OLEH
KELOMPOK V
KELAS : TRANSFER B. 2017
ASISTEN : MIKA LOLANG, S. Farm
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Kasein
Merupakan protein utama susu dengan proporsi sekitar 80%
dari total protein dalam susu. Kasein terdapat dalam bentuk
kasein kalsium, yaitu senyawa kompleks dari kalsium fosfat dan
terdapat dalam bentuk partikel-partikel kompleks koloid yang
disebut micelles (Buckle dkk.,2007). Casein micelles pada susu
sapi memiliki ukuran 50–600 nm atau 0,05–0,6 μm dengan rata-
rata ukuran casein micelles sebesar 100 nm atau 0,1 μm (Horne,
2011).
Terdapat empat jenis kasein dalam susu antara lain αs1-
casein, αs2-casein, β-casein dan K-Casein(Cheema dkk.,
2015).Menurut Fox dan McSweeney (1998) kisaran persentase
empat jenis kasein di dalam susu adalah sebesar 37%,10%, 35%
dan 12% dari keseluruhan kasein susu. Komposisi Whey di dalam
susu adalah sekitar 20%. Adaempat jenis whey yang terdapat di
dalam susu yaitu β-laktoglobulin, α-6laktalbumin, blood serum
albumin dan immunoglobulin(Jovanović dkk., 2005). Menurut Fox
dan McSweeney (1998) kisaran persentase β-laktoglobulin, α-
laktalbumin dan blood serum albumindi dalam susu adalah
sebesar 50%, 20% dan 10% dari total keseluruan wheydalam
susu.Kasein merupakan protein dengan sifat hidrofobik yang lebih
kuat apabila dibandingkan dengan whey. Hal ini disebabkan
gugus hidrofobik pada kasein berada di bagian permukaan
molekul, sedangkan gugus hidrofobik pada whey berada di dalam
molekul, namun beberapa kasein memiliki sifat hidrofobik yang
lebih lemah daripada wheyjenis βlaktoglobulin (Fox dan
McSweeney, 1998).β-caseinmerupakan jenis protein susu dengan
sifat hidrofobik paling kuat diantara jenis protein susu lainnya
(Carr, 1999).
Metode Kerja
IV.2. Perhitungan
Perhitungan % Rendemen Kasein
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
% Rendemen = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ
5,1540 𝑔𝑟𝑎𝑚
Kelompok 1 = 20,8621 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100%
= 24,71 %
4,9815 𝑔𝑟𝑎𝑚
Kelompok 2 = 21,0215 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100%
= 23,69 %
6,12 𝑔𝑟𝑎𝑚
Kelompok 3 = 19,9997 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100%
= 30,6%
4,0891 𝑔𝑟𝑎𝑚
Kelompok 4 = 20,0205 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100%
= 20,42 %
5,4504 𝑔𝑟𝑎𝑚
Kelompok 5 = 19,0821 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100%
= 23,04%
IV.3. Pembahasan
Susu merupakan sumber energi karena mengandung laktosa dan
lemak, sumber zat pembangun karena mengandung protein dan mineral
serta sebagai bahan-bahan pembantu proses metabolisme seperti mineral
dan vitamin. Secara kimiawi susu normal mempunyai susunan sebagai
berikut: air (87,20%), lemak (3,70%), protein (3,50%), laktosa (4,90%),
dan mineral (0,07%) (Sumudhita, 1989). Percobaan yang dilakukan yaitu
mengisolasi laktosa dan kasein pada susu. Laktosa adalah disakarida
yang terdiri dari glukosa dan galaktosa, Laktosa dalam bidang
kefarmasian sering digunakan untuk zat tambahan (pengisi) atau sebagai
pemanis dalam suatu sediaan (Ekawati, 2014). Kasein merupakan salah
satu protein dalam susu yang diketahui jumlahnya paling banyak dalam
susu, Sifat fungsional kasein sangat mempengaruhi sifat fisiko kimia pada
pembentukan keju (Hasinah, 2001).
Pemanasan 55°C bertujuan untuk mengendapkan kasein pada
susu. Jika kita memanaskan diatas 55°C, maka endapan kasein yang
terbentuk menjadi tidak stabil karena mudah terurai menjadi asam amino
lain. Jika memanaskan dibawah 55°C, maka endapan kasein yang
terbentuk tidak sempurna (Ekawati, 2014). Penambahan asam asetat 10%
bertujuan untuk mengendapkan kasein yang terdapat pada susu. Shah et
al. (2010) menjelaskan bahwakasein mudah sekali mengendap pada titik
isoelektrik yaitu pada pH 4,6-5,0 dan memiliki kelarutan yang rendah pada
kondisi asam. Cara mengetahui casein sudah mengendap sempurna atau
belum, yaitu kita tambahkan asam asetat encer sampai tidak ada lagi
casein yang menggumpal. Kalau sudah tidak ada casein yang
menggumpal, penambahan asam asetat kita hentikan. Jika kita
menambahkan asam asetat encer terlalu berlebihan, laktosa akan
terhidrolisis menjadi galaktosa dan glukosa. Jika kita terlalu sedikit
menambahkan asam asetat encer (casein belum mengendap semua),
maka laktosa yang terbentuk hasilnya kurang baik (Ekawati, 2014).
Filtrat yang didapat di tambahkan CaCO3 bertujuan untuk
mengendapkan kasein. Pemanasan dilakukan untuk melarutkan laktosa
sedangkan kasein tidak larut (Depkes RI, 1979). Penyaringan panas-
panas bertujuan agar laktosa tidak tertinggal pada kertas saring
sedangkan kasein dan pengotor lainnya akan tertinggal pada kertas
saring. Dilakukan pemanasan lagi bertujuan untuk menguapkan H 2O
sehingga dihasilkan filtrat yang pekat. Penambahan batu didih dan
pengadukan untuk mencegah terjadinya bumping, karamelisasi, dan
supaya pemanasan merata (Ekawati, 2014). Penambahan etanol 95%
bertujuan untuk mengendapkan laktosa dan melarutkan zat pengotor.
Laktosa memiliki kelarutan sukar larut terhadap etanol 95% (Depkes RI,
1979) dan etanol merupakan pelarut yang dapat mengendapkan laktosa
(Ekawati, 2014).
Residu (kasein) yang didapat, ditambahkan 10 mL etanol : eter (1
: 1) bertujuan untuk melarutkan pengotor yang masih terdapat pada
residu. Kasein tidak larut dengan air, etanol maupun pelarut nonpolar
lainnya kecuali pelarut alkali hodroksida (Depkes RI, 1979). Dekantasi
dilakukan untuk memisahkan cairan dan endapan dengan cara menuang
cairan secara perlahan melalui dinding gelas kaca. Uji kualitatif pada
kasein dapat dilakukan dengan uji ninhidrin, dimana hasil pengujian
menunjukan positif (endapan biru keunguan) (Sudarmaji, dkk. 2003).
BAB V
PENUTUP
V.1. Kesimpulan
Dari percobaan praktikum isolasi kasein dan laktosa di atas, dapat
disimpulkan :
1. Reaksi yang terjadi pada percobaan ini adalah isoelektrik
dimana terjadi penambahan larutan bersifat asam pada
isolasi kasein dan laktosa agar dapat menyeimbangkan
gugus basa pada kasein.
2. Senyawa yang dihasilkan dari proses isolasi residu adalah
senyawa kasein yang dibuktikan dengan adanya hasil positif
berwarna biru keunguan dari uji kualitatif menggunakan
pereaksi ninhidrin.
3. Senyawa yang dihasilkan dari proses isolasi filtrat adalah
laktosa.
V.2. Saran
1. Saran Untuk Asisten
Untuk kedepannya para asisten semakin memberikan materi
yang lebih baik dan dimengerti oleh pratikan.
2. Saran Untuk Dosen
Dosen lebih menyempatkan waktu untuk bersama praktikan
di laboratorium dan memberikan arahan yang bermanfaat
bagi praktikan.
3. Saran Untuk Laboratorium
Alat dan bahan yang tersedia di laboratorium lebih dilengkapi
lagi agar praktikan tidak kesulitan saat praktikum
DAFTAR PUSTAKA
Adams, M.R., & Moss, M.O. (1995). “Food Microbiology”. New Delhi: New
Age International Publishers.
Belitz, H.D. and W.Grosch. 2009. “Food Chemistry”. Second Edition.
Berlin: Springer Berlin.
Buckle,K.A. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: UI Press.
Carr, 1999. Dalam “The use of spray drying technology to reduce bitter
taste of casein hydrolysate”. Food Hydrocoloids Journal. 24(4): 336-
340.
Chema dkk, 2015. Dalam “Evaluasi Kandungan Susu Sapi yang Difiltrasi
Dengan Konsentrasi Polimer dan Lama Waktu yang berbeda”.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Dirjen POM.
Ekawati, E. R. 2014. Perbedaan Kadar Laktosa Pada Susu Sapi Fries
Hplland dan Susu KA ETAWA DI KEC. AMPELGADING, KAB.
MALANG. Prodi Analis Kesehatan-FIKes-Univ.Maarif Hasyim Latif
Sidoarjo.
Hasinah, H., & Handiwirawan, E. 2007. PEMANFAATAN PENCIRI GEN К-
KASEIN UNTUK SELEKSI PADA SAPI DAN KERBAU. Seminar dan
Lokakarya Nasional.
Jansson, dkk. 2014. “Lactose-Hydrolyzed Milk Is More Prone to Chemical
Changes during Storage than Conventional Ultra-High-Temperature
(UHT) Milk”. J. Agric. Food Chem.62 (31): 7886–7896
Jovanovic, M.Cupervlic.1977.Nutritive Value Of Rumen Content for
Oogatric. Anim Freed sci and Tech. Vol.2: 351-360.
Karam MC, Gaiani C, Hosri C, Burgain J and Scher J (2013) “Effect of
dairy powders fortification on yogurt textural and sensorial
properties”. a review. J. Dairy Res. 80(4): 400–409.
P.F. FOX and P.L.H. McSWEENEY. “Dairy Chemistry and Biochemistry”.
Ireland: Department of Food Chemistry University College Cork.
Shah, R., A. H. Jana, K. D. Aparnathi and P. S. Prajapati. 2010. Process
standardization for rennet casein based Mozzarella cheese
analogue. J. Food Sci and Technol 47: 574- 578.
Sharma, A. dan surolia, V. 1997. “Analyses of carbohydrate recognition by
legume lectins: size of the combiningsite loops and their primary
specificity”. J. Mol Biol. 267(2):433-45.
Sudarmadji., Haryono, B., & Suhardi. 2003. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Yogyakarta: Lieberty Yogyakarta.
Usmiati, S dan Abubakar. 2009. “Teknologi Pengolahan Susu”. Bogor:
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian
Bogor.
Winarno F.G. 2004. “Kimia Pangan dan Gizi”. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
LAMPIRAN
Penyaringan