Anda di halaman 1dari 56

LOG BOOK LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI DALAM ASUHAN KEBIDANAN

Dosen Pengampu:
Yulina Dwi Hastuty,S.Kep.Ners,M.Biomed

Disusun Oleh:

Suci Fatika Sari (P07524421041)

JURUSAN SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI MEDAN
TINGKAT IA/SEMESTER II TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Atas berkat rahmat dan hidayat-Nya serta
berbagai upaya, tugas makalah mata kuliah Farmakologi Dalam Asuhan
Kebidanan “Laporan Praktikum Obat” ini dapat diselesaikan dengan baik dan
tepat waktu. Dalam penyusunan makalah ini, ditulis berdasarkan artikel serta
informasi dari media massa yang berhubungan dengan praktek kebidanan.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Yulina Dwi Hastuty
S,Kep,Ners,M.Biomed. selaku Dosen Mata Kuliah Farmakologi Dalam Asuhan
Kebidanan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni ini.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak
dapat saya sebutkan semua, terimakasih atas bantuannya sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas ini. saya menyadari, tugas yang saya tulis ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun saya butuhkan
demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, 27 Januari 2022

Suci Fatika Sari

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................iii

BAB 2 MENGENAL OBAT BERDASARKAN BENTUK, PEMBERIAN,


DAN SPESIFIKASI.............................................................................................6

BAB 3 OBAT SECARA VAGINAL DAN SUPPOSITORIA..........................15

BAB 4 MENYIAPKAN OBAT DARI AMPUL DAB VIAL...........................18

BAB 5 INTRACUTAN......................................................................................24

BAB 6 SUBCUTAN.........................................................................................26

BAB 7 INTRAMUSKULAR.............................................................................29

BAB 8 INTRAVENA........................................................................................32

Kesimpulan.......................................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................53

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang obat khususnya yang
berkaitan dengan pengaruh sifaf fisika-kimiawinya terhadap tubuh, respons bagian-bagian tubuh
terhadap sifat obat, nasib yang dialami obat dalam tubuh, dan kegunaan obat bagi kesembuhan.
(Nuryati, 2017).

Kemudian pemberian obat yang dilakukan dengan memasukan obat melalui vagina
bertujuan untuk mendapatkan efek terapi obat dan mengobati saluran vagina atau serviks. Obat
ini tersedia dalam bentuk krim dan supositoria yang digunakan untuk mengobati infeksi lokal
(Rikyshiro, 2012).

Sediaan ampul merupakan wadah berbentuk silindris yang terbuat dari gelas kaca,
memiliki ujung runcing (leher) dan bidang dasar datar dengan berbagai volume ukuran (1-20
ml). Untuk menggunakan ampul, terlebih dahulu di patahkan bagian lehernya. Sementara vial
merupakan wadah yang terbuat dari kaca atau plastik, yang memiliki penutup karet diatasnya,
dengan prinsip sistem tertutup hampa udara sehingga perlu disuntikkan udara terlebih dahulu
agar memudahkan dalam proses pengambilan larutan obat (Audia Nizhma Nabila, 2018)

Pemberian obat kepada klien ada beberapa cara, yaitu melalui rute oral, parenteral, rektal,
vagina, kulit, mata, telinga dan hidung. Pemberian obat secara parenteral adalah pemberian obat
selain melalui saluran pencernaan. Pemberian obat parenteral ada empat cara yaitu, intracutan
(IC), subcutan (SC atau SQ), intramuscular (IM), dan intravena (IV). Pemberian obat secara
parenteral lebih cepat diserap dibandingkan dengan obat oral tetapi tidak dapat diambil kembali
setelah diinjeksikan.Oleh karena ituperawat harus menyiapkan dan memberikan obat tersebut
secara hati – hati dan akurat. Pemberian obat parenteral memerlukan pengetahuan keperawatan
yang sama dengan obat – obat dan topikal (lokal pada kulit). Namun karena injeksi merupakan
prosedur invasif, teknik aseptik harus digunakan untuk meminimalkan resiko injeksi. Tujuan
dari pemberian obat secara parenteral adalah mencegah penyakit dengan jalan memberikan
kekebalan atau imunisasi (misalnya memberikan suntikan vaksin DPT, ATS, BCG, dan lain –
lain), mempercepat reaksi obat dalam tubuh untuk mempercepat proses penyembuhan,
melaksanakan uji coba obat, dan melaksanakan tindakan diagnostik. Indikasi pemberian obat
secara parenteral adalah kepada klien yang memerlukan obat dengan reaksi cepat, klien yang
tidak dapat diberi obat melalui mulut, dan klien dengan penyakit tertentu yang harus mendapat
pengobatan dengan cara suntik, misalnya Streptomicin atau Insulin (Ditaalfan,2017).

3
Setelah mempelajari mata kuliah ini, Anda, sebagai mahasiswa kebidanan, akan mampu
menerapkan konsep farmakologi, penggolongan obat, efek samping obat dan bahaya
penggunaan dan pemberian obat kepada pasien, dalam pengolahan data rekam medis. Secara
khusus anda akan mampu menjelaskan perbedaaan jenis dan nama-nama dari obat serta
pemberian obat secara vaginal dan supositoria, menyiapkan obat dari ampul dan vial, injeksi
intracutan , subcutan, intramuscular, dan secara intravena.Uraian ini diharapkan mampu
mempermudah Anda dalam mengenal ilmu Farmakologi, serta jenis dan nama-nama yang di
gunakan pada obat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu konsep farmakologi?


2. Bagaimana cara pemberian obat secara vaginal dan supositoria?
3. Bagaimana cara pemberian obat melalui ampul dan vial?
4. Bagaimana cara pemberian obat Secara intacutan?
5. Bagaimana cara pemberian obat secara sub cutan?
6. Bagaimana cara pemberian obat secara intramuskular?
7. Bagaimana cara pemberian obat secara intravena?

1.3 Tujuan Makalah

1. Untuk mengenal obat berdasarkan bentuk, cara pemberian dan klasifikasi


2. Dapat menyiapkan pemberian obat secara vaginal dan supositoria
3. Dapat menyiapkan pemberian obat dari ampul dan vial
4. Dapat menyiapkan Pemberian obat Secara intacutan
5. Dapat menyiapkan pemberian obat secara sub cutan
6. Dapat menyiapkan pemberian obat secara intramuskular
7. Dapat menyiapkan pemberian obat secara intravena

4
BAB II

MENGENAL OBAT BERDASARKAN

BENTUK, CARA PEMBERIAN DAN KLASIFIKASI

Pertemuan 1
20 Januari, 2022

2.1 Pengertian Obat

Menurut SK Menteri Kesehatan No.25/Kab/B.VII/ 71 tanggal 9 Juni 1971, yang


disebut dengan obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan untuk digunakan dalam
menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit,
luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan, memperelok badan atau
bagian badan manusia.

Dalam penggunaannya, obat mempunyai berbagai macam bentuk. Semua bentuk obat
mempunyai karakteristik dan tujuan tersendiri. Ada zat yang tidak stabil jika berada dalam
sediaan tablet sehingga harus dalam bentuk kapsul atau ada pula obat yang dimaksudkan
larut dalam usus bukan dalam lambung. Semua diformulasikan khusus demi tercapainya
efek terapi yang diinginkan. Berbagai bentuk obat disesuaikan dengan kebutuhan
penggunaannya. (Tesis, 2014).

1. Penggolongan Jenis Obat


Penggolongan obat berdasarkan jenis tertuang dalam Permenkes RI Nomor
917/Menkes/X/1993 yang kini telah diperbaharui oleh Permenkes RI Nomor 949/
Menkes/Per/VI/2000. Penggolongan obat bertujuan untuk meningkatkan keamanan dan
ketepatan penggunaan serta keamanan distribusi. Penggolongan obat ini terdiri atas:
a. Obat Bebas
yaitu obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Obat ini
ter golong obat yang paling aman, dapat dibeli tanpa resep di apotik dan bahkan
juga dijual di warung-warung. Obat bebas biasanya digunakan untuk mengobati dan
meringankan gejala penyakit. Tanda khusus untuk obat bebas adalah berupa
lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam.
Contoh: rivanol, tablet paracetamol, bedak salicyl, multivitamin, dan lain-lain.
b. Obat Bebas Terbatas
adalah segolongan obat yang dalam jumlah tertentu aman dikonsumsi namun jika
terlalu banyak akan menimbulkan efek yang berbahaya. Obat ini dulunya
digolongkan kedalam daftar obat W. Tidak diperlukan resep dokter untuk membeli
obat bebas terbatas. Disimbolkan dengan lingkaran biru tepi hitam.
Biasanya obat bebas terbatas memiliki peringatan pada kemasannya sebagai berikut:
P No. 1: Awas! Obat Keras. Bacalah aturan, memakainya
ditelan P No. 2: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dikumur,
jangan ditelan P No. 3: Awas! Obat Keras. Hanya untuk
bagian luar dari badan P No. 4: Awas! Obat Keras. Hanya
untuk dibakar.
5
P No. 5: Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan

P No. 6: Awas! Obat Keras. Obat Wasir, jangan ditelan


Contoh: obat antimabuk seperti antimo, obat anti flu seperti noza, decolgen, dan
lain- lain.
c. Obat Wajib Apotek
adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker pengelola apotek tanpa resep
dokter. Obat wajib apotek dibuat bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam menolong dirinya sehingga tercipta budaya pengobatan sendiri
yang tepat, aman, dan rasional. Contoh:
d. Obat Keras
adalah obat yang berbahaya sehingga pemakaiannya harus di bawah pengawasan
dokter dan obat hanya dapat diperoleh dari apotek, puskesmas dan fasilitas
pelayanan kesehatan lain seperti balai pengobatan dan klinik dengan menggunakan
resep dokter. Obat ini memiliki efek yang keras sehingga jika digunakan
sembarangan dapat memperparah penyakit hingga menyebabkan kematian. Obat
keras dulunya disebut sebagai obat daftar G. Obat keras ditandai dengan lingkaran
merah tepi hitam yang ditengahnya terdapat huruf “K” berwarna hitam. Contoh:
antibiotik seperti amoxicylin, obat jantung, obat hipertensi dan lain-lain.
e. Psikotropika Dan Narkotika
Psikotropika merupakan zat atau obat yang secara alamiah ataupun buatan yang
berkhasiat untuk memberikan pengaruh secara selektif pada sistem syaraf pusat dan
menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku. Obat golongan
psikotropika masih digolongkan obat keras sehingga disimbolkan dengan lingkaran
merah bertuliskan huruf “K” ditengahnya. Sedangkan narkotika merupakan obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis
yang dapat menyebabkan perubahan kesadaran dari mulai penurunan sampai
hilangnya kesadaran, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan. Narkotika disimbolkan dengan lingkaran merah yang
ditengahnya terdapat simbol palang (+) (Nuryati, 2017).

6
2. Penggolongan obat berdasarkan mekanisme kerja obat.
1. Obat yang bekerja pada penyebab penyakit, misalnya penyakit akibat bakteri
atau mikroba. Contoh: antibiotik.
2. Obat yang bekerja untuk mencegah kondisi patologis dari penyakit. Contoh:
vaksin, dan serum.
3. Obat yang menghilangkan simtomatik/gejala, seperti meredakan nyeri. Contoh:
analgesik.
4. Obat yang bekerja menambah atau mengganti fungsi-fungsi zat yang kurang.
Contoh: vitamin dan hormon.
5. Pemberian placebo adalah pemberian obat yang tidak mengandung zat aktif,
khususnya pada pasien normal yang menganggap dirinya dalam keadaan sakit.
Contoh: aqua pro injeksi dan tablet placebo (Nuryati,2017).

3. Penggolongan obat berdasarkan lokasi pemakaian.


1.Obat dalam yaitu obat-obatan yang dikonsumsi peroral (melalui mulut). Contoh:
tablet antibiotik, parasetamol.
2.Obat luar yaitu obat-obatan yang dipakai secara topikal/tubuh bagian luar.
Contoh: sulfur salep, caladine, dan lain-lain (Nuryati,2017).

4. Penggolongan obat berdasarkan efek yang ditimbulkan


1.Sistemik: obat atau zat aktif yang masuk ke dalam peredaran darah.
2.Lokal: obat atau zat aktif yang hanya berefek/menyebar/mempengaruhi bagian
tertentu tempat obat tersebut berada, seperti pada hidung, mata, kulit, dan lain-
lain (Nuryati,2017).

5. Penggolongan obat berdasarkan asal obat.


1. Alamiah: obat obat yang berasal dari alam (tumbuhan, hewan dan mineral)
seperti, jamur (antibiotik), kina (kinin), digitalis (glikosida jantung). Dari hewan:
plasenta, otak menghasilkan serum rabies, kolagen. (Nuryati,2017).

7
Tabel 1.2 Contoh Komposisi dan Merk Dagang Obat

Komposisi Merk Dagang


Penekan batuk Romilar, Bisoltussin, Code, Dexitab, Metorfan, Siladex
Antitusif, Zenidex, Mercotin
Pengencer dahak Bisolvon, Mucopect, Bisolvon Extra, Woods Expectorant,
Ambril, Bromex, Broncozol, Broxal, Mucotab, Silopect,
Solvax
Penekan batuk dan antialergi
Vicks Formula 44, Woods Antitusive, Dextromex, Konidin,
Tusilan

2.2 Bentuk Obat

Bentuk obat atau bentuk sediaan obat adalah wujud obat yang diberikan kepada pasien. Obat
dapat diberikan kepada pasien dalam bentuk pil, kapsul, suspensi, serbuk, salep, obat tetes, dsb.
Bentuk sediaan obat yang diberikan akan berpengaruh terhadap kecepatan dan takaran jumlah
obat yang diserap oleh tubuh. Selain itu, bentuk sediaan obat akan berpengaruh pada kegunaan
terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat dibagi menjadi tiga bentuk: padat, cair, dan gas
(Nuryati,2017).

1. Obat Padat
Bentuk obat oral biasanya merupakan sediaan yang paling mudah diminum oleh pasien dan
pemberiannya paling tidak menyulitkan bidan. Bentuk sediaan obat oral antara lain:
(Majestika Septikasari,2018).

a. Tablet.
Tablet merupakan sediaan obat berbentuk bundar atau pipih. Tablet paling sering
dijumpai di Indonesia karena bentuk ini mudah dan praktis dalam pemakaian,
penyimpanan dan juga dalam produksinya. Tablet tidak sepenuhnya berisi obat,
biasanya tablet juga dilengkapi dengan zat pelengkap atau zat tambahan yang berguna
untuk menunjang agar obat tepat sasaran. Berikut beberapa zat tambahan berdasarkan
kegunaannya.
1) Zat Pengisi. Zat pengisi pada sediaan obat berbentuk tablet berfungsi untuk
memperbesar volume tablet. Zat ini tidak mempengaruhi kerja obat. Zat pengisi
yang biasa digunakan dalam bentuk sediaan obat tablet adalah: saccharum Lactis,
Amylum manihot, calcii phoshas, dan lain-lain.
2) Zat Pengikat. Selain zat pengisi terdapat zat pelengkap lain yaitu zat pengikat.
Sesuai dengan namanya, zat pengikat ini berfungsi untuk mempertahankan bentuk
tablet agar tidak pecah atau retak, dan merekatkan zat-zat yang ada di dalam obat
tablet. Zat pengikat yang umumnya digunakan dalam industri obat tablet adalah
mucilage Arabici dan solution methylcelloeum.
3) Zat Penghancur. Di dalam sediaan obat tablet juga terdapat zat penghancur yang

8
berfungsi memudahkan hancurnya obat dalam perut/lambung sehingga dapat
dengan mudah diserap oleh tubuh. Zat penghancur yang biasa digunakan adalah:
natrium alginat, gelatin, dan agar-agar.

9
4) Zat Pelicin. Zat pelicin di dalam tablet berguna untuk mencegah agar tablet tidak
lengket pada cetakan. Biasanya zat pelicin yang digunakan dalam industri obat
tablet adalah: Talcum 5%, acidum strearicum, dan lain-lain. Bentuk sediaan tablet ini
dibuat untuk pemakaian obat secara oral (obat diminum melalui mulut). Adapun beberapa
jenis bentuk sediaan tablet adalah:
1. Tablet biasa. Tablet dicetak tanpa diberi lapisan apapun, pada umumnya
obat tablet ini akan diserap pada saluran pencernaan sehingga efek
pengobatannya pun cepat dirasakan.
2. Tablet kompresi. Tablet yang diproduksi dengan sekali tekan, iasanya
terdapat zat tambahan. Contoh: bodariexin.
3. Tablet kompresi ganda. Tablet yang dalam proses produksinya mengalami
penekanan dua kali. Pada umumnya tablet bentuk ini akan terlihat berlapis.
Contoh: decolgen
4. Tablet yang dikempa. Tablet yang dicetak berbentuk silinder kecil.
5. Tablet hipodermik. Tablet yang diproduksi dengan bahan-bahan yang
mudah larut dalam air. Contoh: atropin sulfat.
6. Tablet sublingual. Tablet yang diminum dengan cara diletakan dibawah
lidah. Contoh: nitrogliserin.
7. Tablet bukal. Tablet yang diminum dengan cara meletakan obat di antara
pipi dan gusi. Contoh: progesteron.
8. Tablet salut, antara lain:
 Tablet salut gula. Bentuk sediaan obat berbentuk tablet yang dilapisi
dengan lapisan gula. Hal ini dilakukan untuk melindungi obat dari
udara, menjaga kelembaban obat, dan memberikan rasa pada obat agar
menghilangkan gangguan bau dan rasa obat asli. Contoh: Pahezon.
 Tablet salut film. Tablet salut film adalah tablet kempa yang disalut
dengan salut tipis, berwarna atau tidak dari bahan polimer yang larut
dalam air yang hancur cepat di dalam saluran cerna.
 Tablet salut enteric. Bentuk sediaan tablet yang dilapisi zat sehinga
tidak hancur terkenan HCL dalam lambung dan obat akan hancur di
usus. Contoh: Voltare 50 mg, dan lain-lain.

9. Tablet effervescent. Sediaan obat berbentuk tablet yang akan berbuih jika
terkena cairan, biasanya disimpan ditempat tertutup untuk menjaga
kelembabannya. Contoh: Redoxon
10. Tablet diwarnai coklat. Bentuk sediaan obat yang dilapisi dengan oksida
besi, warna coklat ini didapatkan dari oksida besi. Contoh: Sangobion.
11. Chewable tablet. Tablet yang cara pemakaiannya harus dikunyah agar
meninggalkan efek enak di rongga mulut. Contoh: Antasida, fitkom

10
12. Tablet hisap. Bentuk sediaan tablet yang diminum dengan cara dihisap
untuk pengobatan di rongga mulut dan tenggorokan. Contoh: FG Troches,
Ester C, dan lain-lain.

b. Kapsul. Kapsul merupakan sediaan obat padat dikemas ke dalam sebuah cangkang
berbentuk tabung keras maupun lunak yang dapat larut. Tabung kapsul in biasanya
terbuat dari gelatin, pati, dan lain-lain. Contoh: kapsida, incidal, dan lain-lain.

c. Kaplet. Bentuk sediaan obat kaplet (kapsul tablet) merupakan sediaan berbentuk
tablet yang dibungkus dengan lapisan gula dan pewarna menarik. Lapisan warna
dan gula ini bertujuan untuk menjaga kelembaban dan menjaga agar tidak
tekontaminas dengan HCL di lambung.

d. Pil. Sediaan obat berbentuk bundar dengan ukuran yang kecil. Ada beberapa variasi
dari pil, antara lain: granulae, pilulae, dan boli.

e. Serbuk. Sediaan obat yang berbentuk remahan yang merupakan campuran kering
obat dan zat kimia yang dihaluskan. Serbuk terbagi menjadi serbuk granulae dan
serbuk effervescent. Sama seperti tablet effervescent, serbuk effervescent juga akan
mengeluarkan buih ketika bercampur dengan air. Contoh: adem sari, jesscool, dan
lain-lain.

f. Supositoria. Merupakan sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang
diberikan melalui rektal, vagina atau uretra, umumnya meleleh, melunak atau
melarut pada suhu tubuh. Tujuan pengobatan yaitu:
 Penggunaan lokal bertujuan untuk memudahkan defekasi serta mengobati
gatal, iritasi, dan inflamasi karena hemoroid.
 Penggunaan sistemik seperti: aminofilin dan teofilin untuk asma,
chlorprozamin untuk anti muntah, chloral hydariat untuk sedatif dan
hipnotif, aspirin untuk analgenik antipiretik (Nuryati,2017).

2. Macam bentuk obat cair.


Sediaan obat cair adalah obat yang mengandung berbagai zat kimia terlarut. Biasanya
dikonsumsi dengan melalui mulut (oral) atau secara topikal. Sediaan obat cair memiliki
berbagai macam bentuk seperti diuraikan berikut ini.
a. Larutan (Solutio). Solutio merupakan larutan obat yang merupakan campuran
homogen yang terdiri dari 2 zat kimia obat atau lebih.
b. Elixir. Elixir adalah suatu larutan yang mengandung alkohol dan diberi pemanis,
mengandung obat dan diberi bahan pembau.
c. Sirup. Sirup merupakan larutan zat kimia obat yang dikombinasikan dengan larutan
gula sebagai perasa manis. Biasa digunakan untuk obat dan suplemen anak-anak.
d. Emulsi. Emulsi merupakan campuran dari zat kimia yang larut dalam minyak dan
larut dalam air. Untuk membuat obat dengan sediaan emulsi dibutuhkan zat

11
pengemulsi atau yang biasa disebut dengan emulgator agar salah satu zat cair dapat
terdispersi dalam zat cair yang lain.
e. Suspensi. Merupakan campuran obat berupa zat padat yang kemudian terdispersi
dalam cairan. Biasanya pada petunjuk penggunaan obat terdapat keterangan: “dikocok
dahulu”. Suspensi terbagi ke dalam berbagai jenis berdasarkan cara pemakaiannya:
suspensi oral, suspensi topikal, suspensi optalmik, dan lain-lain.
f. Injeksi. Merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk
yang harus dilaruntukan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
selaput lendir. Tujuannya yaitu kerja obat cepat serta dapat diberikan pada pasien
yang tidak dapat menerima pengobatan melalui mulut.
g. Guttae. Merupakan sediaan cairan berupa larutan, emulsi, atau suspensi,
dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, digunakan dengan cara meneteskan
menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan yang
dihasilkan penetes beku yang disebuntukan Farmacope Indonesia. Sediaan obat tetes
dapat berupa antara lain: Guttae (obat dalam), Guttae Oris (tetes mulut), Guttae
Auriculares (tetes telinga), Guttae Nasales (tetes hidung), Guttae Ophtalmicae (tetes
mata).
h. Galenik. Galenik adalah sediaan obat berbentuk cairan yang merupakan sari dari
bahan baku berupa hewan atau tumbuhan.
i. Extract. Ekstrak merupakan sediaan obat berbentuk cairan pekat yang didapatkan
dari pengekstraksian zat dari nabati maupun hewani yang kemudian diberi pelarut.
j. Immunosera. Sediaan obat berbentuk cairan berisikan zat immunoglobin yang
diperoleh dari serum hewan lalu dimurnikan. Biasanya Immunosera digunakan untuk
menetralisir racun hewan serta sebagai penangkal virus dan antigen.Macam obat
gas/uap. Obat dengan bentuk sediaan gas/uap biasanya digunakan untuk pengobatan penyakit
pernapasan dan cara pemakaiannya dengan inhalasi. Bentuk sediaan gas/uap dibuat agar
partikel obat menjadi kecil sehingga lebih mudah dan cepat diabsorbsi melalui alveoli dalam
paru-paru dan membran mukus dalam saluran pernapasan. Obat dengan sediaan bentuk gas
biasanya dibungkus dengan alat khusus seperti vaporizer dan nebulizer (Nuryati,2017).
k. Sediaan obat topical , Obat topikal adalah obat yang diberikan melalui kulit dan membran
mukosa yang pada prinsipnya menimbulkan efek lokal. Berikut ini merupakan bentuk obat
topikal
1. Obat cair dikemas dalam bentuk obat tetes (instilasi) yang dipakai untuk tetes mata,
telinga, atau hidung
2. Krim adalah preparat obat setengah padat untuk pemakaian luar pada kulit atau
membrane mukosa
3. Salep adalah preparat setengah padat dalam dasar minyak atau lanolin untuk
pemakaian luar
4. Supositoria berisi obat yang dicetak dengan suatu dasar yang keras seperti mentega
ynag meleleh pada suhu tubuh. Suposutoria dibentuk untuk dapat dimasukan kedalam
rectum atau vagina
5. Transdermal obat yang terkandung dalam tempelan polimer yang ditempelkan pada
kulit seperti plester biasa (Majestika Septikasari,2018).

12
Gambar 2.3. Macam-macam Jenis Injeksi

l. Sediaan obat parenteral, Bentuk obat untuk pemberian secara parenteral (injeksi) antara
lain larutan, suspensi, dan serbuk. Sediaan obat injeksi dikemas dalam bentuk ampul, vial
atau kantung plastik fleksibel. Pemberian obat parenteral dapat melalui intramuscular
(IM), subcutan (SC), inravena (IV) dan piggyback intravena (IVPB) (Majestika
Septikasari,2018).
1) Penggolongan Rute Parenteral
Rute parenteral adalah memberikan obat dengan meninginjeksi ke dalam jaringan tubuh,
obat yang cara pemberiaannya tanpa melalui mulut (tanpa melalui usus/ saluran
pencernaan) tetapi langsung ke pembuluh darah. Misalnya sediaan injeksi atau suntikan.
Tujuannya adalah agar dapat langsung menuju sasaran. Rute parenteral biasanya
digunakan untuk obat yang absorbsinya buruk melalui slauran cerna. Pemberian parenteral
juga digunakan untuk pengobatan pasien yang tidak sadar dan dalam keadaan yang
memerlukan kerja obat yang cepat.
Kelebihan dari rute obat yang diberikan secara parenteral adalah:
- bisa untuk pasien yang tidak sadar,
- sering muntah dan tidak kooperatif,
- tidak dapat untuk obat yang mengiritasi lambung,
- dapat menghindari kerusakan obat di saluran cerna dan hati, bekerja cepat dan dosis
ekonomis.
Sedangkan kekurangan dari rute obat yang diberikan secara parenteral adalah:
- kurang aman karena jika sudah disuntikan ke dalam tubuh tidak bisa dikeluarkan lagi
jika terjadi kesalahan, tidak disukai pasien,
- berbahaya (suntikan-infeksi).

13
2) Intravena (IV)
Suntikan intravena adalah cara pemberian obat parenteral yang sering dilakukan.
Untuk obat yang tidak diabsorbsi secara oral, sering tidak ada pilihan. Obat langsung
dimasukkan ke pembuluh darah sehingga kadar obat di dalam darah diperoleh dengan
cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan respons penderita.
Dengan pemberian IV, obat menghindari saluran cerna dan oleh karena itu
menghindari metabolisme first pass oleh hati. Rute ini memberikan suatu efek yang cepat
dan kontrol yang baik atas kadar obat dalam sirkulasi. Namun, berbeda dari obat yang
terdapat dalam saluran cerna, obat-obat yang disuntikkan tidak dapat diambil kembali
seperti emesis atau pengikatan dengan activated charcoal. Suntikan intravena beberapa
obat dapat memasukkan bakteri melalui kontaminasi, menyebabkan reaksi yang tidak
diinginkan karena pemberian terlalu cepat obat konsentrasi tinggi ke dalam plasma dan
jaringan-jaringan.
Oleh karena itu, kecepatan infus harus dikontrol dengan hati-hati. Perhatian yang sama
juga harus berlaku untuk obat-obat yang disuntikkan secara intra- arteri.

14
Kelebihan obat yang diberikan secara IV adalah:
- cepat mencapai konsentrasi
- dosis tepat
- mudah menitrasi dosis.
Sedangkan kekurangannya adalah:
- obat yang sudah diberikan tidak dapat ditarik kembali, sehingga efek toksik lebih
mudah terjadi,
- jika penderitanya alergi terhadap obat, reaksi alergi akan lebih cepat terjadi
- Pemberian intravena (IV) harus dilakukan perlahan-lahan sambil mengawasi respons
penderita
- konsentrasi awal tinggi toksik, invasive resiko infeksi, memerlukan keahlian.

3) Intramuskular (IM)
Suntikan intramuskular adalah pemberian obat dengan cara menginjeksikan obat ke
jaringan otot, obat-obat yang diberikan secara intramuskular dapat berupa larutan dalam
air atau preparat depo khusus sering berupa suspensi obat dalam vehikulum nonaqua
seperti etilenglikol. Absorbsi obat dalam larutan cepat sedangkan absorbsi preparat-
preparat berlangsung lambat. Setelah vehikulum berdifusi keluar dari otot, obat tersebut
mengendap pada tempat suntikan. Kemudian obat melarut perlahan-lahan memberikan
suatu dosis sedikit demi sedikit untuk waktu yang lebih lama dengan efek terapeutik yang
panjang.
Kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan dan kelengkapan absorpsi. Obat yang
sukar larut seperti dizepam dan penitoin akan mengendap di tempat suntikan sehingga
absorpsinya berjalan lambat, tidak lengkap dan tidak teratur.
Kelebihan dari rute intra muskular adalah:
- tidak diperlukan keahlian khusus,
- dapat dipakai untuk pemberian obat larut dalam minyak,
- absorbsi cepat obat larut dalam air.
Kekurangan rute intra muskular adalah:
- rasa sakit, tidak dapat dipakai pada gangguan bekuan darah (Clotting time),
- bioavibilitas bervariasi, obat dapat menggumpal pada lokasi penyuntikan.

4) Intrakutan
Memberikan obat melalui suntikan ke dalam jaringan kulit yang dilakukan pada
lengan bawah bagian dalam atau tempat lain yang dianggap perlu. Tujuan dari rute ini
adalah melaksanakan uji coba obat tertentu (misalnya skin test penicillin), memberikan
obat tertentu yang pemberiannya hanya dilakukan dengan cara suntikan intrakutan,
membantu menentukan diagnose terhadap penyakit tertentu (misalnya Tuberkulin Test).

15
5) Subkutan
Suntikan subkutan mengurangi resiko yang berhubungan dengan suntikan
intravaskular. Contohnya pada sejumlah kecil epinefrin kadang-kadang dikombinasikan
dengan suatu obat untuk membatasi area kerjanya. Epinefrin bekerja sebagai vasokonstriktor
lokal dan mengurangi pembuangan obat seperti lidokain, dari tempat pemberian. Contoh-
contoh lain pemberian obat subkutan meliputi bahan-bahan padat seperti kapsul silastik yang
berisikan kontrasepsi levonergestrel yang diimplantasi untuk jangka yang sangat panjang.
Suntikan subkutan hanya boleh dilakukan untuk obat yang tidak iritatif terhadap
jaringan. Absorpsi biasanya berjalan lambat dan konstan, sehingga efeknya bertahan lebih
lama. Absorpsi menjadi lebih lambat jika diberikan dalam bentuk padat yang ditanamkan
dibawah kulit atau dalam bentuk suspensi. Pemberian obat bersama dengan vasokonstriktor
juga dapat memperlambat absorpsinya.
Kelebihan penyuntikkan dibawah kulit adalah:
- diperlukan latihan sederhana,
- absorbs cepat obat larut dalam air,
- mencegah kerusakan sekitar saluran cerna.
Namun kekurangan dari penyuntikkan dibawah kulit adalah:
- dalam pemberian subkutan yaitu rasa sakit dan kerusakan kulit,
- tidak dpat dipakai jika volume obat besar,
- bioavibilitas bervariasi sesuai lokasi.
- Efeknya agak lambat

6) Intramuscular (IM)
Kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan dan kelengkapan absorpsi. Obat yang
sukar larut seperti dizepam dan penitoin akan mengendap di tempat suntikan sehingga
absorpsinya berjalan lambat, tidak lengkap dan tidak teratur.
Kelebihan dari pemberian obat melalui rute intramuscular adalah:
- tidak diperlukan keahlian khusus,
- dapat dipakai untuk pemberian obat larut dalam minyak,
- absorbsi cepat obat larut dalam air.
Kekurangan dari pemberian obat melalui rute intramuscular adalah:
- rasa sakit, tidak dapat dipakai pada gangguan bekuan darah (Clotting time),
- bioavailibilitas bervariasi, obat dapat menggumpal pada lokasi penyuntikan.

m. Intrathecal
Obat langsung dimasukkan ke dalam ruang subaraknoid spinal, dilakukan bila
diinginkan efek obat yang cepat dan setempat pada selaput otak atau sumbu cerebrospinal
seperti pada anestesia spinal atau pengobatan infeksi sistem syaraf pusat yang akut
(Nuryati,2017).

n. Obat Sublingual
Obat dapat diberikan pada pasien secara sublingual yaitu dengan cara
meletakkan obat di bawah lidah. Dengan cara ini, aksi kerja obat lebih cepat yaitu
setelah hancur di bawah lidah maka obat segera mengalami absorbsi ke dalam
pembuluh darah. Cara ini juga mudah dilakukan dan pasien tidak mengalami kesakitan.
Pasien diberitahu untuk tidak menelan obat karena bila ditelan, obat menjadi tidak aktif
oleh adanya proses kimiawi dengan cairan lambung. Untuk mencegah obat tidak di
telan, maka pasien diberitahu untuk membiarkan obat tetap di bawah lidah sampai obat
16
menjadi hancur dan terserap. Obat yang sering diberikan dengan cara ini adalah
nitrogliserin yaitu obat vasodilator yang mempunyai efek vasodilatasi pembuluh darah.
Obat ini banyak diberikan pada pada pasien yang mengalami nyeri dada akibat angina
pectoris. Dengan cara sublingual, obat bereaksi dalam satu menit dan pasien dapat
merasakan efeknya dalam waktu tiga menit.
Tujuannya adalah agar efek yang ditimbulkan bisa lebih cepat karena pembuluh
darah dibawah lidah merupakan pusat dari sakit. Misal pada kasus pasien jantung. Obat
yang diberikan dibawah lidah tidak boleh ditelan.
Kelebihan dari obat sublingual adalah: obat cepat, tidak diperlukan kemampuan
menelan, kerusakan obat di saluran cerna dan metabolisme di dinding usus dan hati
dapat dihindari (tidak lewat vena porta). Namun kekurangan dari obat sublingual
adalah: absorbsi tidak adekuat, kepatuhan pasien kurang (compliance), mencegah
pasien menelan, dan kurang praktis untuk digunakan terus menerus dan dapat
merangsang selaput lendir mulut.

o. Obat Bukal
Dalam pemberian obat secara bucal, obat diletakkan antara gigi dengan selaput
lendir pada pipi bagian dalam. Seperti pada pemberian secara sublingual, pasien
dianjurkan untuk membiarkan obat pada selaput lendir pipi bagian dalam sampai obat
hancur dan diabsorbsi. Kerja sama pasien sangat penting dalam pemberian obat cara ini
karena biasanya pasien akan menelan yang akan menyebabkan obat menjadi tidak
efektif.
Cara pemberian ini jarang dilakukan dan pada saat ini hanya jenis preparat
hormone dan enzim yang menggunakan metode ini misalnya hormone polipeptida
oksitosin pada kasus obstetric. Hormone oksitosin mempunyai efek meningkatkan tonus
serta motalitas otot uterus dan digunakan untuk memacu kelahiran pada kasus- kasus
tertentu Kelebihan dari obat bukal adalah: onset cepat, mencegah “first-pass effect”,
tidak diperlukan kemampuan menelan. Namun kekurangan dari obat bukal adalah:
absorbsi tidak adekuat, kepatuhan pasien kurang (compliance), mencegah pasien
menelan dan kurang praktis untuk digunakan terus menerus dan dapat merangsang
selaput lendir mulut (Nuryati,2017).

17
2.3 Dosis Obat

Dosis obat merupakan takaran jumlah obat yang dapat menghasilkan efek terapi pada
fungsi tubuh yang terkena gangguan. Dosis dapat dikelompokkan ke berbagai jenis berdasarkan
fungsinya:
1. Dosis awal/Loading Dose
Yaitu dosis awal yang dibutuhkan guna tercapainya konsentrasi obat yang diinginkan di
dalam darah dan kemudian untuk selanjutnya dengan dosis perawatan.
2. Dosis pencegahan
Yaitu jumlah yang dibutuhkan untuk melindungi agar pasien tidak terkena penyakit.
3. Dosis terapi
Yaitu dosis obat yang digunakan untuk terapi jika pasien sudah terkena penyakit.
4. Dosis lazim
Yaitu dosis yang secara umum digunakan untuk terapi.
5. Dosis maksimal
Yaitu dosis obat maksimal yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit, yang bila
dosis maksimal dilampaui akan menimbulkan efek yang tidak diinginkan.
6. Dosis letaal
Yaitu dosis yang melebihi dosis terapi dan mengakibatkan efek yang tidak
diinginkan yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.

Dosis obat haruslah tepat dengan tingkat keparahan serta kondisi pasien, jika dosis berlebihan
efek yang ditimbulkan obat akan berubah menjadi efek toksik, sedangkan jika dosis terlalu
kecil, obat tidak akan efektif. Oleh karena itu, perhitungan dosis harus didasari dengan
pertimbangan usia, berat badan, dan lain-lain. Berikut ini adalah pengelompokan perhitungan
dosis obat berdasarkan usia Perhitungan dosis untuk lansia. Pasien lansia atau lanjut usia
adalah pasien dengan usia di atas 65 tahun. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan ketika
memperhitungkan dosis obat untuk lansia antara lain adalah:
1. Tingkat sensitifitas tubuh dan organ pada lansia lebih meningkat daripada pasien usia
dewasa. Hal ini terjadi dikarenakan menurunnya kualitas dan fungsi sirkulasi darah pada
pasien dengan usia lanjut.
2. Menurunnya jumlah albumin dalam darah.
3. Menurunnya fungsi hati dan ginjal sehingga sisa obat yang bersifat toksis tidak bisa
disaring dengan baik oleh ginjal dan hati.
4. Kecepatan eliminasi obat menurun, sehingga memungkinkan residu obat terendap di
tubuh.
5. Penggunaan banyak obat dapat menyebabkan interaksi obat.
6. Pada umumnya lansia memiliki berbagai penyakit.

Contoh kasus adalah jika seorang lansia diberikan obat yang mengandung antikoagulan
dan obat encok yang mengandung fenilbutazon, orang tersebut dapat mengalami keracunan
karena albumin pada darah lansia jumlahnya sedikit. Sedikitnya albumin menyebabkan sulitnya
protein mengikat obat sehingga obat bebas tersebar dalam darah. Hati dan ginjal pada lansia
mengalami penurunan fungsi sehingga tidak dapat memfilter darah dengan baik. Pada akhirnya

18
obat terendap menyebabkan keracunan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa dosis untuk
orang dengan usia lanjut (lansia) akan lebih kecil jika dibandingkan orang dengan usia dewasa
biasa.
1. Orang dengan usia 65-74 tahun akan mendapatkan dosis 90% dosis biasa
2. Orang dengan usia 75-84 tahun akan mendapatkan dosis 80% dosis biasa
3. Orang dengan usia 85 tahun keatas akan mendapatkan dosis obat 70% dari dosis biasanya.

Selain penurunan dosis obat dapat juga dilakukan pemberian obat yang hanya betul-
betul diperlukan. Dapat juga digunakan efek plasebo, sehingga zat kimia berbahaya yang
masuk ke dalam tubuh lansia dapat diminimalisir (Nuryati,2017).

19
2.4 Cara Pemberian

Rute pemberian adalah jalur suatu obat, cairan, racun, atau zat lain dimasukkan ke dalam
tubuh. Rute pemberian umumnya dikelompokkan berdasarkan lokasi pemberian zat tersebut
(Wikipedia, 2021).

1. Benar Pasien
Obat yang akan diberikan hendaknya benar pada pasien yang diprogramkan dengan cara
mencocokkan program pengobatan pada pasien, nama, nomor register, alamat untuk
mengidentifikasi kebenaran obat. Hal ini penting untuk membedakan dua klien dengan nama
yang sama, karena klien berhak untuk menolak penggunaan suatu obat, dan klien berhak
untuk mengetahui alasan penggunaan suatu obat.

2. Benar Obat
Obat memiliki nama dagang dan nama generik dan pasien harus mendapatkan informasi
tersebut atau menghubungi apoteker untuk menanyakan nama generik dari nama dagang obat
yang asing. Jika pasien meragukan obatnya, maka petugas rumah sakit harus memeriksanya
lagi dan harus mengingat nama dan obat kerja dari obat yang diberikan. Sebelum
mempersiapkan obat ke tempatnya, petugas harus memperhatikan kebenaran obat sebanyak
3 kali yaitu saat mengembalikan obat ke tempat penyimpanan, saat obat diprogramkan, dan
ketika memindahkan obat dari tempat penyimpanan obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya
tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi.

3. Benar Dosis
Untuk menghindari kesalahan pemberian obat dan agar perhitungan obat benar untuk
diberikan kepada pasien maka penentuan dosis harus diperhatikan dengan menggunakan alat
standar seperti alat untuk membelah tablet, spuit atau sendok khusus, gelas ukur, obat cair
harus dilengkapi alat tetes. Beberapa hal yang harus diperhatikan:

4. Benar Cara Pemberian


Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda dan rute obat yang diberikan
diantaranya inhalasi, rektal, topikal, parenteral, sublingual, peroral. Faktor yang menentukan
pemberian rute terbaik ditentukan oleh tempat kerja obat yang diinginkan, sifat fisik dan
kimiawi obat, kecepatan respon yang diinginkan, dan keadaan umum pasien.

5. Benar Waktu
Untuk dapat menimbulkan efek terapi dari obat dan berhubungan dengan kerja obat itu
sendiri, maka pemberian obat harus benar-benar sesuai dengan waktu yang diprogramkan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan sesuai dengan prinsip benar waktu yaitu:

20
6. Benar Dokumentasi
Pemberian obat harus sesuai dengan standar prosedur yang berlaku di rumah sakit. Petugas
harus selalu mencatat informasi yang sesuai mengenai obat yang telah diberikan serta respon
klien terhadap pengobatan. Petugas harus mendokumentasikan kepada siapa obat diberikan,
waktunya, rute, dan dosis setelah obat itu diberikan
Mengapa kita harus mengetahui cara pemberian obat ? Kesalahan pemberian obat, selain
memberi obat yang salah, mencakup faktor lain yang mengubah terapi obat yang
direncanakan, misalnya lupa memberi obat, memberi obat dua sekaligus sebagai
kompensasi, memberi obat yang benar pada waktu yang salah, atau memberi obat yang
benar pada rute yang salah.
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan
pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang
diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat serta tempat kerja yang diinginkan. Pemberian obat
ikut juga dalam menentukan cepat lambatnya dan lengkap tidaknya resorpsi suatu obat.
Tergantung dari efek yang diinginkan, yaitu efek sistemik (di seluruh tubuh) atau efek lokal
(setempat) dapat dipilih di antara berbagai cara untuk memberikan obat (Nuryati,2017).

Efek Obat
Efek Farmakologi dari suatu obat dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Salah
satunya adalah dengan rute pemberian obat. Obat yang biasanya beredar di pasaran dan kita
kenal secara umum adalah obat dengan pemakaian melalui mulut dengan cara dimasukkan
dengan bantuan air minum (tablet dan lainnya) atau dilarutkan terlebih dahulu (tablet
evervescent, puyer dan lainnya). Urgensi tiap pemakaian berbeda-beda, tergantung pada
kasus yang terjadi. Dalam hal pemilihan rute pemberian obat yang sesuai, banyak hal yang
harus diperhatikan, antara lain: Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau sistemik
- Lama tidaknya masa kerja obat maupun kerja awal yang dikehendaki
- Stabilitas obat yang melewati bagian tubuh tertentu
- Keamanan relatif dalam penggunaan melalui berbagai macam rute
- Rute yang tepat, menyenangkan dan dikehendaki
- Harga obat dan urgensi pemakaiannya
- Keadaan Pasien, dan banyak lainnya

Tiap obat kemungkinan berbeda tujuan pengobatan dan mekanisme pelepasan zat aktifnya.
Ada yang dikehendaki zat aktif dilepas cepat, ada juga yang dikehendaki lepas lambat-
bertahap. Bentuk sediaan pun disesuaikan untuk efek lokal ataupun efek sistemik. Efek
sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, dengan cara
diminum misalnya obat penurun panas, sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja
pada tempat dimana obat itu diberikan, misalnya salep.

Efek sistemik dapat diperoleh dengan rute pemberian:


- Oral melalui saluran gastrointestinal atau rectal
- Parenteral dengan cara intravena, intra muskular, subkutan
- Inhalasi langsung kedalam paru-paru

21
Sedangkan efek lokal dapat diperoleh dengan rute pemberian:
- Intaokular (oculer), Intranasal (nasalis), Aural (auris) dengan jalan diteteskan
- Intrarespiratoral, berupa gas yang masuk ke paru-paru, seperti inhalasi, tetapi beda
Mekanisme

Rute di pilih berdasarkan tujuan dari pengobatan. Rute Pemberian Obat, dapat dengan cara:
- Melalui rute oral
- Melalui rute parenteral
- Melalui rute inhalasi
- Melalui rute membran mukosa seperti mata, hidung, telinga, vagina dan lainnya
- Melalui rute kulit

Gambar 2.2. Rute pemberian obat dalam tubuh

Rute oral, merupakan salah satu cara pemakaian obat melalui mulut dan akan masuk ke
dalam tubuh melalui saluran pencernaan. Rute oral bertujuan untuk terapi dan memberikan
efek sistemik yang dikehendaki. Rute oral merupakan cara mengkonsumsi obat yang dinilai
paling mudah dan menyenangkan, murah serta umumnya paling aman.

Kekurangan dari rute pemberian obat secara oral adalah: bioavailibilitasnya banyak
dipengaruhi oleh beberapa faktor, iritasi pada saluran cerna, perlu kerjasama dengan
penderita (tidak dapat diberikan pada penderita koma), timbul efek lambat, tidak bermanfaat
untuk pasien yang sering muntah, diare, tidak sadar, tidak kooperatif; untuk obat iritatif rasa
tidak enak penggunaannya terbatas, obat yang inaktif/terurai oleh cairan lambung/ usus tidak
bermanfaat (penisilin G, insulin), absorpsi obat tidak teratur.

Bentuk sediaan obat oral, antara lain, tablet, kapsul, obat hisap, sirup dan tetesan. Salah
satu cara pemberian obat oral yaitu melalui sub lingual dan bukkal, yang merupakan cara
pemberiannya ditaruh dibawah lidah dan pipi bagian dalam.

22
23
2.5 Klasifikasi Obat

Berdasarkan jenis seperti obat OTC (over the counter), obat generik, obat generik
berlogo, obat nama dagang, obat paten, obat mitu (obat me-too), obat tradisional, obat jadi,
obat baru, obat esensial, dan obat wajib apotek.
Obat OTC atau over the counter adalah sebutan umum untuk obat yang termasuk golongan
obat bebas dan obat bebas terbatas, yang digunakan untuk swamedikasi (pengobatan sendiri)
atau self medication.
1. Obat Generik (unbranded drugs)
Obat generik adalah obat dengan nama generik sesuai dengan penamaan zat aktif
sediaan yang ditetapkan oleh farmakope indonesia dan INN (International non-
propietary Names) dari WHO, tidak memakai nama dagang maupun logo produsen.
Contoh amoksisilin, metformin dan lain-lain.
2. Obat Generik Berlogo
Obat generik berlogo adalah Obat generik yang mencantumkan logo produsen
(tapi tidak memakai nama dagang), misalkan sediaang obat generik dengan nama
amoksisilin (ada logo produsen Kimia Farma).
3. Obat Nama Dagang (branded drugs)
Obat nama dagang adalah obat dengan nama sediaan yang ditetapkan pabrik
pembuat dan terdaftar di departemen kesehatan negara yang bersangkutan, obat nama
dagang disebut juga obat merek terdaftar. Contoh: amoksan, diafac, pehamoxil, dan
lain-lain.
4. Obat Paten
Adalah hak paten yang diberikan kepada industri farmasi pada obat baru yang
ditemukannya berdasarkan riset Industri farmasi tersebut diberi hak paten untuk
memproduksi dan memasarkannya, setelah melalui berbagai tahapan uji klinis sesuai
aturan yang telah ditetapkan secara internasional. Obat yang telah diberi hak paten
tersebut tidak boleh diproduksi dan dipasarkan dengan nama generik oleh industri
farmasi lain tanpa izin pemilik hak paten selama masih dalam masa hak paten.
Berdasarkan U.U No 14 tahun 2001, tentang paten, masa hak paten berlaku 20 tahun
(pasal 8 ayat 1) dan bisa juga 10 tahun (pasal 9). Contoh yang cukup populer adalah
Norvask. Kandungan Norvask (aslinya Norvasc) adalah amlodipine besylate, untuk
obat antihipertensi. Pemilik hak paten adalah Pfizer. Ketika masih dalam masa hak
paten (sebelum 2007), hanya Pfizer yang boleh memproduksi dan memasarkan
amlodipine. Bisa dibayangkan, produsen tanpa saingan. Harganya luar biasa mahal.
Biaya riset, biaya produksi, biaya promosi dan biaya-biaya lain, semuanya dibebankan
kepada pasien. Setelah masa hak paten berakhir, barulah industri farmasi lain boleh
memproduksi dan memasarkan amlodipine dengan berbagai merek. Amlodipine
adalah nama generik dan merek-merek yang beredar dengan berbagai nama adalah
obat generik bermerek.
5. Obat Mitu/Obat me-too
Obat mitu atau obat me-too adalah obat yang telah habis masa patennya yang
diproduksi dan dijual pabrik lain dengan nama dagang yang ditetapkan pabrik lain
tersebut, di beberapa negara barat disebut branded generic atau tetap dijual dengan
nama generik. Dari sekilas penjelasan sebelumnya, jelaslah bahwa khasiat zat aktif
antara obat generik dan obat generik bermerek adalah sama sejauh kualitas bahan

24
dasarnya sama. Contoh: misalnya pabrik obat bernama Cakmoki Farma, yang
memproduksi Natriun diklofenak dalam 2 produk. Yang satu obat generik, namanya
otomatis Natrium diklofenak dengan nama produsen Cakmoki Farma. Adapun produk
obat generik bermerek menggunakan nama yang dipertimbangkan agar mudah laku di
pasaran, misalnya saja mokivoltar. Otomatis kualitas khasiat kedua obat Natrium
diklofenak yang diproduksi Cakmoki Farma sama saja, hal ini terjadi dikarenakan
pabrik tersebut membeli bahan dasar dari tempat yang sama dengan kualitas yang
sama pula. Bedanya hanya pada nama, kemasan dan tentunya harga, yaitu yang satu
Natrium diklofenak generik dengan harga yang sudah ditetapkan sesuai peraturan dan
lain mokivoltar dengan harga lebih mahal, sesuai pangsa pasar. Mengapa harga obat
generik jauh lebih murah dibanding obat generik bermerek? Sebagaimana yang telah
diuraikan sebelumnya, untuk Natrium diklofenak 50 mg, para produsen obat yang
memproduksinya menggunakan nama generik yang sama, yakni Natrium diklofenak
dengan label generik. Harganya sudah ditetapkan, yakni HNA (Harga Netto Apotek)
plus PPN = Rp 10.884,- dan berisi 50 tablet, dan HET (Harga Eceran Tertinggi) = Rp
13.605,- sebagaimana diatur Kepmenkes No.HK.03.01/Menkes/146/I/2010. Artinya,
harga per tablet Natrium diklofenak 50 mg tidak akan akan lebih dari Rp 272,- per
tablet, siapapun produsennya. Tidak bisa diotak-atik lagi. Itu sebabnya harga obat
generik jauh lebih murah dibanding obat generik bermerek.
6. Obat Tradisional
Obat tradisional adalah obat jadi yang berasal dari tumbuhan, hewan, dan mineral
atau sediaan galenik, obat berdasarkan pengalaman empiris turun temurun.
7. Obat Jadi
Obat jadi adalah obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk,
emulsi, suspensi, salep, krim, tablet, supositoria, klisma, injeksi dll yang mana bentuk
obat tersebut tercantum dalam farmakope Indonesia.
8. Obat Baru.
Obat baru adalah obat yang terdiri dari satu atau lebih zat, baik yang berkhasiat
maupun tidak berkhasiat misalnya lapisan, pengisi, pelarut, bahan pembantu, atau
komponen lainnya yang belum dikenal, hingga tidak diketahui khasiat dan
keamanannya
9. Obat Esensial
Obat esensial adalah obat yang paling banyak dibutuhkan untuk pelaksanaan
pelayanan kesehatan masyarakat banyak, meliputi diagnosa, profilaksi terapi dan
rehabilitasi, misalkan di Indonesia : obat TBC, antibiotik, vaksin, obat generik dan
lain-lain.
10. Obat Wajib Apotek
Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diperoleh di apotek tanpa resep
dokter, diserahkan oleh apoteker (Nuryati,2017

25
26
BAB III

PEMBERIAN OBAT

VAGINAL & SUPOSITORIA

Pertemuan 2
27 Januari 2022

3.1 Pengertian Suppositoria


Suppositoria menurut FI edisi IV adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk,
yang diberikan melalui rektal, vagina atau urethra. Umumnya meleleh, melunak atau
melarut dalam suhu tubuh. Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan
setempat, sebagai pembawa zat terapetik yang bersifat lokal atau sistemik.

1. Macam-Macam Suppositoria
Macam-macam Suppositoria berdasarkan tempat penggunaannya:

a. Rektal Suppositoria
Sering disebut Suppositoria saja, bentuk peluru digunakan lewat rektal atau anus, beratnya
menurut FI. ed. IV kurang lebih 2 gram. Suppositoria rektal berbentuk torpedo mempunyai
keuntungan, yaitu bila bagian yang besar masuk melalui jaringan otot penutup dubur, maka
Suppositoria akan tertarik masuk dengan sendirinya.

b. Vaginal Suppositoria (Ovula)


Bentuk bola lonjong seperti kerucut, digunakan lewat vagina, berat umumnya 5 g.
Suppositoria kempa atau Suppositoria sisipan adalah Suppositoria vaginal yang dibuat
dengan cara mengempa massa serbuk menjadi bentuk yang sesuai, atau dengan cara
pengkapsulan dalam gelatin lunak.

Menurut FI.ed.IV, Suppositoria vaginal dengan bahan dasar yang dapat larut/bercampur
dalam air seperti PEG atau gelatin tergliserinasi berbobot 5 g. Suppositoria dengan bahan
dasar gelatin tergliserinasi (70 bagian gliserin, 20 bagian gelatin dan 10 bagian air) harus
disimpan dalam wadah tertutup rapat, sebaiknya pada suhu dibawah 350 C°.

c. Urethral Suppositoria (Bacilla, Bougies )


Digunakan lewat urethra, bentuk batang panjang antara 7 cm – 14 cm.
Keuntungan Suppositoria
Keuntungan penggunaan obat dalam Suppositoria dibanding peroral, yaitu:
1. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.
2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan dan asam lambung.
3. Obat dapat masuk langsung dalam saluran darah sehingga obat dapat berefek lebih
cepat daripada penggunaan obat peroral.
4. Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar.
Kelemahan Suppositoria
1. Tidak nyaman digunakan
2. Absorbsi obat sering kali tak teratur atau sulit diramalkan.

27
2. Bahan Dasar Suppositoria
Bahan dasar:
1. Ol. cacao (lemak coklat),
2. gelatin tergliserinasi,
3. minyak nabati terhidrogenasi,
4. campuran PEG berbagai bobot molekul dan ester asam lemak PEG.

Bahan dasar lain dapat digunakan seperti surfaktan nonionik misalnya ester asam lemak
polioksietilen sorbitan dan polioksietilen stearat. Bahan dasar Suppositoria yang ideal
harus mempunyai sifat sebagai berikut:
1. Padat pada suhu kamar, sehingga dapat dibentuk dengan tangan atau dicetak, tapi akan
melunak pada suhu rektal dan dapat bercampur dengan cairan tubuh.
2. Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi
3. Dapat bercampur dengan bermacam-macam obat
4. Stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna, bau dan
pemisahan obat.

Kadar air cukup


Untuk basis lemak, bilangan asam, bilangan iodium dan bilangan penyabunan harus
jelas.Penggolongan bahan dasar Suppositoria.
1. Bahan dasar berlemak: Ol. Cacao (lemak coklat).
2. Bahan dasar yang dapat bercampur atau larut dalam air: gliserin-gelatin,
polietilenglikol (PEG).
3. Bahan dasar lain: Pembentuk emulsi A/M. Misalnya campuran Tween 61-85 %
dengan gliserin laurat 15%

3. Syarat Basis Suppositoria yang Ideal


1. Melebur pada temperatur rectal
2. Tidak toksik, tidak menimbulkan iritasi dan sensitisasi
3. Dapat dicampur dengan berbagai obat
4. Tidak terbentuk metastabil
5. Mudah dilepas dari cetakan
6. Memiliki sifat pembasahan dan emulsifikasi
7. Bilangan airnya tinggi
8. Stabil baik secara fisika ataupun kimia
9. Tidak mempengaruhi efektivitas obat
10. Memberi bentuk yang sesuai untuk memudahkan pemakaiannya
11. Mempengaruhi pelepasan bahan aktif. Pelepasan yang cepat dibutuhkan apabila
bahan aktif untuk tujuan secara sistemik, dan pelepasan yang lebih lambat apabila
bahan aktif untuk tujuan lokal.
12. Cara fabrikasi mudah.

4. Metode Pembuatan Supposotoria

a. Dengan Tangan
Hanya dengan bahan dasar Ol. Cacao yang dapat dikerjakan atau dibuat dengan tangan
untuk skala kecil dan bila bahan obatnya tidak tahan terhadap pemanasan Metode ini
kurang cocok untuk iklim panas.
28
b. Dengan Mencetak Hasil Leburan
Cetakan harus dibasahi lebih dahulu dengan Parafin cair bagi yang memakai bahan
dasar Gliserin-gelatin, tetapi untuk Ol. Cacao dan PEG tidak dibasahi karena mengkerut
pada proses pendinginan, akan terlepas dari cetakan.

c. Dengan Kompresi
Metode ini, proses penuangan, pendinginan dan pelepasan Suppositoria dilakukan
dengan mesin secara otomatis. Kapasitas bisa sampai 3500-6000 Suppositoria/jam.
Pembuatan Suppositoria secara umum dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Bahan dasar Suppositoria yang digunakan supaya meleleh pada suhu tubuh atau
dapat larut dalam cairan yang ada dalam rektum.
2. Obatnya supaya larut dalam bahan dasar, bila perlu dipanaskan.
3. Bila bahan obatnya sukar larut dalam bahan dasar maka harus diserbuk halus.
4. Setelah campuran obat dan bahan dasar meleleh atau mencair, dituangkan ke dalam
cetakan Suppositoria kemudian didinginkan.
5. Cetakan tersebut terbuat dari besi yang dilapisi nikel atau dari logam lain, ada juga
yang dibuat dari plastik Cetakan ini mudah dibuka secara longitudinal untuk
mengeluarkan Suppositoria.
6. Untuk mencetak bacilla dapat digunakan tube gelas atau gulungan kertas.
7. Untuk mengatasi massa yang hilang karena melekat pada cetakan, maka
pembuatan Suppositoria harus dibuat berlebih (10%) dan cetakannya sebelum
digunakan harus dibasahi lebih dahulu dengan Parafin cair atau minyak lemak atau
spiritus saponatus (Soft Soap liniment), tetapi spiritus saponatus ini, jangan
digunakan untuk Suppositoria yang mengandung garam logam karena akan bereaksi
dengan sabunnya dan sebagai pengganti digunakan Ol. Recini dalam etanol .
8. Khusus Suppositoria dengan bahan dasar PEG dan Tween tidak perlu bahan pelicin
cetakan karena pada pendinginan mudah lepas dari cetakannya yang disebabkan
bahan dasar tersebut dapat mengkerut.

5. Evaluasi Suppositoria
Pengujian sediaan suppositoria yang dilakukan sebagai berikut:

a. Uji Homogenitas
Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah bahan aktif dapat tercampur
rata dengan bahan dasar suppo atau tidak, jika tidak dapat tercampur maka akan
mempengaruhi proses absorbsi dalam tubuh. Obat yang terlepas akan memberikan
terapi yang berbeda.
Cara menguji homogenitas suppositoria yaitu dengan cara mengambil 3 titik bagian
suppo (atas-tengah-bawah atau kanan-tengah-kiri) masing-masing bagian diletakkan
pada kaca objek kemudian diamati di bawah mikroskop.
Cara selanjutnya dengan menguji kadarnya dapat dilakukan dengan cara titrasi.

b. Keseragaman Bentuk dan Ukuran


Bentuk suppositoria juga perlu diperhatikan karena jika dari bentuknya tidak seperti
sediaan suppositoria pada umunya, maka seseorang yang tidak tahu akan mengira
bahwa sediaan tersebut bukanlah obat.
Untuk itu, bentuk juga sangat mendukung karena akan memberikan keyakinan pada
pasien bahwa sediaan tersebut adalah suppositoria.
Selain itu, suppositoria merupakan sediaan padat yang mempunyai bentuk torpedo.
29
c. Uji Waktu Hancur
Uji waktu hancur ini dilakukan untuk mengetahui berapa lama sediaan tersebut dapat
hancur dalam tubuh.
Cara uji waktu hancur suppositoria yaitu dengan dimasukkan dalam air yang di set sama
dengan suhu tubuh manusia, kemudian pada sediaan yang berbahan dasar PEG 1000
waktu hancurnya ±15 menit, sedangkan untuk oleum cacao dingin 3 menit.
Jika melebihi syarat di atas maka sediaan tersebut belum memenuhi syarat untuk
digunakan dalam tubuh.
Mengapa menggunakan media air?
Dikarenakan sebagian besar tubuh manusia mengandung cairan.

d. Keseragaman Bobot
Keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui apakah bobot tiap sediaan suppositoria
sudah sama atau belum, jika belum maka perlu dicatat.
Keseragaman bobot akan mempengaruhi terhadap kemurnian suatu sediaan karena
dikhawatirkan zat lain yang ikut tercampur.
1. Caranya dengan ditimbang saksama 10 suppositoria, satu persatu kemudian dihitung
berat rata-ratanya.
2. Dari hasil penetapan kadar, yang diperoleh dalam masing-masing monografi, hitung
jumlah zat aktif dari masing-masing 10 suppositoria dengan anggapan zat aktif
terdistribusi homogen.
3. Jika terdapat sediaan yang beratnya melebihi rata-rata maka suppositoria tersebut
tidak memenuhi syarat dalam keseragaman bobot.
4. Karena keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui kandungan yang terdapat
dalam masing-masing suppositoria tersebut sama dan dapat memberikan efek terapi
yang sama pula

e. Uji Titik Lebur


Uji titik lebur suppositoria dilakukan sebagai simulasi untuk mengetahui waktu yang
dibutuhkan sediaan suppositoria yang dibuat melebur dalam tubuh.
Dilakukan dengan cara menyiapkan air dengan suhu ±37°C. Kemudian dimasukkan
suppositoria ke dalam air dan diamati waktu leburnya.
Untuk basis oleum cacao dingin persyaratan leburnya adalah 3 menit, sedangkan untuk
PEG 1000 adalah 15 menit.

f. Uji Kerapuhan
Suppositoria sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu keras yang
menjadikannya sukar meleleh.
Untuk uji kerapuhan suppositoria dapat digunakan uji elastisitas. Suppositoria dipotong
horizontal.
Kemudian ditandai kedua titik pengukuran melalui bagian yang melebar, dengan jarak
tidak kurang dari 50% dari lebar bahan yang datar, kemudian diberi beban seberat 20 N
(lebih kurang 2 kg) dengan cara menggerakkan jari atau batang yang dimasukkan ke
dalam tabung.

6. Penyimpanan Suppositoria
Penyimpanan suppositoria dalam wadah tertutup baik dan pada suhu yang berkisar 2°C-
8°C serta terlindung dari cahaya.
Disarankan pada orang tua yang mempunyai anak dengan riwayat kejang, demam atau
epilepsi, untuk menyediakan suppositoria penurun panas atau suppositoria anti kejang
sebagai persediaan obat di rumah (Akhmal B,2021).

30
2.3 Persiapan Alat dan Bahan

1. Obat supositoria dalam tempatnya.


2. Sarung tangan.
3. Kain kasa.
4. Vaselin/pelicin/pelumas
5. Kertas tisu (Rikyshiro, 2012)

2.3 Metode Pemeriksaan

1. Cuci tangan sampai bersih dengan air sabun


2. Keluarkan suppositoria dari kemasan dan basahi sedikit dengan air bersih
3. Bila suppositoria terlalu lembek, maka dinginkan lebih dahulu dalam lemari es
selama 30 menit, atau rendam dalam air dingin sebelum membuka kemasan.
4. Atur posisi tubuh anak berbaring menyamping dengan kaki bagian bawah
diluruskan, sementara kaki bagian atas ditekuk ke arah perut.

5. Angkat bagian atas dubur untuk menjangkau daerah anus.

6. Masukan suppositoria, ditekan dan ditahan dengan jari telunjuk sampai betul betul
masuk ke bagian otot sfinkter rektum (sekitar 0,5 – 1 inci dari lubang dubur). Jika
tidak dimasukkan sampai bagian otot sfinkter, suppositoria akan terdorong keluar
lagi dari lubang dubur.

7. Tahan posisi tubuh anak agar tetap berbaring menyamping dengan kedua kaki
31
menutup selama kurang lebih 5 menit untuk menghindari suppositoria terdorong
keluar.

8. Tarik plunger dan letakkan pada handuk kertas


9. Bersihkan sisa krim pada labia atau orifisium vagina
10. Instruksikan pasien untuk tetap pada posisi terlentang selama sedikitnya 10 m
11. Tawarkan pembalut perineal sebelum pasien melakukan ambulasi
12. Melepas sarung tangan dan mencuci tangan (Akhmal B,2021).

2.4 Interpretasi Hasil


Mendokumentasikan pemberian obat, termasuk nama obat, jumlah, dan waktu pemberian

32
BAB IV

PENYIAPAN AMPUL & VIAL

Pertemuan 3
3 Februari 2022

21. Perbedaan Ampul Dan Vial

Perbedaan ampul dan vial membutuhkan rekontitutisi dimana dapat terlihat dari
bungkus laboratorium farmasi dan didasarkan atas senyawa kimianya. Kedua sediaan obat
tersebut termasuk obat yang dimasukkan ke pembuluh darah, membutuhkan penyimpanan
yang adequat, berupa cairan, dan hampir memiliki persamaan, terutama fungsi
farmakologisnya. Obat ini digunakan pada pasien tergantung indikasi yang didapat.
Meskipun membutuhkan penyimpanan, manfaat keduanya berbeda dari designnya dan
tujuan pemberiannya

1. Ampul
Ampul adalah dosis tunggal dengan leher botol tersegel. Ampul harus berupa gelas kaca
atau plastic tetapi kebanyakan berupa kaca. Leher ampul di segel dengan flame terbuka
untuk mencegah kontaminasi. Ini mencegah obstruksi udara, menjaga kelembaban dan
kontaminasi cairan ampul. Segel ini dapat dibuka dengan memptpng di ujung leher Karena
mudah dipecah tanpa bantuan alat. Setelah dibuka cairan didalamnya tetap steril dan harus
segera digunakan. Bila lama dibuka dapat terjadi kontaminasi.

2. Vial
Vial merujuk pada wadah kecil multidosis berisi cairan, serbuk, serum dan berbagai
obat lainnya tergantung konten obatnya. Biasanya terbungkus dengan kaca dan tidak
tersegel. Vial mempunyai tutup berupa karet. Pada beberpa kasus, tutup vial dapat ditusuk
dengan jarum. Vial memiliki permukaan datar sehingga dapat ditaruh. System tertutup
sangat beragam dan tutupnya pun beragam, ada yang karet, metal, plastic dan lainnya.

 Perbedaan Ampul Dan Vial


Pembeda Ampul Vial
Disebut juga
Ampul disebut juga dengan flakon, berupa
ampule dimana terdapat segel tabung silinder
Definisi
dan menyimpan sediaan liquid terbuat dari kaca
dan cairan. dan ada tutupnya
biasanya karet.
Komponen tidak stabil seperti
oksigen dijaga intak di dalam. Sering digunakan
Potensi Perlindungan Dan sediaan ini didesign agar penyimpanan obat
tidak ada kontaminasi atau yang stabil.
degradasi konten di dalamnya.
Penggunaan Berulang Ampul tidak digunakan berulang Vial dapat
33
digunakan
berulang, dan
bila leher rusak. Ketika leher
digunakan berkali-
ampul patah, maka kontaminan
kali Karena
dapat masuk.
memiliki tutup
rubber (karet).
Sediaan relative kecil Karena
Volume obat gelas kaca terbatas dan Terdapat mark sign.
dilelehkan di lehernya.
Terdapat tutup karet
Menggunakan segel laser atau
Tutup dan kadang segel
gas konvensional.
aluminium.

Demikian pembahasan tentang perbedaan ampul dan vial. Biasanya ampul berupa
obat emergensi seperti propofol, ketolorac, ranitidine, ondansetron dan lainnya.
Sedangkan vial sediannya seperti omeprazole, antibiotic ceftriakson, dan lainnya ( Dr.
Wiwid Santiko, 2018).

a. Perhitungan Dosis Obat Injeksi Parenteral


Hal utama yang harus dilakukan dalam persiapan obat injeksi parenteral adalah
membaca kemasan label obat, karena terdapat perbedaan dosis total antara ampul/vial
satu dengan yang lainnya, sebagai contoh :
a. Dalam ampul A yang berisi 2 ml cairan, mengandung obat A 0.25 mg/2 ml
b. Dalam ampul B yang berisi 2 ml cairan, mengandung obat B 5 mg/ml
Dari contoh diatas diketahui bahwa dosis total obat A dari ampul A adalah 0.25 mg.
Sementara dosis total obat B pada ampul B adalah 10 mg.
Rumus yang dapat digunakan pada saat perhitungan dosis obat injeksi parenteral adalah
sebagai berikut :
𝐃𝐨𝐬𝐞 𝐃𝐞𝐬𝐢𝐫𝐞𝐝 ( ) 𝐃𝐨𝐬𝐞 𝐨𝐧 𝐇𝐚𝐧𝐝 ( ) 𝐱 𝐪𝐮𝐚𝐧𝐭𝐢𝐭𝐲 ( 𝐐 ) = 𝑽𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆 𝑨𝒅𝒎𝒊𝒏𝒊𝒔𝒕𝒆𝒓𝒆𝒅 (
𝑽 ) Atau : 𝐃𝐇𝐱 𝐐 = 𝑽
Dimana :
D = Dosis (mg) yang akan diberikan ke pasien
H = Dosis (mg) yang terdapat pada sediaan obat
Q = Jumlah volume (ml) yang terdapat pada sediaan obat
V = Jumlah volume (ml) yang akan diberikan ke pasien
Contoh kasus :
Seorang pasien jiwa akan diberikan Chlorpromazine sebanyak 12.5 mg secara IM.
Sediaan obat yang ada berupa ampul berisi 1 ml cairan Chlorpromazine, dengan dosis 25
mg/ml. Maka jumlah obat yang diberikan kepada pasien tersebut adalah; DHx Q = 𝑉
12.5 mg
25 mg/ml
1x 1 ml = 𝑉
2x 1 ml = 0.5 ml volume Chlorpromazine yang akan diberikan secara IM
Catatan : setelah serbuk dalam vial telah dilarutkan, penting untuk memberikan
informasi pada label tambahan mencakup jumlah pelarut, dosis obat dalam ml (500
mg/ml, 10 mg/2ml, Dan sebagainya), waktu pelarutan, dan expired date
(Audia Nizhma N, 2018).

Target Pembelajaran
34
Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa diharapkan sudah dapat:
- Menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk persiapan obat suntikan dari ampul dan
vial.
- Melakukan prosedur persiapan obat suntikan dari ampul,
- Melakukan prosedur persiapan obat suntikan dari vial.
.

4.2 Persiapan Alat dan Bahan

1. Daftar panduan belajar untuk mempersiapkan obat suntikan dari ampul dan vial
2. Bak steril yang dialasi kasa
3. Spoit 1 cc , 3cc, 5cc dan 10 cc, beserta jarumnya
4. Selembar kain kasa & kikir ampul.
5. Kapas alkohol
6. Tempat sampah tajam dan tempat sampah non-medis.

35
4.3 Metode Pemeriksaan

NO LANGKAH KASUS
KLINIK
MELAKUKAN PERSIAPAN 1 2 3
1. Lakukanlah persiapkan alat-alat yang akan digunakan
2. Lakukanlah cuci tangan
MENYIAPKAN OBAT SUNTIK DARI 1 2 3
AMPUL
Campurlah cairan obat dalam ampul dengan cara menyentil
3. bagian atas
ampul dengan perlahan dan cepat dengan ujung salah satu jari.
Letakkanlah bantalan kasa kecil atau kapas alkohol mengelilingi
4. leher
ampul.
Patahkankanlah leher ampul ke arah menjauhi tangan. Jika leher
5. ampul tidak patah, gunakan metal file untuk mengikir salah satu
sisi leher.
Jadikan marker sebagai acuan untuk mematahkan ampul
6. Balikah ampul, pegang dengan posisi menjorok atau tegak.
Masukkanlah jarum spoeit ke dalam lubang ampul, ujung jarum
7. jangan
menyentuh pinggiran bukaan ampul.
Isaplah cairan obat pelan-pelan ke dalam spoeit dengan menarik
8.
pengisap ke belakang.
Pertahankanlah ujung jarum di bawah permukaan cairan, yang
9.
memungkinkan semua cairan masuk ke dalam spoeit.
Catatan : Jika terisap gelembung udara, jangan mendorong
udara ke dalam ampul.
Untuk mengeluarkan gelembung udara : Pegang spoeit dengan
jarum mengarah ke atas, sentil bagian barrel, tarik bagian
pengisap sedikit, dorong ke atas untuk mengeluarkan udara,
dengan posisi jarum diluar
ampul.

36
MENYIAPKAN OBAT SUNTIK DARI 1 2 3
VIAL
1. Lepaskanlah penutup logam untuk memajan penutup karetnya.
2. Usaplah permukaan penutup karet dengan alkohol 70%
Lepaskanlah penutup jarum, lalu tariklah pengisap pelan-pelan
3. ke belakang untuk mengumpulkan sejumlah udara yang sama
dengan volume
medikasi yang akan diaspirasikan.
Tusukkanlah ujung jarum, dengan bevel jarum mengarah ke atas,
4. menembus bagian tengah penutup karet. Keluarkanlah udara ke
dalam vial (jangan biarkan pengisap kembali ke atas)
Baliklah vial sambil tetap memegang vial dengan kuat pada
5. spoeit dan pengisap (pegang vial antara ibu jari dan jari
tengah pada tangan yang dominan, meraih bagian ujung
barrel dengan pengisap dengan ibu jari
dan jari telunjuk dari tangan yang dominan)
Pertahankanlah bagian ujung jarum di bawah ketinggian cairan,
6. agar tekanan udara bisa secara bertahap mengisi spoeit dengan
cairan obat,
tarik kembali pengisap jika perlu.
Sentillah bagian barrel dengan hati-hati untuk melepaskan semua
7.
gelembung udara yang terdapat di atas spoeit ke dalam vial.
Setelah dosis terpenuhi/sesuai, tariklah jarum dari dalam vial
8. dengan
menarik ke belakang barrel spoeit.
9. Keluarkanlah kelebihan gelembung udara.
10. Tutuplah jarum dengan penutupnya dengan metode satu tangan.
SETELAH PENGISIAN SELESAI 1 2 3
1. Letakkanlah spoeit yang sudah diisi pada satu bak yang dialasi
kain kasa.
2. Lakukanlah cuci tangan rutin.
(Rini Rachmawarni B, 2014).

4.3 Interpretasi Hasil

Pada praktikum kali ini penyiapan obat suntik dari ampul dan vial untuk bisa di injeksikan ke alat
infus, dan diberikan atau disuntikkan ke pasien.

37
38
BAB V
PEMBERIAN OBAT INTRACUTAN

Pertemuan 4
10, Februari, 2022

5.1 Definisi injeksi IC(intracutan)

Memberikan obat melalui suntikan intracutan dan intrademal adalah suatu tindakan membantu
proses penyembuhan melalui suntikan kedalam jaringan kulit atau indra dermis. Istilah intradermal
(ID) berasal dari kata “ intra” yang berarti lapis dan “dermis “ yang berarti sensitif, lapisan pembuluh
darah dalam kulit ketika sisi anatominya mempunyai derajat pembuluh darah tinggi pembuluhdarah
betul-betul kecil, makanya penyerapan dari injeksi disini lambat dan dibatasi dengan efek sistemik
yang dapat dibandingkan karena absorsinya terbatas, maka penggunaannya biasa untuk aksi lokal
dalam kulit untuk obat yang sensitif atau untuk menentukan sensitifitas terhadap organisme.

Injeksi intracutan dimasukan langsung ke lapisan epidermis tepat dibawah startumkorneum.


Umumnya berupa larutan atau suspensi dalam air volume yang disuntikan sedikitnya ( 0,1-0,2ml)
digunakan untuk tujuan diagnosa. (Dhitaalfan,2017).

1. Letak pemberian intrakutan yaitu:


1. Dilengan atas, yaitu tiga jari di bawah sendi bahu tepat di tengah daerah muskulus
deltoideus.
2. Dilengan bawah, yaitu bagian depan lengan bawah 1/3 dari lekukan siku atau 2/3 dari
pergelangan tangan pada kulit yang sehat, jauh dari peredaran darah.

2. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberikan obat melalui jaringan intrakutan yaitu:
1. Tempat injeksi
2. Jenis spuit dan jarum yang digunakan
3. Infeksi yang mungkin terjadi selama infeksi
4. Kondisi atau penyakit klien
5. Pasien yang benar
6. Obat yang benar
7. Dosis yang benar
8. Cara atau rute pemberian obat yang benar
9. Waktu yang benar (Septian Raha,2014).

3. Tujuan injeksi IC(intracutan)


1. Pasien mendapatkan pengobatan sesuai program pengobatan dokter.
2. Memperlancar proses pengobatan dan menghindari pemberian obat.
3. Membantumenentukandiagnosaterhadappenyakittertentumisalnya,(tuberculin test)
4. Menghindarkanpasiendariefekalergiobat (dengan skin test)
5. Digunakanuntuk test tuberculinatau test alergi terhadap obat-obatan
6. Pemberian vaksinasi.

39
4. Indikasi injeksi IC(intracutan)
1. Pasien yang membutuhkan test alergi (mantoux test)
2. Pasien yang akan melakukan vaksinasi
3. Mengalihkan diagnosa penyakit
4. Sebelum memasukkan obat

5. Kontraindikasi injeksi IC(intracutan)


1. Pasien yang mengalami infeksi pada kulit
2. Pasien dengan kulit terluka
3. Pasien yang sudah dilakukan skin test

6. Keuntungan injeksi IC(intracutan)


1. Suplai darah sedikit, sehingga absorbsi lambat
2. Bisa mengetahui adanya alergi terhadap obat tertentu.
3. Memperlancar proses pengobatan dan menghindari kesalahan dalam pemberian obat

7. Kerugian injeksi IC(intracutan)


1. Apabila obat sudah disuntikkan maka obat tersebut tidak dapat ditarik lagi ini berarti
pemusnahan obat yang mempunyai efek tidak baik atau toksit maupun kelebihan dosis
karena ketidak hati-hatian dan sukar dilakukan.
2. Tuntutan sterilitas sangat ketat.
3. Memerlukanpetugasterlatih yang berwenang untuk melakukan injeksi.
4. Adanya resiko toksisitas jaringan dan akan terasa sakit saat penyuntikan.

8. Prinsip injeksi IC(intracutan)


1. Sebelum memberikan obat perawat harus mengetahui diagnosa medis pasien, indikasi
pemberian obat, dan efek samping obat, dengan prinsip 10 benar yaitu benar pasien, benar
obat, benar dosis, benar waktu pemberian, benar cara pemberian, benar keterangan
tentang obat pasien, benar tentang riwayat pemakaian obat oleh pasien, benar tentang
riwayat alergi obat pada pasien, benar tentang reaksi pemberian beberapa obat yang
berlainan bila diberikan bersama-sama, dan benar dokumentasi pemakaian obat.
2. Untuk mantoux test (pemberian PPD) diberikan 0,1 CC dibaca setelah 2-3 kali 24 jam
dari saat penyuntikan obat.
3. Setelah dilakukan penyuntikan tidak dilakukan desinfektan
4. Perawat harus memastikan bahwa pasien mendapatkan obatnya bila ada penolakan pada
suatu jenis obat, maka perawat dapat mengkaji penyebab penolakan, dan dapat
mengkolaborasikannya dengan dokter yang menangani pasien, bila pasien atau keluarga
tetap menolak pengobatan setelah pemberian inform consent, maka pasien maupun
keluarga yang bertanggungjawab menandatangani surat penolakan untuk pembuktian
penolakan terapi
5. Injeksi Intracutan yang dilakukan untuk melakukan test pada jenis antibiotik, dilakukan
dengan cara melarutkan antibiotik sesuai ketentuannya, lalu mengambil 0,1 CC dalam
spuit dan menambahkan aquabides 0,9 CC dalam spuit, yang disuntikkan pada pasiennya
0,1 CC
6. Injeksi yang dilakukan untuk melakukan test mantoux, PPD diambil 0,1 CC dalam spuit
untuk langsung di suntikkan pada pasien (Dhitaalfan,2017).
40
9. Prosedur pemberian obat injeksi IC(intracutan)
Pemberian obat secara intracutan adalah tindakan memasukkan obat kedalam tubuh melalui jaringan
kulit dengan menggunakan spuit. Pemberian obat secara intracutan dapat dilakukan pada lengan
bawah bagian dalam, dada bagian atas, dan punggung di bawah scapula.

1. Tujuan
a. Untuk tes diagnostik terhadap alergi.
b. Mengetahui reaksi obat tertentu.
c. Untuk tes penyakit tertentu (Dhitaalfan,2017).

5.2 Persiapan Alat dan Bahan

Prosedur yang diambil berdasarkan video yang saya amati;


1. Obat-obatan yang sesuai program pengobatan dokter
2. Daftar obat pasien
3. Spuit 1 cc
4. Jarum sesuai kebutuhan, kikir ampul bila perlu.
5. Perlak dan pengalas
6. Bengkok/ Nierbeken
7. Kapas alkohol atau kapas yang sudah dibasahi NaCl 0,9% dalam tempatnya
8. Handschoen

5.3 Metode Pemeriksaan


1. Memperkenalkan diri, Serta memberikan penjelasan prosedur pada pasien
2. Cek order dokter/ cek pasien lalu komunikasikan pada pasien, setelah pasien setuju lalu,
3. Siapkan alat dan bahan
4. Siapkan obat
5. Cuci tangan dan pakai handscoon
6. Pilih area lokasi penusukan
7. Bersihkan area penusukan dengan kapas alkohol dengan gerakan sirkuler
8. Pegang kapas alkohol dengan jari jari tengah pada tangan non dominan
9. Buka tutup jarum
10. Tempatkan ibu jari tangan non domian sekitar 5 cm dibawah area penusukan kemudian
tarik kulit
11. Pegang jarum yang menghadap ke atas dengan sudut 15 derajat dengan tangan dominan dan
tusuk tepat dibawah kulit
12. Lakukan aspirasi dengan tangan non dominan menhan batang spuit dan tangan dominan
menarik pompa spuit
13. Observasi adanya darah pada spuit
14. Jika tidak ada, masukkan obat perlahan lahan sampai terbentuk jendelan
15. Cabut jarum pelan pelan dengan kapas alkohol pada area penusukan
16. Buat lingkaran dengan diameter 2,5 cm di sekitar jendelan. Suruh klien tidak menggosok
area jendelan
17. Kembalikan posisi klien
18. Bereskan semua peralatan

41
19. Buka handscoon
20. Cuci tangan
21. Lakukan dokumentasi pada catatan

5.4 Interpretasi Hasil

Berikan tanda lokasi IC untuk evaluasi respon pasien, Buatlah lingkaran kemudian beri
keterangan jam berapa dimasukkannya obat, Setelah rentang waktu yang ditentukan lalu cek
apakah ada pembengkakan, merah, gatal
1. Jika tidak ada maka dikatakan tidak ada alergi
2. Namun jika ada laporkanlah ke dpjp(Dokter penanggung jawab pelayanan).

42
BAB VI
PEMBERIAN OBAT SUBCUTAN

Pertemuan 5
17, Februari, 2022

2.3 Defenisi Subcutan


Merupakan cara memberikan obat dengan memasukkan obat ke dalam jaringan subcutan
dibawah kulit dengan spuit. Injeksi subkutan diberikan dengan menusuk area dibawah kulit yaitu
jaringan konektif atau lemak dibawah dermis. Injeksi tidak diberikan pada area yang nyeri,
merah, pruitis atau edema. Pada pemakaian injeksi subkutan jangka lama, maka injeksi perlu
direncanakan untuk diberikan secara rotasi pada area yang berbeda. Jenis obat yang lazim
diberikan secara subkutan adalah vaksin, obat-obatan preoperasi, narkotik, insulin, dan heparin.

Pemberian obat melalui subcutan ini pada umumnya dilakukan dalam program pemberian
insulin yang digunakan untuk mengontrol kadar gula darah. Pemberian insulin terdapat dua tipe
larutan, yaitu jernih dan keruh. Larutan jernih atau juga dimaksudkan sebagai insulin tipe reaksi
cepat (insulin regular) dan larutan yang keruh karena adanya penambahan protein sehingga
memperlambat absorbsi obat atau juga termasuk tipe lambat.

1. Tujuan injeksi subkutan


Memasukkan sejumlah toksin atau obat pada jaringan subcutan di bawah kulit untuk di
absorbsi. Di lakukan dalam program pemberian insulin yang di gunakan untuk mengontrol kadar
gula darah.

2. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian subkutan


1. Untuk klien berukuran rata-rata, regangkan kulit secara keras pada tempat injeksi
atau cubit dengan tangan dominan anda pencubitan kulit meninggikan jaringan
subkutan, jarum menembus kulit tegang lebih mudah dari kulit kendur.
2. Untuk klien gemuk, cubit kulit pada tempat Injeksi dan injeksikan jarum dibawah
lipatan kulit klien gemuk memiliki lapisan lemak tambahan diatas jaringan subkutan
Insersi cepat dan tepat
3. Injeksikan jarum dengan cepat dan tepat Pada sudut 90 derajat (kemudian lepaskan-
kulit bila dicubit) meminimalkan ansietas dan ketidaknyamanan klien

3. Respons Klien yang Membutuhkan Tindakan Segera Respons Tindakan


1. Reaksi alergik
a. Tetap tenang dan tenangkan klien
b. Cari bantuan tetapi tetap bersama klien
c. Siapkan untuk memberi oksigen bila klien sesak napas
43
d. Ukur tanda vital
e. Ikuti kebijakan lembaga mengenai reaksi alergi
2. Keluhan nyeri lama setelah injeksi (potensi kerusakan syaraf)
a. Kaji tempat injeksi untuk kemerahan, bengkak
b. Beri tahu dokter
3. Klien menolak obat
a. Identifikasi mengapa klien menolak obat
b. bila obat ditolak, dokumentasikan penolakannya
c. bila obat sangat penting, dokumentasikan penolakan dan beri tahu dokter

4. Efek Samping Injeksi Subkutan


Efek Samping Dari Subkutan

1. Keuntungan Awitan obat lebih cepat dibandingkan oral


2. Kerugian Harus menggunakan teknik steril, lebih mahal dibandingkan oral,hanya
dapat diberikan dalam volume kecil,lebih lambat dibandingkan pemberian
intramuscular, dapat menyebabkan ansietas(kecemasan yang berlebihan dan lebih
bersifat subyektif), kelelahan, gangguan pencernaan seperti diare, mual, yspepsia
stomatitis, dan muntah, perubahan warna kulit, dysgeusia, dan anoreksia (Sisilianp,
2014).

5. Tempat Injeksi Subkutan


Setiap jaringan subkutan dapat dipakai untuk area injeksi ini, yang lazim adalah pada
lengan atas bagian luar, paha bagian depan. Area lain yang lazim digunakan adalah perut, area
scapula, ventrogluteal dan dorsogluteal.

1. Lengan : klien duduk atau bediri


2. Abdomen : klien duduk atau terlentang
3. Tungkai : klien duduk dikursi atau tempat tidur
Area injeksi subcutan perlu dirotasi secara regular untuk meminimalkan kerusakan
jaringan, membantu absorpsi, dan menghindari ketidaknyamanan. Terutama penting untuk klien
yang harus menerima injeksi berulang, seperti penyandang diabetes. Karena insulin diabsorpsi
dengan kecepatan berbeda pada bagian tubuh yang berbeda, kadar glukosa klien diabetes dapat
bervariasi ketika beragam area digunakan. Insulin diabsorpsi lebih cepat ketika diinjeksikan di
abdomen kemudian ke lengan dan lebih lambat ketika diinjeksikan ke paha dan bokong
(Sisilianp, 2014).

2.4 Persiapan Alat dan Bahan Injeksi Subcutan


1. Daftar buku obat/catatan, jadwal pemberian obat
2. Obat dalam tempatnya
3. Spuit insulin

44
4. Kapas alcohol dalam tempatnya
5. Cairan pelarut
6. Bak injeksi
7. Bengkok
8. Perlak dan pengalas
9. Sarung tangan
10. Kassa steril kalau perlu
11. Plester

2.5 Cara Pelaksanaan Pemberian Injeksi Subcutan


1. Cuci tangan
2. Jelaskan Prosedur yang akan dilakukan
3. Bebaskan daerah yang akan dilakukan suntikan atau bebaskan suntikan dari pakaian.
Apabila menggunakan baju maka buka atau ke ataskan
4. Ambil obat dalam tempatnya sesuai dengan dosis yang akan diberikan setelah itu
tempatkan pada bak injeksi
5. Gunakan sarung tangan
6. Desinfeksi dengan kapas alcohol dengan gerakan sirkuler tunggu sampai kering
7. Tegangkan dengan tangan kiri (daerah yang akan dilakukan suntikan subcutan)
8. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan sudut 450 dengan
permukaan kulit
9. Lakukan aspirasi bila tidak ada darah, semprotkan obat perlahan-lahan hingga habis
10. Setelah itu tarik spuit dan tahan dengan kapas alcohol dan spuit yang telah dipakai
masukkan kedalam bengkok
11. Buka sarung tangan
12. Cuci tangan
13. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu pemberian, dan jenis / dosis obat
(Suci D. Yoanda, 2020).

6.4 Interpretasi Hasil


Tekan diarea penusukan lalu pijit secara lembut dan perhatikan respon pasien, setelah itu
dokumentasikan tindakan, catat nama pasien, nama obat, dosis obat, cara pemberian tempat
injeksi, waktu dan tanggal injeksi pada catatan pengobatan(Rini Widyawati, 2014).

45
BAB VII
PEMBERIAN OBAT INTRAMUSKULAR

Pertemuan 6
24, Februari, 2022

7.1 Pengertian Pemberian Obat Secara Intramuskular


Pengertian pemberian obat secara intramuskular adalah pemberian obat/cairan dengan cara
dimasukkan langsung kedalam otot (muskulus). Pemberian obat dengan cara ini dilakukan pada
bagian tubuh yang berotot besar, agar tidak ada kemungkinan untuk menusuk saraf, misalnya
pada bokong dan kaki bagian atas atau pada lengan bagian atas. Pemberian obat seperti ini
memungkinkan obat akan dilepas secara berkala dalam bentuk depot obat.
Jaringan intramuskular terbentuk dari otot yang bergaris yang mempunyai banyak
vaskularisasi aliran darah tergantung dari posisi otot ditempat penyuntikan.

1. Tujuan pemberian obat secara intramuskular


Tujuan pemberian obat secara intramuskular yaitu agar obat diabsrorbsi tubuh dengan
cepat.

2. Indikasi dalam pemberian obat secara intramuskular


Indikasi pemberian obat secara intramuskular biasa dilakukan pada pasien yang tidak sadar
dan tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberika obat secara oral, bebas
dari infeksi, lesi kulit, jaringan parut, benjolan tulang, otot atau saraf besar dibawahnya.
Pemeberian obat secara intramuskular harus dilakuk`an atas perintah dokter.

3. Kontra indikasi dalam pemberian obat secara intramuskular


Kontra indikasi dalam pemberian obat secara intramuskular yaitu: infeksi, lesi kulit,
jaringan parut, benjolan tulang, otot atau saraf besar dibawahnya.

4. Daerah penyuntikan dalam pemberian obat secara intramuskular


 Pada daerah paha (vastus lateralis) dengan cara anjurkan pasien untuk berbaring telentang
dengan lutut sedikit fleksi.
 Pada ventrogluteal dengan cara anjurkan pasien untuk miring, tengkurap atau
telentang dengan lutut atau panggul miring dengan tempat yang diinjeksi fleksi. Area ini
paling banyak dipilih untuk injeksi muscular karena pada area ini tidak terdapat pembuluh
darah dan saraf besar.
 Pada daerah dorsogluteal dengan cara anjurkan pasien untuk tengkurap dengan lutut
diputar kearah dalam atau miring dengan lutut bagian atas dan pinggul fleksi dan
diletakkan di depan tungkai bawah.
 Pada daerah deltoid (lengan atas) dengan cara anjurkan pasien untuk duduk atau
berbaring mendatar lengan atas fleksi.

5. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Pemberian Obat Secara Intramuskular


1. Tempat injeksi
2. Jenis spuit dan jarum yang digunakan
3. Kondisi atau penyakit klien

46
4. Obat yang tepat dan benar
5. Dosis yang diberikan harus tepat
6. Pasien yang tepat
7. Cara atau rute pemberian obat harus tepat dan benar

7.2 Alat dan Bahan Dalam Pemberian Obat Secara Intramuskular


1. Daftar buku obat/catatan dan jadwal pemberian obat
2. Obat yang dibutuhkan (obat dalam tempatnya)
3. Spuit dan jarum suntik sesuai dengan ukuran. Untuk orang dewasa panjangnnya 2,5-3
cm dan untuk anak-anak panjangnya 1,25-2,5 cm.
4. Kapas alkohol
5. Cairan pelarut/aquabidest steril
6. Bak instrument/ bak injeksi
7. Gergaji ampul (bila diperlukan)
8. Nierbekken
9. Handscoon 1 pasang

7.3 Prosedur Kerja Pemberian Obat Secara Intramuskular


1. Mencuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. Ambil obat dan masukkan ke dalam spuit sesuai dengan dosisnya. Setelah itu letakkan
dalam bak injeksi.
4. Periksa tempat yang akan dilakukan penyuntikan (perhatikan lokasi penyuntikan)
5. Desinfekasi dengan kapas alkohol pada tempat yang akan dilakukan injeksi.
6. Lakukan penyuntikan:
7. Pada daerah paha (vastus lateralis) dengan cara anjurkan pasien untuk berbaring
telentang dengan lutut sedikit fleksi.
8. Pada ventrogluteal dengan cara anjurkan pasien untuk miring, tengkurap atau
telentang dengan lutut atau panggul miring dengan tempat yang diinjeksi fleksi. Area
ini paling banyak dipilih untuk injeksi muscular karena pada area ini tidak terdapat
pembuluh darah dan saraf besar.
9. Pada daerah dorsogluteal dengan cara anjurkan pasien untuk tengkurap dengan lutut
diputar kearah dalam atau miring dengan lutut bagian atas dan pinggul fleksi dan
diletakkan di depan tungkai bawah.
10. Pada daerah deltoid (lengan atas) dengan cara anjurkan pasien untuk duduk atau
berbaring mendatar lengan atas fleksi.
11. Lakukan penusukan dengan posisi jarum tegak lurus.
12. Setelah jarum masuk lakukan inspirasi spuit,bila tidak ada darah yang tertarik dalam
spuit maka tekanlah spuit hingga obat masuk secara berlahan-lahanhingga habis.
13. Setelsh selesai tarik spuit dan tekan sambil dimasase penyuntikan dengan kapas
alcohol,kemudian spuit yang telah di gunakan letakkan dalam bengkok.
14. Catat reaksi pemberian jumlah dosis dan waktu pemberian
15. Cuci tangan

7.4 Prosedur Pelaksanaan Pemberian Obat Secara IM (Intra Muskuler) dan Penyuluhan
Pasien
Penyuluhan pasien,memungkinkan pasien untuk minum obat dengan aman dan efektif.

47
1. Tahap PraInteraksi
a. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
b. Mencuci tangan
c. Menyiapkan obat dengan benar
d. Menempatkan alat di dekat klien dengan benar

2. Tahap Orientasi
a. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien
c. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan

3. Tahap Kerja

4. Tahap Terminasi
a. Melakukan evaluasi tindakan
b. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
c. Membereskan alat-alat
d. Berpamitan engan klien
e. Mencuci tangan
f. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan (Robiah, 2014).

7.5 Tinjauan Kasus

1. Biodata pasien
Nama : Tn “ M ”
Umur : 55 tahun
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Alamat : Desa Purwodadi

2. Keluhan Utama
Pasien mengatakan adanya benjolan pada skrotum sebelah kanan yang sudah dirasakan 1
tahun ini.

3. Diagnosa Medis
Tn “ M ” Usia 55 Tahun dengan Hernia Scrotalis Dextra

4. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


Hari/Tanggal : Selasa, 18 Maret 2014
Jam : 12.00 WIB
Tempat : Ruang Rawat Bedah/RSUD Padangsidimpuan
Pembimbing lapangan : Hanti Fitiani, AmK (Staf RRB)
Oleh : Kelompok II

5. Langkah-langkah tindakan dan hasilnya:


a. Persiapan alat
 Spuit sesuai ukuran

48
 Obat Xylomidon 2 cc/8 jam
 Obat Duradryl 2cc/8 jam (anti histamin)Pengguanaan secara IM jarang menimbulkan efek
samping sehingga cara ini paling sering digunakan.
 Kapas alkohol
 Bengkok
 Tempat sampah
 Buku catatan dan alat tulis

b. Persiapan pasien
1. Memberi salam pada pasien
2. Menganjurkan pasien untuk tidur tengkurap pada tempat yang telah disediakan

6. Langkah-langkah tindakan
a. Petugas mencuci tangan di air yang mengalir dengan menggunakan sabun dan
dikeringkan dengan handuk kering dan bersih
b. Memperhatikan lingkungan pasien untuk menjaga privasi pasien
b. Melakukan anamnese pada pasien
c. Membuka spuit dari kemasan dan memasukkan obat kedalam spuit (jangan ada
gelembung udara dalam spuit)
d. Mengatur posisi pasien (ventrogluteal) dan membebaskan daerah yang akan
disuntikkan dari pakaian pasien
e. Menentukan tempat penyuntikan yaitu pada daerah bokong dengan menarik garis
lurus dari SIAS menuju Os Coccygeus, dibagi 3 bagian lalu diambil 1/3 bagian
pertama dari SIAS
f. Mendesinfekasi bagian yang akan disuntik dengan kapas alcohol
g. Meregangkan daerah yang akan disuntik dengan jari telunjuk dan ibu jari
h. Memasukkan jarum ke posisi tegak lurus 900 dan cepat sedalam 2/3 bagian jarum
i. Memasukkan obat secara perlahan-lahan
j. Telunjuk tangan kiri menekan bekas suntikan dengan kapas alcohol dan tangan
kanan mencabut jarum dengan cepat.
k. Menekan daerah yang telah disuntik dan mengadakan komunikasi dengan klien
bahwa proses sudah selesai dikerjakan.
l. Merapikan baju pasien dan menata lingkungan
m. Mengembalikan alat pada tempatnya
n. Membuang bekas spuit dan jarum ke safety box, tutup spuit dibuang ke sampah
medis
o. Mencuci tangan dengan sabun pada air yang mengalir dengan cara menggunakan
7 langkah dan dikeringkan dengan handuk kering dan bersih.
p. Mencatat tindakan yang sudah dilakukan

7.5 Interpretasi Hasil


o Klien merasa lega dan puas
o Keadaan pasien baik tidak mengalami pusing
o Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
menganjurkan pada pasien untuk melakukan kompres hangat pada area yang dilakukan
penusukan, apabila masih terasa nyeri/bengkak, untuk mengurangi rasa nyeri tersebut
(HeppyAprilina, 2019).

49
BAB VIII
PEMBERIAN OBAT INTRAVENA

Pertemuan 7
10, Maret, 2022

8.1 Pengertian Intravena

Suntikan intravena adalah cara pemberian obat parenteral yang sering dilakukan. Untuk
obat yang tidak diabsorbsi secara oral, sering tidak ada pilihan. Dengan rute pemberian IV, obat
menghindari saluran cerna dan oleh karena itu menghindari metabolisme first pass oleh hati.

Rute ini memberikan suatu efek yang cepat dan kontrol yang baik sekali atas kadar obat dalam
sirkuIasi. Namun, berbeda dari obat yang terdapat dalam saluran cerna, obat-obat yang
disuntikkan tidak dapat diambil kembali seperti emesis atau pengikatan dengan activated
charcoal.

Suntikan intravena beberapa obat dapat memasukkan bakteri melalui kontaminasi, menyebabkan
reaksi yang tidak diinginkan karena pemberian terlalu cepat obat konsentrasi tinggi ke dalam
plasma dan jaringan-jaringan. Oleh karena itu, kecepatan infus harus dikontrol dengan hati-hati.
Perhatian yang sama juga harus berlaku untuk obat-obat yang disuntikkan secara intra-arteri
(biofar)

6. Dapat dilakukan pada ( Indikasi ) :


1. Pasien yang membutuhkan, agar obat yang di berikan dapat di berikan dengan cepat.
2. Pasien yang terus menerus muntah – muntah
3. Pasien yang tidak di perkenankan memasukkan apapun juga lewat mulutnya.
4. Typoid
5. Sesak nafas
6. Epilepsi atau kejang – kejang

7. Tujuan injeksi :untuk memperoleh reaksi obat yang cepat diabsorpsi dari pada
dengan
1. injeksi perenteral lain
2. untuk menghindari terjadinya kerusakan jaringan
3. untuk memasukkan obat dalam jumlah yang lebih besar

8. Lokasi injeksi :
Memberikan obat melaui vena secara langsung, di antaranya :
1. vena medianan cubitus / cephalika ( daerah lengan ),
2. vena saphenous ( tungkai ),
3. vena jugularis ( leher )

50
4. vena frontalis / temporalis di daerah frontalis dan temporal dari kepala.

9. Bahaya Pemberian Injeksi :


1. Pasien alergi terhadap obat (misalnya mengigil, urticaria, shock, collaps dll)
2. Pada bekas suntikan dapat terjadi apses, nekrose atau hematoma
3. Dapat menimbulkan kelumpuhan

8.2 Prosedur Pemberian Obat Intravena Secara Langsung dan Tidak Langsung

1. Pemberian Obat Intravena( Secara Langsung )


c. Persiapan alat :
1. buku catatan pemberian obat atau kartu obat
2. kapas alcohol
3. sarung tangan
4. obat yang sesuai
5. spuit 2ml – 5 ml
6. bak spuit
7. baki obat
8. Plester
9. perlak pengalas
10. karet pembendung ( tourniquet )
11. kasa steril ( bila perlu )

d. Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan
2. Siapkan obat dengan prinsip enam benar
3. Indentifikasi klien
4. Beri tahu klien dan jelaskan prosedur yang akan diberikan
5. Atur klien pada posisi yang nyaman
6. Pasang perlak pengalas
7. Bebaskan lengan klien dari baju atau kemeja
8. Letakkan karet pembendung ( torniquet )
9. Pilih area penususkan yang bebas dari tangda kekakuan, peradangan atau rasa gatal.
Menghindari gangguan absorpsi obat atau cidera dan nyeri yang berlebihan
10. Pakai sarung tangan
11. Bersihkan area penusukan dengan menggunakan kapas alkohol , dengan gerakan
sirkuler dari arah darah keluar dengan diameter sekitar 5 cm. Tunggu sampai
kering. Metodr oni dilakukan untuk membuang sekresi dari kulit yang mengandung
mikroorganisme
12. Pegang kapas alkohol dengan jari - jari tengah pada tangan non dominan
13. Buka tutup jarum
14. Tarik kulit kebawah kurang lebih 2,5 cm dibawah area penusukan dengan tangan
15. non dominan. Membuat kulit lebih kencang dan vena tidak bergeser, memudahkan
16. penusukan

51
17. Pegang jarum pada posisi 300 sejajar vena yang akn ditusuk perlahan pasti
18. Rendahkan posisi jarum sejajar kulit dan teruskan jarum kedalam vena
19. Lakukan aspirasi dengan tangan non dominan menahan barel dari spuit dan tangan
20. dominan menarik plunger
21. Observasi adanya darah dalam spuit
22. Jika ada darah, lepaskan terniquet dan masukkan obat perlahan – lahan
23. .Keluarkan jarum dengan sudut yang sama seperti saat dimasukkkan (300) , sambil
24. melakukan penekanan dengan menggunakan kapas alkohol pada area penusukan
25. Tutup area penusukkan dengan menggunakan kassa steril yang diberi betadin
26. Kembalikan posisi klien
27. Buang peralatan yang sudah tidak diperlukan
28. Buka sarung tangan
29. Cuci tangan
30. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

2. Pemberian Obat Melalui Infus ( Secara Tidak Langsung )


Pemberian Obat Melalui infus ( secara tidak langsung ) ada dua cara, yaitu :

a. Pemberian obat melalui wadah intravena.


Memberikan obat intravena melalui wadah merupakan pemberian obat dengan menambahkan
atau memasukkan obat ke dalam wadah cairan intravena.

1. Tujuannya
Untuk meminimalkan efek samping dan mempertahankan kadar terapeutik dalam darah.

 Persiapan Alat dan Bahan :


1. Spuit dan jarum sesuai dengan ukuran
2. Obat dalam tempatnya
3. Wadah cairan ( kantong atau botol )
4. Kapas alcohol.

 Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3. Periksa identitas pasien, kemudian ambil obat dan masukkan ke dalam spuit.
4. Cari tempat penyuntikan obat pada daerah kantong.
5. Lakukan desinfeksi dengan kapas alkohol dan stop aliran.
6. Lakukan penyuntikan dengan memasukan jarum spuit hingga menembus bagian tengah
dan masukkan obat berlahan – lahan ke dalam kantong atau wadah cairan.
7. Setelah selesai, tarik spuit dan campur larutan dengan membalikan kantong cairan
secara perlahan – lahan dari satu ujung ke ujung lain.
8. Perikasa kecepatan infus
9. Cuci tangan
10. catat reaksi pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pemberian obat.

52
d. Pemberian obat melalui selang intravena.
 Persiapan Alat dan Bahan :
1. Spuit dan jarum yang sesui dengan ukuran
2. Obat dalam tempatnya
3. Selang intra vena
4. Kapas alkohol

 Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasien mengenai yang akan dilakukan.
3. Periksa identitas pasien, kemudian ambil obat dan masukan ke dalam spuit.
4. Cari tempat penyuntikan obat pada daerah selang intravena.
5. Lakukan desinfeksi dengan kapas alkohol dan setop aliran.
6. Lakukan penyuntikan dengan memasukan jarum spuit hingga menembus bagian
tengah dan masukan obat secara perlahan – lahan ke dalam selang intravena.
7. Setelah selesai, tarik spuit.
8. Periksa kecepatan infus dan observasi reaksi obat
9. Cuci tangan
10. Catat obat yang telah di berikan dan dosisnya (Hendi Sutiawan, 2014).

Kesimpulan

Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992, obat adalah bahan atau panduan
bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Sesuai Permenkes No. 917/MENKES/PER/X/1993
tentang Wajib Daftar Obat Jadi, yang dimaksud dengan golongan obat adalah penggolongan
yang dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketetapan penggunaan serta pengamanan
distribusi yang terdiri dari obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek (obat keras yang
dapat diperoleh tanpa resep dokter diapotek, diserahkan oleh apoteker), obat keras, psikotropika
dan narkotika. Penggolongan obat berdasarkan mekanisme kerja yaitu obat yang bekerja untuk
merangsang (stimulasi) dan menekan (depresi) fungsi spesifik dari sel tubuh, membunuh atau
menghambat aktivitas sel-sel asing dan bakteri, menimbulkan aksi spesifik maupun non spesifik,
dan mensubstitusi zat-zat tertentu yang diperlukan oleh tubuh. penggolongan obat berdasarkan
dari asal obat yaitu obat alamiah dan sistetik. Perbedaan obat dengan racun terletak pada dosis.
Efek dari obat dapat juga menyebabkan efek toksik. Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya keracunan pada seseorang yaitu: jenis Racunnya, dosis Racun, cara masuk kedalam
tubuh, stabilitas racun dalam tubuh, resapan racun dalam tubuh, dan kondisi tubuh.

53
DAFTAR PUSTAKA

Febrian,Supriyanto Pipit. 2018. “Sop Injeksi Pemberian Obat Intramuskular (Im)”.

Aprilina, Heppy. 2016. Injeksi Intramuskular.

Bahtiar, Akmal, S. Si., 2021, Biofar.ID, Makassar, Materi Sediaan Suppositoria.

Bidan Rini Widyawati. (2014). Prosedur Pemberian Obat Melalui Subcutan (Suntik Sc).
Bandung, Jawa Barat.

Rikyshiro, 2012, Pemberian Obat Suppositoria.

Rhandyverizarie.Dr. ursula penny putrikrislia,(2020). Pemeriksaan Protein Urine: Tujuan, Tata


Laksana. Media Kesehatan Indonesia Jl. KS Tubun No. 83, Slipi, Jakarta Barat, DKI Jakarta.

Sisilia Niken Pristiani. (2014). Ketrampilan Dasar Dalam Keperawatan Injeksi Subcutan (Sc).
Semarang

Suci D. Yoanda. (2020). Sumber Youtube Pemberian Obat Secara Subcutan.


Https://Youtu.Be/Qi3_1gzd82c

Majestika Puspitasari, 2018. Konsep Dasar Pemberian Obat Untuk Bidan.

Nuryati. 2017. Buku Bahan Ajar Rekam Medis Dan Informasi Kesehatan (Rmik) Farmakologi:
pusat pendidikan sumber daya manusia kesehatan, badan pengembangan dan pemberdayaan
sumber daya manusia kesehatan, kementerian kesehatan republic Indonesia. Jakarta Indonesia
Chintiya puspariny,(2020). https://youtu.be/hNDZJT2m5Ok Link Video Pemeriksaan protein
urine pada ibu hamil.

Wijaya Hendra,(2014). Metode Analisis Urine.

54
LEMBAR PENGESAHAN

( ) ( )

Oleh: Dosen Pengampu:


Suci Fatika Sari
Yulina Dwi Hastuty,S.Kep.Ners,M.Biomed
NIM: P07524421041

55

Anda mungkin juga menyukai