Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLIDA

“Formulasi Sediaan Salep”

DOSEN PENGAMPU : Apt. Almahera, S.Farm., M. Farm.

NAMA ANGGOTA :

 ALAWIYAH MUZAEMA (1908060022)


 DINDA IMAROH (1908060012)
 L. HAFIZUL WIRASANJAYA (1908060020)

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA NTB

FAKULTAS KESEHATAN

PRODI S1 FARMASI

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dalam bentuk sederhana.

Atas bantuan dan bimbingan dari semua pihak maka makalah ini dapat diselesaikan,
oleh karena itu penulis patut menyampaikan terima kasih kepada:
1. Apt. Almahera, S. Farm., M. Farm. Selaku pembimbing mata kuliah Teknologi Sediaan
Semi Solida yang telah memberikan saya kepercayaan untuk menyusun makalah ini.
2. Orang tua yang banyak memberikan motivasi dan bantuan baik moril mau pun materi
sehingga kami dapat menyusun makalah ini.
3. Teman-teman yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini.
 Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan terdapat
berbagai kekurangan di dalamnya. Olehnya itu penulis memohon maaf atas kekurangan
tersebut dan pembaca memberikan masukan berupa saran dan kritik yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Mataram, 17 Oktober 2021

KELOMPOK III

II
DAFTAR ISI
COVER...............................................................................................................................
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii-iv
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................5
1.1 Latar Belakang...............................................................................................6
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................6
1.3 Tujuan Masalah..........................................................................................6-7
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................8
2.1 Pengertian Salep ...........................................................................................8
2.2 Fungsi Salep....................................................................................................8
2.3 Dasar Salep.....................................................................................................8
2.4 Persyaratan Salep..........................................................................................9
2.5 Kontrol Kualitas Dasar Salep......................................................................9
2.6 Keuntungan Dan Kerugian Salep..............................................................10
2.7 Bahan-Bahan Penyusun Berbasis Salep....................................................10
2.7.1 Salep Dasar I......................................................................................11
2.7.2 Salep Dasar II.....................................................................................11
2.7.3 Salep Dasar III...................................................................................11
2.7.4 Salep Dasar IV...................................................................................11
2.8 Metode Pembuatan Salep...........................................................................12
2.9 Cara Pembuatan Salep...............................................................................12
2.10 Uji Stabilitas Salep.....................................................................................13
2.11 Evaluasi Salep............................................................................................13
2.11.1 Uji Organolleptis .............................................................................14
2.11.2 Uji Homogenitas...............................................................................14
2.11.3 Uji Daya Sebar.................................................................................14
2.11.4 Uji pH ...............................................................................................14
2.11.5 Uji Viskositas...................................................................................14
2.12 Pengemasan Dan Penyimpann Salep.......................................................15

III
2.13 Pengawetan Salep......................................................................................15
2.14 Inkompatibilitas Salep...............................................................................16
2.14.1 Inkompatibilitas Terapeutik...........................................................16
2.14.2 Inkompatibilitas Fisika...................................................................16
2.14.3 Inkompatibilitas Kimia...................................................................17
2.15 Contoh-Contoh Obat Salep.......................................................................17
2.15.1 Obat Bisul, Koreng Dan Borok......................................................17
2.15.2 Obat Eskema....................................................................................18
2.15.3 Obat Kudis.......................................................................................18
2.15.4 Obat Kurab, Panu Kutu Air...........................................................19
BAB III PENUTUP......................................................................................................20
3.1 Kesimpulan..................................................................................................20
3.2 Saran ........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................21
LAMPIRAN...................................................................................................................22

IV
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu yang mempelajari tentang cara penyediaan obat menjadi bentuk tertentu hingga
siap digunakan sebagai obat serta bagaimana teknologi pembuatan obat dalam bentuk
sediaan yang dapat digunakan dan diberikan kepada pasien disebut dengan ilmu farmasetika.
Salah satu formulasi sediaan farmasi yang akan dibahas pada subab berikutnya adalah salep.

Salep merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang digunakan pada kulit, yang
sakit atau terluka dimaksudkan untuk pemakaian topikal. Salep digunakan untuk mengobati
penyakit kulit yang akut atau kronis, sehingga diharapkan adanya penetrasi kedalam lapisan
kulit agar dapat memberikan efek yang diinginkan. Salep dapat diartikan sebagai sediaan
setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lender. Bahan
obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok . Salep tidak boleh
berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep yang mengandung obat
keras atau narkotik adalah 10 % .

Sediaan salep harus memiliki kualitas yang baik yaitu stabil, tidak terpengaruh oleh
suhu dan kelembaban kamar, dan semua zat yang dalam salep harus halus. Oleh karena itu
pada saat pembuatan salep terkadang mangalami banyak masalah, salep yang harus digerus
dengan homogen, agar semua zat aktifnya dapat masuk ke pori-pori kulit dan diserap oleh
kulit.

Oleh karena itu diantisipasi agar masalah inkompatibilitas obat (tidak


tercampurkannya suatu obat), yaitu pengaruh pengaruh yang terjadi jika obat yang satu
dicampurkan dengan yang lainnya sehingga berakibat pada hilangnya potensi dalam
meningkatkan toksisitas atau efek samping yang lain.

5
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan salep ?

2. Apa saja fungsi dari salep ?

3. Apa saja dasar dari sebuah salep ?

4. Apa saja persyaratan dari salep ?

5. Bagaimana cara kontrol kuliatas dasar pada salep ?

6. Apa saja keuntungan dan kerugian dari penggunaan salep ?

7. Apa saja bahan-bahan penyusun basis salep ?

8. Bagaimana metode dan cara pembuatan salep ?

9. Bagaimana uji stabilitas adan evaluasi sdiaan salep ?

10. Bagaimana cara penyimpanan, pengemasan dan pengawetaan pada sediaan salep ?

11. Bagaimana inkompatibilitas sediaan salep ?

12. Apa saja contoh obat sediaan salep ?

1.3 Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari salep itu sediri.

2. Untuk mengetahui dan memahami fungsi dari salep.

3. Untuk mengetahui dan memahami dasar dari sebuah salep.

4. Untuk mengetahui dan memahami persyaratan dari salep.

5. Untuk mengetahui dan memahami cara kontrol kuliatas dasar pada salep.

6. Untuk mengetahui dan memahami keuntungan dan kerugian dari penggunaan salep.

7. Untuk mengetahui dan memahami bahan-bahan penyusun basis salep.

6
8. Untuk mengetahui dan memahami metode dan cara pembuatan salep.

9. Untuk mengetahui dan memahami uji stabilitas adan evaluasi sdiaan salep.

10. Untuk mengetahui dan memahami cara penyimpanan, pengemasan dan pengawetaan
pada sediaan salep.

11. Untuk mengetahui dan memahami inkompatibilitas sediaan salep.

12. Untuk mengetahui dan memahami contoh obat sediaan salep.

7
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Salep

Salep adalah sedian setengan padat yang ditujukan untuk pemakaian topical kulit
atau selaput lender salep tidak boleh berbau tengik kecuali dinyatakan lain, kadar bahan
obat dalam salep mengandung obat keras narkotika adalah 10 %. ( FI IV )

Salep adalah sediaan berupa massa lembek, mudah dioleskan, umumnya


berlemak dan mengandug obat, digunakan sebagai obat luar untuk melindungi atau
melemaskan kulit, tidak berbau tengik. Salep umumnya dibuat dengan melarutkan atau
mensuspensikan obat ke dalam salep dasar. ( FN edisi II )

2.2 Fungsi Salep

Fungsi salep (Anief, 2005) antara lain:

 Sebagai bahan aktif pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit

 Sebagai bahan pelumas pada kulit

 Sebagai bahan pelindung kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit yang dengan
larutan berair dan perangsang kulit.

2.3 Dasar Salep

Menurut dasar salep , salep dapat dibagi Sebagai berikut :

a. Salep Hidrofobik yaitu salep yang tidak suka air atau salep dengan dasar salep
berlemak ( greasy bases ) tidak dapat dicuci dengan air misalnya campuran lemak-lemak
dan minyak lemak.

b. Salep Hidrotilik yaitu salep yang suka air atau kuat menarik air, biasanya dasar tipe
M/A. ( Syamsuni, 2006 )

8
Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor seperti khasiat yang
diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan
ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang
kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalnya obat-obat yang
cepat terhidrolisis, lebih stabil dalam Dasar salep hidrokarbon daripada dasar salep yang
mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar salep yang
mengandung air. (Anonim, 2015)

2.4 Persyaratan Salep

 Pemerian: tidak boleh bau tengik.

 Kadar: kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep (basis salep) yang
digunakan vaselin.

 Homogenitas: jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang
cocok harus menunjukkan susunan yang homogeny.

 Penandaan: etiket harus tertera “obat luar” (Syamsuni, 2006).

2.5 Kontrol Kualitas Dasar Salep

Kualitas dasar salep yang ideal adalah :

 Stabil selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari inkompatibilitas,
stabil pada suhu kamar dan kelembapan yang ada dalam kamar.

 Lunak yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan
homogen, sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi, inflamasi dan ekskoriasi.

 Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang apling mudah dipakai dan
dihilangkan dari kulit.

 Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika dan kimia
dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak atau menghambat
aksi terapi dari obat yang mampu melepas obatnya pada daerah yang diobati.

9
 Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep padat atau cair
pada pengobatan dan Lembut, mudah dioleskan serta mudah melepaskan zat aktif
(Anief, 2007).

2.6 Keuntungan dan Kerugian Salep

Keuntugan dan kerugian dalam penggunaan.

Adapun keutungan penggunaan salep, antara lain :

 Sebagai bahan pembawa subtansi obat untuk pengobatan kulit

 Sebagai bahan pemulas pada kulit

 Sebagai pelindung kulit, yaitu mencegah kontak permukaan kulitdengan larutan


berair dan rangsang kulit,

 Sebagai obat luar.

Sementara kerugian penggunaan salep hanya terletak padabasisnya saja. Pertama,


salep kekurangan basis hidrokarbon. Sifatnyayang berminyak dapat meninggalkan noda
pada pakaian serta kulittercuci dan dibersihkan dari permukaan kulit. kedua, salep
kekuranganbasis adsorpsi, sehingga kurang tepat digunakan sebagai pendukungbahan-
bahan yang kurang stabil dengan adanya air. Selain iti salepmempunyai sifat hidrofil atau
mengikat air. (Widodo, 2013).

2.7 Bahan-bahan Penyusun Berbasis Salep

Salep dasar adalah zat pembawa dengan massa lembek, mudah dioleskan,
umumnya berlemak, dapat digunakan bahan yang telah mempunyai massa lembek atau
zat cair, zat padat yang terlebih dahulu diubah menjadi massa yang lembek. Jika dalam
komposisi tidak disebutkan salep dasar, maka dapat digunakan vaselin putih. Jika dalam
komposisi disebutkan salep dasar yang cocok. Pemilihan salep dasar yang dikehendaki
harus disesuaikan dengan sifat obatnya dan tujuan penggunaannya.

10
2.7.1 Salep Dasar I

Salep dasar I umumnya digunakan vaselin putih, vaselin kuning,


campuran terdiri dari 50 bagian Malam putih dan 950 bagian vaselin putih,
campuran terdiri dari 50 bagian Malam kuning dan 950 bagian vaselin kuning
atau salep dasar lemak lainnya seperti minyak lemak nabati, lemak hewan atau
campuran Parafin cair dan Parafin padat. Salep dasar l sangat lengket pada kulit
dan sukar dicuci; agar mudah dicuci dapat ditambahkan surfaktan dalam jumlah
yang sesuai.

2.7.2 Salep Dasar II

Salep Dasar II umumnya digunakan lemak bulu domba, zat utama lemak
bulu domba terutama kolesterol, campuran terdiri dari 30 bagian kolesterol, 30
bagian stearilalkohol, 80 bagian Malam putih dan 860 bagian vaselin putih, atau
salep dasar sarap lainnya yang cocok. Salep dasar-II mudah menyerap air.

2.7.3 Salep Dasar III

Salep dasar-lII dapat digunakan campuran yang terdiri dari 0,25 bagian
Metil paraden, 0,15 bagian Propil parapen, 10 bagian Natrium laurilsulfat, 120
bagian Propilengiikol, 20 bagian Sterilalkohol, 20 bagian vaselin putih dan air
secukupnya hingga 1000 bagian, atau salep dasar emulsi lainnya yang cocok.
Salep dasar III mudah dicuci.

2.7.4 Salep Dasar IV

Salep dasar IV dapat digunakan campuran yang terdiri dari 25 bagian


poliglikol 1500, 40 bagian poliglikol 4000 dan propilenglikol atau gliserol
secukupnya hingga 100 bagian, atau salep dasar larut lainnya yang cocok.

11
2.8 Metode Pembuatan Salep

Salep umumnya dibuat dengan melarutkan atau mensuspensikan obat ke dalam salep
dasar. Ada beberapa metode pembuatan salep, yaitu;

 Metode Pelelehan: zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan
diaduk sampai membentuk fasa yang homogeny.

 Metode Triturasi : zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan
dipakai atau dengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan
penambahan sisa basis. Ketentuan lain;

– Zat yang dapat larut dalam basis salep: (Camphora, Menthol, Fenol, Thymol,
Guaiacol)ad mudah larut dalam minyak lemak (vaselin) Zat berkhasiat +sebagian
basis (sama banyak) ad homogenkan ad tambah sisa basis

– Zat yang mudah larut dalam air dan stabil: Bila masa salep mengandung air dan
obatnya dapat larut dalam air yang tersedia, maka obatnya dilarutkan dulu dalam
air dan dicampur dengan basis salep yang dapat menyerap air.

2.9 Cara Pembuatan Salep

Dalam praktikum sediaan salep, alat dan bahan yang biasa digunakan sebagai berikut:

Alat:

 Lumpang
 Mortir
 Cawan penguap
 Sendok spatel
 Cawan penguap

Bahan:

 Asam Salisilat 0,2 gam

12
 Sulfur Praecipitat 0,4 gram
 Vaselin Flavum 9,4 gram
 Camphora 0,5 gram

Cara kerja

 Ditimbang asam salisilat 0,2 g dan champora 0,5 g kemudian dimasukan kedalam
lumpang ditetesi dengan etanol digerus ad larutkan.

 Ditimbang sulf praecip 0,4 g dimasukan kedalam lumpang digerus ad homogen.

 Ditambahkan Vaselin Flavum sedikit demi sedikit kedalam mortir gerus ad homogen.

 Semua bahan dimasukan kedalam mortir di campur sampai homogen dan sampai rata.

 Memasukkan ke dalam pot dan diberi etiket biru ( penggunaan untuk obat luar ) dan
dikemas dengan rapi.

 Melakukan evaluasi dan diserahkan ke pasien.

2.10 Uji Stabilitas Salep

Stabilitas obat adalah kemampuan suatu produk untukmempertahankan sifat dan


karakteristiknya agar sama dengan yangdimilikinya. Pada saat dibuat (identitas, kekuatan,
dan kemurnian).Dalam batasan yang diinginkan sepanjang priode penyimpanan
danpenggunaan. Expaire date adalah waktu yang tertera pada kemasanyang menunjukan
batas waktu yang diperbolehkanya obat tersebutdikonsumsi karena diharapakan masih
memenuhi spesifikasinya.

2.11 Evaluasi Salep

Evaluasi salep biasanya dilakukan dengan melakukan beberapapengujian yaitu


sebagai berikut ini :

2.11.1 Uji Organoleptis

13
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengamati adanya perubahanfisik pada
sediaan, yaitu timbulnya bau dan perubahan warna.

2.11.2 Uji Homogenitas

Uji homogenitas sediaan dilakukan untuk mengetagui apakahsemua bahan


telah tercampur secara sempurna untuk menjamin zataktif yang terkandung dalam
bahan telah terdistribusi secara meratapada saat dioleskan sehingga kulit tidak
berasa adannya bagian yangpadat atau tidak homogen.

2.11.3 Uji Daya Sebar

Uji daya sebar sediaan dilakukan untuk mengetahui kualitasdasar salep


yang dapat menyebar pada saat salep digunakan. Dayasebar yang baik dapat
menjamin pelepasan obat yang maksimal,dengan asumsi bahwa semakin luas
daya sebar salep maka semakinbaik pula daya sebarnya pada kulit sehingga
dengan cepat pulamelepaskan efek terapi yang diinginkan.

2.11.4 Uji pH

Sediaan sebaiknya memiliki pH yang sesuai dengan pH kulit,yaitu sekitar


4,4 – 6,5 karena pH yang terlalu basa dapat menyebabkan kulit bersisik,
sedangkan pH terlalu asammenyebabkan iritasi kulit.

2.11.5 Uji Viskositas

Viskositas merupakan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Jika


viskositas salep meningkat massa salep akan menjadisemakin padat. Semakin
besar viskositas maka akan semakin besartahanan dari suatu senyawa obat untuk
berdifusi keluar daribasisnya, sehingga pelepasan obat dari basisnya menjadi
lambat.Tetapi sebaliknya bila semakin rendah viskositasnya akan mudahuntuk
berdifusi keluar menuju tempat yang akan diobati sehinggapelepasan obat
menjadi cepat. (Reyza Shintia, 2012)

2.12 Pengemasan dan Penyimpanan Salep

14
Salep biasanya dikemas baik dalam botol atau dalam tube, botol dapat dibuat dari
gelas tidak berwarna, warna hijau, amber atau biru atau buram dan porselen putih. Botol
plastik juga dapat digunakan. Wadah dari gelas buram dan berwarna berguna untuk salep
yang mengandung obat yang peka terhadap cahaya. Tube dibuat dari kaleng atau plastik,
beberapa di antaranya diberi tambahan kemasan dengan alat bantu khusus bila salep akan
digunakan untuk dipakai melalui rektum, mata, vagina, telinga, atau hidung.

Tube umumnya diisi dengan bertekanan alat pengisi dari bagian ujung belakang
yang terbuka (ujung yang berlawanan dari ujung tutup) dari tube yang kemudian ditutup
dengan disegel. Tube salep untuk pemakaian topikal lebih sering dari ukuran 5 sampai 30
gram. Botol salep dapat diisi dalam skala kecil oleh seorang ahli farmasi dengan
mengemas sejumlah salep yang sudah ditimbang ke dalam botol dengan memakai spatula
yang fleksibel dan menekannya ke bawah, sejajar melalui tepi botol guna menghindari
kemungkinan terperangkapnya udara di dalam botol. Salep dalam tube lebih luas
pemakaiannya daripada botol, disebabkan lebih mudah dan menyenangkan digunakan
oleh pasien dan tidak mudah menimbulkan keracunan.

Pengisian dalam tube juga mengurangi terkena udara dan menghindari kontaminasi
dari mikroba yang potensial, oleh karena itu akan lebih stabil dan dapat tahan lama pada
pemakaian dibandingkan dengan salep dalam botol. Kebanyakan salep harus disimpan
pada temperatur di bawah 30° C untuk mencegah melembek apalagi dasar salepnya
bersifat dapat mencair.

2.13 Pengawetan Salep

Preparat farmasi setengah padat seperti salep, sering memerlukan penambahan


pengawet kimia sebagai antimikroba, pada formulasi untuk mencegah pertumbuhan
mikro organisme yang terkontaminasi. Pengawet pengawet ini termasuk hidroksibenzoat,
fenol fenol, asam benzoat, asam sorbat, garam amonium kuarterner dan campuran
lainnya. Preparat setengah padat harus pula dilindungi melalui kemasan dan
penyimpanan yang sesuai dari pengaruh pengrusakan oleh udara, cahaya, uap air
(lembap) dan panas serta kemungkinan terjadinya interaksi kimia antara preparat dengan
wadah.

15
2.14 Inkompatibilitas Sediaan Salep

Masalah inkompatibilitas obat (tidak tercampurkannya suatu obat), yaitu pengaruh


pengaruh yang terjadi jika obat yang satu dicampurkan dengan yang lainnya.
Inkompatibilitas obat dapat dibagi atas 3 golongan :

2.14.1 Inkompatibilitas terapeutik

Inkompatibilitas golongan ini mempunyai arti bahwa bila obat yang satu
dicampur/dikombinasikan dengan obat yang lain akan mengalami perubahan
perubahan demikian rupa hingga sifat kerjanya dalam tubuh (in vivo) berlainan
dari pada yang diharapkan. Hasil kerjanya kadang kadang menguntungkan,
namun dalam banyak hal justru merugikan dan malah dapat berakibat fatal.
Sebagai contoh: Absorpsi dari tetrasiklin akan terhambat bila diberikan bersama-
sama dengan suatu antasida (yang mengandung kalsium, aluminium, magnesium
atau bismuth). Fenobarbital dengan MAO inhibitors menimbulkan efek potensiasi
dari barbituratnya. Kombinasi dari quinine dengan asetosal dapat menimbulkan
chinotoxine yang tidak dapat bekerja lagi terhadap malaria. Mencampur hipnotik
dan sedatif dengan kafein hanya dalam perbandingan yang tertentu saja rasionil.
Apapun harus diperhatikan bahwa mengombinasikan berbagai antibiotik tanpa
indikasi bakteriologis yang layak sebaiknya tidak dianjurkan.

2.14.2 Inkompatibilitas fisika

Yang dimaksudkan di sini adalah perubahan-perubahan yang tidak


diinginkan yang timbul pada waktu obat dicampur satu sama lain tanpa terjadi
perubahan-perubahan kimia. Meleleh atau menjadi basahnya campuran serbuk.
Tidak dapat larut dan obat-obat yang apabila disatukan tidak dapat bercampur
secara homogen. Penggaraman (salting out). Adsorpsi obat yang satu terhadap
obat yang lain.

2.14.3 Inkompatibilitas kimia

Yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada waktu pencampuran obat yang


disebabkan oleh berlangsungnya reaksi kimia/interaksi. Termasuk di sini adalah

16
reaksi reaksi di mana terjadi senyawa baru yang mengendap. Reaksi antara obat
yang bereaksi asam dan basa. Reaksi yang terjadi karena proses oksidasi/reduksi
maupun hidrolisa. Perubahan-perubahan warna, terbentuknya gas dll.

2.15 Contoh-contoh Obat Salep

Contoh contoh obat salep yang digunakan sebagai berikut :

2.15.1 Obat bisul, koreng dan borok

Obat bisul, koreng, dan borok yang telah lama dikenal ialah salep diachylon dan
salep ichthyol. Selain itu penyakit koreng juga dapat diobati dengan asam salisilat,
salep yang mengandung sulfa, penisilina, dan belerang. Contoh obat yang digunakan
untuk obat bisul, koreng, dan borok : Unguentum 01. Jec. Aselli (mengandung
minyak ikan) Unguentum sulfuris salicylatum (mengandung asam salisilat dan
belerang) Unguentum sulfanilamide (mengandung sulfinamida) Unguentum penisilin
(mengandung penisilina).

Gambar 1. salep ichthyol Gambar 2. Salep diachylon

2.15.2 Obat eskema

Untuk eskema biasanya digunakan salep yang mengandung bahan teer (misalnya
ichthyol, pix liquida, oleum cadium), belerang, asam salisilat, solutio acetatis alumini
basicus. Contoh salep skema : Pasta zinci salicylata lassar (mengandung asam

17
salisilat, seng oksida, amilum tritici dan vaselin kuning) Mixtura agitanda ichthyloii
(mengandung ichthyol, seng oksida, talk, gliserin dan air) Untuk eskem basah
digunakan campuran seng oksida, oleum olivarum, air kapur yang sama banyaknya.
Untuk penyakit eskema sekarang terkenal obat obat modern, antara lain : Salep
allercyl buatan Pabrik Bode Scenhemic, EBIZALF buatan pabrik USFI, Conimycin
krim buatan pabrik Medial kenrose Indonesia, Dexatropic Krim, buatan pabrik
Organon.

Gambar 3. Dexatropic Krim, buatan pabrik Organon

2.15.3 Obat kudis

Untuk penyakit kudis biasanya digunakan salep yang mengandung belerang, teer,
natrium benzoat dan gammexaan. Contoh obat kudis : Linimentum sulfuris,
mengandung oleum cocos dan belerang sama banyak. Emulsum benzoatis benzylici,
mengandung natrium benzoat, emulgide, minyak wijen dan air. Unguentum sulfuris,
mengandung belerang dan vaselin. Contoh obat paten modern yang digunakan untuk
penyakit kudis : Crotaderm krim, buatan pabrik Bayer Pagoda selep, buatan pabrik
Afiat Herocyn selep, buatan pabrik Coronet.

18
Gambar 4. Crystaderma Cream

2.15.4 Obat kurab, panu, dan kutu air

Kurab, panu dan kutu air biasanya disebabkan oleh infeksi dengan kapang kapang.
Obat yang biasa digunakan untuk menyembuhkan penyakit ini ialah asam salsilat,
belerang, jodium. Contoh obat kurab, panu, dan kutu air: Salicyl spiritus 5 10%
Unguentum sulfuris salicylatum, mengandung asam salisilat, belerang, dan vaselin
kuning Unguentum whitfield, mengandung asam benzoat, asam salisilat, lanolin dan
vaselin putih. Contoh obat paten modern yang digunakan untuk pengobatan kurab,
panu dan kutu air: Kalpanax tingtur buatan pabrik Kalbe Farma, Radas tingtur buatan
pabrik Prafa, Pantox tingtur buatan pabrik Cendo.

Gambar 5. Kalpanax tingtur buatan pabrik Kalbe Farma

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari subab pembahasan tersebut dapat disimpulkkan bahwa salep merupakan adalah
sedian setengan padat yang ditujukan untuk pemakaian topical kulit atau selaput lender
salep tidak boleh berbau tengik kecuali dinyatakan lain, kadar bahan obat dalam salep
mengandung obat keras narkotika adalah 10 % dan dapat berupa massa lembek, mudah
dioleskan, umumnya berlemak dan mengandug obat. Salep umumnya dibuat dengan
melarutkan atau mensuspensikan obat ke dalam salep dasar.

3.2 Saran

Diperlukan lebih banyak lagi dalam hal uji formulasi sediaan salep dan ditingkatkan.
Diharapkan semakin berkembangnya teknologi modern adanya penemuan formula yang
lebih dari proses pembuatan salep itu sediri dan menjamin kualitas suatu produk lebih
terjamin mutunya. Disini lah pihak farmasi yang berperan dalam hal pengadaan dan
penemuan formula dari sediaan obat tersebut salah satunya adalah salep.

20
DAFTAR PUSTAKA

[1]. Anief, M. 2005. Manajemen Farmasi. Yogyakarta : Gadja Mada University Press.

[2]. Anief M., 2006, Farmasetika, Gadja Mada University Press, Yogyakata.

[3]. Anonim. 2004. Ilmu Resep Teori jilid III. Pusdinakes Departemen Kesehatan Republik
Indonesia : Jakarta

[4]. Anonim.2015. Farmakope Indonesia.Edisi V. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.


Jakarta.

[5]. Mukhlishah, N.R.I., Sugihartini, N., Yuwono, Tedjo,. 2016. Daya Iritasi dan Sifat Fisik
Sediaan Salep pada Basis Hidrokarbon. Majalah Farmaseutik, Vol. 12 No. 1 Tahun 2016-
UAD.

[6]. Syamsuni H.A,. 2006, Ilmu Resep , EGC, Jakarta.

[7]. Widodo, Hendra. ( 2013 ). Ilmu Meracik Obat untuk Apoteker, D-Medika , Jogjakarta.

21
LAMPIRAN

PPT PERSENTASE KELOMPOK 4

22

Anda mungkin juga menyukai