Disusun oleh :
KATA PENGANTAR
i
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat KaruniaNya penyusun
mampu menyelesaikan makalah Farmasi klinik penggunaan obat pada anak-anak
(Pediatrik).
Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah Farmasi Klinik.melalui makalah
penggunaan obat pada anak-anak (pediatrik) dapat menunjang nilai mata kuliah famasi
klinik, selain itu juga dapat memberikan informasi pengetahuan baru tentang farmasi klinik
penggunaan obat pada anak-anak (pediatric) bagi pembacanya.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan didalam
penulisan makalah ini, Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik untuk
kesempurnaan makalah ini dimasa yang akan datang dan semoga makalah ini bermanfaat.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masa anak merupakan metode pertumbuhan dan perkembangan yang sangat
pesat Anak bukanlah miniature dewasa sehingga pengunaan obat pada anak
merupakan hal khusus yang terkait dengan perbedaan laju perkembangan
organ,system enzim yang bertanggungjawab terhadap metabolisme dan ekskresi
obat. Hal ini ditunjang dengan belum banyaknya penelitian tentang penggunaan obat
pada anak. Data farmakokinetik, farmakodinamik, efikasi dan keamanan obat pada
anak masih sangat jarang. Kurangnya informasi dan pengetahuan tentang hal ini
menimbulkan kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki misalnya Streoid jangka
panjang dapat mengganggu atau menghambat pertumbuhan anak ,Teofilin yang
digunakan bila melebihi dosis terapinya akan berefek toksik,Amfetamin memiliki
efek samping pada anak yaitu halusinasi bahkan bisa sampai kejang, pemberian
obat Chloramphenicol dosis berlebih mengakibatkan Grey Baby Syndrome.maka
penting untuk mengetahui prinsip prinsip peresepan pada anak dengan tepat dan
benar sehingga terapi pengobatan dapat tercapai bagi kesembuhan anak.
B. TUJUAN
Mengetahui penggunaan obat pada pediatric dan pelayanan kefarmasiannya
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PEDIATRIK
Menurut American Academy of Pediatrics (AAP), pediatrik adalah
spesialisasi ilmu kedokteran yang berkaitan dengan fisik, mental dan sosial
kesehatan anak sejak lahir sampai dewasa muda. Pediatrik juga merupakan
disiplin ilmu yang berhubungan dengan pengaruh biologis, sosial, lingkungan
dan dampak penyakit pada perkembangan anak. Anak-anak berbeda dari orang
dewasa secara anatomis, fisiologis, imunologis, psikologis, perkembangan dan
metabolisme (AAP, 2012).
2
c. Penghitungan dosis.
d. Segi praktis pemakaian obat, mencakup cara pemberian, kebiasaan, dan
ketaatan pasien untuk minum obat.
2. Perbedaan Farmakokinetik Dan Farmakodinamik Obat Anak Dibandingkan
Dengan Orang Dewasa
a. Fase Absorbsi
Penyerapan obat dipengaruhi oelh faktor-faktor fisiologi seperti pH lambung,
motilitas usus, kecepatan pengosongan lambung dan aliran darah. Hal ini
dapat berpengaruh terhadap beberapa hal seperti :
1) Bayi baru lahir pH lambung meningkat, waktu pengosongan lambung
lambat, waktu makanan tinggal lebih lama .
Beberapa saat setelah lahir akan terjadi perubahan-perubahan biokimiawi
dan fisiologis pada traktus gastrointestinal. Pada 24 jam pertama
kelahiran atau awal kehidupan, terjadi peningkatan keasaman lambung.
Oleh sebab itu obat-obat yang terutama dirusak oleh asam lambung (pH
rendah) sejauh mungkin dihindari. Misalnya absorpsi ampisilin &
penisilin G meningkat.
2) Salisilat absorpsi meningkat sedang fenobarbital absorpsinya menigkat di
usus halus atau usus besar.
3) Pemberian perkutan meningkatkan absorpsi obat setelah pemberian
secara injeksi intramuskular atau subkutan tergantung pada kecepatan
aliran darah ke otot atau area subkutan tempat injeksi. Keadaan fisiologis
yang bisa menurunkan aliran darah antara lain syok kardiovaskuler,
vasokonstriksi oleh karena pemberian obat simpatomimetik. Absorpsi
obat yang diberikan perkutan meningkat pada neonatus, bayi dan anak,
terutama jika terdapat ekskoriasi kulit atau luka bakar. Dengan
meningkatnya absorpsi dapat meningkatkan kadar obat dalam darah,
hingga kemungkinan dapat mencapai dosis toksik obat. Keadaan ini
sering dijumpai pada penggunaan kortikosteroid secara berlebihan, asam
borat (menimbulkan efek samping diare, muntah, kejang hingga
kematian), serta aminoglikosida dengan ototoksisitas berupa
terganggunya pendengaran.
4) Pemberian injeksi pada malnutrisi menyebabkan konsentrasi obat lebih
tinggi dalam sirkulasi, karena malnutrisi, anak menjadi sangat kurus dan
3
volume otot menjadi kecil, pemberian injeksi harus sangat hati-hati. Pada
keadaan ini absorpsi obat menjadi sangat tidak teratur dan sulit diduga
oleh karena obat mungkin masih tetap berada di otot dan diabsorpsi
secara lambat. Pada keadaan ini otot berlaku sebagai reservoir. Tetapi
bila perfusi tiba-tiba membaik, maka jumlah obat yang masuk sirkulasi
meningkat secara mendadak dan menyebabkan tingginya konsentrasi
obat dalam darah yang dapat mencapai kadar toksik. Obat-obat yang
perlu diwaspadai penggunaannya antara lain glikosida jantung,
aminoglikosida, dan antikonvulsan.
5) Peristaltik usus bayi baru lahir belum teratur, umumnya lambat sehingga
jumlah obat-obat yang diabsorpsi di intestinum sulit diperkirakan. Jika
peristaltik lemah maka jumlah obat yang diabsorpsi menjadi lebih besar,
hal ini kemungkinan dapat menimbulkan berupa efek toksik obat.
Sebaliknya jika terjadi peningkatan peristaltik, misalnya pada keadaan
diare, absorpsi obat cenderung menurun oleh karena lama kontak obat
pada tempat-tempat yang mempunyai permukaan absorpsi luas menjadi
sangat singkat.
b. Fase Distribusi
Distribusi obat dipengaruhi oleh total cairan dalam tubuh, dapat dilihat pada
tabel ini
Perkiraan total body water berdasarkan usia
Preterm neonatus 85 50
Neonatus 75 45
3 bulan 75 30
1 tahun 60 25
Dewasa 60 20
4
1) Obat lipofilik Vd meningkat misalnya sulfonamidmeningkat dua kali
lipat.
2) Sawar darah otak bayi beru lahir lebih permiabel mudah ditembus obat
dan mikroorganisme. Namun, keadaan ini dapat menguntungkan,
misalnya pada pengobatan meningitis dengan menggunakan antibiotika.
3) Ikatan obat-protein plasma rendah pada neonates dan baru mencapai nilai
normal pada umur 1 tahun. Hal ini disebabkan karena rendahnya
konsentrasi albumin dalam plasma dan rendahnya kapasitas albumin
untuk mengikat molekul obat. Keadaan ini menjadi penting pada bayi
malnutrisi dan hipoalbuminemia. Sehingga kadar obat bebas lebih tinggi.
4) Terjadinya interaksi dengan bilirubin pada ikatannya dengan protein
plasma sangat penting diperhatikan. Bilirubin bebas dapat menembus
barier darah otak pada neonatus dan menyebabkan kern-ikterus . Obat-
obat sulfonamida, novobiosin, diazoksida dan analog vitamin K dapat
melepaskan ikatan bilirubin dari albumin plasma. Bila mekanisme
konjugasi hepatal belum sempurna, bilirubin bebas dalam darah akan
meningkat dan dapat menyebabkan kern-ikterus
c. Fase Metabolisme
Hepar merupakan organ terpenting untuk metabolisme obat. Perbandingan
relatif volume hepar terhadap berat badan menurun dengan bertambahnya
usia. Dengan perbandingan relatif ini, volume hepar pada bayi baru lahir ±2
kali dibandingkan anak usia 10 tahun. Hal ini menjelaskan, mengapa
kecepatan metabolisme obat paling besar pada masa bayi hingga awal masa
kanak-kanak, dan kemudian menurun mulai anak sampai dewasa.
Metabolisme terbagi menjadi 2 fase :
1) Fase I (oksidasi) CYP450
Ekspresi enzim CYP450 berubah-ubah kadarnya selama beberapa jam,
minggu dan bulan setelah kelahiran.
Contoh :
Usia <24 jam ekspresi enzim CYP3A4 dan CYP2D6
Usia 8 hari mulai diekspresikan enzim CYP1A2
2) Fase II (Konjugasi) glukoronidase, sulfatase
Pada masa neonatal sampai bayi, enzim sulfatase jumlahnya dominan.
5
Setelah beberapa bulan glukoronidase meningkat dan jumlahnya
menjadi dominan
d. Fase Ekskresi
Fungsi ginjal saat lahir dan perkembangannnya berhubungan dengan
kematangan nefron.GFR pada neonatus dan bayi umumnya lebih rendah
dibandingkan dewasa sehingga ginjal belum berkembang dengan baik.Pada
neonatus GFR akan meningkat dengan cepat dalam 2 minggu.Fungsi tubulus
renal dan glomelural medekati dewasa pada usia 8-12 bulan.
Pada neonatus, kecepatan filtrasi glomeruler dan fungsi tubulus masih
imatur. Diperlukan waktu sekitar 6 bulan untuk mencapai nilai normal.
Umumnya GFR pada anak adalah sekitar 30-40% dewasa. Oleh karena itu,
pada anak obat dan metabolit aktif yang diekskresi melalui urin cenderung
terakumulasi. Sebagai konsekuensinya, obat-obat yang diekskresi dengan
filtrasi glomerulus, seperti misalnya digoksin dan gentamisin, dan obat-obat
yang sangat terpengaruh sekresi tubuler, misalnya penisilin, paling lambat
diekskresi pada bayi baru lahir. Dengan demikian, seiring dengan
bertambahnya usia, diperlukan evaluasi ulang terhadap dosis yang digunakan.
6
Pertimbangan dalam penilaian segi manfaat dan risiko harus selalu
dilakukan sebelum memutuskan memberikan suatu obat, kemungkinan
respons anak terhadap obat akan sangat bervariasi sebagai contoh :
a. Streoid jangka panjang dapat mengganggu atau menghambat
pertumbuhan anak bila ‘terpaksa’ digunakan dapat kombinasikan
dengan disodium kromoglikat.
b. Teofilin
Merupakan narrow therapeutic margin dengan konsentrasi optimal
dalam darah antara 7,5-15 μg/ml jika melebihi dosis tersebut akan
berefek toksik.
c. Amfetamin
Obat ini dipercaya dapat meningkatkan konsentrasi anak, sehingga
mudah dikendalikan dan tertarik pada hal-hal yang bermanfaat
(misalnya pelajaran di sekolah). Namun.efek samping amfetamin
antara lain halusinasi, hiperaktivitas (sering mendorong ke arah
kenakalan anak) hingga sampai kejang.
7
Umur + 12 (tahun)
8
Perlu diingatkan bagi orang tua untuk menyimpan obat sebaik mungkin
agar tidak mudah dijangkau oleh anak.
3) Pengobatan pada infeksi berulang:
Secara umum, anak-anak dalam kelompok ini akan sering mengalami
penyakit infeksi yang berulang. Sebagian besar dari infeksi ini
disebabkan oleh virus, di mana antibiotik sama sekali tidak diperlukan.
Namun jika terbukti disebabkan oleh bakteri, di mana pemakaian
antibiotika tidak dapat dihindarkan, cara pemberian obat hendaknya
diberitahukan sejelas mungkin pada orang tua anak. Informasi bahwa
antibiotika harus diminum sampai habis perlu ditekankan, sehingga
penghentian pemberian antibiotika tidak hanya didasarkan pada
hilangnya gejala atau membaiknya kondisi. Sebaliknya untuk pemberian
obat-obat simtomatik seperti analgetik-antipiretik, dihentikan jika
simptom hilang. Sebagai contoh jika gejala utamanya demam, maka
pemberian obat dihentikan jika gejala demam hilang.
4) Pemakaian obat untuk penyakit kronik:
Dalam masa pertumbuhan, mungkin saja seorang anak menderita
penyakit kronis, misalnya epilepsi dan asma, yang memerlukan
pengobatan jangka panjang. Mengingat adanya perubahan respons
terhadap obat dalam masa tumbuh kembang ini, maka penilaian terhadap
besar dosis, frekuensi, cara dan lama pemberian, hendaknya ditinjau
kembali dari waktu ke waktu. Jika diperlukan, dapat dilakukan
monitoring kadar obat dalam darah.
c. Periode Remaja
Bukti klinik mengenai bertambahnya disposisi obat karena perubahan
hormonal sebagai akibat tumbuh kembang pada masa pubertas masih perlu
diteliti. Masalah yang mungkin timbul pada pengobatan golongan umur ini
antara lain adalah:
1) Masalah ketidakpatuhan.
Hal ini mungkin tidak begitu berarti untuk penyakit-penyakit yang akut
dan sembuh sendiri (self-limiting illnesses) seperti tonsilitis dan faringitis
akut. Tetapi ketaatan minum obat akan sangat berpengaruh terhadap
9
kualitas penyembuhan penyakit-penyakit kronis seperti epilepsi, diabetes
melitus, dan asma.
2) Penyalahgunaan obat.
Kecenderungan untuk menggunakan obat sendiri (self-medication) tanpa
indikasi yang jelas, sangat besar pada kelompok umur ini. Untuk itu, obat-
obat yang menyebabkan adiksi sebaiknya diberikan hanya jika benar-benar
diperlukan.
10
b) UsiaAnak
c) Ketersediaanbentuksediaan
d) Pengobatan lain yang dialami
e) Kondisipenyakit yang diderita
Rute pemberian obat terbagi atas :
(1) Rute oral merupakan rute pemberian yang paling tepat untuk anak-
anak,terutama sediaan cair untuk balita (sirup, drop ),sediaan obat dengan
pemanispenganti sukrosa untuk mencegah karies pada gigi contohnya
aspartame,bentuk sediaan padat dapat menjadi pilihan untuk anak yang
lebih besar, akan tetapi perlu diperhatikan juga hal-hal sebagai berikut :
1) Pemilihan takaran yang sesuai, contoh sendok makan, sendok teh
2) Sirop mengandung / tanpa gula Sorbitol, gliserol bisa menyebabkan
diare
3) Sediaan lepas lambat, tablet salut tidak boleh digerus
4) Rasa, warna, bausediaan harus dipilih yangcocok
11
Merupakan alternatif terhadap rute oral, berguna bagi pasien mual, pasien
yang enggan minum obat atau tidak diizinkan karena keadaan fisik
(Suppositoria),berguna untuk obat yg memerlukan absorbsi obat secara
cepat, keterbatasannya : sediaan rektal kurang luwes dan jumlah obat
masih terbatas.
(3) Rute Parenteral
Pemberian obat secara IM sangat menyakitkan untuk bayi dan anak,
maka sedapat mungkin dihindari,pemberian IV dapat dilakukan, tetapi
harus mempertimbangkan volume cairan yang masuk ke dalam tubuh
anak,penggunaan giving set akan mempermudah jumlah cairan yang
masuk ke dalam tubuh
Contoh : infusion set ,tranfusion set
(4) Rute Pernafasan
Rute inhalasi dapat menimbulkan kesulitan pada anak, karena
memerlukan koordinasi dalam menggunakan inhaler aerosol
Pada bayi < 2 tahun paling sesuai menggunakan nebulizer karena dapat
menghantarkan dosis yang besar dlm waktu singkat, walaupun beberapa
obat perlu diencerkan sebelum diberikan.
6. Prinsip – Prinsip Peresepan Pada Bayi Dan Anak (Speight, 1987;Who, 1987)
a. Obat yang benar benar dibutuhkan
Sebagian besar penyakit pada anak sebetulnya dapat sembuh sendiri tanpa
pemberian obat sekalipun. Jika tidak mendesak, alternatif intervensi non
farmakologi (misalnya diet, istirahat, dan memperbaiki masukan cairan) lebih
diutamakan. Kecenderungan peresepan yang hanya didasarkan pada
kekhawatiran dan permintaan orang tua anak tidak dibenarkan sama sekali.
b. Obat yang sesuai terapi pengobatan yang dibutuhkan
Beberapa jenis obat tidak boleh diberikan pada bayi dan anak, namun
beberapa obat lainnya disertai peringatan dan ketentuan khusus. Peresepan
tetrasiklin sangat tidak dianjurkan pada anak, oleh karena dapat merusak gigi
dan mengganggu pertumbuhan tulang.
c. Sediaan yang diperlukan
Pemberian obat secara oral adalah yang paling dianjurkan untuk anak. Selain
itu, pertimbangan dalam pemilihan bentuk sediaan obat yang tepat diperlukan
12
misalnya obat dalam bentuk sediaan cair, tablet, puyer, dengan pertimbangan
kondisi anak, tingkat penerimaan, dan faktor-faktor lain yang kemungkinan
akan mempengaruhi farmakokinetik obat secara komplit ke dalam tubuh.
d. Memperkirakan dosis obat
Penentuan dosis obat pada anak dapat dilakukan dengan mengacu buku-buku
standar pediatrik, pada keadaan tertentu dapat menggunakan package insert.
Jika informasi ini tidak diperoleh, dapat digunakan formulasi berdasarkan
umur, berat badan atau luas permukaan tubuh.
e. Lama pemberian
Riwayat perjalanan penyakit akan menentukan berapa lama obat harus
diminum. Untuk penyakit-penyakit yang berlangsung kronis seperti
tuberkulosis, dapat sampai 6, 9 bahkan 12 bulan. Sementara untuk penyakit-
penyakit yang sifatnya akut dan dapat sembuh sendiri (self limiting diseases)
dapat diberikan obat simtomatis sampai gejala klinik menghilang.
f. Informasi pengobatan.(KIE)
Secara umum keberhasilan terapi tidak saja ditentukan oleh tepat dan
benarnya jenis obat yang diberikan hingga cara pemakainnya, tetapi juga
adanya informasi mengenai pengobatan yang seharusnya diikuti oleh pasien.
Informasi yang seharusnya disampaikan juga tidak hanya mencakup cara
minum obat tetapi juga meliputi kemungkinan terjadinya efek samping dan
penanggulangannya. Informasi hendaknya sederhana, jelas dan mudah
dipahami oleh orang tua si anak. Dengan melibatkan peran orang tua dan
pasien secara aktif dalam proses terapetik, maka diharapkan keberhasilan
terapi dapat dicapai seperti yang diharapkan.
g. Ketaatan minum obat dan pendidikan pasien
Berbagai studi menunjukkan bahwa ketaatan pasien untuk minum obat
berbanding terbalik dengan lama pemberian. Dengan kata lain, semakin lama
obat diberikan, ketaatan pasien semakin menurun. Masalah ini menjadi
penting mengingat keberhasilan terapi secara keseluruhan akan sangat
tergantung pada ketaatan minum obat.
Pada anak, ketaatan minum obat ini umumnya tergantung pada ketaatan orang
tua dalam memberikan obat secara benar dan tepat. Tingkat pendidikan dan
informasi yang diterima orang tua anak mempunyai korelasi positif dengan
ketaatan.
13
h. Penilaian manfaat dan efek pengobatan
Tergantung pada tujuan akhir pengobatan yang diberikan, seorang dokter
hendaknya mampu melakukan penilaian terhadap hasil pengobatan yang
diberikan secara ilmiah. Sebagai contoh jika kriteria diagnostik yang
ditegakkan didasarkan pada pemeriksaan klinik dan laboratorium, maka
kriteria penyembuhan juga harus didasarkan pada penilaian kedua hal
tersebut. Suatu hasil terapetik harus dapat dibuktikan secara ilmiah
berdasarkan kriteria yang lazim, misalnya pada demam kriteria penyembuhan
dapat berupa menurunnya temperatur menjadi normal, dengan melakukam
pengukuran menggunakan termometer.Demikian pula halnya dengan pasien
atau orang tua pasien, sebaiknya diberitahu bagaimana menilai kriteria
sembuh, serta apa yang harus dilakukan jika setelah beberapa hari gejala tidak
menghilang. Anjuran untuk kontrol pada beberapa hari setelah pengobatan
juga merupakan salah satu cara memantau perkembangan penyakit dan hasil
pengobatannya. Pasien atau orang tua pasien juga perlu diingatkan mengenai
kemungkinan adanya efek samping dari pengobatan yang diberikan dan
tindakan apa yang harus diambil jika hal itu terjadi.
14
Demam yaitu peningkatan suhu tubuh di atas normal (37˚C). sedangkan
demam merupakan respon fisiologis tubuh terhadap penyakit yang
diperantarai oleh sitokin dan ditandai dengan peningkatan suhu pusat tubuh
dan aktivitas kompleks imun (Kania, 2007)
Demam memiliki 3 fase yaitu fase kedinginan, fase demam dan fase
kemerahan.
Mekanisme demam
Temperature tubuh meningkat di atas batas normal yang disebabkan karena
thermostat yang ada di dalam tubuh . Letak thermostat yang di dalam tubuh
di salah satu bagian otak yaitu hipotalamus. Hipotalamus berfungsi menjaga
suhu tubuh agar normal. Hipotalamus terkadang mengatur suhu tubuh
menjadi lebih tinggi sebagai adanya respon infeksi atau penyebab lain.
Beberapa peneliti mengatakan dengan peningkatan suhu tubuh maka kuman
yang ada dalam tubuh menjadi tidak nyaman
Peningkatan suhu tubuh yang disebabkan oleh beredarnya suatu molekul
kecil di dalam tubuh kita yang disebut dengan Pirogen yaitu zat pencetus
panas. Yang menyebabkan terjadinya peningkatan pembentukan pirogen
yaitu adanya infeksi, radang, keganasan, alergi dan teething. Pirogen itu
membawa 2 misi yaitu mengerahkan sel darah putih atau leukosit ke lokasi
infeksi dan menimbulkan demam yang akan membunuh virus karena virus
tidak tahan suhu tinggi, virus tumbuh subur di suhu rendah
Mekanisme Parasetamol:
Obat merupakan penghambat prostaglandin yang lemah dengan cara
menghambat COX-1 dan COX-2 di jaringan perifer (Frust & Ulrich, 2007).
Sifat antipiretik dari Parasetamol dikarenakan efek langsung ke pusat
pengatur panas di hipotalamus yang berakibat vasodilatasi perifer,
berkeringat dan pembuangan panas (University of Alberta, 2009)
Pada kasus ini demam tidak turun dalam hari karena pasien mengalami
demam intermiten, yaitu suhu badan turun ke suhu normal hanya dalam
15
beberapa jam dalam satu hari. Hal ini bisa karena adanya penyakit penyerta
lain yang mengakibatkan pasien mengalami demam. Dalam kasus ini pasien
mengalami diare. Dan obat parasetamol yang digunakan tetap dipakai
karena aman (Dinarello & Gelfand, 2005).
Mekanisme diare
Mekanisme diare yaitu diare terjadi karena reabsorbsi di dalam usus
besar terlalu lambat sehingga terjadi penumpukan air dan karena motalitas
dari usus meningkat.
16
Obat diare yang aman untuk bayi 9 bulan
Pengobatan diare ada 5 langkah yaitu Oralit, Zinc, pemberian
ASI/makanan, pemberian antibiotik dengan selektif dan edukasi bagi orang
tua anak/bayi (Kemenkes RI, 2011).
Oralit untuk mencegah dehidrasi agar tidak terlalu banyak cairan yang
hilang. Yang kedua Zn harus diberikan 10 hari berturut turut karena
terbukti aman. Zn juga bisa digunakan sebagai penambah nafsu makan.
Bentuknya dispersible tablet dengan cara dilarutkan ke air, bisa ke ASI atau
air matang.
.
Kesimpulan pembahasan
Pemberian Parasetamol drop pada bayi sudah tepat, dosis 60 mg di
bawah 1 tahun. Anak rewel dan nafsu makan turun akibat demam. Terapi
non farmakologi dari demam yaitu memberi cairan dalam jumlah banyak,
tidak memakaikan baju yang terlalu tebal dan dengan mengkompres anak
dengan air hangat. Selain itu penggunaan obat Paracetamol untuk bayi
menggunakan jenis Paracetamol drop (tetes) untuk memudahkan bayi dalam
meminum obat.
Terapi diare menggunakan Oralit dan Zinc. Pengobatan ada 5 yaitu Oralit
sebagai pertolongan pertama karena untuk mencegah dehidrasi.
Penanganan kedua itu dengan Zinc karena bisa menghentikan diare dan
menambah nafsu makan, mengurangi volume tinja dan mengurangi
keparahan diare. Penanganan ketiga, ASI tetap di berikan. Tahap keempat
diberi antibiotik selektif dan terakhir memberi edukasi pada orang tua
tentang penyakit diare dan cara penanggulangannya terhadap anak bayi
maupun anak kecil, termasuk penggunaan antibiotik yang tidak boleh
digunakan sembarangan karena bisa mengakibatkan resisten pada
anak. Konsumsi ibu menyusui, baik makanan atau obat yang dikonsumsi
harus diperhatikan dan dimonitoring agar produksi ASI tetap berkualitas dan
tidak berbahaya bagi bayi.
17
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Anak bukanlah miniature dewasa, mereka masih dalam proses tumbuh
kembang, sehingga fungsi organ dan keadaan fisiologis lainnya juga masih
berkembang pengunaan obat pada anak merupakan hal khusus yang terkait dengan
perbedaan laju perkembangan organ,system enzim yang bertanggungjawab
terhadap metabolisme dan ekskresi obat.Adanya perbedaan farmakokinetik dan
farmakodinamik obat pada anak dengan orang dewasa, sehingga perlu adanya
penyesuaian dosis obat,pemilihan obat yang tepat pada anak yang akan berdampak
terhadap tercapainya terapi pengobatan pada anak.
B. SARAN
Menyiapkan SDM dan PIO secara khusus untuk pasien anak
18
DAFTAR PUSTAKA
www.ayahbunda.co.id
www.bidanku.com
www.guideline.gov
www.ibudananak.com
www.penyakitdiare.com
www.tipskesehatan.we.id
www.wbkesehatan.com
http://www.penyakitdiare.com
19
20