Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI KLINIS

OBAT-OBATAN OFF LABEL

Dosen Pengampu: Apt. Umi Fatmawati, S.farm,M.Farm,Klin.

DISUSUN OLEH:
Satriyo Ageng Probowo/ 1804101001
Retno Indah Setianingrum/ 1804101003
Nabila Bintang Ramadhani/ 1804101006
Rikhana Nuzula Arini / 1804101007
Sekarlina Ani Pratama/ 1804101009

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN SAINS
UNIVERSITAS PGRI MADIUN
2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala Yang maha Pemurah


dan Lagi maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah
Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah melimpahkan Hidayah, Inayah dan Rahmat-
Nya, sehingga kami mampu menyelesaikan penyusunan laporan resmi Obat-
Obatan Off Label.
Penyusunan laporan sudah kami lakukan semaksimal mungkin. Tetapi,
tidak lepas dari semua itu, kami sadar sepenuhnya bahwa makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa serta aspek-aspek
lainnya. Maka dari itu, dengan lapang dada kami mengharapkan saran atau kritik
yang bersifat membangun demi memperbaiki makalah ini. Akhir kata, semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menginspirasi bagi para pembaca.

Madiun, 18 Mei 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar belakang.........................................................................................1
B. Rumusan masalah...................................................................................3
C. Tujuan......................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................4
A. Pengertian Obat off-label........................................................................3
B. Klasifikasi Obat off-label........................................................................3
C. Contoh Penggunaan Obat off-label........................................................6
D. Alasan Penggunaan Obat off-label.......................................................6
E. Ketentuan Secara Hukum.......................................................................7
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................10
A. Hasil..........................................................................................................10
B. Pembahasan.............................................................................................11
BAB V PENUTUP...............................................................................................17
A. Kesimpulan..............................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penggunaan obat off-label didefinisikan sebagai peresepan untuk
indikasi, pemberian dosis, atau bentuk sediaan yang tidak lolos dalam proses
persetujuan Food and Drug Associations (FDA). FDA akan memproses
peredaran obat dengan cara melakukan uji klinis secara acak akan
menunjukkan khasiat untuk indikasi tertentu sebelum obat dipasarkan
(Wittich dkk, 2012).

Hingga saat ini banyak peneliti menyebutkan banyaknya penggunaan


obat off-label pada ibu hamil. Alasan utama penggunaan obat off-label pada
ibu hamil adalah menghindari komplikasi masalah eklampsia atau
meningkatkan kapasitas adaptasi postnatal yang mungkin terjadi misalnya
sepsis ataupun respiratori distress (Rayburn pada Murdiana, 2016). selain itu
kemungkinan sudah terdapat bukti klinis dari obat tersebut meski belum
terdaftar di BPOM dan ada sebagian obat off-label yang sudah dilakukan
penelitian (BPOM, 2015).
Salah satu target dalam Millenium Development Goals yaitu
meningkatkan kesehatan dan mewujudkan akses kecepatan reproduksi bagi
semua wanita, dengan mengurangi resiko kematian (Sarwono, 2005).
Penggunaan obat pada pasien obstetri dan ginekologi tidak dapat
sembarangan, terutama untuk ibu hamil. Penggunaan obat pada kehamilan
memerlukan perhatian khusus, karena sebagian besar obat dapat melintasi
plasenta, sehingga terdapat kemunkinan obat bisa bersifat teratogenik
sehingga dapat menyebabkan kecacatan pada janin (Yulianti, et al, 2009)
Dalam penelitian Happy Murdiana, di instalasi rawat inap Rumah
Sakit Kahyangan Yogyakarta pada tahun 2015 dimana tujuan penelitiannya
untuk mengetahui macam dan persentase obat off-label yang digunakan di
rumah sakit tersebut. Hasil penelitian tersebut didapatkan Lidocain untuk
anastesi pada terapi jahit perineum, misoprostol untuk induksi persalinan dan
masalah aborsi, ondancetron untuk profilaksis mual muntah akibat anastesi

1
bedah sesar, bupivacaine FDA tidak menyetujui penggunaan spinal anastesi,
ketorolax analgetik pembedah sesar. Jadi ada 5 macam obat off-label yang
sering digunakan pada permasalahan kandungan di penelitian ini. Obat- obat
tersebut tidak hanya digunakan di Indonesia contohnya misoprostol. Dalam
penelitian Off-label use of misoprostol for labor induction: a nation- wide
survey in Switzerland oleh Elke Krause et al, sebanyak 512 dari 656 dokter
kandungan / kandungan (78%) menggunakan misoprostol untuk induksi
persalinan. Rute pemberian misoprostol yang paling sering adalah
intravaginal (86%), dalam dosis tunggal 50 mg (94%), pada rentang interval
dosis 4-6 jam (85%). Dalam penelitian Elke Krause et al, disimpulkan
Misoprostol adalah obat tunggal yang paling sering digunakan untuk induksi
persalinan di Swiss, meskipun tidak berlisensi dan meskipun ada obat
alternatif berlisensi yang efektif tersedia.
Tidak hanya di Indonesia, penggunaan obat secara off-label banyak
terjadi di seluruh dunia. Penelitian di Amerika menyebutkan bahwa 21%
peresepan dari 725 juta peresepan adalah off-label, dimana 73% diantaranya
tidak ada data ilmiah atau kalaupun ada sangat sedikit. Hanya 27%
diantaranya yang memiliki data ilmiah kuat (Radley et al, 2006). Di Indonesia
penelitian tentang penggunaan obat off-label masih sangat minim. Hal ini
menyebabkan tidak adanya jaminan patient safety kepada pasien. Selain itu
dokter penulis resep dan apoteker yang menyerahkan resep tidak memiliki
perlindungan hukum karena belum ada klaim (registrasi) terhadap indikasi
yang digunakan dari pihak yang berwenang (BPOM dan Dinas Kesehatan
2008).
Menurut Alliance for the improvement of maternity services (2001)
belum adanya studi yang memadai dan terkendali untuk menentukan efek
jangka panjang terkait penggunaan obat dalam kehamilan memicu
penggunaan obat diluar ketentuan yang telah diregulasi atau off-label.
kategori penggunaan obat off-label yang paling sering terjadi dalam
kehamilan adalah off-label indikasi, dan off-label kontra indikasi terkait
penggunaanya dalam induksi persalinan, pencegahan persalinan kurang bulan

2
dan penurunan pengembangan preeklamsia (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2008).
Kemungkinan terjadinya pravalensi tinggi terkait penggunaan obat-
obat off-label pada pasien obstetri dan ginekologi sehingga perlu dilakukan
penelitian mengenai pola penggunaan obat off-label pada pasien obstetri dan
ginekologi. Selain itu juga karena belum ada penelitian terkait yang berbentuk
studi literatur/ review mengenai pola penggunaan obat off-label pada pasien
obstetri dan ginekologi.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana mengetahui dan mengidentifikasi pola penggunaan obat off-


label pada pasien.
2. Bagaimana mengetahui gambaran pasien yang mendapatkan obat.

3. Bagaimana mengetahui golongan obat dengan proporsi tertinggi dan obat


yang sering digunakan dalam penggunaan off-label pada pasien.

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui dan mengidentifikasi pola penggunaan obat off-label pada


pasien.
2. Mengetahui gambaran pasien yang mendapatkan obat.

3. Mengetahui golongan obat dengan proporsi tertinggi dan obat yang sering
digunakan dalam penggunaan off-label pada pasien.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian obat off-label


Obat off-label adalah obat diluar indikasi yang tertera dalam labeldan
belum atau diluar persetujuan oleh badan atau lembaga yang berwenang atau
jikadi Indonesiaadalah Badan POM, sedangkan di US adalah FDA (Food
Drug Administration). Obat yang telah disetujui atau approvedoleh FDA atau
BPOM akan mendapat label approved yang berisi informasi tentang cara dan
dosis penggunaanya berdasarkan hasil uji klinis. Peresepan atau penggunaan
obat off labelini sangat umum sekali saat ini. Sebagian orang mungkin akan
khawatir dengan maraknya dokter yang meresepkan obat off-label jika
mengetahui bahwa obat off-label diluar persetujuan oleh badan yang
berwenang (Dresser dan Frader, 2009).
Tujuan pemberian izin edar adalah untuk menjamin bahwa obat telah
diuji keamanan, efikasidan kualitasnya. Obat yang beredar ditujukan untuk
orang dewasa memiliki izin yang menjelaskan indikasi khusus, dosis dan rute
pemberian obat, atau disebut on-label. Namun demikian, beberapa obat yang
digunakan untuk pasien dewasa tidak memiliki izin penggunaan pada pasien
dewasa atau penggunaan diluar ketentuan izin yang diberikan untuk obat, atau
disebut off-label (Victor, 2007).
Ketentuan yang berlaku bahwa semua obat yang. beredar harus
memiliki izin untuk diedarkan atau izin penjualan,yang dikeluarkan oleh
Badan POM. Seperti telah dijelaskan diatas sistem perizinan dirancang untuk
menjamin bahwa obat telah diuji efikasi, keamanan dan kualitasnya.
Perusahaan farmasi mengajukan permintaan izin edar obat dan dalam
pengajuan dijelaskan indikasi, dosis, cara pemberian dan kelompok usia
pasien yang akan menggunakan obat tersebut. Didalam permintaan izin,
informasi mengenai penggunaan pada pasien dewasa mungkin terbatas atau
belum ada. Sebetulnya obat yang tidak diberi izin untuk penggunaan yang
tidak dicantumkan pada labelnya tidak berarti obat tidak aman (belum
dibuktikan keamanannya), kadang-kadang penggunaan off-label hanya

4
dianggap sebagai ketidakpatuhan produsen obat terhadap izin yang diberikan
(Victor, 2007).
Penggunaan obat off-label adalah penggunaan umum yang biasa
digunakan untuk praktek klinik dan tersebar luas di seluruh dunia. Namun,
penggunaan obat-obatan di luar indikasi dapat menyebabkan beberapa
masalah. Bukti tentang penggunaan obat-obatan ini yang tidak sesuai indikasi
sangat tidak disetujui, dan dokter memiliki sedikit informasi tentang
bagaimana menggunakannya. Selain itu, penggunaan obat off-label dapat
menyebabkan efek samping dan risiko yang mungkin lebih besar daripada
manfaat potensial. Masalah etika dan hukum yang berkaitan dengan promosi
komersial penggunaan obat off-labelini juga telah meningkat (Danés, et al.,
2014).

B. Klasifikasi Obat off-label


Penggunaan obat off-label diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Off-label usia
Obat dikategorikan sebagai obat off-label usia jika digunakan diluar
rentang usia yang telah disetujui. Parasetamol yang diberikan kepada
bayi prematur adalah salah satu contoh penggunaan obat off-labelusia /
berat (Kimland dan Odlind, 2012; Pratiwi, et al., 2013).
2) Off-label dosis
Informasi dosis merupakan hal penting dalam pengobatan karena profil
farmakokinetik dan farmakodinamik setiap rentang usia individu
berbeda-beda. Obat yang diberikan dengan dosis lain dari yang tercantum
pada izin edar atau izin penjualan dikategorikan sebagai obat off-
labeldosis (Pratiwi, et al., 2013).
3) Off-label indikasi
Obat dikategorikan sebagai off-label indikasi jika digunakan diluar
indikasi yang tertera pada leaflet (Kimland dan Odlind, 2012).
4) Off-label kontraindikasi
Obat dikatakan termasuk kategori off-labelkontraindikasi jika
menimbulkan kontraindikasi saat diberikan kepada pasien yang usianya
tidak sesuai dengan peruntukan obatnya (Pratiwi, et al., 2013).

5
C. Contoh Penggunaan Obat Off-label
Berikut beberapa contoh obat off-label (AHFS, 2005):
1) Actiq (oral transmucosal fentanyl citrate), digunakan secara off-label
untuk mengatasi nyeri kronis yang bukan disebabkan oleh kanker,
meskipun indikasi yang disetjui oleh FDA adalah untuk nyeri kanker.
2) Carbamazepine, suatu obat anti epilepsi, banyak dipakai sebagai mood
stabilizer.
3) Gabapentin, disetujui sebagai anti kejang dan neuralgia (nyeri saraf) post
herpes, banyak dipakai secara off-label untuk gangguan bipolar,
tremor/gemetar, pencegah migrain, nyeri neuropatik, dll.
4) Sertraline, yang disetujui sebagai anti-depressant, ternyata banyak juga
diresepkan off-label sebagai pengatasan ejakulasi dini pada pria. Banyak
obat off-label yang akhirnya sudah menjadi on-label, seperti aspirin
sebagai antiplatelet, sildenafil untuk disfungsi ereksi, magnesium sulfat
untuk tokolitik pada preeklamsia, amitriptilin untuk neuropati pada kanker,
dll.

D. Alasan Penggunaan Obat Off-label


Alasan penggunaan obat off-label adalah kurangnya respon klinis
pada pengobatan sebelumnya, intoleransi atau kontraindikasi dengan
alternatif atau alasan lain seperti tersedianya obat yang disetujui sesuai
indikasi atau pasien dengan pengobatan alternatif karena alasan klinis atau
logistik (Danés, et al., 2014).
Pengobatan off-label tidak selalu buruk dan merugikan, pengobatan
ini sangat bermanfaat terutama ketika pasien telah kehabisan opsi dalam
terapinya, misal dalam kasus kanker. American Societyc Cancer menyatakan
bahwa pengobatan kanker sering melibatkan penggunaan obat kemoterapi
off-label, hal ini disebabkan karena satu jenis obat kanker hanya disetujui
untuk satu jenis kanker saja. Penggunaan obat kanker off-label secara
kombinasi sering digunakan untuk terapi standar kanker (Dresser dan Frader,
2009).
Beta blocker adalah salah satu contoh obat off-label yang
menguntungkan. FDA menyetujui obat ini digunakan sebagai terapi

6
hipertensi, namun secara luas obat ini diakui oleh ahli kardiologi/jantung
sebagai standar perawatan/terapi pada pasien gagal jantung (heart failure).
Pada kenyataanya saat ini, beberapa beta blocker secara resmi telah disetujui
oleh FDA sebagai standar perawatan/terapi pasien gagal jantung(Dresser dan
Frader, 2009)

E. Ketentuan Secara Hukum


Dalam sejarah, terdapat banyak obat on-label yang dulunya ditemukan
dan telah disetujui oleh FDA untuk suatu indikasi, namun pada perjalanan
penggunaannya obat-obat on-label inidigunakan untuk indikasi baru (off-
labelindikasi) dan akhirnya setelah ada laporan hasil uji klinik yang
memenuhi syarat oleh FDA, obat-obat ini dapat digunakan untuk indikasi
yang baru dan menjadi obat-obat on-label. Sebagai contoh aspirin yang
awalnya digunakan untuk antipiretika anak-anak dengan dosis kecil,saat
inibanyak digunakan untuk antiplatelet untuk orang dewasa. Sildenafil yang
awalnya digunakan untuk mengobati angina pektoris saat ini dapat juga
digunakan untuk mengobati disfungsi ereksi sehingga menjadi obat on-label,
namun sildenafil juga off-label untuk terapi pulmonary hypertension, dan
masih banyak lagi contoh obat off-label lainnya (Klein dan Tabarrok,2004).

Obat-obat off-label ini beberapa sudah banyak diresepkan dan


digunakan oleh dokter/klinisi dan sudah mulai menunjukkan hasilnya. Namun
pabrik obat yang memproduksinya, terutama pabrik inovator belum
mengajukan tambahan informasi indikasi baru dari produk obatnya. Jika
sudah mengajukan ke badan regulasi yang berwenang, tentunya badan
tersebut akan mengevaluasi hasil uji klinik yang diajukan bersamapara pakar
sesuai bidang keahliannya. Bila disetujui, maka informasi indikasi baru bisa
ditambahkan dalam brosur atau leaflet produk paten tersebut (Danés,et al.,
2014). Di Indonesia semua obat yang beredar harus memiliki ijin untuk
diedarkan atau ijin penjualan yang dikeluarkan oleh Badan POM. Sistem
perijinan ini dirancang untuk menjamin bahwa obat telah diuji terhadap
efikasi, keamanan dan kualitasnya. Pada prosesnya perusahaan farmasi
mengajukan permintaan ijin edar obat yang akan dipasarkannya dan dalam

7
pengajuannya itu dijelaskan usia pasien, indikasi, dosis dan rute pemberian
dalam menggunakan obat tersebut. Informasi obat yang dimiliki perusahaan
farmasi tersebut diberikan kepada masyarakat melalui brosur obat yang
didalamnya berisi tentang informasi mengenai penggunaan obat(BPOM,
2009).Peresepan obat off-label, tidak bisa dikategorikan sebagai peresepan
yang melanggar hukum, tetapi bisa dikategorikan sebagai peresepan yang
berisiko. Salah satu risiko adalah sangat sedikit data tentang efek samping,
sementara efek samping sering terjadi pada penggunaan obat off-
label(Anthony J, 2002).

Alasan penggunaan off-label dikarenakan tidak cukupnya data


farmakokinetik, farmakodinamik dan efek samping obat, terutama pada anak-
anak dan ibu hamil. Sediaan obat dan informasi hasil penelitian klinik pada
populasi anak-anak masih kurang, sehingga menyebabkan terjadinya
penggunaan obat off-label pada pasien anak-anak. Informasi yang tidak
spesifik tentang dampak obat pada anak-anak menjadi dasar pemberian obat
pada anak dengan menggunakan data penelitian obat pada orang dewasa yang
sudah ada, dikarenakan anak-anak memiliki daya metabolisme yang berbeda,
maka respon terhadap obat juga berbeda. Alasan mengapa tidak dilakukannya
penelitian klinik obat pada anak-anak diantaranya berkaitan dengan pasar atau
market obat untuk anak-anak adalah pasar yang kecil sehingga investasi atau
pembiayaan pada uji klinik ini tidak menguntungkan. Selain itu, penelitian
klinik pada anak-anak cukup sulit dan tidak sesuai dengan etika dan moral
penelitian (Suharjono,2009).
Di Indonesia kasus off-label masih banyak terjadi dan belum ada
banyak penelitian yang memberikan data tentang masalah ini. Hal ini juga
belum mendapat perhatian lebih dari pemerintah, terbukti dengan masih
belum adanya peraturan ataupun undang-undang yang menetapkan tentang
diperbolehkannya penggunaan off-label asalkan disertai dengan alasan yang
valid. Peraturan-peraturan tentang off-label seperti itu pada umumnya sudah
ada pada negara-negara lain seperti Inggris, Skandinavia, Belanda dan negara
lainnya (Suharjono, 2009). Pemerintah pernah mengeluarkan peraturan
melalui KEPMENKES No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 yang menyatakan

8
bahwa apotek melakukan pelayanan kefarmasian yang meliputi: pembuatan,
pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan
penyerahan obat atau bahan obat. Peraturan tersebut dapat berpotensi terjadi
pada praktek-praktek kefarmasian yang off-label di apotek seperti
meracik/menggerus tablet untuk dijadikan puyer atau dimasukkan ke dalam
sirup untuk sediaan anak bahkan menggeruskan tablet atau kaplet untuk
dijadikan sediaan salep dan krim (Depkes, 2004).

9
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Pasien mendapatkan Combivent neb / 4 jam karena sesak nafas (off-label
dosis)
2. Pasien dengan keluhan nyeri lambung perut sebah mual muntah
mendapatkan Gastrul (isinya Misoprostolol) tab 3x1 tab po. (on label)
3. Pasien berencana melahirkan namun mengalami kesulitan saat partus /
melahirkan kemudian diberikan Gastrul (isinya Misoprostolol) 1 tab di
masukkan vagina mual muntah disangkal nafas (off-label indikasi)
4. Pasien dengan Sindroma Reyes (pembengkakan pada organ tubuh)
mendapatkan tablet Aspirin 500 mg 3x1 po mual muntah disangkal nafas
(off-label dosis)
5. Pasien dengan keluhan kecemasan tidak bisa tidur gelisah mendapatkan
terapi propranolol 3x10 mg tab po TD 120/80 (on label)
6. Pasien mengeluh nyeri kesemutan / geringgingan mendapatkan
amitriptyline 12,5 mg malam po tidak ada gangguan kecemasan atau
gelisah (on label)
7. Pasien dengan kanker kolorektal mendapatkan terapi Celebrex 100 mg 1x1
tab po tidak ada keluhan nyeri (off-label indikasi)
8. Pasien mendapatkan N Acetyl Sistein 200 mg / 8 jam tab po sebelum
tindakan kontras tidak ada batuk berdahak (off-label indikasi)
9. Pasien anak berat badan kurang mendapatkan Siproheptadin 3x1 tab po
(off-label indikasi)
10. Pasien dengan gula darah normal mendapatkan metformin 3x100 mg.
pasien mengeluh lama tidak mendapatkan keturunan (PCOS) (off-label
indikasi)
11. Pasien wanita dengan keluhan Pulmonari Hypertension (Hipertensi
Pulmonal) mendapatkan Sildenafil (Viagra) 2x25 mg po (off-label
indikasi)
12. Pasien laki laki dengan keluhan ejakulasi dini mendapatkan Sildenafil
(Viagra) 2x50 mg po (on label)

10
13. Pasien dengan Hipertensi Portal mendapatkan mendapatkan Propanolol
3x10 mg po (on label)
14. Pasien merasakan nyeri pada luka operasi dengan scala nyeri 6
mendapatkan terapi tramadol 3x1 tab po (on label)
15. Pasien laktasi manyusui mendapatkan terapi Domperidon 3x1 tab po (off-
label indikasi)
16. Pasien laktasi manyusui mendapatkan terapi Metoclopramide 3x10 mg tab
po (off-label indikasi)
17. Pasien dengan keluhan muntah karena gagal ginjal kronik mendapatkan
terapi Metoclopramide 3x10 mg tab po
18. Pasien mual muntah karena minum obat TBC mendapatkan obat
Domperidon 3x1 tab po (on label)
19. Pasien wanita gemuk dengn gula darah (GDA 450) mendapatkan terapi
metformin 3x1000 mg po
20. Pasien dengan Covid – 19 mendapatkan terapi Mebendazol 3x1 tab po
(off-label kontraindikasi)
21. Pasien dengan PJK (Peyakit Jantung Koroner) mendapatkan terapi Aspirin
10 mg / 24 jam po (on label)
22. Pasien dengan Covid-19 mendapatkan terapi NAC (N Acetyl Sistein)
2x600 mg po sebagai Antioksidan / Immunomodulator (off-label indikasi)
23. Pasien gelisah karena GGK (Gagal Ginjal Kronik) mendapatkan terapi
Amitriptyline 12,5 mg / 24 jam po (on label)
24. Pasien dengan kanker paru nyeri dada scala 6 mendapatkan terapi
tramadol 3x1 tab (on label)
25. Pasien menggunakan Botulinum Toksin tipe A untuk kosmetika mata (off-
label indikasi)
B. Pembahasan
1. Pasien mendapatkan Combivent neb / 4 jam karena sesak nafas
merupakan off-label dosis karena dosis yang diberikan berlebihan
yaitu sehari 6 nebul, dosis yang dianjurkan adalah 1 nebul 3 kali
maksimal 4 kali sehari.

11
2. Pasien dengan keluhan nyeri lambung perut sebah mual muntah
mendapatkan Gastrul (isinya Misoprostolol) tab 3x1 tab po merupakan
on label karena dosis yang diberikan sudah tepat yaitu sehari 3 kali
1tablet secara peroral.
3. Pasien berencana melahirkan namun mengalami kesulitan saat partus /
melahirkan kemudian diberikan Gastrul (isinya Misoprostolol) 1 tab di
masukkan vagina mual muntah disangkal nafas merupakan off-label
indikasi karena indikasi dari misoprostol adalah menobati atau
mencegah tukak lambung, obat ini memiliki efek samping kram
perut dan keluarnya darah sehingga digunakan untuk membantu
persalinan.
4. Pasien dengan Sindroma Reyes (pembengkakan pada organ tubuh)
mendapatkan tablet Aspirin 500 mg 3x1 po mual muntah disangkal nafas
merupakan off-label dosis karena dosis yang diberikan tidak tepat /
berlebihan, dosis yang dianjurkan adalah sehari 80 – 160 mg.
Penggunaan berlebih dapat memperparah syndrome reye.
5. Pasien dengan keluhan kecemasan tidak bisa tidur gelisah mendapatkan
terapi propranolol 3x10 mg tab po TD 120/80 merupakan on label
karena obat golongan beta bloker ini memiliki indikasi untuk terapi
hipertensi.
6. Pasien mengeluh nyeri kesemutan / geringgingan mendapatkan
amitriptyline 12,5 mg malam po tidak ada gangguan kecemasan atau
gelisah merupakan on label karena obat ini merupakan kategori
antidepresan trisiklik dengan indikasi ntuk mengatasi depresi
( membantu memperbaiki suasana hati dan meringankan gangguan
kecemasan)
7. Pasien dengan kanker kolorektal mendapatkan terapi Celebrex 100 mg
1x1 tab po tidak ada keluhan nyeri merupakan off-label indikasi
karena indikasi celebrex adalah untuk mengatasi nyeri sedangkan
pasien tidak ada keluhan nyeri.
8. Pasien mendapatkan N Acetyl Sistein 200 mg / 8 jam tab po sebelum
tindakan kontras tidak ada batuk berdahak merupakan off-label indikasi

12
karena N-Acetylstein memiliki indikasi sebagai mukolitik atau
pengencer dahak.
9. Pasien anak berat badan kurang mendapatkan Siproheptadin 3x1 tab po
merupakan off-label indikasi karena siproheptadin adalah suatu
antihistamin akan tetapi memiliki efek samping untuk
meningkatkan/ stimulan nafsu makan terutama pada anak-anak.
10. Pasien dengan gula darah normal mendapatkan metformin 3x100 mg.
pasien mengeluh lama tidak mendapatkan keturunan (PCOS)
merupakan off-label indikasi karena metformin adalah golongan
antidiabetes yang diindikasikan mengatasi diabetes akan tetapi
metformin dapat diberikan untuk membantu induksi ovulasi dan
meningkatkan kemungkinan kehamilan, kecuali pada pasien dengan
gangguan toleransi glukosa.
11. Pasien wanita dengan keluhan Pulmonari Hypertension (Hipertensi
Pulmonal) mendapatkan Sildenafil (Viagra) 2x25 mg po merupakan
off-label indikasi karena diindikasikan untuk disfungsi ereksi tetapi
juga bisa untuk mengatasi hipertensi pulmonal dengan penggunaan
dosis yang lebih rendah.
12. Pasien laki laki dengan keluhan ejakulasi dini mendapatkan Sildenafil
(Viagra) 2x50 mg po merupakan on label karena diindikasikan untuk
disfungsi ereksi (ketidak mampuan mencapai atau mempertahankan
ereksi penis).
13. Pasien dengan Hipertensi Portal mendapatkan mendapatkan Propanolol
3x10 mg po merupakan on label karena obat golongan beta bloker
ini diindikasikan untuk hipertensi yang bekerja dengan
menghambat reseptor beta di jantung dan pembuluh darah. Dengan
begitu, denyut jantung dapat lebih teratur, pembuluh darah yang
sebelumnya menyempit dapat melebar, dan aliran darah dapat lebih
lancar.
14. Pasien merasakan nyeri pada luka operasi dengan scala nyeri 6
mendapatkan terapi tramadol 3x1 tab po merupakan on label karena
obat golongan opioid ini diindikasikan sebagai pereda nyeri.

13
15. Pasien laktasi manyusui mendapatkan terapi Domperidon 3x1 tab po
merupakan off-label indikasi karena obat golongan antiemetik ini
memiliki indikasi utama untuk meredakan mual dan muntah, salah
satu efek samping domperidone adalah keluar ASI dari payudara.
16. Pasien laktasi manyusui mendapatkan terapi Metoclopramide 3x10 mg
tab po merupakan off-label indikasi karena karena obat golongan
antiemetik ini memiliki indikasi utama untuk meredakan mual dan
muntah, salah satu efek samping domperidone adalah keluar ASI
dari payudara.
17. Pasien dengan keluhan muntah karena gagal ginjal kronik mendapatkan
terapi Metoclopramide 3x10 mg tab po merupakan on label karena
karena obat golongan antiemetik ini memiliki indikasi utama untuk
meredakan mual dan muntah.
18. Pasien mual muntah karena minum obat TBC mendapatkan obat
Domperidon 3x1 tab po merupakan on label karena karena obat
golongan antiemetik ini memiliki indikasi utama untuk meredakan
mual dan muntah.
19. Pasien wanita gemuk dengan gula darah (GDA 450) mendapatkan terapi
metformin 3x1000 mg po merupakan on label karena metformin
adalah golongan antidiabetes yang diindikasikan mengatasi diabetes.
20. Pasien dengan Covid – 19 mendapatkan terapi Mebendazol 3x1 tab po
merupakan off-label indikasi karena obat kategori anthemiintic ini
berindikasi untuk mengobati infeksi cacing.
21. Pasien dengan PJK (Peyakit Jantung Koroner) mendapatkan terapi
Aspirin 10 mg / 24 jam po merupakan on label karena Acetosal
atau aspirin adalah obat pengencer darah atau obat yang digunakan
untuk mencegah penggumpalan darah, aspirin digunakan pada
penderita penyakit jantung koroner, serangan jantung, penyakit
arteri perifer, atau stroke.
22. Pasien dengan Covid-19 mendapatkan terapi NAC (N Acetyl Sistein)
2x600 mg po sebagai Antioksidan / Immunomodulator merupakan off-
label indikasi karena N-Acetylstein memiliki indikasi sebagai

14
mukolitik atau pengencer dahak sedangkan pasien tidak ada
keluhan batuk berdahak. NAC memiliki efek sinergis apabila
digabung dengan chloroquin sebagai antioksidan dan
imunomodulator.
23. Pasien gelisah karena GGK (Gagal Ginjal Kronik) mendapatkan terapi
Amitriptyline 12,5 mg / 24 jam po merupakan on label karena
Amitriptyline adalah obat  yang digunakan untuk mengatasi
depresi. Obat ini juga dapat membantu memperbaiki suasana hati
dan meringankan gangguan kecemasan.
24. Pasien dengan kanker paru nyeri dada scala 6 mendapatkan terapi
tramadol 3x1 tab merupakan on label karena obat golongan opioid ini
diindikasikan sebagai pereda nyeri.
25. Pasien menggunakan Botulinum Toksin tipe A untuk kosmetika mata
merupakan off-label indikasi karena memiliki indikasi untuk
perbaikan sementara pada tampilan garis kerutan pada wajah
berupa garis vertikal antara alis (glabellar lines) sedang sampai
parah pada orang dewasa berusia 20 sampai 65
tahun; pengobatan strabismus dan blepharospasm akibat distonia,
termasuk benign essential blepharospasm atau gangguan saraf VII
pada pasien usia lebih dari atau sama dengan 12 tahun. Dan tidak
dianjurkan untuk kebutuhan kecantikan.

Obat “off-label”, di mana obat digunakan dengan tujuan/indikasi di


luar indikasi yang resmi dan disetujui oleh badan otoritas di bidang
pengawasan obat, seperti FDA di Amerika atau Badan POM di Indonesia.
Perilaku tindakan pengobatan sendiri pada masyarakat Indonesia yang
dianjurkan oleh pemerintah harus di dasarkan pada ketepatan golongan obat,
ketepatan obat, ketepatan dosis dan lama penggunaan obat yang terbatas
(Ditjen POM, 1997).
Namun menurut WHO disebutkan bahwa penggunaan obat secara
rasional oleh masyarakat didasarkan pada aspek klinik, kebutuhan individu
dan kecukupan period of time serta harga yang terjangkau. Definisi tersebut

15
fokus pada 4 aspek penting dalam pengobatan rasional yaitu ketepatan obat,
ketepatan dosis, ketepatan lama pengobatan dan ketepatan biaya (WHO,
2006).

16
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Obat off-label adalah obat diluar indikasi yang tertera dalam labeldan
belum atau diluar persetujuan oleh badan atau lembaga yang berwenang
atau jikadi Indonesiaadalah Badan POM, sedangkan di US adalah FDA
(Food Drug Administration)
2. Penggunaan obat off-label diklasifikasikan menjadi 4 yaitu Off-label usia,
Off-label dosis, Off-label indikasi, Off-label kontraindikasi.
3. Menurut WHO disebutkan bahwa penggunaan obat secara rasional oleh
masyarakat didasarkan pada aspek klinik, kebutuhan individu dan
kecukupan period of time serta harga yang terjangkau. Definisi tersebut
fokus pada 4 aspek penting dalam pengobatan rasional yaitu ketepatan
obat, ketepatan dosis, ketepatan lama pengobatan dan ketepatan biaya
(WHO, 2006).

17
DAFTAR PUSTAKA

Ai Yeyeh Rukiyah & Lia Yulianti, dkk. 2009. Asuhan Kebidanan Kehamilan.
Jakarta : Trans Info Media
Arikunto, Suhardjono, Supardi. (2009). Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta,
Penerbi T. Bumi Aksara
BPOM. 2015. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Pedoman Cara Ritel Pangan
Yang Baik Di Pasar Tradisional. Jakarta: BPOM
Departemen Kesehatan RI. 2008. Profil kesehatan Indonesia 2007. Jakarta :
Depkes RI Jakarta
Dresser, R & Frader, J. (2009). Off-Label Prescribing: A Call for Heightened
Professional and Government Oversight. US National Library of
Medicine National Institutes, 37(3): 476-396.
Klein, D. B., & Tabarrok, A. (2004). Who certifies off-label? Regulation,
27(2),60-63.Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/210517170? accountid=38628
Prawirohardjo, Sarwono.2005. Ilmu Kebidanan. Cetakan Keempat. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Victor, A. (2007). Penggunaan Obat Off-label Pada Pasien Anak. Bul. Penel.
Kesehatan, Vol. 35, No. 2, 2007:90 - 97

18

Anda mungkin juga menyukai