Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

“BENTUK SEDIAAN OBAT”

DOSEN PENGAMPUH MATA KULIAH :


Apt. WASLIATY SIRAJUDDIN, S.Si.,M.Si.

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 1

AISYAH SYAFAR 202004001


FATIMAH AZ ZAHRA. E 202004007
MUSDALIFAH 202004013
NURUL NISA 202004019
SRI DAMAYANTI 202004024
KHRISMA INDAH PUTRI 202004029

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA (III) FARMASI


FAKULTAS TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS
INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS
ITKES MUHAMMADIYAH SIDRAP
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum. Wr. Wb.


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena telah
memberikan kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas
rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Bentuk Sediaan Obat” tepat waktu.
Makalah “Bentuk Sediaan Obat” disusun guna memenuhi tugas ibu apt.
Wasliaty Sirajuddin, S.Si., M.Si, pada mata kuliah farmasetika di kampus Institut
teknologi kesehataan dan sains Muhammadiyah sidrap. Selain itu, penulis juga
berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembacanya.
Pada penyusunan makalah ini, kami mengucapakan terima kasih sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang ikut menyelesaikan makalah ini. Adapun
pihak tersebut antara lain Ibu Apt. Wasliaty Siradjuddin,S.Si.,M.Si. Selaku dosen
mata kuliah. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambaah pengetahuan dan
wawasan yang terkait. Penulis juga megucapkan terima kasih pada kepada teman
kelompok yang telah ikut membantu proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan
makalah ini.
Wassalamualaikum. Wr. Wb

Pangkajenne, 23 september 2022

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1

I.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2

I.3 Tujuan............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

II.1 Bentuk Sediaan Padat....................................................................................3

II.1.1 Serbuk (Pulvis)........................................................................................3

II.1.2 Kapsul (Capsulae)...................................................................................5

II.1.3 Tablet......................................................................................................7

II.2 Bentuk Sediaan Setegah Padat.....................................................................15

II.2.1 Salep (Unguenta)...................................................................................15

II.2.3 Krim (Cremores....................................................................................19

II.2.4 Jelly (Gel)..............................................................................................20

II.3 Bentuk Sediian Cair.....................................................................................21

II.3.1 Obat Gosok (Linimenta).......................................................................21

II.3.2 Suspensi................................................................................................22

II.3.3 Emulsi...................................................................................................25

BAB III PENUTUP...............................................................................................29

III.1 Kesimpulan.................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Perkembangan ilmu farmasi saat ini sudah semakin maju, banyak
sekali macam-macam jenis sediaan farmasi yang dikembangkan. Segala
macam penggolongan obat pun sudah semakin diperbaharui dengan
adanya peraturan dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2000
yang mengganti penggolongan jenis obat menjadi 5 golongan saja.
Bidang farmasi juga terus mengembangkan ilmu dalam menemukan jenis dan
khasiat obat-obatan. Karena masyarakat kita semakin membutuhkan segala
jenis obat dengan kerja yang sesuai di tubuhnya. Kebutuhan obat di kalangan
masyarakat sangatlah penting dan mutlak untuk menunjang kesehatan
mereka.
Pelayanan farmasi pun kini semakin baik karena menunjang
kepentingan kesehatan masyarakat. Ilmu yang berkenaan dengan
pelayanan farmasi seperti farmasetika pun terus mengalami perubahan dan
peningkatan menjadi yang lebih baik. Para mahasiswa pun kini dituntut
untuk mampu membedakan segala macam jenis sediaan farmasi dan
juga mampu menggolongkan segala jenis obat berdasarkan beberapa
aturannya. Mahasiswa juga dituntut untuk mampu membuat beberapa
sediaan farmasi baik steril maupun non steril untuk menunjang
pekerjaan di masa depan kelak. Mahasiswa juga harus mampu
bertindak dengan tanggap dalam membuat sediaan obat, karena para
mahasiswa diharapkan menjadi seorang farmasis atau apoteker yang
tanggap, cepat dan mampu menolong masyarakat yang membutuhkan
obat untuk kesehatannya.
Sediaan farmasi merupakan obat, obat tradisional dan kosmetika
yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Sediaan
farmasi antara lain sediaan padat seperti serbuk, tablet, kapsul. Sediaan
setengah padat seperti salep, cream, pasta, suppositoria dan gel, serta bentuk
sediaan cair yaitu suspensi, larutan, eliksir dan emulsi. Dengan adanya bentuk
sediaan tersebut diharapkan dapat memberikan kenyamanan dan keamanan
bagi penggunanya. Untuk mengetahui kualitas keamanan mutu dari sediaan
farmasi dapat dilihat dari stabilitasnya
I.2 Rumusan Masalah
1. Ada berapa banyak bentuk sediaan obat dalam farmasi?
2. Apa saja manfaat mengetahui berbagai macam sediaan obat tersebut?
I.3 Tujuan
1. Mengetahui berbagai macam sediaan obat.
2. Dapat membedakan berbagai macam sediaan obat sesuai penggunaannya.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Bentuk Sediaan Padat
II.1.1 Serbuk (Pulvis)

Gambar 1.1 Pulvis Adspersorius


A. Pengertian Serbuk
Pulvis (serbuk) adalah campuran kering bahan obat atau
zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral atau
untuk pemakaian luar. Karena mempunyai luas permukaan yang luas,
serbuk lebih mudah terdispersi dan lebih larut dari pada bentuk
sediaan yang dipadatkan. Anak-anak dan orang dewasa yang sukar
menelan kapsul atau tablet lebih mudah menggunakan obat dalam
bentuk serbuk. Biasanya serbuk oral dapat dicampur dengan air
minum.
Serbuk oral dapat diserahkan dalam bentuk terbagi
(pulveres) atau tidak terbagi (pulvis). Serbuk oral tidak terbagi
terbatas pada obat yang relatif tidak poten seperti laksansia,
antasida, makanan diet dan beberapa jenis analgetik tertentu,
pasien dapat menakar secara aman dengan sendok teh atau penakar
lain. Serbuk tidak terbagi lainnya adalah serbuk gigi dan serbuk tabur,
keduanya untuk pemakaian luar.
B. Kelebihan Dan Kelemahan Sediaan Serbuk
1) Kelebihan
a. Dokter lebih leluasa dalam memilih dosis yang sesuai
dengan keadaan si penderita.
b. Lebih stabil terutama untuk obat yang rusak oleh air.
c. Penyerapan lebih cepat dan lebih sempurna dibanding sediaan
padat lainnya.
d. Cocok digunakan untuk anak-anak dan orang dewasa yang
sukar menelan kapsul atau tablet.
e. Obat yang terlalu besar volumenyauntuk dibuat tablet atau kapsul
dapat dibuat dalam bentuk serbuk.
2) Kelemahan
a. Tidak tertutupnya rasa tidak enak seperti pahit, sepat, lengket
di lidah (bisa diatasi dengan corrigens saporis).
b. Pada penyimpanan menjadi lembab.
C. Jenis-Jenis Serbuk
1. Pulvis adspersorius
Pulvis adspersorius adalah serbuk ringan, bebas dari
butiran kasar dan dimaksudkan untuk obat luar. Umumnya
dikemas dalam wadah yang bagian atasnya berlubang halus
untuk memudahkan penggunaan pada kulit. Lebih dikenal dengan
bedak tabur.
2. Pulvis dentifricius
Pulvis dentifricius lebih dikenal dengan serbuk gigi,
biasanya menggunakan carmin sebagai pewarna yang dilarutkan
terlebih dahulu dalam chloroform/etanol 90%.
3. Pulvis sternutatorius
Pulvis sternutatorius adalah serbuk bersin yang
penggunaannya dihisap melalui hidung, sehingga serbuk tersebut
harus halus sekali.
4. Pulvis effervescent
Pulvis effervescent merupakan serbuk biasa yang
sebelum ditelan dilarutkan terlebih dahulu dalam air dingin atau
hangat dan dari proses pelarutan ini akan mengeluarkan gas
CO2, kemudian membentuk larutan yang pada umumnya
jernih. Senyawa ini merupakan campuran antara senyawa asam
dengan senyawa basa.
II.1.2 Kapsul (Capsulae)

Gambar 1.2 Kapsul


A. Pengertian dan Macam-Macam Kapsul
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam
cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat
dari gelatin tetapi dapat juga terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai.
Berdasarkan bentuknya, kapsul dalam farmasi dibedakan menjadi
dua yaitu kapsul keras (capsulae durae, hard capsul) dan kapsul
lunak (capsulae molles, soft capsul).
Perbedaan kapsul keras dan kapsul lunak
Kapsul keras Kapsul lunak
 Terdiri atas tubuh dan tutup  Satu kesatuan
 Tersedia dalam bentuk  Selalu sudah terisi
kosong  Isi biasanya cair, dapat juga
 Isi biasanya padat, dapat padat
juga cair  Bisa oral, vaginal, rektal,
 Cara pakai per oral topikal
 Bentuk hanya satu macam  Bentuknya bermacam-macam
Tablet 2.1 Perbedaan Kapsul keras dan Kapsul lunak
Ukuran kapsul menunjukkan ukuran volume dari kapsul dan
dikenal 8 macam ukuran yang dinyatakan dalam nomor kode. 000
ialah ukuran terbesar dan 5 adalah ukuran terkecil.
Ketapatan dan kecepatan memilih ukuran kapsul tergantung
dari pengalaman. Biasanya dikerjakan secara eksperimental dan
sebagai gambaran hubungan jumlah obat dengan ukuran kapsul dapat
dilihat dalam tabel di bawah ini.
No Ukuran Asetosal Na Bikarbonat NBB
(dalam gram) (dalam gram) (dalam gram)
000 1 1,4 1,7
00 0,6 0,9 1,2
0 0,5 0,7 0,9
1 0,3 0,5 0,6
2 0,25 0,4 0,5
3 0,2 0,3 0,4
4 0,15 0,25 0,25
5 0,1 0,12 0,12
Tablet 2.2 Ukuran Kapsul
B. Keuntungan dan Kerugian sediaan kapsul
1) Keuntungan bentuk sediaan kapsul
a. Bentuk menarik dan praktis
b. Tidak berasa sehingga bisa menutupi rasa dan bau dari obat yang
kurang enak.
c. Mudah ditelan dan cepat hancur/larut di dalam perut, sehingga
bahan cepat segera diabsorbsi (diserap) usus.
d. Dokter dapat memberikan resep dengan kombinasi daribermacam-
macam bahan obat dengan dosis yang berbeda-beda menurut
kebutuhan seorang pasien.
e. Kapsul dapat diisi dengan cepat tidak memerlukan bahan penolong
seperti pada pembuatan pil atau tablet yang mungkin
mempengaruhi absorbsi bahan obatnya.
2) Kerugian bentuk sediaan kapsul
a. Tidak bisa untuk zat-zat mudah menguapsebab pori-pori cangkang
tidak menahan penguapan.
b. Tidak untuk zat-zat yang higroskopis.
c. Tidak untuk zat-zat yang bereaksi dengan cangkang kapsul.
d. Tidak untuk balita.
e. Tidak bisa dibagi (misal ½ kapsul)
C. Faktor-faktor yang Merusak Cangkang Kapsul
1. Mengandung zat-zat yang mudah mencair (higroskopis).
2. Mengandung campuran eutecticum.
3. Mengandung minyak menguap.
4. Penyimpanan yang salah.
II.1.3 Tablet

Gambar 1.3 Tablet


A. Pengertian
Menurut Farmakope Indonesia (ed IV) tablet adalah sediaan
padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.
Berdasarkan metode pembuatan, tablet dapat digolongkan sebagai
tablet cetak dan tablet kempa. Tablet cetak dibuat dengan cara
menekan masa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam
cetakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada
serbuk atau granul menggunakan cetakan baja (tahan karat).
Bentuk tablet rata atau cembung rangkap, umumnya bulat,
dapat ditambahkan bahan tambahan atau tanpa bahan tambahan.
Bahan tambahan dapat berupa bahan pengisi, penghancur , pengikat,
pelicin, pelincir dan pembasah.
Tujuan utama penggunaan obat sediaan tablet adalah
penghantaran obat ke lokasi kerja dengan dosis yang cukup, kecepatan
kerja yang sesuai dan lama kerja yang sudah ditentukan serta beberapa
kriteria lainnya.
Tablet dapat digunakan untuk mendapatkan efek lokal dan
sistemik dalam pengobatan
meliputi :
1. Pengobatan untuk efek lokal
Misalnya: Tablet untuk vagina, berbentuk seperti amandel,
oval, digunakan sebagai anti infeksi, anti fungi dan penggunaan
hormon secara lokal. Loazenges, Trochici, digunakan untuk efek lokal
di mulut dan tenggorokan, umumnya sebagai anti infeksi.
2. Pengobatan untuk efek sistemik
Pengobatan untuk efek sistemik antara lain, tablet biasa yang
digunakan secara oral, Tablet Bukal, digunakan dengan cara
disisipkan di antara pipi dan gusi dalam rongga mulut, umumnya
mengandung bahan aktif hormon steroid, absorpsi melalui mukosa
mulut dan masuk ke dalam peredaran darah, Tablet Sublingual,
digunakan dengan cara meletakkan tablet di bawah lidah, umumnya
berisi hormon steroid, obat jantung (Nitro gliserin), obat hipertensi,
absorpsi melalui mukosa mulut dan masuk ke dalam peredaran darah,
Tablet Implantasi, disebut juga Pellet, bentuk bulat atau oval pipih,
merupakan tablet steril, dimasukkan dengan cara merobek jaringan
kulit dalam badan. Sementara tablet hipodermik dilarutkan terlebih
dahulu dalam pelarut steril, kemudian disuntikkan secara subcutan.
B. Tujuan Penggunaan Tablet
Tujuan penggunaan tablet dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Oral
a. Ditelan : cara kerja dapat berupa tablet lepas cepat, lepas lambat,
lepas tunda
b. Dikunyah : tablet tidak langsung ditelan melainkan dikunyah
kemudian baru ditelan, efek sistemik
c. Sublingual : merupakan tablet dengan efek sistemik tanpa dicerna
melalui saluran pencernaan, diletakkan dibawah lidah
d. Buccal : merupakan tablet yang disisipkan antara pipi dan gusi,
berefek sistemi.
2. Pemakaian luar
a. Vaginal : tablet vaginal, pipih, bentuk seperti amandel, oval, efek
loka
b. Implantasi : ditahan di bawah kulit, dengan merobek jaringan
tubuh, steril, memberikan efek sistemik
c. Parenteral : tablet harus dilarutkan terlebih dulu dengan pelarut
steril kemudian disuntikkan secara subcutan.
3. Lain lain : tablet yang dilarutkan terlebih dahulu kemudian diminum
dan ditelan (tablet effervescent)
Keuntungan bentuk sediaan Tablet antara lain:
 Pemberian berupa unit dose system
 Dosis tepat
 Praktis/efisien
 Waktu: peresepan dan pelayanan diapotek cepat
 Lebih mudah dibawa dan disimpan
 Mudah ditelan
 Lepas lambat (efek lama)
Kekurangan bentuk sediaan tablet antara lain:
 Menyulitkan terapi individual (pahit, tablet besar sukar ditelan, sakit
tenggorokan).
 Waktu hancur lebih lama dibanding larutan
 Sasaran kadar obat dalam plasma lebih sulit tercapai.
C. Pembuatan Tablet
Proses pembuatan tablet disamping bahan aktif diperlukan juga
bahan tambahan berupa:
1. Bahan pengisi (diluent/filler)
Fungsi pengisi untuk mempeerebesar volume dan menambah
bobot tablet. Lazim digunakan Laktosum, Amylum Manihot, Avicel,
Calsii Phosphas, Calcii Carbonas, dan bahan lain yang cocok.
2. Bahan pengikat (binder)
Penggunaan bahan pengikat dalam pembuatan tablet gunanya
untuk mengikat partikel serbuk/padat supaya menyatu dan merekat,
sehingga tablet tidak mudah pecah dan retak, menambah kekerasan
tablet. Termasuk pengikat antara lain, larutan Gelatin, Mucillago
Amyli, larutan PVP, sesuaikan rentang kadar masingmasing bahan.
3. Bahan penghancur (disintegran)
Penghancur dimasukkan dalam proses pembuatan tablet dengan
tujuan supaya tablet yang dihasilkan dapat hancur, jika proses
pembuatan dengan metode granulasi maka perlu penghancur luar.
Biasanya digunakan Amylum Manihot, Starch 1500, LH-PC.
4. Bahan pelicin (glidan), pelincir (lubricant), anti lengket (antiadheren)
Maksud penggunaan pelicin ialah supaya tablet yang dihasilkan
mudah keluar dari cetakan dan tidak lengket, disamping itu serbuk
tablet / granul mudah mengalir dari hopper ke ruang cetak. Umumnya
digunakan Magnesium stearat sebagai lubricant, Talkum sebagai glidan
dan antiadheran, dan Aerosil sebagai glidan .
5. Zat warna
Penambahan zat warna bertujuan untuk perbedaan produk,
menutupi warna asli yang kurang menarik, disamping itu untuk
mendapatkan hasil yang homogen. Keamanan zat warna dengan
konsentrasi yang digunakan harus diperhatikan, kemampuan pewarnaan
yang cukup kuat dan kompatibel dengan formulasi .
D. Tablet Salut
Penyalutan tablet dilakukan mempunyai maksud dan tujuan
tertentu, misalnya untuk menutupi bau dan rasa yang tidak enak dari bahan
aktif. Mencegah rusaknya bahan katif yang sensitif kena cahaya atau akan
terurai, atau tujuan lain.Macam-macam penyalutan tablet yaitu sebagai
berikut :
1. Tablet salut gula
Penyalutan tablet dengan gula (dragee) dilakukan dengan larutan
gula dalam panci untuk penyalutan dan panci untuk mengkilapkan
tablet, panci berputar digerakkan motor dilengkapi alat penghisap dan
penghembus udara panas (blower). Langkah-langkah penyalutan
dilakukan sebagai berikut:
a. Penyalutan dasar (subcoating), yaitu proses penyemprotan larutan
dasar dan pemberian serbuk salut jika tablet sebagia kering.
b. Sirop salut dasar terdiri dari Acacia; gelatin; saccharum dan air.
Serbuk salut dasar terdiri dari Calcii Carbonas, kaolinum, talkum,
saccharum, acacia. Jika tablet mengandung bahan higroskopis maka
dilakakukan penyalutan penutup terlebih dahulu (sealing coat)
supaya air dari sirop salut dasat tidak masuk ke dalam tablet. Salut
penutup terdiri dari shellac dan alkohol.
c. Pelicinan (smoothing), yaitu proses pembasahan dengan sirop pelicin
kemudian dikeringkan, terus lakukan bergantian sampai larutan
pelicin habis, tablet bolak balik dalam panci sambil dikeringkan
dengan semprotan udara panas, tablet akan menjadi bulat dan licin.
Larutan pelicin terbuat dari saccharum dan aqua destilata.
d. Proses pewarnaan dilakukan dengan mencampurkan zat warna
kedalam larutan pelicin dan disemprotkan.
e. Proses penyelesaian (finishing) yaitu proses pengeringan salut sirop
yang terakhir dengan cara perlahan-lahan dan terkendali dengan
memutar panci penyalut menggunakan tangan, sehingga diperoleh
hasil akhir yang licin.
f. Terakhir dilakukan pengkilapan (polishing) dengan menggunakan
lapis tipis lilin yang licin. Lilin dilarutkan dalam nafta panas atau
petroleum, kemudian larutan ini ditambahkan pada tablet dalam
panci lalu diputar sampai pelarutnya menguap. Campuran lilin terdiri
dari Beeswax 90% dan Carnauba wax 10%.
2. Tablet salut kempa
Penyalutan ini dilakukan pada tablet inti yang sudah jadi, granul
halus dan kering dikempa di sekitar tablet inti, proses ini sering disebut
tablet dalam tablet. Tablet salut kempa prosesnya lebih cepat dan
ekonomis, syaratnya tablet harus bebas lembab dan tidak terjadi reaksi
inkompatibilitas dengan adanya lembab.
3. Tablet salut selaput
Penyalutan ini dilakukan dengan melapisi tablet dengan bahan
penyalut yang disemprokan pada tablet secara tipis-tipis. Campuran
penyalut terdiri dari CMC na, Acetatphthalat, Hydroxyaethyl
cellulosum dan Polyvinylpyrolidon dalam pelarut alkohol atau
terdispersi dalam isopropanol dengan penambahan Span dan Tween.
4. Tablet salut enterik
Bahan campuran salut enterik terdiri dari serbuk lilin karnauba
atau asam stearat dan serbuk tumbuh-tumbuhan dari agar-agar atau kulit
pohon elm. Tablet yang masuk kedalam lambung akan mengisap air
dan mengembang sehingga terjadi penghancuran. Penyalutan enterik
yang baik ialah dengan bahan Cellulosa Acetis Phthalatum. Penyalutan
enterik dimaksudkan untuk tablet yang diharapkan larut dalam usus,
maka penyalut yang digunakan relatif tidak larut dalam asam lambung.
Tujuan penyalutan enterik adalah :
 Supaya obat tidak mengiritasi lambung
 Diinginkan bahan aktif bekerja dalam usus seperti obat cacing
 Melindungi bahan aktif supaya tidak rusak/inaktif dengan adanya
cairan lambung (pH asam).
E. Persyaratan Tablet
Tablet yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan yang sudah
ditentukan, dapat sesuai persyaratan Farmakope Indonesia atau persyaratan
yang ditentukan sendiri oleh industri yang memproduksi tablet tersebut.
1. Keseragaman ukuran
Setiap tablet yang dihasilkan harus seragam ukurannya,
Farmakope memberikan persyaratan, kecuali dinyatakan lain diameter
tablet tidak lebih dari 3 dan tidak kurang dari 4/3 tebal tablet (dapat
diukur dengan jangka sorong).
2. Keseragaman bobot
Penentuan keseragaman bobot tablet dilakukan dengan
menimbang 20 tablet sekaligus, hitung rata-rata tablet. Timbang
kembali tablet satu persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang
menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan
dalam kolom A dan tidak boleh satu tablet pun yang bobotnya
menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari harga dalam kolom B.
Bobot rata-rata Penyimpangan bobot rata-rata dalam %
A B
25 mg atau kurang 15 30
26 mg sampai dengan 150 mg 10 20
151 mg sampai dengan 300 7,5 15
mg
Lebih dari 300 mg 5 10
Tabel 1.3 Persentase penyimpangan bobot rata-rata (%)
3. Waktu hancur
a. Menentukan waktu hancur tablet tidak besalut
Alat berupa tabung gelas panjang 80-100 mm, diameter kira-
kira 28 mm, diameter luar 31 mm, ujung bawah dilengkapi kasa
kawat tahan karat, lubang sesuai pengayak no 4, berbentuk
keranjang. Keranjang disisipkan searah di tengah-tengah tabung
kaca, diameter 45 mm dicelupkan ke dalam air suhu 36-38ᴼ kira-kira
1000 ml, sedalam tidak kurang 15 cm dan dapat dinaikturunkan
dengan teratur. Kedudukan kawat kasa pada posisi tertinggi tepat di
atas pemukaan air dan kedudukan terendah mulut keranjang tepat di
permukaan air.
Cara kerja penentuan waktu hancur : Masukkan 6 tablet ke
dalam keranjang dan diturun-naikian secara teratur 30 kali tiap
menit. Tablet dinyatakan hancur, jika tidak ada bagian yang
tertinggal di atas kasa, kecuali fragmen dari zat penyalut. Bila tidak
dinyatakan lain, waktu untuk menghancurkan ke 6 tablet tidak lebih
dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak lebih dari 60
menit untuk tablet bersalut gula atau selaput. Jika tidak memenuhi
syarat, pengujian diulang dengan menggunakan tablet tablet satu-
persatu, kemudian diulangi lagi menggunakan 5tablet dengan
cakram penuntun, dan tablet harus memenuhi persyaratan yang
sudah ditentukan di atas.
Cakram penuntun, cakram terbuat dari bahan yang cocok,
diameter kira-kira 26 mm ± 2mm, permukaan bawah rata,
permukaan atas berlubang dengan jarak masingmasing 10 mm dari
titik pusat. Tiap lubang terdapat kawat tahan karat diameter 0,445
mm dipasang tegak lurus permukaan cakram, dan dihubungkan
dengan cincin penuntun yang dibuat dari kawat jenis yang sama,
diameter 27 mm. Jarak cicncin penuntun dengan permukaan atas
cakram 15 mm. Beda diameter antara cakram penuntun dengan
keranjang dalam sebaiknya kira-kira 1 – 2 mm. Bobot cakram
penuntun tidak kurang dari 1,9 g tidak lebih dari 2,1 g.
b. Menentukan waktu hancur tablet enterik
Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat dan cara
seperti pada penentuan waktu nhancur tablet tidak bersalut, hanya air
diganti dengan kira-kira 250 ml Asam Klorida 0,06 N . Pengujian
selama 3 jam, tablet tidak larut kecuali zat penyalut. Keranjang
diangkat dan tablet segera dicuci dengan air. Larutan asam kemudian
diganti dengan larutan dapar pH 6,8 dan suhu diatur antara 36-38ᴼ
dan keranjang dicelupkan ke dalam larutan tersebut dan pengujian
dilanjutkan selama 60 menit. Pada akhir pengujian tidak terdapat
bagian tablet di atas kasa kecuali fragmen zat penyalut. Jika tidak
memenuhi syarat, pengujian diulang dengan menggunakan 6 tablet
dan cakram penuntun, pengujian tablet ini harus memenuhi syarat.
4. Keseragaman isi bahan aktif
5. Memenuhi waktu larut (disolusi test)
6. Kekerasan tablet diuji dengan Hardness Tester
7. Kerapuhan tablet diuji dengan Friability tester
Penyimpanan tablet dilakukan dalam wadah tertutup rapat,
ditempat yang sejuk dan terlindung cahaya. Wadah yang digunakan
harus diberi etiket.
II.2 Bentuk Sediaan Setegah Padat
II.2.1 Salep (Unguenta)

Gambar 2.1 Salep


A. Pengertian Salep
Menurut FI IV, salep adalah sediaan setengah padat
ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir.
Salep tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar
bahan obat dalam salep yang tidak mengandung obat keras atau
narkotika adalah 10%.
B. Penggolongan salep
Menurut efek terapinya, salep dibagi atas:
1) Salep epidermik (salep penutup)
Salep ini tidak mampu berpenetrasi ke dalam kulit dan
efek terapinya terbatas pada permukaan kulit, jadi bekerja lokal.
Tujuan pemakaiannya sebagai salep penutup, guna melindungi
jaringan tertentu. Dasar salep yang dipakai :dasar salep
hidrokarbon.
2) Salep endodermik
Salep ini mampu berpenetrasi kedalam kulit, tetapi
tidak sampai melewati kulit. Tujuan pemakaian untuk pengobatan
permukaan kulit dan digunakan untuk melembutkan kulit
menghilangkan rasa sakit, stimulans (merangsang) dan lokal
iritasi. Dasar salep yang digunakan : dasar salep serap.
3) Salep diadermik (salep serap)
Salep ini mampu berpenetrasi ke dalam kulit dan
melewati kulit, dapat mencapai peredaran darah dan
menghasilkan efek sistemik. Tujuan pemakaian : untuk
melindungi jaringan di bawah kulit. Dasar salep yang
digunakan : dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan dasar
salep yang dapat larut dalam air.
C. Dasar Salep
Menurut FI. IV, dasar salep yang digunakan sebagai
pembawa dibagi dalam 4 kelompok, yaitu dasar salep senyawa
hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci
dengan air, dasar salep larut dalam air. Setiap salep obat
menggunakan salah satu dasar salep tersebut.
1) Dasar Salep Hidrokarbon
Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak,
antara lain vaselin putih dan salep putih. Hanya sejumlah
kecil komponen berair yang dapat dicampurkan kedalamnya.
2) Dasar Salep Serap
Dasar salep serap ini dibagi dalam 2 kelompok.
Kelompok pertama terdiri atas dasar salep yang dapat
bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam minyak
(parafin hidrofilik dan lanolin anhidrat), dan kelompok kedua
terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur
dengan sejumlah larutan air tambahan (lanolin). Dasar salep
ini juga berfungsi sebagai emolien.
3) Dasar Salep yang dapat dicuci dengan air
Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air,
antara lain salep hidrofilik (krim). Dasar salep ini dinyatakan
juga sebagai dapat dicuci dengan air, karena mudah dicuci
dari kulit atau dilap basah sehingga lebih dapat diterima untuk
dasar kosmetika.
4) Dasar Salep Larut Dalam Air
Kelompok ini disebut juga dasar salep tak berlemakdan
terdiri dari konstituen larut air. Dasar salep jenis ini
memberikan banyak keuntungannya seperti dasar salep yang
dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung bahan tak larut
dalam air.
D. Ketentuan Umum Cara Pembuatan Salep
1. Peraturan Salep Pertama
Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak dilarutkan
kedalamnya, jika perlu dengan pemanasan.
2. Peraturan Salep Kedua
Bahan-bahan yang dapat larut dalam air, jika tidak ada
peraturan-peraturan lain dilarutkan lebih dahulu dalam air,
asalkan air yang digunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis
salep. Jumlah air yang dipakai dikurangi dari basis.
3. Peraturan Salep Ketiga
Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam
lemak dan air, harus diserbuk lebih dahulu kemudian
diayak dengan pengayak B40
4. Peraturan Salep Keempat
5. Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya
harus digerus sampai dingin.
II.2.2 Pasta (Pastae)

Gambar 2.2 Pasta


Menurut FI IV, pasta adalah sediaan semi padat yang
mengadung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan untuk
pemakaian topikal. Kelompok pertama dibuat dari gel fase tunggal
mengandung air, misalnya pasta natrium karboksimetilselulose.
Kelompok lain adalah pasta berlemak misalnya pasta zinc oksida,
merupakan salep yang padat, kaku, tidak meleleh pada suhu tubuh dan
berfungsi sebagai lapisan pelindung pada bagian yang diolesi.
Pasta berlemak ternyata kurang berminyak dan lebih
menyerap dibandingkan dengan salep karena tinggi kadar obat yang
mampunyai afinitas terhadap air. Pasta ini cenderung untuk
menyerap sekresi seperti serum dan mempunyai daya penetrasi dan
daya maserasi lebih rendah dari salep. Oleh karena itu pasta
digunakan untuk lesi akut yang cenderung membentuk kerak,
menggelembung atau mengeluarkan cairan.
Pasta gigi digunakan untuk pelekatan pada selaput lendir
untuk memperoleh efek lokal, misalnya pasta gigi Triamsinolon
asetonida. Cara pemakaian dengan mengoleskan lebih dahulu dengan
kain kassa. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik, wadah tertutup
rapat atau dalam tube.
Pembuatan pasta umumnya bahan dasar yang berbentuk
setengah padat sebaiknya dicairkan terlebih dahulu baru dicampur
dengan bahan padat dalam keadaan panas agar lebih mudah bercampur
dan homogen.
II.2.3 Krim (Cremores)

Gambar 2.3 Krim


Menurut FI IV, krim adalah bentuk sediaan setengah
padat, mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi
dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah
digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai
konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak
atau minyak dalam air.
Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi
mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam
air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk pemakaian
kosmetika dan estetika. Krim dapat juga digunakan untuk pemberian
obat melalui vaginal.
Ada 2 type krim yaitu krim type minyak air (m/a) dan krim type
air minyak (m/a). Pemilihan zat pengemulsi harus disesuaikan
dengan jenis dan sifat krimyang dikehendaki. Untuk krim type a/m
digunakan sabun polivalen, span, adeps lanae, koleterol dan cera.
Sedangkan untuk krim type m/a digunakan sabun monovalen
seperti trietanolamin, natrium stearat, kalium stearat dan ammonium
stearat. Selain itu dapat juga dipakai tween, natrium laurylsulfat,
kuning telu, gelatinum, caseinum, CMC dan emulgidum.
Kestabilan krim akan terganggu/rusak jika sistem
campurannya terganggu, terutama disebabkan oleh perubahan
suhu dan perubahan komposisi yang disebabkan perubahan salah
satu fase secara berlebihan atau zat pengemulsinya tidak tercampurkan
satu sama lain.
Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika
diketahui pengencernya yang cocok dan dilakukan dengan teknik
aseptic. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam
jangka waktu 1 bulan. Sebagai pengawet pada krim umumnya
digunakan metil paraben (nipagin) dengan kadar 0,12% hingga
0,18% atau propil paraben (nipasol) dengan kadar 0,02% hingga 0,05%.
Penyimpanan krim dilakukan dalam wadah tertutup baik atau
tube di tempat sejuk. Penandaan pada etiket harus juga tertera
“Obat Luar”. Pembuatan krim adalah dengan melebur bagian
berlemak diatas tangas air, kemudian tambahkan air dan zat
pengemulsi dalam keadaan sama-sama panas, aduk sampai terjadi suatu
campuran yang berbentuk krim.
II.2.4 Jelly (Gel)

Gambar 2.4 Gel


Gel merupakan sediaan semi padat yang terdiri dari susupensi
yang dibuat dari partikel anorganik kecil atau molekulorganik
besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika massa gel terdiri dari
jaringan partikel kecil yang terpisah, digolongkan sebagai system
dua fase (gel Aluminium Hidroksida). Dalam system dua fase, jika
ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar disebut Magma
(misalnya Magma Bentonit). Baik gel maupun magma dapat berupa
tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada
pengocokan. Jadi sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan
untuk menjamin homogenitas dan hla ini tertera pada etiket.
Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang
tersebar serba sama dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat
adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dan cairan.
Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik (karbomer)
atau dari gpm alam (tragakan). Walaupun gel-gel ini umumnya
mengandung air, etanol dan minyak dapat juga digunakan sebagai
pembawa. Contohnya minyak mineral dapat dikombinasi dengan
resin polietilena untuk membentuk dasar salep berminyak.
Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topical
atau dimasukkan dalam lubang tubuh, contoh Voltaren Gel,
Bioplacenton. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik, dalam
bermulut lebar terlindung dari cahaya dan ditempat sejuk.
II.3 Bentuk Sediian Cair
II.3.1 Obat Gosok (Linimenta)
Gambar 3.1 Linimenta
Linimenta adalah sediaan cair atau kental, mengandung
analgetika dan zat yang mempunyai sifat rubifasien,
melemaskan otot atau menghangatkan dan digunakan sebagai obat
luar. Pemakaian linimenta dengan cara dioleskan menggunakan kain
flannel lalu diurut.
Penyimpanan dalam botol berwarna, bermulut kecil dan
ditempat sejuk. Pada etiket juga tertera “Obat luar”. Linimenta tidak
dapat digunakan untuk kulit yang luka atau lecet.
Cara pembuatan:
1. Mencampurkan seperti pada pembuatan salep, contohnya
Linimen Gondopuro (FN)
2. Terjadi penyabunan, contohnya Linimen Amoniak dan Lotio
Benzylis Benzoas (FN)
3. Terbentuk emulsi, contohnya Peruvianum Emulsum I dan II (FN)
II.3.2 Suspensi
Gambar 3.2 Suspensi
A. Pengertian Suspensi
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel
padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Suspensi oral
adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi
dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan
ditujukan untuk penggunaan oral. Beberapa suspensi yang diberi
etiket sebagai susu atau magma termasuk dalam kategori ini.
Beberapa suspensi dapat langsung digunakan, sedangkan yang
lain berupa campuran padat yang harus dikonstitusikan terlebih
dahulu dengan pembawa yang sesuai segera sebelum digunakan.
Sediaan seperti ini disebut “ Untuk Suspensi oral”.
Suspensi topikal adalah sediaan cair mengandung partikel
padat yang terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan untuk
penggunaan pada kulit. Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai
“lotio” termasuk dalam kategori ini.
Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung
partikel-partikel halus yang ditujukan untuk diteteskan telinga bagian
luar.
Suspensi optalmik adalah sediaan cair steril yang
mengandung partikel-partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa
untuk pemakaian pada mata. Obat dalam suspensi harus dalam bentuk
termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi atau goresan pada
kornea. Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi
massa yang mengeras atau penggumpalan.
Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi
serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara
intravena atau kedalam larutan spinal . Suspensi untuk injeksi
terkonstitusi adalah sediaan padat kering dengan bahan pembawa
yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi semua
persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan
pembawa yang sesuai.
B. Stabilitas Suspensi
Salah satu problem yang dihadapi dalam proses
pembuatan suspensi adalah cara memperlambat penimbunan
partikel serta menjaga homogenitas dari partikel. Cara tersebut
merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi ialah :
1) Ukuran partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang
partikel tersebut serta daya tekan keatas dari cairan suspensi
itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan
terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antara luas
penampang dengan daya tekan keatas merupakan hubungan
linier. Artinya semakin besar ukuran partikel semakin kecil luas
penampangnya.
2) Kekentalan (viscositas)
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran
dari cairan tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan
alirannya makinturun (kecil).
3) Jumlah partikel (konsentrasi)
Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam
jumlah besar, maka partikel tersebut akan susah melakukan
gerakan yang bebas karena sering terjadi benturan antara partikel
tersebut. Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari
zat tersebut, oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin
besar kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam waktu yang
singkat.
4) Sifat/muatan partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari
beberapa macam campuran bahan yang sifatnya tidak selalu
sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi interaksi antar
bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam
cairan tersebut. Karenasifat bahan tersebut sudah merupakan sifat
alam, maka kita tidak dapat mempengaruhinya.

II.3.3 Emulsi

Gambar 3.3 Emulsi


A. Pengertian Suspensi
Menurut FI Edisi IV, emulsi adalah sistem dua fase yang salah
satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan
kecil. Stabilitas emulsi dapat dipertahankan dengan penambahan zat
yang ketiga yang disebut dengan emulgator (emulsifying agent).
Emulsi berasal dari kata “emulgeo”yang artinya menyerupai
milk, warna emulsi adalah putih. Pada abad XVII hanya dikenal emulsi
dari biji-bijian yang mengandung lemak, protein dan air. Emulsi
semacam ini disebut emulsi vera atau emulsi alam, sebagai emulgator
dipakai protein yang terdapat dalam biji tersebut.
Pada pertengahan abad ke XVIII, ahli farmasi
Perancis memperkenalkan pembuatan emulsi dari oleum olivarum,
oleum anisi dan eugenol oil dengan menggunakan penambahan gom
arab, tragacanth, kuning telur. Emulsi yang terbentuk karena
penambahan emulgator dari luar disebut emulsi spuria atau emulsi
buatan.
B. Komponen Emulsi
Komponen dari emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam
yaitu:
1) Komponen dasar
Adalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat didalam
emulsi. Terdiri atas :
 Fase dispers/fase internal/fase diskontinue Yaitu zat cair yang
terbagi-bagi menjadi butiran kecil ke dalam zat cair lain.
 Fase kontinue / fase external / fase luar Yaitu zat cair dalam
emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari
emulsi tersebut.
 Emulgator. Adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk
menstabilkan emulsi.
2) Komponen tambahan
Bahan tambahan yang sering ditambahkan pada emulsi
untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya corrigen
saporis, odoris, colouris, preservative (pengawet), anti oksidan.
C. Tipe Emulsi
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase
internal ataupun external, maka emulsi digolongkan menjadi dua
macam yaitu :
1) Emulsi tipe O/W (oil in water) atau M/A (minyak dalam air)
adalah emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar
kedalam air. Minyak sebagai fase internal dan air sebagai fase
external.
2) Emulsi tipe W/O (water in oil ) atau A/M (air dalam minyak) adalah
emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar kedalam minyak.
Air sebagai fase internal dan minyak sebagai fase external.
D. Bahan Pengemulsi (Emulgator)
1) Emulgator alam dari tumbuh-tumbuhan
a. Gom Arab
Sangat baik untuk emulgator tipe o/w dan untuk obat minum.
Emulsi yang terbentuk sangat stabil dan tidak terlalu kental.
b. Tragacanth
Dispersi tragacanth dalam air sangat kental sehingga
untuk memperoleh emulsi dengan viskositas yang baik hanya
diperlukan tragacanth sebanyak 1/10 kali gom arab.
c. Agar-agar
Emulgator ini kurang efektif apabila dipakai sendirian.
Pada umumnya zat ini ditambahkan untuk menambah
viskositas dari emulsi dengan gom arab.
d. Chondrus
Sangat baik dipakai untuk emulsi minyak ikan karena dapat
menutup rasa dari minyak tersebut. Cara mempersiapkan
dilakukan seperti pada agar.
e. Emulgator lain
Pektin, metil selulosa, karboksimetil selulosa 1-2 %.
2) Emulgator alam dari hewan
a. Kuning telur
Kuning telur mengandung lecitin (golongan protein atau
asam amino) dan kolesterol yang kesemuanya dapat berfungsi
sebagai emulgator. Lecitin merupakan emulgator tipe o/w. Tetapi
kemampuan lecitin lebih besar dari kolesterol sehingga secara
total kuning telur merupakan emulgator tipe o/w. Zat ini
mampu mengemulsikan minyak lemak empat kali beratnya
dan minyak menguap dua kali beratnya.
b. Adeps Lanae
Zat ini banyak mengandung kholesterol, merupakan
emulgator tipe w/o dan banyak dipergunakan untuk pemakaian
luar. Penambahan emulgatorini akan menambah kemampuan
minyak untuk menyerap air. Dalam keadaan kering dapat
menyerap air 2 kaliberatnya.
3) Emulgator alam dari tanah mineral.
a. Magnesium Aluminium Silikat/ Veegum
Merupakan senyawa anorganik yang terdiri dari
garam -garam magnesium dan aluminium. Dengan emulgator
ini, emulsi yang terbentuk adalah emulsi tipe o/w. Sedangkan
pemakaian yang lazim adalah sebanyak 1 %. Emulsi ini khusus
untuk pemakaian luar.
b. Bentonit
Tanah liat yang terdiri dari senyawa aluminium silikat
yang dapat mengabsorbsikan sejumlah besar air sehingga
membentuk massa sepert gel. Untuk tujuan sebagai emulgator
dipakai sebanyak 5 %.
E. Kestabilan Emulsi
1. Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi2 lapisan, dimana
yang satu mengandung fase dispers lebih banyak daripada
lapisan yang lain. Creaming bersifat reversibleartinya bila
digojok perlahan-lahan akan terdispersi kembali.
2. Koalesen dan cracking (breaking) adalah pecahnya emulsi karena
film yang meliputi partikel rusak dan butir minyak akan
koalesen(menyatu).Sifatnya irreversible(tidak bisa diperbaiki).
Hal ini dapat terjadi karena:
a. Peristiwa kimia, seperti penambahan alkohol, perubahan
pH, penambahan CaO/CaCl2 exicatus.
b. Peristiwa fisika,seperti pemanasan, penyaringan,
pendinginan, pengadukan.
3. Inversi adalah peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe
emulsi w/o menjadi o/w atau sebaliknya. Sifatnya irreversible.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
1. Pulvis (serbuk) adalah campuran kering bahanobat atau zat kimia
yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian
luar.
2. Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang
keras atau lunak yang dapat larut.
3. Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian
topikal pada kulit atau selaput lendir.
4. Pasta adalah sediaan semi padat yang mengadung satu atau lebih bahan
obat yang ditujukan untuk pemakaian topikal.
5. Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, mengandung satu atau
lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
6. Gel merupakan sediaan semi padat yang terdiri dari susupensi yang
dibuat dari partikel anorganik kecil atau molekulorganik besar,
terpenetrasi oleh suatu cairan.
7. Linimenta adalah sediaan cair atau kental, mengandung analgetika dan
zat yang mempunyai sifat rubifasien, melemaskan otot atau
menghangatkan dan digunakan sebagai obat luar.
8. Oculenta adalah salep steril yang digunakan pada mata. Pada
pembuatannya bahan obat ditambahkan sebagai larutan steril atau
serbuk steril termikronisasi pada dasar salep steril, hasil akhir
dimasukkan secara aseptik ke dalam tube steril.
9. Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak
larut yang terdispersi dalam fase cair.
10. Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi
dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil.
DAFTAR PUSTAKA
A.V.Loyd, P.G.Nicolas, A.C.Howard , (2013) , Bentuk Sediaan Farmasetis &
sistem Penghantaran Obat, ed 9,Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Anief M., (1998), Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Anonim, (1995). Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
Howard C. Ansel, (1985) , Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed 4, UI Press,
Jakarta.
Martin A, dkk, (1993), Dasar – Dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetik, ed
2, UI – Press, Jakarta.
R. Voigt, (1995), Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, ed 5, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Soetopo, Seno dkk. 2009. Ilmu Resep Jilid II cetakan kedua. Jakarta: Pusat
Pendidikan Tenaga Kesehatan
Soetopo, Senodkk. 2009. Ilmu Resep Jilid Icetakan keempat. Jakarta: Pusat
Pendidikan Tenaga Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai