air merupakan pelarut yang sangat baik

digunakan pada suhu kamar untuk bahan-bahan misalnya garam alkaloid,

glukosida, sakarida, asam tumbuh-tumbuhan, zat warna dan garam-garam

mineral. Air memiliki kekurangan yaitu media yang baik untuk pertumbuhan

jamur dan bakteri (Syamsuni, 2006).

2. Etanol

Etanol tidak dapat melarutkan semua zat, hanya zat-zat tertentu yang dapat

ditarik oleh etanol. Etanol merupakan cairan penarik yang baik digunakan untuk

glukosida, damar-damar, alkaloid dan minyak atsiri. Etanol tidak dapat digunakan

untuk jenis gula, albumin, dan gom (Syamsuni, 2006).


26

3. Metanol

Metanol tidak dapat melarutkan semua zat, hanya zat-zat tertentu yang dapat

ditarik oleh metanol. Metanol merupakan cairan penarik yang baik digunakan

untuk damar-damar, minyak atsiri, tanin, saponin, glukosida dan flavonoid.

Metanol tidak baik digunakan untuk jenis gula, gom, dan albumin. Metanol dapat

menyebabkan enzim-enzim tidak bekerja, termasuk peragian, serta menghalangi

pertumbuhan jamur dan sebagian besar bakteri sehingga disamping sebagai

penyari, juga berguna sebagai pengawet (Syamsuni, 2006).

2.6 Tinjauan kosmetik

2.6.1 Definisi Kosmetik

Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan

pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian

luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan,

mewangikan, mengbah penampilam atau memperbaiki bau badan atau melindungi

atau memelihara tubuh pada kondisi baik (Tranggono, 2007).

Kosmetik tidak digunakan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu

penyakit. Namun, bila bahan kosmetik tersebut adalah bahan kimia, meskipun

berasal dari bahan alam dan organ tubuh yang dikenai adalah kulit maka dalam

hal tertentu kosmetik itu akan menyebabkan reaksi-reaksi dan perubahan faal kulit
27

tersebut karena pada dasarnya tidak ada bahan kimia yang bersifat indeferens

(tidak menimbulkan efek) jika dikenakan pada kulit (Tranggono, 2007).

Kosmedik adalah kosmetika yang di dalamnya ditambahkan bahan-bahan

aktif tertentu seperti zat-zat antibakteri, antijerawat, antigatal, dan anti produk

keringat (Tranggono, 2007).

2.6.2 Kosmetik Area Sekitar Mata

Kosmetika yang digunakan pada wajah dan sekitar mata seperti eye-

shadow, maskara, eye cream, dan produk perawatan rambut seperti shampo yang

dapat masuk ke mata pada saat digunakan sangat penting untuk memastikan

bahwa kosmetik tersebut tidak menimbulkan iritasi pada mata (Balsam, S and

Sagarin, 1992). Kosmetik disekitar mata tidak boleh terdapat mikroba dan

terkontaminasi oleh bahan-bahan yang berbahaya yang dapat mengakibatkan

infeksi pada mata (Diana, 2010).

2.7 Tinjauan Krim

2.7.1 Definisi Krim

Krim adalah tipe emulsi dimana dua cairan yang tidak saling campur

seperti minyak dan air, dibuat menjadi disperse yang stabil dengan

mendispersikan fase terdispersi melalui fase lain yang bertindak sebagai medium

pendispersi. Krim secara umum mengandung fase minyak, fase air, emulgator,
28

surfaktan, dan bahan lainnya seperti pewarna, pengawet, parfum, antioksidan

(Mitsui, 1997).

Aplikasi utama krim adalah pada topikal kulit dan untuk produk yang akan

digunakan secara rektal dan vaginal. Krim mengandung antimikroba sebagai

pengawet kecuali bila zat aktif atau zat dasarnya memiliki cukup aktivitas

bakterisidal atau fungsidal. Umumnya krim lebih diterima secara kosmetika dari

pada salep karena tidak berminyak, dan lebih mudah dioleskan (Agoes, 2012).

Emulsi/krim merupakan sistem yang tidak stabil, apabila tidak terdapat

emulsifying agent maka akan terpisah menjadi dua fasa yang berbeda. Emulsifying

agent pada dasarnya memiliki sifat yang aktif pada permukaan atau bisa disebut

surfaktan. Menurut Agoes (2012), karakteristik dari suatu emulsi farmasetik yang

dapat di terima adalah :

1. Stabil secara fisik (tidak terjadi pemisahan fasa)

2. Daya alir pada suatu emulsi/krim mampu dengan mudah diambil dari

wadahnya. Apabila sediaan didesain untuk penggunaan eksternal,

contohnya krim dan salep, sediaan tersebut harus dengan mudah di

sebarkan pada area penggunaan.

3. Sediaan harus memuaskan secara tekstur serta penampilan. Apabila

emulsi di rancang untuk penggunaan oral, rasa yang diberikan harus

sesuai. Emulsi yang digunakan secara eksternal harus memberikan tekstur

yang nyaman saat penggunaan (Agoes, 2012).


29

2.7.2 Basis Krim

Berdasarkan tipe emulsi, basis krim dapat digolongkan menjadi dua

kelompok:

1. Basis krim tipe O/W: basis krim mudah di bersihkan dari kulit dan

mudah dicuci dengan air.

2. Basis krim tipe W/O: basis krim sukar untuk di bersihkan dan tidak

tercucikan dengan air.

Basis krim yang sering digunakan dalam kosmetik adalah basis krim tipe

O/W. Basis ini lebih disukai karena sifatnya yang mudah tercucikan dengan air,

tidak meninggalkan bekas bila dioleskan, dingin, lembut (Agoes, 2012).

2.7.3 Eye Cream

Eye cream adalah sediaan krim khusus untuk kulit di sekitar area mata yang

lebih kering dan sensitif, berfungsi untuk menghaluskan kerutan di area mata,

meningkatkan elastisitas, dan mengurangi lingkaran hitam di bawah mata. Eye

cream mengandung emolien yang tinggi dan humektan yang rendah, serta tidak

mengandung pewarna, parfum atau pun butiran kristal (pearlescence) (Lees,

2012).

Krim mata biasanya merupakan emulsi air dalam minyak atau minyak dalam

air. Eye cream dirancang khusus untuk kulit di sekitar area mata. area kulit ini

biasanya lebih kering dan lebih sensitif daripada area kulit lainnya. Oleh karena

itu, krim yang dirancang untuk area ini umumnya lebih tinggi emolien dan lebih
30

rendah humektan. Kulit di sekitar mata sangat tipis, jika banyak mengandung

agen hydrating dapat membuat kelopak mata terlihat bengkak. Tingginya emolien

yang ditambahkan ke krim ini untuk membantu menggantikan kekurangan

produksi minyak yang berhubungan dengan area mata. Eye cream terkadang

menyebabkan iritasi dan reaksi alergi, oleh karena itu krim mata tidak

mengandung mengandung pewarna, parfum atau pun butiran kristal

(pearlescence) karena area ini sangat tipis dan sensitif (Lees, 2012).

2.8 Tinjauan bahan

2.8.1 Stearic Acid

Gambar 2.4 Struktur Stearic Acid (Rowe, Sheskey and Quinn, 2016)

Dalam formulasi pada sediaan topikal, asam stearat digunakan sebagai zat

pengemulsi dan solubilizing agent. Ketika sebagian asam stearate dinetralkan

dengan alkali atau trietanolamin, asam stearat digunakan dalam pembuatan krim.

Konsentrasi yang digunakan dalam pembuatan krim adalah 1-20%. Asam stearat

adalah serbuk yang keras, putih atau agak kuning, agak mengkilap, kristal atau

serbuk putih atau kekuningan. Asam stearat memiliki sedikit bau (dengan ambang

batas 20 ppm) dan rasanya seperti lemak. Asam stearat memiliki titik didih 383˚C

dan titik leleh pada suhu 69-70˚C. Asam stearat bebas larut dalam benzena,

karbon tetraklorida, kloroform, dan eter; larut dalam etanol (95%), heksana, dan
31

propilen glikol; dan praktis tidak larut dalam air. Asam stearat adalah bahan yang

stabil dan harus disimpan dalam wadah tertutup dengan baik di tempat yang sejuk

dan kering. Asam stearat banyak digunakan dalam formulasi farmasi oral dan

topical dan digunakan dalam kosmetik dan produk makanan. Asam stearat

umumnya dianggap sebagai bahan yang tidak beracun dan non-iritan (Rowe,

Sheskey and Quinn, 2016).

2.8.2 Aquadem

Aquadem banyak digunakan sebagai bahan baku, bahan dan pelarut dalam

pengolahan, formulasi dan pembuatan produk farmasi, bahan aktif farmasi (API)

dan zat antara. Nilai aquadem tertentu digunakan untuk aplikasi tertentu dalam

konsentrasi hingga 100%. Aquadem adalah cairan yang jernih, tidak berwarna,

tidak berbau dan tidak berasa. Aquadem memiliki titik didih 100˚C dan titik leleh

pada suhu 0˚C. Aquadem secara kimiawi stabil di semua keadaan fisik (es, cairan,

dan uap). Aquadem yang meninggalkan sistem pemurnian farmasi dan memasuki

tangki penyimpanan harus memenuhi persyaratan khusus. Aquadem untuk

keperluan khusus harus disimpan dalam wadah yang sesuai (Rowe, Sheskey and

Quinn, 2016).

2.8.3 Cetyl Alcohol

Gambar 2.5 Struktur Cetyl Alcohol (Rowe, Sheskey and Quinn, 2016)
32

Cetyl alcohol banyak digunakan dalam kosmetik dan formulasi farmasi

seperti supositoria, emulsi, lotion, krim, dan salep. Pada lotion, krim, dan salep,

cetyl alcohol digunakan karena sifatnya yang emolien menyerap air, dan

mengemulsi, sehingga dapat meningkatkan stabilitas, tekstur, dan konsistensi.

Cetyl alcohol juga digunakan untuk sifat penyerapan airnya dalam water-in-oil

emulsions. Sebagai contoh, campuran petrolatum dan cetyl alcohol (19: 1) akan

menyerap 40-50% dari berat airnya. Cetyl alkohol bertindak sebagai pengemulsi

yang lemah dari jenis water-in-oil emulsions, sehingga memungkinkan

pengurangan jumlah zat pengemulsi lain yang digunakan dalam formulasi. Cetyl

alcohol juga dapat meningkatkan konsistensi water-in-oil emulsions. Cethyl

alcohol digunakan sebagai emolien pada konsentrasi 2–5%, emulsifying agent 2–

5%, stiffening agent 2–10%, dan water absorption 5%. Cethyl alcohol bentuknya

sebagai lilin, serpihan putih, butiran, kubus. Cethyl alcohol memiliki bau khas

yang samar dan rasa hambar. Cethyl alcohol memiliki titik didih 344˚C dan titik

leleh pada suhu 45-52˚C. Cethyl alcohol bebas larut dalam etanol (95%) dan eter,

kelarutan meningkat dengan meningkatnya suhu; praktis tidak larut dalam air.

Cethyl alcohol larut ketika dicairkan dengan lemak, parafin cair dan padat, dan

isopropil miristat. Cetyl alcohol stabil di asam, alkali, cahaya, dan udara. Cethyl

alcohol harus disimpan dalam wadah tertutup di tempat yang sejuk dan kering

(Rowe, Sheskey and Quinn, 2016).

2.8.4 Isopropyl Myristate


33

Gambar 2.6 Struktur Isopropyl Myristate (Rowe, Sheskey and Quinn, 2016)

Isopropyl myristate adalah nongreasy emollient yang mudah diserap oleh

kulit. Isopropyl myristate digunakan sebagai komponen basa semipadat dan

sebagai pelarut. Aplikasi dalam formulasi sediaan farmasi dan kosmetik sediaan

topikal termasuk sabun, makeup, produk perawatan rambut dan kuku, krim,

lotion, produk bibir, produk shaving, pelumas kulit, deodoran, suspensi otic, dan

krim vagina. Isopropyl myristate digunakan pada sediaan topical seperti krim dan

lotion pada konsentrasi 1-10%. Isopropyl miristate adalah cairan dengan

viskositas rendah yang jernih, tidak berwarna, praktis tidak berbau yang

mengental pada suhu sekitar 58oC. Isopropyl myristate terdiri dari ester propan-2-

ol dan asam lemak berat molekul tinggi jenuh, terutama asam miristat. Isopropyl

myristate memiliki titik didih 140,2˚C pada 266 Pa. Isopropyl myristate larut

dalam aseton, kloroform, etanol (95%), etil asetat, lemak, alkohol berlemak,

minyak tetap, hidrokarbon cair, toluena, dan lilin. Isopropil myristate praktis tidak

larut dalam gliserin, glikol, dan air. Isopropyl miristate tahan terhadap oksidasi

dan hidrolisis. Isopropyl miristate harus disimpan dalam wadah tertutup di tempat

yang sejuk dan kering dan terlindung dari cahaya. Isopropyl miristate banyak

digunakan dalam sediaan kosmetik dan formulasi pada sediaan farmasi topikal
34

dan umumnya dianggap sebagai bahan yang tidak beracun dan tidak mengiritasi

(Rowe, Sheskey and Quinn, 2016).

2.8.5 Silicon Oil

Gambar 2.7 Struktur Silicon Oil (Rowe, Sheskey and Quinn, 2016)

Silicon oil banyak digunakan dalam formulasi kosmetik dan farmasi. Pada

sediaan topical oil-in-water emulsions, dimethicone ditambahkan ke fase minyak

sebagai zat anti-busa. Dimetikon bersifat hidrofobik dan juga banyak digunakan

dalam topical barrier preparations. Secara terapi, dimetikon dapat digunakan

dengan simetikon dalam formulasi farmasi oral yang digunakan dalam

pengobatan perut kembung. Silicon oil juga digunakan untuk membentuk

waterrepellent film on glass containers. Silicon oil pada sediaan krim, lotion, dan

salep pada konsentrasi 10-30%. Silicon oil adalah cairan bening dan tidak

berwarna yang tersedia dalam berbagai viskositas. Silicon oil larut dengan etil

asetat, metil etil keton, minyak mineral, eter, kloroform, dan toluena, larut dalam
35

isopropil miristat, sangat sedikit larut dalam etanol (95%), praktis tidak larut

dalam gliserin, propilenglikol, dan air. Silicon oil harus disimpan dalam wadah

kedap udara di tempat yang sejuk dan kering, mereka stabil terhadap panas dan

tahan terhadap sebagian besar zat kimia meskipun mereka dipengaruhi oleh asam

kuat. Silicon oil umumnya dianggap sebagai bahan yang relatif tidak beracun dan

tidak iritan meskipun dapat menyebabkan iritasi sementara pada mata. Dalam

formulasi farmasi dapat digunakan dalam sediaan oral dan topikal. Silicon oil juga

digunakan secara luas dalam formulasi kosmetik dan dalam aplikasi makanan

tertentu (Rowe, Sheskey and Quinn, 2016).

2.8.6 Triethanolamine

Gambar 2.8 Struktur Triethanolamine (Rowe, Sheskey and Quinn, 2016)

Triethanolamine banyak digunakan dalam formulasi farmasi sediaan

topikal, terutama dalam pembentukan emulsi. Ketika dicampur dalam proporsi

yang sama dengan asam lemak, seperti asam stearat atau asam oleat, trietanolamin

membentuk sabun anionik dengan pH sekitar 8, yang dapat digunakan sebagai zat

pengemulsi untuk menghasilkan minyak dalam air berbutir halus yang stabil.

Triethanolamine adalah cairan kental berwarna jernih, tidak berwarna hingga

pucat yang memiliki sedikit bau amoniak. Triethanolamine adalah campuran basa,
36

terutama 2,2’,2’’-nitrilotriethanol, meskipun juga mengandung 2,2’-

iminobisethanol (diethanolamine) dan sejumlah kecil 2-aminoethanol

(monoethanolamine). Triethanolamine memiliki titik didih 335˚C dan titik leleh

pada suhu 20-21˚C. Triethanolamine dapat bercampur dengan aseton, carbon

tetrachloride, methanol, dan air. Triethanolamine dapat berubah kecoklatan jika

terkena udara dan cahaya. Trietanolamin harus disimpan dalam wadah kedap

udara yang terlindung dari cahaya, di tempat yang sejuk dan kering.

Triethanolamine digunakan terutama sebagai agen pengemulsi dalam berbagai

sediaan farmasi topikal. Meskipun secara umum dianggap sebagai bahan yang

tidak beracun, trietanolamin dapat menyebabkan hipersensitivitas atau iritasi pada

kulit jika terdapat dalam produk yang diformulasikan. Dosis oral triethanolamine

oral manusia yang mematikan diperkirakan 5-15g/kg berat badan (Rowe, Sheskey

and Quinn, 2016).

2.8.7 Glycerin

Gambar 2.9 Struktur Glycerin (Rowe, Sheskey and Quinn, 2016)

Gliserin digunakan dalam berbagai formulasi farmasi termasuk sediaan

oral, otic, ophthakmic, topikal, dan parenteral. Dalam formulasi sediaan farmasi

dan sediaan topical pada kosmetik, gliserin digunakan untuk sifat humektan dan

emoliennya. Gliserin digunakan sebagai pelarut atau cosolvent dalam krim dan
37

emulsi. Dalam formulasi parenteral, gliserin digunakan terutama sebagai pelarut

dan cosolvent. Gliserin digunakan sebagai emolien dan humektan pada

konsentrasi ≤30%. Gliserin adalah cairan higroskopis yang jernih, tidak berwarna,

tidak berbau, kental dan memiliki rasa manis, sekitar 0,6 kali seperti sukrosa.

Gliserin memiliki titik didih 290˚C dan titik leleh pada suhu 17,8˚C. Gliserin

sedikit larut di aseton; praktis tidak larut di benzene dan chloroform; larut dalam

etanol (95%), eter (1 dalam 500), etil asetat (1 dalam 11) dan metanol; praktis

tidak larut dalam minyak; dan larut dalam air. Gliserin bersifat higroskopis.

Gliserin murni tidak rentan terhadap oksidasi oleh atmosfer dalam kondisi

penyimpanan biasa, tetapi terurai pada pemanasan dengan evolusi dari akrolein

toksik. Campuran gliserin dengan air, etanol (95%), dan propilenglikol stabil

secara kimia. Gliserin dapat mengkristal jika disimpan pada suhu rendah; kristal

tidak meleleh sampai di hangatkan ke 208˚C. Gliserin harus di simpan dalam

wadah kedap udara, di tempat yang sejuk dan kering (Rowe, Sheskey and Quinn,

2016).

2.8.8 DMDM Hydantoin

Gambar 2.9 Struktur DMDM Hydantoin (Liebert, 1988)


38

DMDM hydantoin adalah formaldehyde releaser pengawet antimikroba

dengan nama dagang Glydant. DMDM hydantoin merupakan senyawa organik

yang termasuk kelas senyawa yang dikenal sebagai hydantoins. Hal ini digunakan

dalam industri kosmetik dan ditemukan dalam produk seperti shampoo,

kondisioner rambut, gel rambut, dan produk perawatan kulit. DMDM hydantoin

bekerja sebagai pengawet karena formaldehida dirilis membuat lingkungan yang

kurang menguntungkan bagi mikroorganisme (Couteau and Coiffard, 2010)

2.9 Tinjauan Stabilitas Krim

Stabilitas merupakan kemampuan suatu produk untuk mempertahankan sifat

dan karakteristiknya selama waktu penyimpanan dan penggunaan (Depkes RI,

1995). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas sediaan yaitu faktor dari

luar (eksternal) yang terdiri dari faktor suhu, cahaya, kelembaban, oksigen, dan

karbon dioksida, serta faktor sediaan (internal) yang teriri dari ukuran partikel,

pH, komposisi pelarut, kompatibilitas antara kation dan anion, kekuatan ionik,

wadah primer, eksipien, dan interaksi bahan aktif dengan eksipien. Faktor

eksternal mengurangi stabilitas sediaan, sedangkan faktor internal biasanya

menyebabkan berkurangnya kadar bahan aktif (The USA Pharmacopoeial

Convention, 2006).

2.9.1 Indikator Kerusakan Krim


39

1. Flokulasi adalah penggabungan dari globul-globul yang dipengaruhi oleh

muatan pada permukaan globul yang teremulsi. Ketidakstabilan ini dapat

diperbaiki dengan melakukan pengocokan karena masih terdapat film antar

permukaan globul. Meskipun dapat diperbaiki, terjadinya flokulasi dapat

menyebabkan peningkatan terjadinya creaming (Madaan et al., 2014).

2. Creaming adalah terbentuknya lapisan-lapisan dengan konsentrasi yang

berbeda-beda pada emulsi. Karena dipengaruhi gaya gravitasi, partikel yang

memiliki kerapatan lebih rendah akan naik kepermukaan dan sebaliknya. Pada

krim tipe minyak dalam air, fase dalamnya merupakan minyak yang memiliki

keraptan partikel yang lebih rendah dibandingkan fase luarnya yang berupa air.

Terjadinya creaming dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu viskositas medium,

diameter globul, dan perbedaan kerapatan partikel antara fase dispersi dan

pendispersi. Krim yang mengalami creaming dapat didispersikan kembali dengan

mudah, dan dapat membentuk suatu campuran yang homogen dengan

pengocokan, karena globul minyak masih dikelilingi oleh suatu lapisan pelindung

dari emulgator. Akan tetapi terjadinya creaming harus tetap dihindari karena dapat

meningkatkan potensi terjadinya cracking (Madaan et al., 2014).

3. Cracking adalah pemisahan fase disperse dan fase terdispersi dari suatu

emulsi yang berhubungan dengan terjadinya coalescence. Coalescence sendiri

merupakan penggabungan antar fase terdispersi atau globul disebabkan oleh

rusaknya lapisan pelindung emulgator. Hal ini menyebabkan sulit untuk

didispersikan kembali dengan pengocokan, bahkan jika jumlah terjadinya

coalescence melebihi batas tertentu maka pendispersian kembali tidak dapat


40

dilakukan. Cracking dapat terjadi dikarenakan oleh creaming, temperatur ekstrim,

adanya mikroorganisme, penambahan emulgator yang berlawanan, dan

penguraian atau pengendapan emulgator (Madaan et al., 2014).

4. Inversi terjadi disaat fase dalam menjadi fase luar atau sebaliknya. Pada

krim minyak dalam air, fase inversi menyebabkan krim berubah menjadi fase

sebaliknya yaitu air dalam minyak (Madaan et al., 2014).

2.9.2 Waktu Pengujian Stabilitas Krim

Pengujian stabilitas merupakan prosedur rutin yang dilakukan pada

substansi obat dan produk serta digunakan pada berbagai tahap pengembangan

produk. Tujuan dari pengujian stabilitas untuk memberikan bukti bagaimana

kualitas bahan aktif atau produk bervariasi dengan waktu di bawah pengaruh dari

berbagai faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan cahaya, serta untuk

menetapkan re-test bahan aktif atau shelf-life untuk produk jadi dan suhu

penyimpanan yang di rekomendasikan. Kualitas produk harus dijamin agar tetap

berada di tingkat yang dapat diterima sepanjang berada di pasar, selama masa

pakai dan pasien berhenti menggunakan atau sampai unit produk yang terakhir.

Pengujian stabilitas suatu produk berguna untuk menentukan periode atau waktu

pengujian kembali bahan obat, menentukan lama penyimpanan obat,

merekomendasikan kondisi penyimpanan (Mitsui, 1997). Pengujian stabilitas

suatu produk terdiri dari 2 cara yaitu :

1. Uji stabilitas jangka panjang (real time)


41

Uji stabilitas jangka panjang bertujuan untuk menguji kembali apakah tanggal

kadualuarsa (shelf life) pada label atau yang diinginkan sudah sesuai. Uji ini

dilakukan pada kondisi yang sesuai dengan kondisi penyimpanan yang

dianjurkan. Frekuensi pengujian secara normal dapat berkisar setiap 3 bulan

dalam 1 tahun, setiap 6 bulan dalam 2 tahun, hingga tiap tahun dalam masa

mencapai shelf life (Djajadisastra, 2004).

2.Uji stabilitas dipercepat

Pengujian ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang diinginkan pada

waktu sesingkat mungkin dengan cara menyimpan sampel pada kondisi yang

dirancang untuk mempercepat terjadinya perubahan yang biasanya terjadi pada

kondisi normal (Djajadisastra, 2004).

2.9.3 Evaluasi Stabilitas Fisik Dan Kimia Krim

1.Uji Organoleptis

Formula krim akan diobservasi dalam hal perubahan warna, bau, bentuk,

homogenitas serta konsistensi. Pengamatan ini dilakukan sebelum dan sesudah

diberi kondisi penyimpanan yang di percepat oleh kenaikan suhu menggunakan

climatic chamber (Sinko, 2012).

2.Uji Viskositas dan Sifat Alir

Pemeriksaan viskositas emulsi dilakukan dengan menggunakan Viskometer

Brookfield tipe Cone and Plate DV-I dengan spindle CPE-41. Lepaskan sample

cup dari alat. Sampel mikroemulsi diletakkan pada sample cup, pastikan sampel
42

bebas gelembung dan tersebar merata pada permukaan cup. Pasangkan kembali

sample cup pada viskometer, viskometer dinyalakan, lalu biarkan beberapa saat

sampai pembacaannya stabil. Catat pembacaan viskositas pada display (Avanti et

al., 2016).

3.Uji Daya Sebar

Sebanyak ±0,5 gram krim ditimbang, diletakan di tengah alat kaca dan kaca

penutu yang sebelum suah ditimbang bobotnya, kemudian diletakan di atas basis,

dan biarkan selama 1 menit. Diameter dari penyebaran krim di ukur setelah 1

menit dengan mengambil panjang diameter di beberapa sisi. Kemudian beban di

tambahkan kembali seberat 20 g, dan di ukur kembali setelah 1 menit dengan

mengambil panjang rata-rata diameter di beberapa sisi, dilakukan penambahan

bobot tiap 20 g sampai bobot yang ditambahkan kurang dari 150 g, dicatat

diameter penyebaranya setiap perubahan bobot (Sinko, 2012).

4.Uji pH

Nilai pH menunjukan derajat keasaman dari suatu sediaan. Nilai pH memilika

skala dari 0 sampai dengan 14. Nilai pH 0-14 menunjukan suatu sediaan bersifat

asam, dan nilai pH 8-14 menunjukan sediaan bersifat basa (Sinko, 2012).

5.Tipe emulsi krim, dapat dilakukan dengan berbagai cara:

A. Uji pengenceran prinsipnya adalah bahwa emulsi dapat tercampurkan dengan

fase eksternalnya, jika diteteskan di permukaan air dan dapat tercampur maka m/a

(Sinko, 2012).
43

B. Uji kelarutan zat warna dapat dilakukan dengan metylen blue dan sudan(Sinko,

2012).

C. Konduktivitas yaitu emulsi o/w menghantarkan listrik lebih baik dibanding

emulsi a/m (Sinko, 2012).

D. Fluoresensi untuk sediaan krim jenis o/w akan menunjukkan pola titik-titik

sedangkan untuk sediaan krim jenis w/o akan berfluoresensi secara keseluruhan di

bawah sinar UV (Sinko, 2012).

E. Pembasahan kertas saring. Uji dilakukan dengan menjenuhkan kertas saring

dengan CoCl 2 kemudian dikeringkan. Kertas saring akan berwarna biru. Kertas

saring akan berubah menjadi merah muda jika krim jenis o/w ditambahkan

(Sinko, 2012).

6. Uji Ukuran Droplet Krim

Alat yang berfungsi untuk mengukur volume ukuran partikel adalah penghitung

Coulter. Prinsip alat ini adalah ketika suatu partikel melewati lubang kecil yang

kedua sisinya adalah elektrode akan terjadi perubahan tahanan listrik yang

menghasilkan pulse yang tercatat, secara digital dalam alat. Jika ukuran droplet

meningkat seiring bertambahnya waktu, dapat diberi kesimpulan bahwa

pemisahan fase terjadi (Sinko, 2012). Metode yang digunakan dalam uji ukuran

droplet krim adalah mikroskopi optis dalam penggunaan mikroskop biasanya

untuk mengukur ukuran partikel pada kisaran 0,2µm sampai 0,8µm. Menurut

metode mikroskopis, suatu emulsi atau suspensi diletakkan pada kaca objek
44

dengan lensa okuler yang telah diatur sedemikian rupa, sehingga ukuran partikel

dapat diperkirakan (Sinko, 2012).


45

2.10 Kerangka Konseptual

Kekahwatiran utama di area bawah Kulit batang taya memiliki senyawa


mata adalah terjadinya kerutan phenol dan flavonoid. Flavonoid yang
sehingga dapat menggangu terdapat dalam tanaman taya yaitu
penampilan kuersetin yang berfungsi sebagai
antioksidan.

Potensi tumbuhan Indonesia yang


Metode ekstraksi
bisa dimanfaatkan sebagai obat dan
yang terpilih adalah
kosmetik yang dapat mengatas
infudasi.
kerutan di area bawah mata.

Konsentrasi infusa kulit batang taya (Nauclea


Subdita) untuk sediaan under-eye cream

5% 10% 15%

Asam stearat : 7%
Setil alkohol : 2%
Trietanolamin : 2%
Gliserin :10%
Silicone oil : 2%
Isopropilmiristat : 3%
DMDM Hydantoin : 0,3%
Aquadest : ad 100

Uji karakteristik dan stabilitas fisikokimia krim minyak


dalam air meliputi organoleptis, viskositas dan sifat alir, daya
sebar, pH, tipe emulsi krim, dan ukuran droplet krim.

Analisis data

Kesimpulan
46

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peneliian

eksperimental dan kajian pustaka. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tiga

formula under-eye cream yang mengandung infusa kulit batang taya (Nauclea

subdita) dengan konsentrasi yang berbeda. Variabel tergantung pada penelitian ini

adalah karakteristik dan stabilitas fisikokimia sediaan under-eye cream yang

mengandung infusa kulit batang taya (Nauclea subdita).

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.2.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tiga formula under-eye cream

yang mengandung infusa kulit batang taya (Nauclea subdita) dengan konsentrasi

yang berbeda dan waktu penyimpanan untuk pengukuran stabilitas.

3.2.2 Variabel Tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah karakteristik (bentuk,

warna, bau,) dan stabilitas fisika (bobot jenis, tipe emulsi, ukuran partikel, ukuran
47

droplet, daya sebar, viskositas, dan sifat alir) dan kimia (pH) pada sediaan under-

eye cream yang mengandung infusa kulit batang taya (Nauclea subdita).

3.2.3 Variabel Terkendali

Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah jenis dan jumlah bahan

tambahan yang akan digunakan, kelembaban dan suhu selama proses pembuatan

under-eye cream, proses pembuatan, serta alat alat yang akan digunakan selama

penelitian.

3.2.4 Definisi Operasional

Nama variabel, jenis variabel, alat utuk mengukur variabel, definisi, serta

skala dijelaskan pada Tabel 3.1


48

Tabel 3.1 Definisi Operasional

NO Nama Jenis Alat Ukur Definisi Skala


Variabel Variabel
1 Formula Bebas - Sediaan krim Nomin
Sediaan under- khusus untuk kulit al
eye cream yang sekitar mata yang
mengandung mengandung infusa
kulit batang kulit batang taya
taya (Nauclea sebagai bahan
subdita) dengan antioksidan.
konsentrasi
yang berbeda
2 Waktu Bebas - Pengujian lamanya Nomin
penyimpanan penyimpanan al
untuk mengukur produk untuk
stabilitas. memberikan bukti
bagaimana kualitas
bahan aktif atau
produk.
3 Karakteristik Tergantung - Evaluasi yang deskri
(bentuk, bau, dilakukan secara ptif
warna), tipe visual. Pengamatan
emulsi ini dilakukan
sebelum dan
sesudah diberi
kondisi
penyimpanan.
4 Stabilitas Fisika Tergantung 1.viscometer Mengevaluasi Nomin
(bobot jenis, Brookfield perubahan sifat al
ukuran partikel, cone and fisika dari suatu
ukuran droplet, plate produk dalam satu
daya sebar, 2.dua lempeng periode
viskositas dan kaca(horizont penyimpanan.
sifat alir) al plate)
3.mikroskopik
5 Stabilitas kimia Tergantung pH meter Mengevaluasi Nomin
(pH) lamanya suatu obat al
mempertahankan
integritas kimia dan
potensinya.
6 Infudasi Metode penyarian
zat kimia aktif
dengan
menggunakan
pemanasan sampai
suhu 90oC selama
15 menit.
49

3.3 Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan bahan aktif infusa kulit batang taya yang diambil

dari Kasongan, Kabupaten Katingan, provinsi Kalimantan Tengah, pada bulan

Maret 2019. Selain itu ditambahkan beberapa eksipien antara lain asam stearat

dan trietanolamin sebagai emulgator, setil alkohol sebagai emolien, gliserin

sebagai emolien, DMDM Hydantoin sebagai pengawet, isopropilmiristat sebagai

penetration enhancer, silicon oil sebgai emolien. Semua bahan yang telah

disebutkan didapat dari CV. JAYARINDO PRATAMA LABORATORY, Kediri,

Indonesia.

3.4 Alat Penelitian

3.4.1 Alat yang Digunakan dalam Pembuatan Sediaan

Alat-alat yang digunakan selama pembuatan sediaan diantaranya yaitu alat-

alat gelas gelas pyrex (labu ukur, beaker glass, gelas ukur), pipet tetes, kaca arloji,

cawan porselen, thermometer, dan hotplate. Penimbangan bahan dilakukan

dengan timbangan analitik OHAUS, (Parsippany, Amerika Serikat). Pada saat

pencampuran beberapa bahan menggunakan magnetic stirrer (Thermolyne,

Kerper Blvd Dubuque, Amerika Serikat). Pencampuran, emulsifikasi dan

penghalusan dilakukan menggunakan ultra turax (IKA Dispersers, Staufen,

Jerman).
50

3.4.2 Alat yang Digunakan untuk Karakterisasi dan Uji Stabilitas

Alat-alat yang digunakan selama karakterisasi dan uji stabilitas diantaranya

yaitu organoleptis yang diamati dengan indra penciuman dan indra penglihatan,

viskositas dan sifat alir yang diukur dengan menggunakan alat Viskometer

Brookfield tipe Cone and Plate seri AT 71362 (BROOKFIELD, Waukesha,

Amerika), pH sediaan yang diukur dengan menggunakan pH meter Schoot 808

(Labexchange, kota, Jerman) serta daya sebar yang diukur dengan menggunakan

horizontal plate, bentuk emulsi dan ukuran droplet yang diukur menggunakan

microscope binokuler Olympus CX21 (Olympus Corporation, Tokyo, Jepang)

3.5 Prinsip Penelitian

Penelitian dilakukan dengan membuat sediaan under-eye cream dengan

konsentrasi infusa kulit batang taya (Nauclea subdita) sebesar 5%, 10%, dan 15%

dari bobot sediaan yang dibuat. Selanjutnya dilakukan uji karakterisasi sediaan

dan uji stabilitas sediaan selama 60 hari penyimpanan pada suhu ruang (±27 oC).

Parameter stabilitas yang akan diamati meliputi organoleptis, viskositas dan sifat

alir, daya sebar, pH, tipe emulsi under-eye cream, dan ukuran droplet under-eye

cream
51

3.6 Metode kerja

3.6.1 Pembuatan Infusa

1. Preparasi sampel

Kulit batang taya diambil dari Kasongan, Kabupaten Katingan, Provinsi

Kalimantan Tengah, pada bulan Maret 2019. Pengambilan kulit batang dilakukan

dengan cara mengelupas kulit batang. Kulit batang taya disortasi basah agar

terbebas dari benda asing dan di cuci bersih dengan air. Kulit batang taya yang

telah disortasi dan dicuci kemudian dilakukan perajangan kemudian dikeringkan

dengan suhu kamar. Kulit batang taya yang telah dikeringkan dengan suhu kamar

beberapa hari kemudian dikeringkan kembali dengan oven pada suhu 50C.

Simplisiaa yang telah kering kemudian dilakukan pengubahan bentuk simplisiaa

menjadi serbuk dengan cara dihaluskan dengan menggunakan grinder sampai

halus.

2. Pembuatan infusa kulit batang taya

Ditimbang serbuk kulit batang taya sebanyak 10 gram diatas beaker glass dan

ditambahkan aquadem sebanyak 100 mL. Sampel kemudian di panaskan diatas

waterbath dengan suhu kurang lebih 70oC selama 45 menit sampai 1 jam. Filtrat

kemudian dipisahkan dari serbuk kulit batang taya dengan cara di saring dan

ditampung di dalam labu ukur. Filtrat di tambahkan aquadem sampai 100mL

kembali.
52

3.6.2 Formulasi Sediaan Under-Eye Cream Kulit Batang Taya

Under-eye cream infusa kulit batang taya dengan konsentrasi 5%, 10%, dan

15% dibuat dengan komposisi :

Tabel 3.2 Tabel Bahan Sediaan Under-Eye Cream Kulit Batang Taya

Bahan Konsentrasi
5% 10% 15% Fungsi Bahan
Kulit batang taya 5 10 15 Bahan aktif

Asam stearat 7 7 7 Emulgator

Setil alkohol 2 2 2 Emolien

Trietanolamin 2 2 2 Emulgator

Gliserin 10 10 10 Emolien

Isopropil miristat 3 3 3 Penetration enhancer

Silicon oil 2 2 2 Emolien

DMDM Hydantoin 0,3 0,3 0,3 Pengawet

Aquadem 69,97 64,97 59,97 Fase air

3.6.3 Langkah Pembuatan Sediaan Under-eye cream

1. Fase minyak

Ditimbang asam stearat 7 gram, setil alkohol 2 gram, isopropilmiristat 3 gram.

Selanjutnya dimasukan ketiga bahan tersebut ke dalam beaker glass dan lebur di

hot plate pada suhu 80ºC dan di aduk hingga homogen.

2. Fase air
53

Diukur aquadem add 100mL, ditimbang triethanolamin 2 gram, gliserin 4 gram,

silicon oil 2 gram dan DMDM Hydantoin 0,3 gram. Panaskan aquadem dengan

menggunakan beaker glass di atas hot plate pada suhu 75ºC, lalu tambahkan

trethanolamin, gliserin, dan DMDM Hydantoin dan diaduk sampai homogen.

3. Fase air dimasukan sedikit demi sedikit kedalam fase minyak (dalam keadaan

sama-sama panas) sambil diaduk dengan ultraturax pada kecepatan 3600 rpm

selama 10 menit hingga terbentuk base cream yang homogen.

4. Base krim yang sudah terbentuk kemudian didinginkan di suhu ruang sampai

suhu 40ºC

5. Infusa kulit batang taya dan silicon oil dimasukan ke dalam base krim dan

diaduk menggunakan ultraturax pada kecepatan 3600 rpm selama 5 menit


54

3.7 Kerangka Operasional

Fase Minyak Fase Air

Diukur ad 100 mL aquadem, ditimbang 2


Ditimbang 7 gram asam
gram triethanolamin, 4 gram gliserin,
stearat, 2 gram setil
alkohol, 2 gram ditimbang 2 gram silicon oil dan 0,3 gram
isopropilmiristat. DMDM Hydantoin.

Masukan dalam beaker Panaskan aquadem dengan menggunakan


glass dan di lebur di atas beaker glass di atas hot plate pada suhu
hot plate pada suhu 80ºC 75ºC.
sambil di aduk hingga
homogen. Masukan trethanolamin, gliserin, DMDM
hydantoin dan silicon oil ke dalam beaker
glass yang berisi aqudem dan aduk sampai
homogen

Dilakukan pembuatan Fase air dimasukan sedikit demi sedikit kedalam


infusa kulit batang fase minyak dan di aduk menggunakan ultra
taya. turax pada kecepatan 3600 rpm selama 10 menit
hingga terbentuk base cream.

Kulit batang taya di Base cream didinginkan hingga suhu 40ºC.


lakukan preparasi
simplisiaa sampai
menjadi simplisiaa yang Base cream
berbentuk serbuk yang
kering. Serbuk ditimbang Infusa kulit batang taya dan silicon oil
10 g kemudian ditambahkan kedalam base cream dan diaduk
dimasukan ke dalam ultra turax pada kecepatan 3600 selama 5
beaker glass dan menit.
ditambahkan aquadem
100ml. Panaskan di Under-eye cream infusa kulit batang taya.
waterbath 45 menit
sambil diaduk. Filtrat Uji karakteristik dan stabilitas fisikokimia krim
vdisaring ditampung di minyak dalam air meliputi organoleptis,
dalam labu ukur dan di viskositas dan sifat alir, daya sebar, pH, tipe
tambahkan aquadem. emulsi krim, dan ukuran droplet krim.

Analisis Data

Kesimpulan
55

3.8 Karakterisasi Sediaan

PARAMETER SPESIFIKASI REFRENSI


Organoleptis : (Avanti et al., 2016)

Bentuk : Krim

Bau : Tidak berbau

Warna : Kuning muda

Viskositas 2.000-50.000cps (Martin, Awabrick and

Cmmarat, 2012)
Sifat alir Pseudoplastis Martin, Awabrick and

Cmmarat, 2012)
Daya sebar Merata (5-7 cm) (Ulaen, Banne and Suatan,

2012)
Tipe emulsi Tipe O/W (Syamsuni, 2006)

krim
pH 5,00-6,00 (Alissya and Mufrod, 2015)
Ukuran droplet 0,1-100 µm Martin, Awabrick and

Cmmarat, 2012)

3.9 Uji Stabilitas Fisikokimia Sediaan

Sediaan under-eye cream infusa kulit batang taya dalam tiga formula, dibuat

masing-masing 3 replikasi, kemudian diamati karakteristik fisiknya pada t=0

kemudian di uji stabilitas fisik selama 60 hari pada suhu ruang (±27 oC), dengan

interval waktu pengambilan sampel 0, 1, 7, 14, 21, 30, 60 pengujian. Parameter

stabilitas yang akan diamati meliputi:

1.Organoleptis
56

Uji organoleptis sediaan bertujuan untuk mengetahui penerimaan konsumen

terhadap sediaan yang telah dibuat. Sediaan krim kulit batang taya diamati secara

visual terhadap bentuk sediaan, bau sediaan, warna dan penampilan sediaan.

2.Viskositas dan Sifat Alir

Viskositas dan sifat alir pada under-eye cream infusa kulit batang tayadiukur

menggunakan viscometer Brookfield cone and plate pada suhu ruang. Under-eye

cream infusa kulit batang taya ditimbang sebanyak 1 gram pada cone, kemudian

laju geser di tingkatka dari 0,5 rpm sampai 2,5 rpm. Viskositas pada sediaan

under-eye cream infusa kulit batang taya di baca pada setiap putaran per menit.

Sifat alir dari under-eye cream infusa kulit batang taya diketahui dengan

memasukan kurva data viskositas dan rate of shear (rpm) yang dimulai dari angka

terendah.

3.pH

Sediaan under-eye cream infusa kulit batang taya dilakukan pengecekan pH

dengan cara siapkan pH meter dan elektrode, lalu elektrode dibersihkan dengan

aqua dan di keringkan dengan tisu. Siapkan larutan buffer pH 4 dan pH 7 untuk

dilakukan kalibrasi. Lalu tekan tombon ON pada pH meter, tekan tombol mode

sampai muncul tulisan pH pada layar. Elektorde dicelupkan sampai tanda ke

dalam larutan buffer kemudian tunggu sampai hasil di layar stabil dan

menunjukkan pH yang sesuai. Keluarkan elektrode yang telah dicelupkan,

membersihkannya serta mengeringkannya, lalu lakukan hal yang sama pada


57

sediaan secara satu per satu dan bergantian. Dicatatlah hasil yang tertera dan

dilakukan 3x replikasi.

4.Daya sebar

Sediaan under-eye cream infusa kulit batang taya ditimbang sebanyak 1-5 gram,

sediaan tersebut kemudian diletakan diantara dua lempeng kaca (horizontal plate)

dengan beban 125 gram diatas permukaan kaca selama 1 menit, setelah itu diukur

diameternya dengan menggunakan penggaris.

5.Tipe Emulsi Krim

Sediaan under-eye cream infusa kulit batang taya di cek tipe emulsi krimnya

dengan cara, menyiapkan dua objek glass, mengoleskan sebagian kecil Sediaan

under-eye cream infusa kulit batang taya di atas masing-masing objek glass. Pada

objek glass pertama diteteskan sudan III, sedangkan di objek glass kedua di

teteskan methylene blue. Masing-masing objek glass diamati di mikroskop. Pada

krim dengan tipe air dalam minyak (O/W), droplet minyak akan menunjukan

warna merah pada pemberian sudan III, sedangkan latar belakang krim akan

menunjukan warna biru pada pemberian methylene blue.

6.Ukuran Droplet

Sediaan under-eye cream infusa kulit batang taya diamati ukuran droplet

dengan cara, siapkan mikroskop yang akan digunakan, mikrometer okuler

dikalibrasi terhadap mikrometer objektif. Mikrometer okuler dipasang dalam


58

lensa okuler, mikrometer objektif dipasang dibawah lensa objektif, skala 0,0 pada

skala objektif dihimpitkan dengan skala okuler. Mikrometer objektif dilepas,

kemudian sejumlah kecil sediaan dioleskan pada objek glass. Ukuran partikel

diamati dan dicata hingga 200 data, kemudian dibuat interval kelas. Diamter

tengahnya dihitung (dln, dsn, dsi, dvs, dwm).

3.10 Metode Analisis Data

Hasil yang diperoleh dari pengamatan stabilitas dan karakteristik under-eye

cream infusa kulit batang taya berupa data deskriptif dan kuantitatif. Data

deskriptif diperoleh dari pengamatan organoleptis dan tipe emulsi krim. Data

kuantitatif diperoleh dari pengujian viskositas dan sifat alir, pH, daya sebar, tipe

emulsi krim, ukuran droplet. Data kuantitatif diuji secara parametrik (one-way

ANOVA).

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Tanaman taya (Nauclea subdita) adalah salah satu tanaman di Indonesia yang

memiliki banyak manfaat dibidang kosmetik. Tanaman taya (Nauclea subdita)


59

memiliki kandungan alkaloid, terpenoid, flavonoid, saponin, fitosterol. Salah satu

flavonoid terpenting yang berperan sebagai antioksidan adalah kuersetin

(Jamaluddin et al., 2012). Manfaat Tanaman taya (Nauclea subdita) yaitu

mengatasi masalah penuaan di area sekitar mata, mencerahkan kulit, memiliki

aktivitas antioksidan yang kuat (<50 µg/mL) dan mampu menghambat aktivitas

enzim tirosinase (Charissa, Djajadisastra and Elya, 2017). Tanaman taya

(Nauclea subdita) termasuk bahan alam yang memiliki permasalahan dalam

stabilitas sehingga perlu adanya pengembangan untuk di formulasikan dalam

sediaan kosmetik under-eye cream.

Kulit batang taya diambil dari Kasongan, Kabupaten Katingan, Provinsi

Kalimantan Tengah, pada bulan Maret 2019. Pengambilan kulit batang dilakukan

dengan cara mengelupas kulit batang. Kulit batang taya disortasi basah dan di cuci

bersih dengan air. Kulit batang taya selanjutnya dilakukan perajangan lalu

dikeringkan dengan suhu kamar. Kulit batang taya dikeringkan kembali dengan

oven pada suhu 50oC. Simplisiaa yang telah kering kemudian dilakukan

pengubahan bentuk simplisiaa menjadi serbuk dengan cara dihaluskan dengan

menggunakan grinder sampai halus. Serbuk kulit batang taya ditimbang sebanyak

10 gram diatas beaker glass dan ditambahkan aquadem sebanyak 100 mL. Sampel

kemudian di panaskan diatas waterbath dengan suhu kurang lebih 100 oC selama

45 menit sampai 1 jam. Filtrat kemudian dipisahkan dari serbuk kulit batang taya

dengan cara di saring dan ditampung di dalam labu ukur. Filtrat di tambahkan

aquadem sampai 100mL kembali dan infusa kulit batang taya sudah selesai

dibuat.
60

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi

infusa kulit batang taya dalam mempengaruhi karakteristik dan stabilitas under-

eye cream. Variabel penelitian yang diamati yaitu perbedaan konsentrasi infusa

kulit batang taya, 5%, 10%, 15%. Karakteristik under-eye cream yang dapat

diteliti berupa organoleptis (bentuk, bau, warna) pH, daya sebar, tipe emulsi, dan

viskositas, sifat alir, sedangkan untuk stabilitas dan ukuran droplet tidak dapat

diteliti karena evaluasi tersebut membutuhkan peralatan di laboratorium yang

tidak memungkinkan untuk dikunjungi karena adanya pandemi covid 19, sehingga

penelitian ini belum selesai dan dilanjutkan dengan melakukan kajian pustaka.

Kajian pustaka dilakukan untuk menjawab rumusan masalah :

1. Apakah ada pengaruh perbedaan konsentrasi infusa kulit batang taya (Nauclea

subdita) 5%,10%,15% terhadap karakteristik dan stabilitas under-eye cream

pada penyimpanan selama 60 hari?

2. Apakah under-eye cream dari infusa kulit batang taya (Nauclea subdita)

memiliki karakteristik dan stabilitas fisikokimia yang sesuai dengan

spesifikasi yang sudah di tetapkan?

Tahapan penelitian yang sudah dilakukan adalah pembuatan infusa kulit

batang Taya yang merupakan bahan aktif sediaan under-eye cream. Kemudian

dibuat formulasi sediaan under-eye cream berdasarkan penelitian sebelumnya

(Brinda and Tanuja, 2015). Formula yang digunakan sebagaimana diuraikan pada

tabel 4.1.

Tabel 4.1 Formula dan komposisi (Brinda and Tanuja, 2015)


61

Komposisi
Nama Bahan
5% 10% 15%
Stearic Acid 18,0 18 18
Cetyl Alkohol 0,5 0,5 0,5
Potassium Hydroxide 0,2 0,2 0,2
Sodium Hydroxide 0,16 0,16 0,16
Triethanolamine 1,2 1,2 1,2
Glycerin 10 10 10
Methyl Paraben 0,01 0,01 0,01
Propyl paraben 0,02 0,02 0,02
Herbal Extracts (The roots
ofGlycyrrhizaglabra
1,5 3 4,5
Linn,HemidesmuscindicusR.Br andheartwood
of santalumalbum Linn)

4.1 Hasil Pengamatan Formulasi dari Penelitian Brinda dan Tanunja

Dari hasil pengamatan secara organoleptis terhadap formula sediaan under-

eye cream memiliki bentuk, warna, dan bau yang baik. Sediaan under-eye cream

memiliki kekurangan yaitu kurang lembab dan saat di oleskan pada kulit sulit di

absorbsi di permukaan kulit sehingga perlu penambahan bahan yang berfungsi

sebagai emolien dan penetration enhancer, seperti silicon oil. Silicon oil adalah

bahan yang memiliki fungsi sebagai emolien dan isopropilmiristat sebagai

penetration enhancer sehingga perlu penambahan kedua bahan tersebut untuk

formulasi under-eye cream yang mengandung kulit batang taya. Formula yang

digunakan dalam penelitian ini menggunakan komposisi sebagaimana tabel 4.2.

Tabel 4.2 Formula dan komposisi under-eye cream infusa kulit batang taya
62

Konsentrasi Fungsi Bahan


Bahan
5% 10% 15%
Infusakulit batang taya 5 10 15 Bahan aktif

Asam stearat 7 7 7 Emulgator

Setil alkohol 2 2 2 Emolien

Trietanolamin 2 2 2 Emulgator

Gliserin 10 10 10 Emolien

Isopropil miristat 3 3 3 Penetration Enchancer

Silicon oil 2 2 2 Emolien

DMDM Hydantoin 0,3 0,3 0,3 Pengawet

Aquadem 69,97 64,97 59,97 Fase Air

4.2 Alasan Pemilihan Bahan

Dalam pembuatan under-eye cream yang mengadung kulit batang taya dipilih

beberapa bahan untuk membentuk under-eye cream yang stabil. Penggunaan asam

stearat dan triethanolamin digunakan sebagai emulgator dalam formulasi under-

eye cream ini. Penggunaan asam stearat sendiri dapat berfungsi sebagai emulgator

dalam pembuatan krim jika direaksikan dengan basa (KOH) atau trietanolamin ini

bisa digunakan untuk menetralkan krim. Penggunaan emulgator anionik seperti

trietanolamin dan asam stearat, mengingat bahwa krim yang dibuat ditujukan

untuk penggunaan luar. Kombinasi asam stearat dan TEA karena TEA akan
63

membentuk suatu emulsi o/w yang sangat stabil apabila dikombinasikan dengan

asam lemak bebas (Saryanti, Setiawan and Safitri, 2019). Krim dengan

menggunakan asam stearat dan trietanolamin stabil selama penyimpanan (Cahyati,

Ekowati and Reslely, 2015)

Penggunaan silicon oil, gliserin dan cetyl alcohol dalam pembuatan under-

eye cream berfungsi sebagai emolien. Gliserin dan silicon oil dapat meningkatkan

ketebalan epidermal dan meningkatkan fungsi barrier. Selain itu juga berfungsi

untuk mencegah penuaan dini (Downie, 2010). Cetyl alcohol dapat digunakan

sebagai emollient, emulsyfing agent dan mampu menyerap air. Cetyl alcohol

dalam emulsi minyak dalam air (O/W) dapat menjaga stabilitas jika

dikombinasikan dengan emulsifying agent yang larut dalam air (Rowe et al,

2009).

Penggunaan isopril miristat digunakan sebagai penetration enhancer dalam

formulasi sediaan under-eye cream. Ditemukan dalam penelitian lain yang

membuat krim antioksidan dengan ekstrak biji kasumba turate, penggunaan

isopropylmiristat membantu meningkatkan kecepatan penetrasi kedalam kulit

(Yusuf and Fatmawaty, 2017).

DMDM hydantoin dipilih sebagai pengawet dalam pembuatan eye cream

karena mempunyai spektrum antimikroba yang luas, sangat larut dalam air, dan

cukup stabil pada rentang pH dan suhu yang luas (Selvi, 2017)

Formulasi sediaaan under-eye cream kemudian dibuat.Karakteristik under-

eye cream yang dapat diteliti berupa organoleptis (bentuk, bau, warna) pH, daya
64

sebar, tipe emulsi, viskositas, dan sifat alir, sedangkan ukuran droplet dan

stabilitas selama 60 hari tidak dapat diteliti karena evaluasi tersebut membutuhkan

peralatan di laboratorium yang tidak memungkinkan didatangi karena adanya

pandemi covid 19, hasil evaluasi yang di dapatkan, dapat dilihat di tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil pengamatan dari under-eye cream kulit batang taya

Konsentrasi
Parameter Spesifikasi
5% 10% 15%

Organoleptis :
Bentuk : Krim Krim Krim Krim
Bau : Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau
Warna : Kuning muda Putih Kuning muda Kuning muda
Kekuningan
65

2.000-
Viskositas 19.346 cps 17.789cps 15.878cps
50.000cps
Sifat alir Pseudoplastis Pseudoplastis Pseudoplastis Pseudoplastis
Merata (5-8
Daya sebar 7,5 8 8
cm)
Tipe emulsi
Tipe O/W O/W O/W O/W
krim
pH 5,00-6,00 7,59 7,91 8,20
Ukuran
0,1-100 µm n.a n.a n.a
droplet
*n.a.= not available (pengukuran tidak dapat dilakukan)

4.3 Pembahasan Hasil Evaluasi Under-eye cream Infusa Kulit Batang Taya
66

15% 10% 5%

Gambar 4.1 Pengamatan Organoleptis Under-Eye Cream

Karakteristik organoleptis untuk mengamati bentuk, bau, dan warna dari

under-eye cream kulit batang taya. Warna dari under-eye cream kulit batang taya

yang didapatkan sudah sesuai dengan spesifikasi yang dapat dilihat pada tabel 4.3.

Pada under-eye cream konsentrasi 5% didapatkan under-eye cream berwarna

putih kekuningan, sedangkan pada konsentrasi 10% dan 15% didapatkan under-

eye cream berwarna kuning muda. Pada konsentrasi infusa kulit batang taya 5%

warna yang dihasilkan memiliki warna yang lebih muda dari konsentrasi 10% dan

15%. Hal ini disebabkan karena infusa kulit batang taya berwarna kuning

kecokelatan, sehingga dengan meningkatnya konsentrasi infusa, warna under-eye

cream yang didapatkan semakin gelap kearah warna infusa kuning kecokelatan.

Warna kuning kecokelatan dari infusa kulit batang taya disebabkan karena

kandungan senyawa flavonoid, yaitu suatu kelompok senyawa fenol yang

memiliki zat warna merah, ungu dan biru dan sebagai zat warna kuning yang
67

ditemukan di kulit batang taya (Wahyulianingsih, Handayani and Malik, 2016).

Berdasarkan penelitian skrining fitokimia ekstrak daun sirsak yang telah

dilakukan dan diketahui bahwa daun sirsak mengandung tannin yang akan

menghasilkan warna kuning hingga coklat tua (Chintya and Utami, 2017).

Hasil evaluasi bau krimnya, didapatkan krim yang tidak berbau, sesuai

dengan spesifikasinya. Krim yang didapatkan tidak berbau karena kulit batang

taya tidak berbau, sehingga infusa yang dihasilkan juga tidak berbau. Under-eye

cream yang dibuat juga tidak diberikan penambahan pewangi atau parfum

apapun, karena daerah mata merupakan daerah yang sensitif, sehingga ditakutkan

dapat menimbulkan iritasi di daerah tersebut karena area ini sangat tipis dan

sensitif (Lees, 2012).

Viskositas yang didapatkan dari percobaan ini juga sudah sesuai dengan

spesifikasi. Pada infusa dengan konsentrasi 5%, viskositas yang didapatkan

19,346 cps, tetapi mengalami penurunan menjadi 17.789 cps pada konsentrasi

10%, dan pada konsentrasi 15% mengalami penurunan menjadi 15.878 cps.

Perbedaan viskositas antar krim yang didapatkan tidak berbeda bermakna, karena

viskositas infusa kulit batang taya yang digunakan tidak beda jauh dengan

viskositas air, sehingga perbedaan konsentrasi infusa batang taya tidak terlalu

berpengaruh pada viskositas krim.


68

Konsentrasi 5%
40,000
35,000
30,000
viskositas 25,000
20,000
15,000
10,000
5,000
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
RPM

Gambar 4.2 Grafik Sifat Alir Under-Eye Cream Konsentrasi Infusa 5%

Konsentrasi 10%
35,000
30,000
25,000
Viskositas

20,000
15,000
10,000
5,000
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
RPM

Gambar 4.3 Grafik Sifat Alir Under-Eye Cream Konsentrasi Infusa 10%
69

Konsentrasi 15%
35,000
30,000
Viskositas 25,000
20,000
15,000
10,000
5,000
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
RPM

Gambar 4.3 Grafik Sifat Alir Under-Eye Cream Konsentrasi Infusa 15%

Uji sifat alir yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa sifat

alirnya adalah pseudoplastis, dimana hasilnya sesuai dengan spesifikasi.

Instrumen yang digunakan yaitu Brookfield Cone & Plate seri AT 71362. Sediaan

under-eye cream dikatakan pseudoplastis karena dengan peningkatan RPM dari

0.5, 1, 2, dan 2,5, nilai viskositas yang didapatkan menurun. Pada uji sifat alir ini,

perbedaan konsentrasi infusa kulit batang Taya tidak mempengaruhi hasilnya.

Sifat alir pseudoplastis dipilih sebagai spesifikasi karena formulasi sediaan under-

eye cream yang digunakan mengandung bahan polimer (Sinko, 2012).

Hasil evaluasi pH menunjukkan bahwa krim yang didapat tidak sesuai dengan

spesifikasi. Evaluasi dari pH sediaan yang didapatkan pada konsentrasi 5% adalah

7,59, 7.91 pada konsentrasi 10% dan 8,20 pada konsentrasi 15%.Hal ini

disebabkan karena infusa kulit batang taya bersifat basa dengan pH 8,67, sehingga

dengan peningkatan konsentrasi infusa, pH krim yang didapatkan juga semakin

tinggi, Hal ini disebabkan karena kulit batang taya mengandung alkaloid yang
70

bersifat basa, sehingga dapat mengganti basa mineral dalam mempertahankan

kesetimbangan ion dalam tumbuhan. Sebagian besar senyawa alkaloid bersumber

pada tumbuh-tumbuhan, contohnya adalah kulit batang taya. Alkaloid pada

tanaman berfungsi sebagai dan senyawa simpanan yang mampu menyuplai

nitrogen dan unsur-unsur lain yang diperlukan tanaman (Ningrum, Purwanti and

Sukarsono, 2016). Pada formula under-eye cream yang digunakan seharusnya

perlu diberikan penambahan buffer untuk menjaga stabilitas pH sesuai dengan

yang diinginkan. Spesifikasi pH under-eye cream dibuat untuk mencegah

timbulnya iritasi pada daerah mata yang merupakan daerah sensitif (Lees, 2012).

Evaluasi tipe emulsi secara mikroskopik didapatkan hasil yang sama untuk

ketiga konsentrasi (5%, 10%, 15%) yaitu tipe O/W. Tipe emulsi dalam under-eye

cream adalah O/W karena fase air yang berperan sebagai fase eksternal.

Penggunaan asam stearat dan triethanolamine sebagai emulgator tipe O/W

digunakan untuk membentuk emulsi tipe minyak dalam air (Saryanti, Setiawan

and Safitri, 2019).

Hasil evaluasi daya sebar yang didapat sesuai dengan spesifikasi. Evaluasi

daya sebar sediaan yang didapatkan pada konsentrasi 5% adalah 7,5cm , pada

konsentrasi 10% dan 15 % adalah 8 cm. Salah satu faktor yang mempengaruhi

daya sebar yaitu formulasi sediaan under-eye cream. Formulasi sediaan under-eye

cream yang baik dipengaruhi juga oleh viskositas dari sediaan under-eye cream.

Semakin tinggi viskositas under-eye cream, maka semakin menurun daya sebar

sediaan under-eye cream. Seperti yang dijelaskan diatas, bahwa viskositas yang

didapatkan dari sediaan under-eye cream sudah sesuai dengan spesifikasi,


71

sehingga daya sebar yang didapatkan juga sesuai spesifikasi. Kemampuan

menyebar merupakan karakteristik yang sangat diharapkan, karena apabila krim

mudah menyebar maka pengguna akan cepat dan singkat mengaplikasikan sediaan

pada kulitnya, serta efek yang ditimbulkan jadi lebih merata diseluruh permukaan

yang dioleskan (Avanti et al., 2018)

Berdasarkan pustaka lain, ditemukan krim dengan berbagai ekstrak herbal

lainnya, yaitu ekstrak kulit bengkoang, ekstrak pepaya, dan kulit kalapala. Pada

penelitian krim dengan ekstrak kulit bengkuang, ditemukan bahwa dengan

peningkatan konsentrasi ekstrak kulit bengkuang, daya sebar krim semakin

meningkat karena konsistensi sediaan krim yang didapatkan bersifat lunak dan

memiliki waktu lekat yang singkat. Perbedaan konsentrasi ekstrak kulit

bengkuang yang digunakan antar krim juga tidak berbeda terlalu banyak, yaitu

0,5%, 1%, 1,5%, 2%, dan 2.5%, sehingga hasil uji daya sebar antar sediaan tidak

terlalu berbeda bermakna. Daya sebar ke-5 krim tersebut juga diamati dengan

waktu penyimpanan 4 minggu. Dari hasil yang didapatkan, dapat disimpulkan

bahwa semakin lama waktu penyimpanan, daya sebar krim semakin menurun,

tetapi penurunannya tidak bermakna.

Penelitian krim dengan ekstrak papaya 0%, 1%, 3%, dan 5%, menunjukkan

adanya perubahan stabilitas secara kimia seiring dengan perbedaan konsentrasi

ekstrak papaya yang digunakan, dilihat dari hasil evaluasi pH, viskositas, dan

daya sebar. Pada uji pH, semakin tinggi konsentrasi ekstrak papaya, semakin

menurun pH sediaan tersebut. Hal ini didukung karena ekstrak etanol buah papaya

kaya akan flavonoid yang bersifat asam. Viskositas sediaan krim yang didapatkan
72

juga semakin menurun dengan adanya peningkatan konsentrasi ekstrak etanol

papaya, menghasilkan daya sebar yang semakin meningkat. Peningkatan daya

sebar ini dikarenakan adanya peningkatan konsentrasi ekstrak papaya yang

menyebabkan viskositas menurun. Menurunnya viskositas ini mempermudah krim

untuk menyebar karena konsistensinya semakin lunak.

Perbedaan pada organoleptis krim terlihat cukup signifikan pada penelitian

krim dengan menggunakan ekstrak kulit batang kalapala dengan konsentrasi 5%,

10%, 20%, 40%. Berdasarkan organoleptis, terdapat perbedaan pada warna dan

bau setiap krim. Saat konsentrasi esktrak kulit batang kalapala sebesar 5%, warna

krim yang didapatkan yaitu hijau muda. Seiring dengan peningkatan konsentrasi

ektrak kulit batang kalapala, warna krim yang didapatkan semakin hijau, sehingga

pada krim dengan konsentrasi ekstrak 40%, warna krim yang didapatkan yaitu

hijau kehitaman. Pada krim dengan konsentrasi ekstrak 5%, masih sangat tercium

bau zat tambahan di dalam krim. Semakin meningkat konsentrasi ekstrak kulit

batang kalapala yang digunakan, bau zat tambahan tersebut semakin tertutupi

dengan bau khas herbal tanaman kalapala. Hasil dari uji pH, hanya pada krim

dengan konsentrasi ekstrak kulit batang kalapa 5% didapatkan pH 4, selain itu

didapatkan pH 5 pada konsentrasi 10%, 20%, 40%.


73

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

1. Terdapat pengaruh perbedaan konsentrasi infusa kulit batang taya

(Nauclea subdita) 5%, 10%, 15% terhadap karakteristik dan stabilitas

under-eye cream, dilihat dari organoleptis, viskositas dan daya sebar

sediaan under-eye cream. Dari hasil uji tipe emulsi, dan sifat alir, tidak

ditemukan perbedaan antar sediaan.

2. Under-eye cream dari infusa kulit batang taya (Nauclea subdita) memiliki

karakteristik dan stabilitas fisikokimia yang sesuai dengan spesifikasi yang

sudah di tetapkan.
74

5.2. SARAN

Penelitian ini memiliki keterbatasan waktu untuk mengevaluasi stabilitas

fisikokimia pada sediaan under-eye cream akibat pandemi covid-19. Oleh karena

itu, disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan penambahan

waktu untuk mengevaluasi stabilitas fisikokimia sediaan under-eye cream sampai

60 hari penyimpanan dan melakukan pengujian kadar total flavonoid dan

antioksidan pada infusa kulit batang taya.


75

RINGKASAN

Salah satu tanaman Indonesia yang dapat di manfaatkan untuk mengatasi

masalah penuaan di area sekitar mata adalah taya. Tanaman taya atau dalam

bahasa latinnya Nauclea subdita merupakan tanaman yang sering di temukan di

pulau Kalimantan. Penduduk lokal sering memanfaatkan kulit batang taya untuk

dijadikan bedak dingin untuk mendapatkan khasiat mencerahkan kulit (Asmiyarti

and Wibowo, 2014). Hal ini diduga karena adanya kandungan flavonoid,

polifenol, steroid dan alkohol sebagaimana yang dilaporkan oleh Asmiyarti&

Wibowo (2014), tentang kandugan ekstrak metanol daun tanaman taya. Hasil

penelitian tentang kandungan kulit batang tanaman taya juga diketahui bahwakulit

batang taya mengandung alkaloid, terpenoid, flavonoid, saponin, dan fitosterol

(Jamaluddin et al., 2012). Selain adanya kandungan yang diduga dapat

mencerahkan kulit, pada penelitian sebelumnya, ekstrak kulit batang taya

memiliki aktivitas antioksidan yang kuat (<50 µg/mL) dan mampu menghambat

aktivitas enzim tirosinase (Charissa, Djajadisastra and Elya, 2017). Oleh karena

itu kulit batang taya di mungkinkan untuk di formulasikan dalam sediaan

kosmetik under-eye cream.

Kulit batang taya dimungkinkan untuk bisa diformulasikan dalam sediaan

kosmetik under-eye cream, karena memiliki aktivitas antioksidan yang kuat.

Eyecream adalah krim mata dirancang untuk mengurangi kekeringan dan

menghaluskan tampilan kerutan di area mata, meningkatkan penampilan

elastisitas, dan mengurangi tampilan lingkaran hitam dibawah mata (Lees, 2012).
76

Bentuk krim lebih mudah diterima oleh pasien karena kemudahan dalam

penggunaan, daya sebar tinggi, baik ke dalam kulit, mudah di cuci dibandingkan

salep.

Bahan yang dipilih dalam pembuatan under-eye cream harus tidak

menimbulkan reaksi alergi. Bahan yang digunakan dalam pembuatan under-eye

cream antara lain, bahan aktif infusa kulit batang taya yang diambil dari

Kasongan, Kabupaten Katingan, provinsi Kalimantan Tengah, pada bulan Maret

2019. Selain itu ditambahkan beberapa eksipien antara lain asam stearat dan

trietanolamin sebagai emulgator, setil alkohol sebagai emolien, gliserin sebagai

emolien, DMDM Hydantoin sebagai pengawet, isopropilmiristat sebagai

penetration enhancer, silicon oil sebgai emolien. Under-eye cream yang

mengandung infusa kulit batang taya dibuat dalam 3 konsentrasi berbeda (5%,

10%, 15%) dan kemudian dilakukan karakterisasi dan pengujian stabilitas

fisikokimia untuk mengetahui pengaruh konsentrasi infusa terhadapa sediaan

Under-eye cream. Pengujian stabilitas fisikokimia yang dilakukan meliputi

organoleptis (warna, bau, bentuk), viskositas, sifat alir, pH, tipe emulsi, ukuran

droplet.

Karakteristik organoleptis untuk mengamati bentuk, bau, dan warna dari

under-eye cream kulit batang taya. Warna dari under-eye cream kulit batang taya

yang didapatkan sudah sesuai dengan spesifikasi. Pada under-eye cream

konsentrasi 5% didapatkan under-eye cream berwarna putih kekuningan,

sedangkan pada konsentrasi 10% dan 15% didapatkan under-eye cream berwarna

kuning muda. Pada konsentrasi infusa kulit batang taya 5% warna yang dihasilkan
77

memiliki warna yang lebih muda dari konsentrasi 10% dan 15%. Hasil evaluasi

bau krimnya, didapatkan krim yang tidak berbau, sesuai dengan spesifikasinya.

Krim yang didapatkan tidak berbau karena kulit batang taya tidak berbau,

sehingga infusa yang dihasilkan juga tidak berbau. Under-eye cream yang dibuat

juga tidak diberikan penambahan pewangi atau parfum apapun.

Viskositas yang didapatkan dari percobaan ini juga sudah sesuai dengan

spesifikasi. Pada infusa dengan konsentrasi 5%, viskositas yang didapatkan

19,346 cps, tetapi mengalami penurunan menjadi 17.789 cps pada konsentrasi

10%, dan pada konsentrasi 15% mengalami penurunan menjadi 15.878 cps.

Uji sifat alir yang dilakukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa sifat

alirnya adalah pseudoplastis. Pada uji sifat alir ini, perbedaan konsentrasi infusa

kulit batang Taya tidak mempengaruhi hasilnya. Sifat alir pseudoplastis dipilih

sebagai spesifikasi karena formulasi sediaan under-eye cream yang digunakan

mengandung bahan polimer (Sinko, 2012).

Hasil evaluasi pH menunjukkan bahwa krim yang didapat tidak sesuai dengan

spesifikasi. Evaluasi dari pH sediaan yang didapatkan pada konsentrasi 5% adalah

7,59, 7.91 pada konsentrasi 10% dan 8,20 pada konsentrasi 15%.Hal ini

disebabkan karena infusa kulit batang taya bersifat basa dengan pH 8,67, sehingga

dengan peningkatan konsentrasi infusa, pH krim yang didapatkan juga semakin

tinggi.Hal ini disebabkan karena kulit batang taya mengandung alkaloid yang

bersifat basa.
78

Evaluasi tipe emulsi secara mikroskopik didapatkan hasil yang sama untuk

ketiga konsentrasi (5%, 10%, 15%) yaitu tipe O/W.Tipe emulsi dalam under-eye

creamadalah O/W karena fase air yang berperan sebagai fase eksternal.

Penggunaan asam stearat dan triethanolamine sebagai emulgator tipe O/W

digunakan untuk membentuk emulsi tipe minyak dalam air (Saryanti, Setiawan

and Safitri, 2019).

Hasil evaluasi daya sebar yang didapatsesuaidenganspesifikasi. Evaluasi daya

sebar sediaan yang didapatkan pada konsentrasi 5% adalah 7,5cm , pada

konsentrasi 10% dan 15 % adalah 8 cm.

Dari hasil karakterisasi dan pengujian stabilitas under-eye cream yang

mengandung infusa kulit batang taya menunjukan adanya pengaruh perbedaan

konsentrasi infusa kulit batang taya (Nauclea subdita) 5%, 10%, 15% terhadap

karakteristik dan stabilitas under-eye cream dan Under-eye cream dari infusa kulit

batang taya (Nauclea subdita) memiliki karakteristik dan stabilitas fisikokimia

yang sesuai dengan spesifikasi yang sudah di tetapkan.


79

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G. (2012) Sediaan Farmasi LIkuida-Semisolida. Bandung, Indonesia: ITB.

Alissya, S. and Mufrod, P. (2015) ‘Antioxidant Activity of Cream Dosage Form of


Tomato Extract (Solanum lycopersicum L.)’, A18(3), pp. 132–140. doi:
10.22146/tradmedj.8214.
Asmiyarti, N. I. and Wibowo, M. A. (2014) ‘Uji Aktivitas Antioksidan Metode
DPPH dan Uji Sitotoksik Metode BSLT pada Ekstrak Metanol Daun Bongkal
(Nuaclea subdita (Korth) Steud)’, Jkk, 3(4), pp. 58–62.
Avanti, C. et al. (2016) ‘Karakterisasi dan Stabilitas Fisik Mikroemulsi Tipe A/M
Dengan Berbagai Fase Minyak’, Pharmaceutical Sciences and Research,
3(1), pp. 31–44. doi: 10.7454/psr.v3i1.3221.
Avanti, C. et al. (2018) ‘Uji Akseptabilitas Krim Pelembap ( Acceptability Testing
of Moisturizer Creams )’.
Balsam, S and Sagarin, E. (1992) Cosmetic Science and Technology. 1st edn.
Bosch, R. et al. (2015) ‘Mechanisms of photoaging and cutaneous
photocarcinogenesis, and photoprotective strategies with phytochemicals’,
Antioxidants, 4(2), pp. 248–268. doi: 10.3390/antiox4020248.
Cahyati, A. N., Ekowati, D. and Reslely, H. (2015) ‘Optimasi Kombinasi Asam
Stearat dan Trietanolamin dalam Formula Krim Ekstrak Daun Legetan
( Spilanthes acmella L .) sebagai Antioksidan secara Simplex Lattice Design
Optimization of The Combination Stearic Acid and Trietanolamine in A
Cream Formulation Ex’, 12(1), pp. 60–69.
Charissa, M., Djajadisastra, J. and Elya, B. (2017) ‘Uji Aktivitas Antioksidan
dan Penghambatan Tirosinase serta Uji Manfaat Gel Ekstrak Kulit Batang
Taya (Nauclea subdita) terhadap Kulit’, Jurnal Kefarmasian Indonesia, 6(2).
doi: 10.22435/jki.v6i2.6224.98-107.
Chintya, N. and Utami, B. (2017) ‘Ekstraksi Tannin dari Daun Sirsak (Annona
muricata L.) sebagai Pewarna Alami Tekstil’, JC-T (Journal Cis-Trans):
Jurnal Kimia dan Terapannya, 1(1), pp. 22–29. doi:
10.17977/um026v1i12017p022.
Colvan, L., Fleck, T. and Vega, V. L. (2019) ‘Global periorbital skin rejuvenation
by a topical eye cream containing low molecular weight heparan sulfate
(LMW-HS) and a blend of naturally derived extracts’, Journal of Cosmetic
Dermatology, 18(2), pp. 530–538. doi: 10.1111/jocd.12857.
80

Couteau, C. and Coiffard, L. (2010) ‘Regulation no 1223/2009 on cosmetic


products’, Nouvelles Dermatologiques, 29(5 PART 1).
Diana, Z. (2010) Cosmetic Dermatology. North California: Departement of
Technology, Duke University School of Medicine.
Djajadisastra, J. (2004) Cosmetic Stability. Jakarta, Indonesia: Departemen
Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Indonesia.
Downie, B. J. B. (2010) ‘Understanding Moisturizers and their Clinical Benefits’,
Practical Dermatology for Pediatrics, (October), pp. 19–22.
Eksan, P. E. N. and Tanol, M. E. D. A. N. E. (2016) ‘Ntioksidan pada’, 10(2).
Haerani, A., Chaerunisa, A. Y. and Subarnas, A. (2018) ‘Artikel Tinjauan:
Antioksidan untuk Kulit’, 16, pp. 135–151.
Isnawati, A. P. and Retnaningsih, A. (2018) ‘Jurnal Farmasi Malahayati Volume
1 No . 1 Januari 2018 Jurnal Farmasi Malahayati Volume 1 No . 1 Januari
2018’, 1(1).
Jamaluddin, F. R. et al. (2012) Total phenolic contents and free-radical
scavenging activities from methanolic extracts of Nauclea subdita (Korth)
Steud. heartwood, Advances in Natural and Applied Sciences.
Kumar, S., & Pandey, A. . (2013) Chemistry and Biological Activities of
Flavonoids. Hindawi: An Overview.
Kustanti, H. (2008) Tata Kecantikan untuk SMK. 1st edn. Jakarta: Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jendrak Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
Laksmini, N. P. L. (2018) ‘Pengembangan Metode Refluks untuk Ekstraksi
Andrografolid dari Herba Sambiloto’, pp. 82–90.
Lees, M. (2012) Skin Care Beyond The Basics. 4th edn. England: A Part of
Cengage Learning.
Liebert, M. A. (1988) ‘Final report on the safety assessment of trichloroethane’,
International Journal of Toxicology, 7(SUPPL. 4), pp. 107–138. doi:
10.1080/10915810802550835.
Liew, S. Y. et al. (2014) ‘Subditine, a new monoterpenoid indole alkaloid from
bark of Nauclea subdita (Korth.) Steud. Induces apoptosis in human prostate
cancer cells’, PLoS ONE, 9(2). doi: 10.1371/journal.pone.0087286.
Madaan, V. et al. (2014) ‘International Reserch Journal of Pharmacy
www.irjponline.com’, (July). doi: 10.7897/2230-8407.0507108.
81

Maharani, A. (2015) Penyakit Kulit. Yogyakarta, Indonesia: Pustaka Baru Press.


Martin, A., Awabrick, J. and Cmmarat, A. (2012) Farmasi Fisik Dasar-Dasar
Farmasi Fisik dalam Ilmu Farmasetik. 3rd edn. Edited by Yoshita. Jakarta,
Indonesia: Universitas Indonesia.
Menkes, R. (2013) ‘Rencana Induk Pengembangan Bahan Baku Obat
Tradisional’, pp. 1–65.
Mitsui, T. (1997) New Cosmetic Science. 1st edn. The Netherland Amsterdam.
Mukhriani (2014) ‘Ekstraksi, pemisahan senyawa, dan identifikasi senyawa aktif’,
pp. 361–367.
Ningrum, R., Purwanti, E. and Sukarsono (2016) ‘Identifikasi Senyawa Alkaloid
dari Batang Karamunting ( Rhodomyrtus tomentosa ) Sebagai Bahan Ajar
Biologi Retno Ningrum et al ., Identifikasi Senyawa Alkaloid Indonesia
merupakan Negara dengan kekayaan alam yang melimpah . Hampir segala
jenis tumbuhan da’, (September).
Rosidah, I. et al. (2017) ‘Optimasi Kondisi Ekstraksi Senyawa Total Fenolik Buah
Labu Siam ( Sechium edule ( Jacq .) Sw .) Menggunakan Response Surface
Methodology’, pp. 79–88.
Rowe, R. C., Sheskey, P. J. and Quinn, M. E. (2016) Hanfbook of Pharmaceutical
Excipients 6th ed, Revue des Nouvelles Technologies de l’Information.
Saryanti, D., Setiawan, I. and Safitri, R. A. (2019) ‘Optimasi Formula Sediaan
Krim M / A dari Ekstrak Kulit Pisang Kepok ( Musa acuminata L . )
Optimization of M / A Cream Formula From Kepok Banana Pell ( Musa
acuminata L .) Extract’, 1(3).
Selvi, S. (2017) ‘Pengaruh Konsentrasi Pengawet DMDM Hydantoin Terhadap
Karakteristik, Stabilitas Fisika Dan pH Pada Water Based Pomade Yang
Mengandung Ekstrak Aloe Vera’, Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Universitas Surabaya, 6(2), pp. 553–566. doi: 10.1002/cbic.200800077.
Sinko, P. J. (2012) Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. 5th edn. Edited
by diterjemahkan oleh Tim Alih Bahasa Sekolah Farmasi ITB. Jakarta,
Indonesia: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sukmawati; Arisanti (2014) ‘Pengaruh Variasi Konsentrasi PVA, HPMC, dan
Gliserin terhadap Sifat Fisika Masker Wajah Gel Peel-Off Ekstrak Etanol
96% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)’, Jurnal Farmasi
Udayana, Vol. 2(No. 3), pp. 35–42.
Syaiffuddin (2016) Ilmu Biomedik Dasar Untuk Mahasaiswa Keperawatan.
Jakarta, Indonesia.
82

Syamsuni, A. (2006) ILMU RESEP. Jakarta, Indonesia: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.
Tomayahu, N. and Abidin, Z. (2016) ‘Penetapan Kadar Flavonoid Total Ekstrak
Etanol Kulit Buah Alpukat ( Persea americana Mill .) Dengan Metode
Spektrometri UV-VIS’, 4(2), pp. 226–230.
Tranggono, R. . (2007) Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta,
Indonesia: PT Gramedia Utama.
Ulaen, S., Banne, Y. and Suatan, R. (2012) ‘Pembuatan Salep Anti Jerawat Dari
Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.)’, Jurnal Ilmiah
Farmasi Poltekkes Manado, 3(2), p. 96587.
Vyas, M. B., Patel, D. and Shah, S. K. (2015) ‘Formulation & Evaluation of Eye
Care Solution of Vasoconstrictor and Antihistaminic Drug for Conjuctivitis’,
15(2).
Wahyulianingsih, W., Handayani, S. and Malik, A. (2016) ‘Penetapan Kadar
Flavonoid Total Ekstrak Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) Merr &
Perry)’, Jurnal Fitofarmaka Indonesia, 3(2), pp. 188–193. doi:
10.33096/jffi.v3i2.221.
Widia, L. (2015) Anatomi Fisiologi dan Siklus Kehidupan Manusia. Yogyakarta,
Indonesia: Nurha Medika.
Winarsi, H. (2007) Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta, Indonesia:
Kanisius.
Yulia, R. (2016) Antioksidan Hayati Solusi Dampak Destruktif Toksisitas
Oksigen. Surabaya: Staina Press.
Yusuf, N. A. and Fatmawaty, A. (2017) ‘Peningkat Penetrasi Terhadap Laju Difusi
Krim Pemutih Ekstrak Etanol Daun Murbei ( Morus alba L )’, Jurnal Ilmiah
Manuntung, 3(1), pp. 43–51.
83

LAMPIRAN

Lampiran 1. Proses Pembuatan Infusa Kulit Batang Taya


84

Lampiran 2. Infusa Kulit Batang Taya


85

Lampiran 3. pH under-eye cream pada konsentrasi infusa 15%


86

Lampiran 4. pH under-eye cream pada konsentrasi infusa 10%


87

Lampiran 5. pH under-eye cream pada konsentrasi infusa 5%


88

Lampiran 6. Pengujian organoleptis under-eye cream kulit batang taya

15% 10% 5%
89

Lampiran 7. Pengujian daya sebarunder-eye cream kulit batang taya dengan


konsentrasi infusa 15%
90

Lampiran 8. Pengujian daya sebarunder-eye cream kulit batang tayadengan


konsentrasi infusa 10%
91

Lampiran 9. Pengujian daya sebarunder-eye cream kulit batang tayadengan


konsentrasi infusa 5%
92

Lampiran 10. Pengujian tipe emulsi


93

RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap I Wayan Nico Wirawan


2 Jenis Kelamin Laki-Laki
3 Fakultas Farmasi
4 NRP 110116204
5 Tempat dan Tanggal Lahir Gianyar, 10 Desember 1997
6 E-mail nicowirawan204@gmail.com
7 Nomor Telepon/HP 088236130161

B. Riwayat Pendidikan

SD SMP SMA
SDN 1 Mas SMPN 1 SMK Farmasi 3
Ubud Gianyar Saraswati
Jurusan - - Farmasi
Tahun Masuk-
2004-2010 2010-2013 2013-2016
Lulus

C. Prestasi Akademik dan Non Akademik

No Jenis Prestasi Tingkat Tahun


- - - -
94

D. Pengalaman Organisasi

No Nama Organisasi Jabatan Tahun


Anggota sie-
1 UKKH Championship 2017
Perlengkapan

Anggota sie-
2 Bali Festival 2017
Dekorasi

Anggota sie-
3 Dharmayowana UKKH 2017
kerohanian

4 Tirtayatra UKKH Anggota sie-acara 2017

Anggota sie-
5 UKKH Championship 2017
Perlengkapan

Anggota sie-
6 Bali Festival 2018
Dekorasi

Anggota sie-
7 Segitiga Emas 2018
perlengkapan

Kordinator sie-
8 Donor Darah Fakultas farmasi 2018
perlengkapan

Anggota sie-
9 Suksesi UKKH 2018
keamanan

10 Dharmayowana UKKH Steering Commite 2018


11 Meet and greet UKKH Ketua Acara 2018
12 Tirtayatra UKKH Steering Commite 2019
13 Bazzar UKKH Steering Commite 2019
14 Bali Festival UKKH Steering Commite 2019
15 Pekan Olahraga Hindu Steering Commite 2019
95

16 BPH UKKH Ubaya Wakil Ketua 2018-2019

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan

dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata

dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu

persyaratan dalam penyusunan skripsi.

Surabaya, 28 Juli 2020

I Wayan Nico Wirawan

Anda mungkin juga menyukai