Anda di halaman 1dari 4

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam

cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok (IMO hal 132)

Macam-macam Emulsi Berdasarkan penggunaannya emulsi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :


A.) Emulsi penggunaan per-oral

1. Emulsi minyak dalam air


Biasa nya mempunyai tipe minyak dalam air. Emulgator merupakan
film penutup dari minyak obatnya untuk menutupi rasa tidak enak, zat perasa diberikan pada fase
ekstern untuk memberikan rasa enak. (Farmakope Indonesia Edisi III).
2)Emulsi untuk injeksi itravena
Emulsi parenteral telah diselidiki untuk penggunaan makanan dan minyak obat untuk hewan dan
manusia. Penggunaan emulsi parenterol meminta perhatian khusus selama produksi seperti
pemilihan emulgator ukuran dan kesamaan butiran tetes pada penggunaan intravena
(Farmakope Indonesia Edisi IV).
B.) Emulsi untuk pemakaian oral

Baik bentuk minyak dalam air atau air dalam minyak yang dapat dipakai
untuk pemakaian kulit dan memoran mukosa dengan proses emulsi kemungkinan
terbentuk lotion atau cream yang karsistensinya mempunyai sifat-sifat :
 Dapat meluas daerah yang diobati
 Dapat mudah dicuci
 Tidak membekas pada pakaian
 Memiliki bentuk ,bau, warna dan rasa yang baik

3. Syarat-syarat sediaan emulsi dapat terbentuk jika :


 Terdapat 2 zat yang tidak saling melarutkan
 Terjadi proses pengadukan (agitosi)
 Terdapat emulgator

Sediaan emulsi yang baik adalah sediaan emulsi yang stabil, dikatakan stabil apabila sediaan
emulsi tersebut dapat mempertahankan distribusi yang teratur dari fase terdispersi dalam jangka
waktu yang lama. (Ansel, H.C , 1989)
Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lain dalam
bentuk tetesan kecil ( Farmakope Indonesi Edisi IV 1995 hal 6).
Emulsi adalah suatu sistem dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan-bulatan
kecil zat cair yang terdistribusi keseluruh pembawah yang tidak tercampur (Howard Ansel,
pengantar bentuk sediaan farmasi hal 376).
Dalam batasan emulsi, fase terdispersi, dianggap sebagai fase dalam dan medium
dispersinya sebagai fase luar atau fase kontinu. Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan
fase luar air disebut emulsi minyak dalam air dan biasanya diberi tanda sebagai tanda emulsi
“M/A”. Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi
air dalam minyak dan dikenal sebagai emulsi “A/M” (Leon, 1994).
Secara farmasetik, proses emulsifikasi memungkinkan ahli farmasi dapat membuat suatu
proses yang stabil dan rata dari campuran dua cairan yang saling tidak tercampur. Untuk emulsi
yang diberikan secara oral, tipe emulsi minyak dalam air memungkinkan pemberian obat yang
harus dimakan tersebut mempunyai rasa yang lebih enak walaupun yang diberikan tidak enak,
dengan menambahkan pemanis dan memberi rasa pada pembawah air sehingga dimakan dan
ditelan sampai kelambung. Emulsi cair dapat digunakan secara bermacam-macam seperti oral,
topikal atau parenteral (Ainley dan Paul, 1994).
Umumnya zat aktif permukaan itu mempunyai harga HLB yang ditetapkan 3 sampai 6,
yang menghasilkan emulsi air dalam minyak, sedangkan zat-zat yang mempunyai harga HLB
antara 8 sampai 18 menghasilkan emulsi minyak dalam air. Dalam suatu sisten HLB, harga HLb
juga ditetapkan untuk minyak-minyak dari zat-zat yang seperti minyak. Dengan menggunakan
dasr HLB dalam penyimpanan suatu emulsi, dapat dipilih emulsi zat pengemulsi yang
mempunyai harga HLB sama atau hampir sama sebagai fase minyak dari emulsi yang dimaksud
(Howard C. Ansel. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi hal 376-382).
Bahan-bahan yang diperlukan ditambahkan dalam pembuatan emulsi, antara lain :
a. Bahan pengemulsi sebagai emulgator
Untuk mencegah koalesansi sehingga tetesan besar menjadi tetesan kecil.
b. Bahan pengemulsi sebagai surfaktan
Untuk mengurangi tegangan permukaan antara fase eksternal sehingga proses emulsifikasi dapat
ditingkatkan.
c. Pengental
Untuk mempengaruhi kestabilan emulsi.
d. Pengawat
Ditambahkan untuk semua jenis emulsi terutama emulsi minyak dalam air karena kontaminan
fase dan air mudah terjadi.
e. Zat-zat tambahan
Pemanis, pewarna, dan pewangi (Howard C. Ansel. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi).

DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM, (1979), Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen kesehatan RI:Jakarta
Dirjen POM, (1995), Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen kesehatan RI:Jakarta
Ansel, H.C,. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi IV. Terjemahan Farida Ibrahim. UI
Press: Jakarta.
Anief, Moh. 2005. Ilmu Meracik Obat cetakan XII. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Ansel,H.C.1989.Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV.Universitas Indonesia:Jakarta


Dirjen POM.1979.Farmakope Indonesi Edisi III.DEPKES RI:Jakarta
Dirjen POM.1995.Farmakope Indonesi Edisi IV.DEPKES RI:Jakarta
Lachman,Leon.D.1994.Teori dan Praktek Farmasi Industri II Edisi III.Universitas
Indonesia:Jakarta
Wade,Ainley and Paul J.weller.1994.Handbook of Pharmacuotical Excipients Edisi II.The Van
Pain C.F.R:London

Anda mungkin juga menyukai