Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

TEKNOLOGI SEDIAAN SOLID

“TABLET DAN PREFORMULASI SEDIAAN TABLET”

Dosen Pengampu : Dedent Eka Bimma Hariyanto S., S.Farm., M.Si., Apt.
NIDN : 0617068603

Di susun oleh
Nama : magfiratul nurul al atin
Nim : 1908060018

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA NUSA TENGGARA BARAT


FAKULTAS KESEHATAN
PRODI S1 FARMASI
2020

i
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur khadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“TABLET DAN PREFORMASI SEDIAAN TABLET”. Penyusunsn makalah ini
untuk memenuhi salah satu tugasmata kuliah teknologi sediaan solid prodi s1
farmasi Universitas Nahdlatul Ulama’.
Saya menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingatakan
kemampuan yang saya miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat
saya harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan
petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................1
1. Latar belakang......................................................................1
2. Rumusan masalah.................................................................2
3. Tujuan penulisan..................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................3
1. Sediaan Solida......................................................................3
2. TABLET...............................................................................6
3. KAPSUL..............................................................................8
4. SUPPOSITORIA..................................................................10
5. Preformulasi sediaan tablet..................................................10
6. Formulasi sediaan solida......................................................15
BAB III. PENUTUP................................................................................20
1. Kesimpulan..................................................................................20
2. Saran............................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan,
sediaan farmasi merupakan obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika. Bentuk sediaan
obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung
satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai obat dalam maupun obat
luar. Berdasarkan wujud zatnya, sediaan farmasi dikelompokkan menjadi liquid (larutan
sejati, suspensi, emulsi), sediaan semi solid (krim, losion, salep, gel, suppositoria), dan
sediaan solid (tablet, kapsul, pil, granul, dan serbuk). Dalam makalah ini, kami akan
membahas mengenai macam-macam sediaan solid dan studi preformulasi.
Sediaan solida merupakan bentuk sediaan obat yang memiliki bentuk padat, kering,
mengandung satu atau lebih zat aktif yang tercampur homogen. Banyak macam dari sediaan
solida dianataranya adalah tablet, kapsul, ovula, suppositoria.
Tablet merupakan salah satu bentuk sediaan oral berupa sediaan padat, kompak, dibuat
secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau
cembung, mengandung satu jenis atau lebih bahan obat atau dengan atau tanpa zat tambahan
(Departemen Kesehatan RI, 1979).
Kapsul adalah bentuk sediaan obat terbungkus cangkang kapsul keras atau lunak.
Cangkang kapsul dibuat dari gelatin dengan atau tanpa zat tambahan. Ukuran kapsul
menunjukkan ukuran volume dari kapsul dan dikenal 8 macam ukuran, yaitu 000, 00, 0, 1, 2,
3, 4, 5. Ukuran 000 adalah ukuran kapsul untuk hewan, sedangkan untuk pasien ukuran
terbesar adalah 00 (Lachman, 2008).
Suppositoria merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi berbentuk padat yang
digunakan melalui dubur, umumnya berbentuk torpedo dan meleleh pada suhu tubuh.
Suppositoria sangat berguna bagi pasien dengan kondisi yang tidak memungkinkan dengan
terapi obat secara peroral, misalnya pada pasien muntah, mual, tidak sadar, anak-anak, orang
tua yang sulit menelan dan selain itu juga dapat menghindari metabolisme obat di hati (voigt,
1995).

4
Studi preformulasi adalah tahap pertama dalam pembentukan tablet atau aktivitas
formulasi dengan pertimbangan yang hati-hati dari data preformulasi. Preformulasi penting
bagi formulator untuk mendapatkan profil fisika-kimia yang lengkap dari bahan-bahan aktif
yang tersedia sebelum memulai suatu aktifitas perkembangan formulai seluruh informasi ini
diketahui sebagai preformulasi (Lieberman, 1990).
Tujuan dasar dari aktivitas preformulasi adalah untuk menyiapkan dasar rasional untuk
metode preformulasi, untuk memaksimalkan kesempatan dalam mengoptimalkan sebuah
produk obat dan penampilannya. Dari sudut pandang seorang formulator tablet, informasi
preformulasi yang paling penting adalah studi kestabilan zat tambahan obat.
Pertanyaan berikutnya, untuk obat baru. Sebuah obat dimana formulasinya memiliki
pengalaman yang kurang adalah untuk memilih bahan,zat tambahan yang mana baik secara
kimia – fisika cocok denganobatnya (Lieberman, 1990).

B. Rumusan Masalah
1. Sebutkan dan jelaskan mengenai macam-macam sediaan solida ?
2. Sebutkan dan jelakan macam-macamnya sediaan solida (tablet, kapsul, suppositoria) ?
3. Sebutkan kekurangan dan kelebihan sediaan solida (tablet, kapsul, suppositoria) ?
4. Apa yang dimaksud dengan preformulasi ?
5. Sebutkan dan jelaskan Hal-hal yang perlu di perhatikan sebelum melakukan formulasi
tablet?
6. Sebutkan dan jelakan formulasi sediaan solida (tablet, kapsul, suppositoria)?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui mengenai macam-macam sediaan solida
2. Dapat memahami dan mengetahui macam-macamnya sediaan solida (tablet, kapsul,
suppositoria)
3. Dapat memahami dan mengetahui kekurangan dan kelebihan sediaan solida (tablet,
kapsul, suppositoria) ?
4. Mampu menjelaskan pengertian preformulasi
5. Dapat memahami dan mengetahui Hal-hal yang perlu di perhatikan sebelum melakukan
formulasi tablet?
6. Dapat memahami dan mengetahui formulasi sediaan solida (tablet, kapsul, suppositoria)?

5
BAB II
PEMBAHASAN

1. SEDIAAN SOLIDA
Bentuk sediaan solid merupakan bentuk sediaan obat yang memiliki wujud padat, kering,
mengandung satu atau lebih zat aktif yang tercampur homogen. Terdapat banyak macam dari
sediaan solida dianataranya adalah tablet, kapsul, ovula, suppositoria. Sediaan solid memiliki
keunggulan dan kelemahan dibandingkan sediaan semi solid dan liquid yakni sebagai
berikut;
Keunggulan bentuk sediaan solid dibandingkan dengan bentuk sediaan liquid yaitu
dengan keringnya bentuk sediaan solid tersebut lebih menjamin stabilitas kimia zat aktif di
dalamnya, sedangkan kelemahan dari bentuk sediaan solid adalah pada penggunaan oral
(telan), pemberian bentuk sediaan solid pada beberapa pasien terasa cukup menyulitkan,
perlu disertai dengan cairan untuk dapat ditelan dengan baik. Serta proses absorbsi yang
lebih.
Dibandingkan dengan sediaan semisolid, keunggulan dalam pemakaian topical, bentuk
sediaan solid memiliki keunggulan bahwa pemberiannya cukup ditaburkan pada kulit dengan
area permukaan yang luas (contoh:bedak tabur), sedangkan kelemahannya adalah bahwa
serbuk lebih cepat hilang dari permukaan kulit / waktu tinggal pada permukaan kulit tidak
lama.
Dalam makalah ini kita akan membahas mengenai macam – macam sediaan solid
diantaranya yaitu tablet, kapsul dan suppositoria.

A. TABLET
1. Pengertian Tablet
Tablet adalah bentuk sediaan padat yang terdiri dari satu atau lebih bahan obat
yang dibuat dengan pemadatan, kedua permukaannya rata atau cembung. Tablet
memiliki perbedaan dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan.
Kebanyakan tipe atau jenis tablet dimaksudkan untuk ditelan dan kemudian
dihancurkan dan melepaskan bahan obat ke dalam saluran pencernaan. Tablet dapat

6
diartikan sebagai campuran bahan obat yang dibuat dengan dibantu zat tambahan
yang kemudian dimasukan kedalam mesin untuk dikempa menjadi tablet.

2. Bentuk tablet
Tablet umumnya berbentuk bundar dengan permukaan datar atau konveks. Tablet
juga ada yang berbentuk khusus. Bentuk khusus tablet, seperti kaplet, segitiga,
lonjong, empat persegi, enam persegi (heksagonal), dan berbagai macam bentuk lain
yang telah dikembangkan oleh beberapa pabrik. Hal ini dimaksudkan oleh produsen
tablet tersebut hanya sekedar untuk membedakan produknya terhadap produk dari
pabrik lain. Selain itu, tablet dapat dihasilkan dalam berbagai bentuk, yaitu dengan
membuat pons dan lubang kempa (lesung tablet) cetakkan yang di desain khusus.
3. Ukuran dan Bobot Tablet
Selain mempunyai bentuk, tablet juga mempunyai ukuran, bobot, kekerasan,
ketebalan, sifat solusi dan disintegrasi serta dalam aspek lain, tergantung pada
penggunaan yang dimaksud dan metode pembuatannya. Menurut R.Voigt, tablet
memiliki garis tengah yang pada umumnya berkisar antara 15-17 mm dengan bobot
tablet pada umumnya berkisar 0.1 - 1 gram. Menurut Lachman (sebutkan tahunnya),
tablet oral biasanya berukuran 3/16 - 1/2 inc dengan berat tablet berkisar antara 120 -
700 mg ≥ 800 mg dan berdiameternya 1/4 – 7/6 inci. Sementara itu, menurut FI III
dan Formularium Nasional kecuali dinyatakan lain, diameter tablet tidak lebih dari 3
kali dan tidak kurang dari 1 1/3 kali tebal tablet.
4. Sifat-Sifat Tablet
Dengan metode pembuatan tablet yang manapun, tablet yang dihasilkan harus
mempunyai sifat-sifat yang baik, yaitu :
a. Cukup kuat dan resisten terhadap gesekan selama proses pembuatan, pengemasan,
transportasi dan sewaktu di tangan konsumen. Sifat ini diuji dengan uji kekerasan
dan uji friabilitas.
b. Zat aktif dalam tablet harus dapat tersedia dalam tubuh. Sifat ini dilihat dari uji
waktu hancur dan uji disolusi.

7
c. Tablet harus mempunyai keseragaman bobot dan keseragaman kandungan (untuk
zat aktif kurang dari 50 ml). Parameter ini diuji dengan variasi bobot dan uji
keseragaman kandungan.
d. Tablet berpenampilan baik dan mempunyai karakteristik warna, bentuk dan tanda
lain yang menunjukkan identitas produk.
e. Tablet harus menunjukkan stabilitas fisik dan kimia serta efikasi yang konsisiten
5. Kelebihan dan Kekurangan Sediaan Tablet
Karena popularitasnya yang besar dan penggunaannya yang sangat luas sebagai
sediaan obat, tablet terbukti menunjukan suatu bentuk yang efisien, sangat praktis, dan
ideal untuk pemberian zat aktif secara oral. Hal ini mengidikasikan bahwa tablet
mempunyai keuntungan. Berikut merupakan beberapa keuntungan terhadap
pemberian obat dalam bentuk sediaan tablet, antara lain:
a. Praktis dan efisien. Artinya waktu peresepan dan pelayanan di apotek dapat lebih
cepat, lebih mudah dibawa, dan disimpan.
b. Mudah digunakan dan tidak memerlukan keahlian khusus.
c. Dosis mudah diatur karena merupakan sistem satuan dosis (unit dose system)
d. Efek yang ingin dihasilkan dapat diatur, yaitu dapat lepas lambat, extended
release, enteric tablet, orros, dan sebagainya.
e. Bentuk sediaan tablet lebih cocok dan ekonomis untuk produksi skala besar
f. Dapat menutupi rasa dan bau yang tidak enak yaitu dengan penambahan salut
selaput/salut gula.
g. Bentuk sediaan tablet memiliki sifat stabilitas gabungan kimia, mekanik, dan
mikrobiologi yang cenderung lebih baik dibanding bentuk sediaan lain.
Sedangkan kekurangan dari sediaan tablet sebagai berikut :
a. Dapat menimbulkan kesulitan dalam terapi individual. Karena obat yang
berbentuk tablet biasanya pahit dan terlalu besar. Akibat terlalu besar biasanya
sulit ditelan dan juga dapat berakibat rasa sakit di tenggorokan, dan sebagainya.
b. Waktu hancur lebih lama dibanding bentuk sediaan lain, seperti yang berbentuk
larutan, injeksi, dan sebagainya.
c. Tidak dapat digunakan terhadap pasien yang dalam kondisi tidak sadar atau
pingsan.

8
d. Sasaran kadar obat dalam plasma lebih sulit tercapai.

6. Penggolongan Tablet
1. Berdasarkan Distribusi Obat Dalam Tubuh
Dibedakan menjadi 2 (dua) bagian:
a. Bekerja lokal : tablet Berdasarkan bahan penyalut
hisap untuk pengobatan pada rongga mulut,, ovula pengobatan pada infeksi di
vagina.
b. Bekerja sistemik : per oral. Tablet yang bekerja sistemik dapat dibedakan
menjadi :
1) Yang bekerja short acting (jangka pendek), dalam satu hari memerlukan
beberapa kali menelan tablet.
2) Yang bekerja long acting (jangka panjang) dalam satu hari cukup menelan
satu tablet. Long acting ini dapat dibedakan lagi menjadi:
a) Delayed action tablet (DAT)
b) Repeat action tablet (RAT)
2. Tablet salut biasa / salut gula (dragee)
Adalah tablet kempa yang disalut dengan beberapa lapisan gula baik berwarna
maupun tidak. Lapisan gula berasal dari suspensi dalam air mengandung serbuk yang
tidak larut, seperti pati, kalsium karbonat, talk, atau titanium dioksida yang
disuspensikan dengan gom akasia atau gelatin.
3. Tablet salut selaput (film-coated tablet)
Tablet kempa yang disalut dengan salut tipis, bewarna atau tidak dari bahan
polimer yang larut dalam air yang hancur cepat di dalam saluran cerna. Penyalutan
tidak perlu berkali-kali. Disalut dengan hidroksi propil metil selulosa, metil selulosa,
hidroksi propil selulosa, Na-CMC, dan campuran selulosa asetat ftalat dengan PEG
yang tidak mengandung air atau mengandung air.
4. Tablet salut kempa
Tablet yang disalut secara kempa cetak dengan massa granulat yang terdiri atas
laktosa, kalsium fosfat, dan zat lain yang cocok. Mula-mula dibuat tablet inti,
kemudian dicetak lagi bersama granulat kelompok lain sehingga terbentuk tablet

9
berlapis (multi layer tablet). Tablet ini sering di gunakan untuk pengobatan secara
repeat action.
5. Tablet salut enteric (enteric-coated tablet), atau lepas tunda
Adalah tablet yang dikempa yang disalut dengan suatu zat yang tahan terhadap cairan
lambung, reaksi asam, tetapi terlarut dalam usus halus. maka diperlukan penyalut
enterik yang bertujuan untuk menunda pelepasan obat sampai tablet melewati
lambung. Bahan yang sering digunakan adalah alol, keratin, selulosa acetat phtalat.
6. Tablet lepas lambat
Tablet yang pelepasan zat aktifnya dimodifikasi sehingga tablet tersebut
melepaskan dosis awal yang cukup untuk efek terapi yang kemudian disusul dengan
dosis pemeliharaan sehingga jumlah zat aktif atau konsentrasi zat aktif dalam darah
cukup untuk beberapa waktu tertentu. (misal tablet lepas lambat 6 jam, 12 jam, dsb).
7. Tablet berlapis
tablet yang disiapkan dengan pengempaan granuler tablet pada granulasi yang
baru dikempa. Proses ini dapat diulangi untuk menghasilkan tablet berlapis banyak
dari 2 atau 3 lapisan.
7. KAPSUL
1. Pengertian Kapsul
Kapsul adalah bentuk sediaan obat terbungkus cangkang kapsul keras atau
lunak. Cangkang kapsul dibuat dari gelatin dengan atau tanpa zat tambahan. Ukuran
kapsul menunjukkan ukuran volume dari kapsul dan dikenal 8 macam ukuran, yaitu
000, 00, 0, 1, 2, 3, 4, 5. Ukuran 000 adalah ukuran kapsul untuk hewan, sedangkan
untuk pasien ukuran terbesar adalah 00 (Lachman, 2008).
2. Macam – Macam Kapsul
Terdapat 2 macam sediaan kapsul yaitu sebagai berikut :
a. Capsulae Gelatinosae Operculatae (kapsul keras)
Kapsul keras terdiri dari cangkang dan tutup. Cangkang kapsul keras terbuat dari
gelatin, gula, dan air, dan merupakan cangkang kapsul yang  bening tak berwarna
dan tak terasa. Kapsul harus disimpan di wadah yang  berisi zat pengering
b. Soft Capsule (kapsul lunak)

10
Merupakan kapsul yang tertutup dan berisi obat yang pembuatan dan  pengisian
obatnya dilakukan dengan alat khusus. Cangkang kapsul lunak dibuat dari gelatin
ditambah gliserin atau alcohol polihidris, seperti sorbitol untuk melunakkan
gelatinnya. Kapsul lunak diperlukan untuk wadah obat cair atau cairan obat
seperti minyak levertran

3. Keuntungan Dan Kerugian Sediaan Kapsul


Berikut ini akan dipaparkan keuntungan dan kerugian dari solida kapsul. Dari
berbagai referensi diperoleh informasi bahwa keuntungan dari penggunaan solida
kapsul adalah sebagai berikut:
a. Bentuknya menarik dan praktis
b. Tidak berasa sehingga bisa menutup rasa dan bau dari obat yang kurang enak
c. Mudah ditelan dan cepat hancur di dalam perut sehingga bahan segera diabsorbsi
usus
d. Dokter dapat memberikan resep kombinasi dari bermacam-macam bahan obat dan
dengan dosis yang berbeda-beda menurut kebutuhan seorang pasien
e. Kapsul dapat diisi dengan cepat, tidak memerlukan bahan penolong seperti pada
pembuatan pil atau tablet yang mungkin mempengaruhi absorbsi bahan obatnya.
Sementara itu, kerugian atau kelemahan dari penggunaan solida kapsul yaitu
sebagai berikut:
 Tidak dapat digunakan untuk diisi dengan zat-zat mudah menguap sebab pori-pori
cangkang tidak menahan penguapan
 Tidak untuk zat-zat yang higroskopis (mudah mencair)
 Tidak untuk zat-zat yang bereaksi dengan cangkang kapsul
 Tidak untuk balita e. Tidak bisa dibagi (misal ¼ kapsul)
4. Syarat-Syarat Kapsul
a. Keseragaman Bobot
Menurut FI. III, dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
1) Kapsul berisi obat kering

11
Timbang 20 kapsul, timbang lagi satu persatu, keluarkan isi semua
kapsul, timbang seluruh bagian cangkang kapsul. Hitung bobot isi kapsul dan
bobot rata-rata tiap isi kapsul. Perbedaan dalam persen bobot isi tiap kapsul
terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul tidak boleh lebih dari dua kapsul yang
penyimpangannya lebih besar dari harga yang ditetapkan.
2) Kapsul berisi obat cair atau pasta
Timbang 10 kapsul, timbang lagi satu persatu. Keluarkan isi semua
kapsul, cuci cangkang kapsul dengan eter. Buang cairan cucian, biarkan
hingga tidak berbau eter, timbang seluruh bagian cangkang kapsul. Hitung
bobot isi kapsul dan bobot rata-rata tiap isi kapsul. Perbedaan dalam persen
bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul tidak lebih dari
7,5%.
b. Waktu Hancur
Uji waktu hancur digunakan untuk menguji kapsul keras maupun kapsul
lunak. Waktu hancur ditentukan untuk mengetahui waktu yang diperlukan oleh
kapsul yang bersangkutan untuk hancur menjadi butiran-butiran bebas yang tidak
terikat oleh satu bentuk. Menurut FI IV., untuk melakukan uji waktu hancur
digunakan alat yang dikenal dengan nama Desintegration Tester.
c. Keseragaman Sediaan
Terdiri dari keragaman bobot untuk kapsul keras dan keseragaman
kandungan untuk kapsul lunak.
d. Uji Disolusi
Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan
disolusi yang tertera dalam masing – masing monografi. Persyaratan disolusi
tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak kecuali bila dinyatakan dalam masing –
masing monografi.
8. SUPPOSITORIA
1. Pengertian Suppositoria
Menurut Remington’s Pharmaceutical Sciences 1975: Suppositoria adalah
sediaan padat yang digunakan untuk pengobatan, biasanya dimasukkan ke dalam

12
rektum , lubang vagina atau saluran kencing, dia hancur di dalam lubang badan
tersebut dengan cara meleleh atau larut.
Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur, umumnya
berbentuk terpedo, dapat melarut , melunak atau meleleh pada suhu tubuh (FI II.
1972).
2. Macam – Macam Suppositoria
Terdapat bermacam-macam jenis untuk sediaan dari supositoria ini,
penggolongannya ada yang didasarkan kepada bentuk ataupun cara penggunaannya.
Berikut adalah macam-macam jenis supositoria berdasarkan penggolongannya
tersebut, yaitu:
a. Rektal Supositoria rectal (anus) dengan tangan Bentuk seperti peluru dengan
panjang + 32 mm (1,5 inci) Berat supositoria untuk orang dewasa 3 g dan untuk
anak-anak 2 g Bentuk ini memberi keuntungan, yaitu apabila bagian yang besar
masuk melalui otot penutup dubur, maka suppositoria akan tertarik masuk
dengan sendirinya.
b. Vaginal Suppositoria = Ovula = Pessary, dimasukkan ke dalam vagina dengan
alat.
c. Urethral Suppositoria = Bacilla = Bougies, dimasukkan ke dalam urethra (saluran
kemih)
3. Bahan Dasar Suppositoria
Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai zat
terapetik yang bersifat local atau sistemik. Bahan dasar suppositoria yang umum
digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi,
campuran PEG berbagai bobot molekul dan ester asam lemak PEG.
Bahan-bahan dasar supositoria tersebut jika dikategorikan berdasarkan sifatnya
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Basis berlemak yang meleleh pada suhu tubuh, misalnya:Oleum Cacao
b. Basis yang larut dalam air atau yang bercampur dengan air, misalnya: Gliserin
Gelatin dan Polietilenglikol
c. Basis campuran, misalnya: polioksil 40 stearat (campuran ester monostearat dan
distearat dari polioksietilendiol dan glikol bebas.

13
Untuk menghasilkan sediaan supositoria yang baik, maka bahan-bahan dasar
pembuatannya haruslah memenuhi syarat-syarat yang ideal, yaitu sebagai berikut:
a. Baik secara fisiologis dan kimia serta tidak mengiritasi
b. Mempunyai viskositas yang cukup saat dilelehkan
c. Harus meleleh pada suhu badan dalam jangka waktu singkat
d. Tidak mengganggu absorpsiatau pelepasan zat aktif
e. Bercampur dengan bermacam obat
f. Stabil pada penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna, bau dan
pemisahan obat.
4. Keuntungan dan Kelemahan Suppositoria
Berikut merupakan keuntungan sediaan suppositoria :
a. Mudah digunakan untuk pengobatan lokal pada rectum, vagina ataupun urethra.
Misalnya, wasir, infeksi dan lain sebagainya.
b. Sebagai alternatif bila penggunaan melalui oral tidak dapat dilakukan. Misalnya:
pada bayi, pasien debil (lemas, tidak bertenaga), muntah-muntah, gangguan
sistem pencernaan (mual, muntah), dan kerusakan saluran cerna.
c. Obat lebih cepat bekerja, karena absorpsi obat oleh selaput lendir rectal langsung
ke sirkulasi pembuluh darah.
d. Untuk mendapatkan “prolonged action” (obat tinggal ditempat tersebut untuk
jangka waktu yang dikehendaki).
e. Untuk menghindari kerusakan obat pada saluran cerna
f. Dapat menghindari first fast efek dihati.
Sedangkan kerugian dari sediaan suppositoria adalah sebagai berikut :
a. Pemakaiannya tidak menyenangkan dan kurang praktis.
b. Tidak dapat disimpan pada suhu ruang untuk supositoria dengan basis oleum
cacao.
c. Daerah absorpsinya lebih kecil dan absorpsi hanya melalui difusi pasif
d. Tidak dapat digunakan untuk zat yang rusak pada pH rectum.

2. PREFORMULASI
1. Studi Preformulasi

14
Preformulasi dapat dideskripsikan sebagai tahap perkembangan yang mana ahli
farmasi mengkatagorikan sifat fisika kimia dari bahan obat dalam pertanyaan yang
manadianggap penting dalam formulasi yang stabil, efektif dan bentuk yang aman.
Beberapa parameter seperti ukuran kristal dan bentuk, sifat ph, solubility, sifat ph
stabilitas, polymorphisin, efek pembagian, permaebilitas obat dan disolusi dievaluasi
selamaevaluasi tersebut mungkin saja terjadi. Interaksi dengan berbagai bahan – bahan
inert yang dimaksudkan untuk penggunaan dalam bentuk akhir, yang mana diketahui.
Data yang didapat dari evaluasi ini berhubungan dengan data yang didapat dari
pendahuluan farmakologi dan studi biokimia dan memberikan ahli farmasi informasi
yang mengizinkan pemilihan dari dosis yangoptimum mengandung bahan – bahan inert
yang paling diminati perkembanganya dalam perkembangan (Gennaro, 1998).
Data dari praformulasi tidak selamanya harus dicoba atau diteliti, akan tetapi
dapat diperoleh dari literature. Studi praformulasi pada dasarnya berguna untuk
menyiapkan dasar yang rasional untuk pendekatan formulasi, Untuk memaksimalkan
kesempatan keberhasilan memformulasi produk yang dapat diterima oleh pasien dan
akhirnya menyiapkan dasar untuk mengoptimalkan  produksi obat dari segi kualitas dan
performa. Sifat suatu sediaan dapat mempengaruhi secara bermakna kecepatan onset efek
terapi dari suatu obat, lamanya efek tersebut, dan bentuk pola absorbsi yang dicapai. Oleh
karena itu pengembangan praformulasi dan formulasi untuk suatu  produk steril harus
diintregasikan secara hati-hati dengan pemberian yang dimaksud pada seorang pasien.
Beberapa alasan mengapa obat dibuat sediaan yaitu :
1. Untuk keamanan penggunaan zat aktif yang merangsang lambung.
2. Untuk menghilangkan atau mengurangi bau, rasa yang tidak enak.
3. Memudahkan penggunaan.
4. Aksebilitas (dapat diterima) oleh pasien
5. Zat aktif dilepas berlahan-lahan (Drug delivery system).
2. Pertimbangan Preformulasi
Penerangan formula menggunakan pengalaman dan pengetahuan mengetahui
bahan tambahan untuk menjaga ukuran tablet ini seminimal mungkin tanpa
mengorbankan bagian –bagian yang perlu. Formulasi dari tablet membutuhkan
pertimbangan antara lain (Lieberman, 1990) :

15
a. Ukuran dari dosis atau kuantias dari bahan aktif.
b. Stabilitas dari bahan aktif.
c. Kelarutan dari bahan aktif.
d. Kerapatan dari bahan aktif.
e. Kemampuan pengampaan dari bahan aktif
f. Penyeleksian bahan tambahan.
g. Metode dari granulasi.
h. Karakter dari granulasi.
i. Kempa tablet, tipe, ukuran, dan kapasitas.
j. Kondisi lingkungan (kontaminasi dan kontrol kelembaban).
k. Stabilitas dari produk obat.
l. Ketersediaan.
3. Data Yang Harus Disediakan Pada Preformulasi
Langkah pertama pada pemotongan tablet atau aktifitas perumusan adalah
pertimbangan yang teliti sebelum perumusan data ini sangat penting karena mempunyai
indentifikasi sifat kimia fisika lengkap dari bahan aktif yang tersedia. Sebelum memulai
pengembangan kegiatan perumusan. Biasanya yang bertanggung jawab pada penelitian
kimia di daerah itu di tunjukkan untuk menyediakan data-data zat obat adalah seperti
dibawah ini (Lieberman, 1990) :
a. Stabilitas (zat padat) : cahaya, suhu, kelembaban
b. Stabilitas (zat larutan) : stabilitas bahan tambahan obat (Deferensial Thermal
Analisis atau metode dipercepat)
c. Sifat fisika mekanis : ukuran partikel, curah dan tekanan densitas bentuk kristal
fotomikrograf, titik leleh, rasa, warna, bentuk dan bau
d. Sifat fisika mekanis : kelarutan dan pH larutan/dispersi cair, pelarut lainnya)
e. Disolusi in vitro : obat murni, obat pil murni, dialisis obat murni, penyerapan obat,
efek dari bahan tambahan dan surfaktan
4. Pertimbangan Umum Preformulasi
Sebelum membuat formula sediaan obat, beberapa hal yang harus dipertimbangkan
yaitu :
a. Bentuk sediaan yang akan dibuat.

16
Ada beberapa pilihan bentuk sediaan farmasi yaitu bentuk padat (puyer, tablet,
kapsul, suppositoria ), bentuk setengah padat ( salep, pasta, krim ) dan bentuk cair
( larutan, suspensi, emulsi ). Pemilihan bentuk sediaan obat tergantung pada :
1) Sifat-sifat fisika-kimia zat aktif yang digunakan, yakni kelarutan, ukuran partikel,
sifat higroskopis, reaksi-reaksi kimia dll.
2) Kerja obat yang diinginkan, secara lokal ataukah sistemik. Untuk kerja lokal
dipilih sediaan salep, krim, lotion, serbuk tabur. Untuk kerja sistemik (diedarkan
ke seluruh tubuh oleh darah ) dipilih sediaan tablet, kapsul, pulveres/puyer dan
sirup.
3) Umur si pemakai. Untuk bayi dan anak-anak lebih disukai bentuk pulveres dan
sirup. Untuk dewasa umumnya dibuat dalam bentuk tablet, kapsul.
4) Bahan tambahan obat yang akan digunakan. Bahan tambahan yang digunakan
dalam formulasi harus kompatibel (dapat tercampurkan ) dengan bahan obat
utama ( zat aktif ) dan bahan tambahan yang lain. Bahan tambahan diperlukan
untuk : 
b. Mendapatkan bentuk sediaan yang diinginkan (bentuk tablet,larutan, dll).
Sebagai contoh : pada sediaan tablet selain zat aktif, digunakan bahan tambahan
berupa bahan pengisi untuk memperbesar volume tablet, bahan pengikat untuk
merekatkan serbuk bahan obat, bahan penghancur untuk mempercepat pecahnya
tablet di dalam lambung, dan bahan penyalut yang digunakan untuk memperbaiki
kestabilan, mengontrol penghancuran dan mempercantik penampilan tablet.
Pada sediaan larutan digunakan bahan tambahan berupa pelarut untuk melarutkan
bahan obat, dapat juga ditambahkan bahan penstabil untuk mencegah peruraian bahan
obat, bahan pengawet untuk mencegah pertumbuhan mikroba, bahan pemberi warna
dan rasa untuk memperbaiki rasa dan penampilan produk. Demikian juga untuk
sediaan salep, pasta, krim dan lain-lain. 
c. Menjaga kestabilan sediaan obat (misal : pengawet, pensuspensi, pengemulsi )
d. Menjaga kestabilan zat aktif ( misal : antioksidan )
e. Kenyamanan saat penggunaan.

17
Kenyamanan saat digunakan penting untuk diperhatikan karena akan mempengaruhi
kepatuhan si pemakai obat. Jika obat berasa tidak enak maka orang akan enggan
mengkonsumsinya.
Rasa yang tidak enak dari obat dapat ditutupi dengan penambahan corrigens saporis,
bau yang tidak enak ditutupi dengan corrigens odoris, dan warna yang kurang
menarik ditutupi dengan corrigens coloris.
Rasa pahit dari obat-obat tertentu misal Ampisilin dan Amoksisilin dapat diatasi
dengan penggunaan bentuk garamnya yaitu Ampisilin trihidrat dan Amoksisilin
trihidrat yang tidak pahit. 
Sediaan setengah padat harus memenuhi persyaratan yaitu : halus, mudah dioleskan,
tidak terlalu lengket dan tidak meninggalkan bekas noda pada pakaian.
f. Kestabilan sediaan obat. Selama penyimpanan, sediaan obat harus tetap dalam
keadaan yang stabil, tidak menampakkan tanda-tanda kerusakan. Tanda-tanda
kerusakan yang umum ditemui pada sediaan obat misalnya: terjadi perubahan warna,
bau, rasa, timbulnya kristal pada permukaan tablet/kaplet, memisahnya air dan
minyak pada sediaan krim / emulsi.  Untuk menjaga kestabilan sediaan obat perlu
dilakukan :
1) Penambahan bahan tambahan tertentu ( misalnya : pengawet ).
2) pengemasan yang tepat.
3) pemberian petunjuk tentang cara penyimpanan yang benar.
g. Khasiat obat.
Untuk menjaga khasiat obat, perlu diperhatikan : 
1) Pemilihan bentuk sediaan. Sebagai contoh, jika zat aktif tidak stabil dalam media
air, maka tidak diformulasi dalam bentuk cair. 
2) Bahan-bahan tambahan yang digunakan tidak boleh mengurangi khasiat zat
aktifnya. 
3) Pemberian petunjuk cara penggunaan yang benar.
5. Preformulasi pada sediaan tablet
Berikut merupakan hal-hal yang harus diperhatikan dalam preformulasi sediaan tablet :
a. Analisis organoleptik pada sediaan tablet

18
Program preformulasi yang khas harus dimulai sesuai engan bahan obat.
Penggambaran istilah warna, bau, dan rasa pada obat baru harus di cacat. Ini penting
guna menetapkan standar istilah penggambaran perintah kelengkapan guna
menghindari kebingungan yang berbeda antara ilmu pengetahuan yang digunakan
dengan beberapa istilah penggambaran kelengkapan (Lieberman, 1990)
b. Analisis kemurnian yang dilakukan pada preformulasi untuk sediaan tablet
Kemurnian bahan obat adalah ada atau tidaknya bahan pengotor, kebanyakan
berupa sintetik, biasanya diuji dengan : Grade HPLC (Tingkat kemurnian tingkat
tinggi, Grade analisis atau Pro analisis (PA), Pharmaceutical Grade (PG) sedang,
c. Technical Grade (TG) rendah.
Salah satu tingkat untuk melakukan studi adalah menguji tingkat kemurnian dari
bahan baku yang akan dijadikan sebagai zat aktif sediaan tablet. Pada pabrik-pabrik
biasanya diuji terlebih dahulu tingkat kemurnian bahan baku untuk membuat tablet
dengan HPLC, kromatografi lapis tipis Salah satu parameter yang menunjukkan
kemurnian, yaitu titik lebur dari bahan baku tersebut.
d. Ukuran partikel yang dilakukan pada preformulasi untuk sediaan tablet
Ukuran partikel sangat penting dan kecocokan ukuran partikel preformulasi
dapat menentukan fungsi preformulasi yang baik
Diketahui bahwa makin luas permukaan per gram partikel, makin kecil dam
partikel tersebut. Penurunan ukuran partikel meningkatkan luas permukaan efektif
dan bahan tersebut dalam kontak dengan lapisan pelarut stasioner dan laju larutan.
Makin tinggi kelarutan, makin laju disolusi. Tapi penurunan ukuran atau peningkatan
luas permukaan efektif tidak selalu mengakibatkan lebih cepatnya disolusi. Jika
diserbukkan lebih dan bila obat bersifat hidrofobik, agregasi mungkin dapat sesudah
itu dan ini dapat mengakibatkan kesulitan-kesulitan dari pembasah dan disolusi
(Marten, 1993)
e. Sifat aliran serbuk yang dilakukan pada preformulasi untuk sediaan tablet
Sifat aliran serbuk sangat penting untuk operasi tablet yang efisien. Aliran yang
baik dari bubuk atau granulasi yang akan di kompresi diperlukan untuk menjamin
keseragaman bobot pencamporan yang efisien dan dapat diterima untuk tablet
kompresi. Jika obat diindentifikasi pada tahap preformulasi “kurang mengalir”,

19
masalah ini dapat dipecahkan dengan memilih bahan pembantu yang sesuai. Dalam
beberapa kasus, serbuk obat sebelum pengempaan harus diperbaiki sifat alirannya,
selama evaluasi preformulasi bahan obat. Oleh karena itu, segi karakteristiknya harus
dipalajari terutama ketika dosis besar obat harus diantisipasi (Lieberman, 1990).

f. Sifat higroskopitas yang dilakukan pada preformulasi untuk sediaan tablet


Zat obat banyak menunjukkan kecenderungan untuk menyerap kelembaban.
Jumlah kelembaban tersebut tetap terabsorbsi oleh berat pada sampel anhidrat dalam
kesetimbangan dengan kelembaban di udara pada suhu tertentu yang disebut sebagai
kadar air. Pentingnya kelembaban terabsorbsi untuk stabilitas padatan telah dibahas.
Selain itu, keseimbangan kadar air dapat mempengaruhi aliran dan karakteristik
bubuk kompresi dan kerasnya tablet akhir dan granulasi.
Secara umum, senyawa higroskopis harus disimpan dalam sebuah tempat
tertutup. Sebaiknya dengan pengeringan. Absorbsi isoterm menunjukkan
keseimbangan kelembaban dari bahan obat dan bahan tambahan sebagai fungsi dari
tekanan uap yang relatif dapat ditentukan dengan menempatkan sampel dalam
desikator yang memiliki kondisi kelembaban yang berbeda. Pengolahan yang tepat
dan kondisi penyimpanan sampel mungkin dipilih berdasarkan absobsi isoterm. Studi
preformulasi harus dilakukan dengan bentuk bahan yang akan digunakan dalam
perumusan akhir. Kelembaban dari zat tambahan. Juga dapat mempengaruhi sifat
fisikokimia dari bentuk sediaan padat. Analisis absorbsi isoterm terhadap bahan
tambahan, seperti turunan selulosa dan pati yang menunjukkan adanya air yang
mungkin ada dalam dua bentuk “terikat” (solid like) dan “bebas” (Lieberman, 1990)
g. Sifat kristal yang dilakukan pada preformulasi untuk sediaan tablet
Banyak bahan obat yang lebih dari satu kristal dengan ruang kiri yang berbeda.
Sifat ini dikenal degan polimorfisme. Perbedaan bentuk kristal dapat disebut
polimorp. Kadang-kadang, baik suatu kristal padat, mengikat molekul pelarut yang
berada dalam sebuah ruang kiri yang berisi dalam sebuah stoikiometri tetap.
Menghasilkan solvair atau pseudo plomifulsune mungkin tersedia dalam bentuk
polimorf tertentu melalui manipulasi sesuai kondisi kristalisasi. Keadaan ini termasuk
sifat alami pelarut, temperatur, dan faktor lainnya. Biasanya, zat terlarut mengendap

20
dalam larutan, maka molekul dari hasil padatan sudah tidak tergolong dalam kesatuan
tetap. Tetapi kurang lebih dalam susunan yang acak, keadaan ini dikenal dengan
bentuk amorf. Biasanya kristalnya, mendadak akan mengubah komposisi dari pelarut
pada proses kristalisasi, atau hasil proses liopilisasi dari sebuah bentuk amorf
(Lieberman, 1990)

3. FORMULASI SEDIAAN SOLIDA


A. Formula Tablet
Dalam sediaan tablet biasanya berisi bahan obat aktif : 1% - 50% dan bahan
tambahan obat : 50% - 90%, yang terdiri dari : Bahan pengisi, pengikat, penghancur,
pelicin, pelumas, pemberi warna, perasa, penyalut. Berikut merupakan contoh formulasi
sediaan tablet dengan menggunakan metode granulasi basah :
R/ Isoniazid 300 mg
Amylum 10%
PVP Etanol 4% qs
Laktosa: Avicel 1:1
Zat Warna 0,1%
LHPC-LH 11 5%
Mg.Stearat 1%
Talk 1%
Aerosil 0,25%
Formula bahan-bahan pembuat tablet menggunakan metoda granulasi basah tersebut
berfungsi sebagai:
a. Isoniazid : zat aktif
b. Amylum : penghancur dalam
c. PVP-etanol : pengikat
d. Laktosa : Avicel-pH101 : pengisi
e. LHPC-LH11 : penghancur luar
f. Mg.Stearat : pelicin (lubrikan)
g. Talk : pelican
h. Aerosil : pelincir (glidan)

21
Bahan-bahan formulasi tersebut dapat kita kelompokkan menjadi 2 komponen, yaitu:
a. Komponen dalam (92,75 %) : Isoniazid, amylum, PVP-etanol, dan Laktosa:
Avicel
b. Komponen luar (7,25 %) : LHPC-LH11, Mg.Stearat, Talk, dan Aerosil
Prinsip pembuatan tablet dengan metoda granulasi basah ini adalah membuat
granul terlebih dahulu. Granul yang dimaksud disini termasuk sebagai komponen dalam.
Jadi, diawal pembuatannya mula-mula hitung terlebih dahulu jumlah masing-masing
komponen dalam. Kemudian timbang masing-masing komponen tersebut dan setelah itu
campur komponen dalam tersebut dalam suatu wadah. Buat larutan pengikat, bila
terdapat zat warna dapat dicampur ke dalam larutan pengikat. Aduk komponen dalam
dengan larutan pengikat, dan campur homogen sampai didapat granulat yang homogen
dapat dilihat dengan pewarnaan yang merata. Kemudian ayak granulat menjadi butiran-
butiran. Keringkan granul di oven pada suhu 40 – 60oC. Setelah granul kering, kemudian
timbang seluruh granulat untuk menghitung jumlah komponen luar. Timbang komponen
luar lalu campur dengan granul hingga homogen. Lakukan uji granul. Jika pada saat
melakukan pengujian ternyata semua granul memenuhi syarat, maka dapat dilanjutkan
dengan melakukan pencetakan tablet. Hasil tablet yang dicetak kemudian dilakukan uji
sediaan tablet.
B. Formula Kapsul
Formulasi Sediaan Kapsul Amoksilin 500 mg
R/ Amoksilin 500mg
Avicel 15%
Aerosil 1%
Talk 1%
Mg. Stearat 1%
Laktosa ad 650mg
m.f caps 50
C. Preformulasi
a. Bahan Aktif
Amoksilin
 Pemerian :

22
- Warna : putih
- Rasa : tidak berasa
- Bau : Praktis tidak berbau
- Bentuk : Serbuk Hablur
 Kelarutan :
- Sukar larut dalam air dan metanol
- Tidak larut dalam benzen, dalam karbon tetraklorida dan dalam kloroform.
 pH larutan : 3,5 dan 6,0
Ø Polimorfisme : Kristal amorf
b. Bahan tambahan
Mikrokristalin ( Avicel)
Pemerian : Serbuk kristal berporos, serpihan putih, murni, tidak berbau, tidak
berrasa
Kegunaan dalam formula : Pengisi (10-30%) , pengikat dan penghancur
Aerosil
Pemerian : Serbuk amorf, terang, dan tidak berrasa
Kegunaan dalam formula : Pelincir
Talk
Pemerian : Serbuk hablur, sangat halus licin, mudah melekat pada kulit, bebas
dari butiran, warna putih atau putih kelab
Kegunaan dalam formula : Pelincir
Magnesiun Stearat
Pemerian : Serbuk halus, putih dan volumnus, bau lemah khas, mudah melekat di
kulit, bebas dari butiran
Kegunaan dalam formula : Pelicin
Laktosa
Pemerian : Serbuk hablur, putih atau putih krem, tidak berbau, rasa agak manis,
keras, stabil di udara, tetapi mudah meyerap bau.
Kegunaan dalam formula : pengisi
9. Proses Formulasi
a. Menyiapkan alat dan bahan

23
b. Melakukan perhitungan bahan
Bobot satu kapsul 650 mg -
Bobot 50 kapsul : 50 x 650 mg = 32.500 mg = 32.5 g
- Amoksilin = 500 mg x 50 = 25.000 mg = 25 g
- Avicel = 15% x 32.500 mg = 4.875 g
- Aerosil = 1% x 32.500 mg = 0.325 g
- Talk = 1% x 32.500 mg = 0.325 g
- Mg. Stearat = 1% x 32.500 mg = 0.325 g
- Laktosa = 32.5 g - ( 25 + 4.875 + 0.325 + 0.325 + 0.325)
= 1.65 g
c. Prosedur kerja
 Siapkan alat dan bahan, kemudian timbang semua bahan sesuai hasil
penghitungan.
 Ayak bahan – bahan dengan mesh 40, kecuali Mg stearat ayak terakhir
 Campur semua bahan dan aduk sampai homogen
 Setelah semua bahan homogen, timbang kembali bahan yang sudah tercampur
dan catat bobotnya
 Lakukan uji alir, kompresibilitas
 Setelah semua uji untuk serbuk kapsul sudah memenuhi persyaratan, lakukan
pengisian kapsul, jika jumlah sedikit dapat dilakukan dengan alat semi manual
 Kemudian kapsul yang dihasilkan di evaluasi sesuai persyaratan farmakope

10. Formula Suppositoria


Rancangan Formula Suppositoria "Aspirin"
  Formua Asli : Suppositoria Analgetik-Antipiretik
 Rancangan Formula
Tiap 3 g mengandung :
Aspirin 21,66 % (Zat aktif)
Cera Flava 5% (Pengeras)
Tokoferol 0,05 % (Antioksidan)
Ol. Cacao 76,17 % (Basis)

24
 Master Formula
Nama Produk : SUPAS Suppositoria
Nama Pabrik : PT. PRABE
Tanggal Formulasi : 06 Februari 2015
Tanggal Produksi : 09 Februari 2015
No. Reg : DKL 1500100353 A1
No. Batch : B 001003
Jumlah Produk :2
Studi Preformulasi
 Uraian sifat fisika-kimia
-       Alasan Pemilihan zat aktif
Asam salisilat sangat iritatif, sehingga hanya digunakan sebagai obat luar.
Derivatnya yang dapat dipakai secara sistemik adalah ester salisilat dari asam
organik dengan substitusi pada gugus hidroksil misalnya asetosal. Sehingga zat
aktif yang digunakan yaitu Asetosal. (Farmakologi terapi : 234).
Adapun alasan pemilihan konsentrasi zat aktif yaitu aspirin dapat
diberikan secara rektal dengan supositoria. Diulang setiap 4 sampai 6 jam sesuai
dengan kebutuhan klinis, untuk maksimal 4 g sehari. Dosis sebagai supositoria
adalah 450-900 mg setiap 4 jam sampai maksimal 3,6 g sehari (Martindale 36:
23 ) dan suppositoria rektum zat aktif aspirin dalam satu suppositoria 65, 130,
162, 195, 325, 650, 975 mg dan 1,3 g. Sehingga zat aktif yang digunakan yaitu
650 mg sesuai dengan dosis suppositoria menurut mantindal.(Anef : 593)
-          Alasan pemilihan basis Oleum Cacao
Faktor fisika kimia dari obat dan basis suppositoria mencakum mengenai
sifat-sifatnya seperti kelarutan relatif obat lemak dan air serta ukuran partikel dari
obat yang menyebar. Faktor fisika kimia basis melengkapi kemampuannya
melebur, melunak, atau melarut pada suhu tubuh, pada ukuran partikel untuk obat
dalam suppositoria yang tidak larut maka ukuran partikelnya akan mempengaruhi
jumlah obat yang dilepaskan dan melarut untuk absorpsi. Penelitian saat ini
menuntukkan bahwa aspirin yang dibuat dalam basis oleum cacao, melarut dalam
sirkulasi rektum lebih cepat dan diaabsorpsi serta diekskresi lebih cepat bila

25
dalam ukuran partikel kecil. Basis ini juga merupakan basis yang akan mudah
melepas zat aktif kedalam cairan mukosa. Dimana oleum cacao yang melebur
pada suhu 30 – 36 (Ansel : 580)

-          Alasan penambahan tokofero


Alpa tokoferol diakui sebagai sumber vitamin E. Alpha-tokoferol adalah
senyawa yang sangat lipofilik, dan meruaka pelarut yang sangat baik untuk
banyak obat yang sukar larut. Alpha-tokoferol merupkan prduk farmasi berbasis
lemak dan biasanya digunakan konsentrasi berkisar 0,001-0,05 % v/v. Sehingga
digunakan 0,05 % karena dilihat dari efek sistemik yang dgunakan (Exp : 31)
-          Alasan penambahan Cera flava
Apabila dipaaskan pada suhu tinggi, lemak coklat akan mencair seperti
minyak, tetapi akan kehilangan inti konstannya yang berguna untuk memadat,
lemak coklat akan mengkristal dalm bentuk kristal menstabil seperti minyak. Jika
didinginkan dibawah suhu 15 untuk menaikkan titik lelehnya kedalam lemak
coklat dapatditambahkan cera flava atau cetasium. Penambahan cea flava dapat
menambahnkan daya serap lemak coklat terhadap lemak air coklat cepat
membeku saat pengisian massa suppositoria kedalam cetakan suppo dan
menyusutkan pada saat penddinginan sehingga terbentuk pendinginan sehingga
terbentuk lubang di atas massa akan ditambahkan cera flava dengan konsentrasi 5
% agar tidak menjadi lemak. Penambahan cera flava tidak boleh lebih dari 6 %
karena akan menghasilkan campuran yang memiliki titik lebur diatas 37 dan
apabila diatas 4 % akan menghasilkan titik lebur dibawah 33.
Metode kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang Cera flava 0,3 g
3. Ditimbang oleum cacao diatas cawan porselin 4,57 g
4. Dimasukkan cera flava bersama oleum cacao lalau dilebur
5. Ditimbang aspirin 1,3 g, masukkan bersama bahan lainnya hingga homogen,
biarkan hingga agak dingin.
6. Ditimbang alfa tokoferor 0,003 g dicampur dengan bahan lan hingga homogen

26
7. Dicetak dalam ccetakan suppo
8. Dimasukkan dalam wadah
9. Masukkan dalam kulkas

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sediaan solid merupakan bentuk sediaan obat yang memiliki wujud padat, kering,
mengandung satu atau lebih zat aktif yang tercampur homogen. Terdapat banyak macam dari
sediaan solida dianataranya adalah tablet, kapsul, ovula, suppositoria.
Tablet adalah bentuk sediaan padat yang terdiri dari satu atau lebih bahan obat yang
dibuat dengan pemadatan, kedua permukaannya rata atau cembung. Tablet memiliki
perbedaan dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan. Tablet memiliki berbagai
macam jenisnya di antaranya adalah tablet biasa,tablet salut gula,tablet enteric,tablet lepas
lambat, tablet berlapias dll. Untuk macam kapsul adalah ada kapsul lunak dan kapsul keras
dan macam-macam dari suppositoria adalah rectal suppo, vagina suppo, uretral suppo.
27
Preformulasi dapat dideskripsikan sebagai tahap perkembangan yang mana ahli farmasi
mengkatagorikan sifat fisika kimia dari bahan obat dalam pertanyaan yang manadianggap
penting dalam formulasi yang stabil, efektif dan bentuk yang aman. Hal yang perlu di
pertimbangkan sebelum membuat formulasi tablet adalah analisis organoleptic, analisis
kemurnian, ukuran partikel, Sifat alir serbuk, sifat higroskopis sifat Kristal.
B. SARAN
Dengan adanya makalah ini pembaca dapat memahami mengenai sediaan solida dan
preformuklasi serta mengetahui formulasi dari tablet, Kapsul dan suppositoria sehingga dapat
menambah wawasan mengenai materi tersebut. Makalah ini jauh dari kata sempurna kami
sangat menerima kritik yang sifatnya membangun.

DAFTAR PUSTAKA

Apt, Syamsuni, A, H, Drs. 2006.Ilmu Resep Jakarta: Penerbit Buku 67Kedoketran EGC


Anief, Moh. 1997.Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik .Yogyakarta: Gajah MadaUniversity
PressApt,
Ansel, Howard C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi: Beberapa Macam Preparat: Tinktur,
Ekstrak Encer, Ekstrak, Air Amonia, Asam Encer, Spiritus, dan Sediaan Radiofarmasi.
Jakarta: UI-Press. pp. 605-619.
Agustina Saptaning, dkk. 2013.Ilmu Resep Untuk SMK Farmasi Volume 2 Surakarta: Penerbit
Buku Kedoketran EGC

28
29

Anda mungkin juga menyukai