Oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
), dan asetilkolin
adenosin monofosfat siklik (cAMP) intrael. cAMP mengaktifkan protein kinase yang
merangsang sekseri asam oleh
1) Antasida
ATPase.
Antasid merupakan basa lemah yang bereaksi dengan asam hidroklorida lambung
untuk membentuk garam dan air. Antasid dibagi menjadi dua golongan yaitu antasid
sistemik dan antasid nonsistemik. Antasid sistemik adalah antasid yang dapat diabsorbsi
oleh usus, contohnya natrium bikarbonat, sedangkan antasid nonsistemik hampir tidak
diabsorbsi oleh usus, contohnya sediaan magnesium hidroksida, alumunium hidroksida,
dan kalsium karbonat.
Mekanisme kerja antasida bersifat kompleks. Mekanisme yang diusulkan adalah
pencegahan difusi balik ion hidrogen di mukosa GI. Umumnya diterima bahwa
meningkatkan pH lambung sekitar 4 mencegah stres ulkus, yang diduga diperantarai oleh
difusi asam kembali.
Tindakan lain antasida adalah untuk mencegah konversi pepsinogen lambung
menjadi pepsin bentuk aktif. Ini adalah enzim proteolitik diperkirakan memediasi cedera
jaringan pada penyakit ulkus. Pepsinogen mengalami inaktivasi ireversibel pada pH 5.
Dengan demikian mungkin diperlukan untuk meningkatkan pH sampai 5 untuk mencapai
manfaat maksimal dari antasida.
Antasida yang diminum untuk meredakan sakit maag, gejala utama penyakit
gastroesophageal refluks, ataupun gangguan asam pencernaan. Pengobatan dengan
antasida dan hanya ditujukan untuk gejala ringan saja. Pengobatan ulkus akibat
keasaman yang berlebihan mungkin memerlukan antagonis reseptor H2 atau pompa
proton untuk menghambat asam, dan mengurangi iritasi lambung.
Natrium bikarbonat
NaHC
+ HCl
NaCl +
+C
retensi cairan pada penderita gagal jantungm hipertensi, dan insufisiensi ginjal.
Kalsium karbonat
Kalsium karbonat kurang larut dan bereaksi lebih lambat daripada natrium
bikarbonat dengan HCl yang membentuk karbon dioksida da CaCl2. Seperti natrium
bikarbonat, kalsium karbonat dapat menimbulkan sendawa atau alkalosis metabolik.
Kalsium karbonat turut digunakan untuk berbagai indikasi lainnya di luar sifat
antasidnya. Dosis natrium bikarbonat atau kalsium bikarbonat yang berlebiha, bila
diberikan bersma produk susu yang mengandung kalsium dapat menyebabkan
metabolik juga jarang terjadi karena reaki netralisasi bberjlaan dengan efisien.
Karena garam magneisum yang tidak diserap dapat menyebabkan diare osmotik, dan
garam aluminium menyebabkan konnnstipasi, agen-agen ini umumnya diberikan
bersama sediaan khusus untuk memperkecil dampak terhadap fungsi usus. Baik
magnesium ataupun aluminium dieksresi melalui ginjal, sehingga penderita
insufisiensi ginjal tidak boleh menggunakan obat ini untuk waktu yang lama.
Dosis
Antasida adalah obat maag yang paling sering dikonsumsi di Indonesia.
Antasida tersedia dalam sediaan sirup maupun tablet. Antasida juga tersedia sebagai
obat generik maupun obat paten.
Magnesium hidroksida dalam bentuk tablet tersedia dalam ukuran dosis 311
mg, sedangkan dalam bentuk sirup tersedia dalam ukuran dosis 400 mg/5 ml, 800
mg/5 ml, dan 2400 ml/10 ml. Antasida lainnya, yakni aluminium hidroksida, dalam
bentuk tablet tersedia dalam ukuran dosis 80 mg, sedangkan dalam bentuk sirup
tersedia dalam ukuran 320 mg/5 ml. Magnesium hidroksida dan aluminium
hidroksida tersebut sering ditemukan dalam bentuk tablet maupun sirup campuran
keduanya.
Dosis untuk sakit maag ialah 2-4 tablet magnesium hidroksida sehari, atau 515 ml sirup magnesium hidroksida sehari terbagi dalam 3-4 kali minum, atau 5-30
ml aluminium hidroksida sehari terbagi dalam 3 kali minum.
Sebagian besar obat-obat antasida tidak dianjurkan untuk anak-anak yang
berada di bawah usia 12. Antasida yang mengandung kalsium dan digunakan untuk
jangka waktu yang lama tidak dianjurkan untuk anak-anak karena mereka dapat
mengganggu tingkat kalsium yang diserap ke dalam tubuh dan dibawa melalui aliran
darah. Tingkat yang tepat dari kalsium sangat penting untuk kesehatan tulang dan
perkembangan anak. Penggunaan jangka panjang dari antasida yang mengandung
kalsium juga dapat menyebabkan tingkat alkali tubuh menjadi tidak seimbang dan
abnormal, sehingga gejalanya kelemahan otot dan kram.
Ada juga sejumlah kasus menghubungkan penggunaan jangka panjang dari
antasida yang mengandung magnesium dan aluminium dengan rakhitis, gangguan
perkembangan pada bayi yang menyebabkan pelunakan dan melemahnya tulang.Obat
antasida yang mengandung aluminium tidak boleh digunakan pada anak dengan
penyakit ginjal dan pada bayi.
Efek samping
Efek samping yang terjadi ada seseorang bisa bervariasi. Efek samping yang
umumnya terjadi adalah sembelit, diare, dan kentut terus-menerus. Penggunaan
berlebihan dari antacid dapat menyebabkan acid rebound, yaitu peningkatan produksi
asam lambung, sehingga memperparah sakit maag.Berkurangnya keasaman perut
dapat menyebabkan mengurangi kemampuan untuk mencerna dan menyerap nutrisi
tertentu, seperti zat besi dan vitamin B. Kadar pH yang rendah di perut biasanya
membunuh bakteri yang tertelan, tetapi antasida meningkatkan kerentanan terhadap
infeksi karena kadar pHnya naik. Hal ini juga bisa mengakibatkan berkurangnya
kemampuan biologis dari beberapa obat. Misalnya, ketersediaan hayati ketokonazol
(anti jamur) berkurang pada pH lambung yang tinggi (kandungan asam
rendah).Peningkatan pH dapat mengubah kemampuan biologis obat lain, seperti
tetrasiklin dan amfetamin. Ekskresi obat-obatan tertentu juga dapat terpengaruh.
Perpaduan tetracycline dengan aluminium hidroksida dapat menyebabkan mual,
muntah, dan ekskresi fosfat, sehingga kekurangan fosfat.
Obat antasida dapat dikombinasikan dengan obat-obatan seperti simeticone dan
alignates. Beberapa antasida mengandung bahan tambahan yang disebut simeticone.
Kombinasi ini membantu meringankan gejala perut kembung (angin).
Obat-obatan antasida juga dapat berisi kelompok obat-obatan lain, yang disebut
alignates. Alignates membentuk lapisan pelindung pada permukaan perut yang
mencegah asam yang mengalir ke kerongkongan .Natrium alginat ditemukan di
sebagian besar obat-obatan yang digunakan untuk mengobati gangguan pencernaan
dan penyakit gastroesophageal reflux.
turunan
benzimidazole
(tepatnya
alfa-piridilmetilsulfinil
benzimidazol), dengan substituen yang berbeda-beda pada gugus piridin atau pada
gugus benzimidazol, dengan sifat-sifat farmakologinya yang sama.
PPI merupakan suatu prodrug, yang memerlukan aktivasi di lingkungan asam.
Senyawa-senyawa ini memasuki sel parietal melalui darah, dan karena sifat basa
lemahnya akan berakumulasi dalam kanalikuli sel parietal pensekresi asam. Pada sel
parietal terjadi aktivasi senyawa ini melalui proses yang dikatalisasi proton (H+)
menghasilkan pembentukan sulfenamida tiofilat atau asam sulfenat.
Bentuk yang teraktivasi ini kemudian bereaksi melalui pembentukan ikatan
kovalen dengan gugus sulfahidril dari sistein di bagian ekstasel H+/K+ATPase. Agar
dapat menghambat produksi asam, penting untuk berikatan dengan sistein 813, yang
bersifat irreversibel untuk molekul pompa tersebut.
PPI memiliki efek yang yang sangat besar terhadap produksi asam. Jika diberikan
dalam dosis yang cukup, contohnya 20 mg omeprazol sehari untuk 7 hari, produksi
asam harian dapat dikurangi hingga lebih dari 95%. Sekresi asam akan kembali normal
setelah PPI yang baru dimasukkan ke dalam membran lumen.
PPI tidak stabil pada pH rendah. Bentuk sediaan oral (pelepasan tertunda) tersedia
dalam bentuk granul salut enterik ter-enkapsulasi dalam cangkang gelatin (omeprazol
dan lansoprazol) atau sebagai tablet salut enterik (pantoprazol dan rabeprazol). Granulgranul ini hanya dapat melarut pada pH basa, sehingga mencegah penguraian obat oleh
asam di esofagus dan lambung.
PPI diabsorbsi dengan cepat, banyak terikat pada protein, dan dimetabolisme
secara ekstensif di hati oleh sistem sitokrom P450 (CYP2C19 dan CYP3A4). Metabolit
sulfatnya dieksresikan di urin atau feses. Waktu paruh plasmanya sekitar 2 jam, tetapi
durasi kerjanya lebih panjang. Pada pasien gagal ginjal kronis (GGK) dan sirosis hati
tidak menyebabkan akumulasi obat bila diberikan dosis sekali sehari. Sedangkan pada
pasien dengan penyakit hati, mengurangi klirens lansoprazol secara signifikan,
sehingga penurunan dosis perlu dipertimbangkan pada pasien dengan penyakit hati
yang parah.
Kebutuhan akan asam untuk mengaktivasi obat-obat ini di dalam sel parietal
memiliki beberapa konsekuensi penting. Obat-obat harus digunakan bersamaan atau
sebelum makan, karena makanan akan menstimulasi produksi asam di sel-sel parietal;
sebaliknya pemberian bersamaan dengan obat pensupresi asam lainnya seperti
antagonis reseptor H-2 dapat mengurangi efikasi PPI. Karena tidak semua pompa atau
semua sel parietal berfungsi pada saat yang bersamaan, maka dibutuhkan beberapa
dosis obat agar menghasilkan supresi sekresi asam yang maksimal. Dengan dosis sekali
sehari, untuk mencapai tingkat penghambatan yang tetap (steady-state) membutuhkan
waktu 2-5 hari, yang mempengaruhi sekitar 70% pompa. Pencapaian tingkat
penghambatan yang tetap dapat dipercepat dengan pemberian dosis yang lebih sering
(misal 2 kali sehari). Karena ikatan metabolit aktif obat dengan pompa bersifat
irreversible, penghambatan produksi asam akan berlangsung selama 24-48 jam atau
lebih, hingga enzim baru disintesis kembali. Oleh karena itu, durasi kerja obat-obat ini
tidak secara langsung berkaitan dengan waktu paruh dalam plasma.
Dalam lingkungan asam, di dalam sel parietal dikonversi kebentuk aktif yang
menghambat produksi asam lambung. Dengan pencegahan sekresi asam dari sel parietal
ke dalam lambung dapat menurunkan kadar inflamasi dan memberikan kemudahan untuk
proses penyembuhan. Dosis untuk mengurangi resiko iritasi saluran cerna akibat
pemakaian obat-obat obat anti inflamasi non streoid (OAINS) adalah 20 mg sehari
dengan frekuensi satu kali sehari ( Ganiswara, 1995). Pada penggunaan jangka panjang
omeprazol perlu diwaspadai efek sustained hypochlorhydria dan hipergastrinemia.
PPI juga secara selektif menghambat karbonat anhidrase mukosa lambung, yang
kemungkinan turut berkontribusi terhadap sifat suspensi asamnya (Pasricha dan
Hoogerwefh, 2008).
PPI menghambat aktivitas beberapa enzim sitokrom P450 di hati dan karenanya
dapat menurunkan klirens benzodiazepin, warfarin, fenitoin dan banyak obat lainnya.
Dilaporkan bahwa terjadi toksisitas ketika disulfiram diberikan bersamaan dengan PPI.
PPI biasanya menyebabkan beberapa efek samping yaitu mual, nyeri abdomen,
konstipasi, flatulensi, dan diare. Selain itu juga dilaporkan terjadi miopati subakut,
artralgia, sakit kepala, serta ruam-ruam pada kulit.
Pengobatan kronis dengan omeprazol menurunkan absorbsi vitamin B12, tetapi
data yang ada tidak cukup membuktikan apakah hal ini mengarah pada defisiensi yang
relevan secara klinis atau tidak, hal ini masih harus dibuktikan.
Hipergastrinemia (>500 ng/liter) muncul pada sekitar 5-10% pengguna omeprazol
jangka panjang. Gastrin merupakan faktor tropik bagi sel-sel epitel dan secara teoretis
muncul kekhawatiran bahwa pengingkatan kadar gastrin dapat memicu pertumbuhan
berbagai macam tumor di saluran gastrointestinal. Pada tikus yang diberi PPI jangka
panjang ditemukan adanya perkembangan hiperplasia sel mirip enterokromafin dan
tumor karsinoid gastrik akibat hipergastrinemia yang terus berlangsung.
Hal ini telah menimbulkan kekhawatiran terhadap kemungkinan terjadinya
komplikasi yang sama jika digunakan pada manusia. Terdapat data yang bertentangan
mengenai risiko dan implikasi klinis hiperplasia sel mirip enterokromafin pada pasien
yang diterapi dengan PPI jangka panjang. Obat-obat ini memiliki sejarah penggunanan
di seluruh dunia lebih dari 15 tahun, dan belum pernah muncul masalah serius berkaitan
dengan keamanan obat ini. Oleh karena itu, sampai saat ini tidak ada alasan untuk
meyakini bahwa munculnya hipergastrinemia dapat dijkadikan pemicu untuk
menghentikan terapi, atau bahwa kadar gastrin harus selalu dipantau pada pasien yang
diterapi dengan PPI jangka panjang. Namun, berkembangnya kondisi hipergastrinemia
menimbulkan kecenderungan bagi pasien untuk mengalami hipersekresi asam lambung
kembali setelah terapi dihentikan. PPI tidak dikaitkan terhadap risiko teratogenik serius
jika digunakan pada trisemester pertama kehamilan, namun pengawasan harus selalu
dilakukan.
fungsi ginjal dijumpai terutama pada pemberian simetidin. Simetidin sebaiknya jangan
diberikan bersama warfarin, teofilin, siklokarpon, dan diazepam (Tarigan, 2001).
2. PELINDUNG MUKOSA LAMBUNG
Mukosa gastroduodenum mengembangkan sejumlah mekanisme pertahanan untuk
mencegah efek merugikan dari asam dan pepsin. Mukus dan tight junction antar sel epitel
menghambat difusi balik asam dan pepsin. Sekresi bikarbonat epitel membentuk gradien pH
di dalam lapisan mukosa dengan pH berkisar 7 di permukaan mukosa hingga 1-2 di lumen
lambung. Aliran darah membawa bikarbonat dan nutrien vital ke sel-sel di permukaan.
Bagian epitel yang cedera harus cepat diperbaiki dengan restitusi, yaitu suatu proses ketika
migrasi sel dari sel sel leher kelenjar menambah erosi kecil untuk mempertahankan
kebutuhan epitel. Prostaglandin mukosa memiliki peran dalam merangsang sekresi mukus
dan bikarbonat serta aliran darah mukosa. Berikut ini terdapat sejumlah obat yang dapat
memperkuat mekanisme pertahanan mukosa untuk mencegah dan mengobati gangguan
asam peptik.
1) Sukralfat
Kimia dan farmakokinetik
Sukralfat adalah suatu garam sukrosa yang berikatan dengan alumunium
hidroksida bersulfat dengan alumunium hidroksida bersulfat. Di air atau larutan asam,
bahan ini membentuk suatu pasta kental tahan lama yang secara selektif mengikat ulkus
atau erosi hingga 6 jam. Sukralfat memiliki kelarutan terbatas, terurai menjadi ukrosa
sulfat (bermuatan negatif kuat) dan garam alumunium. Kurang dari 3% obat ini utuh dan
alumunium diserap di saluran usus, sisanya diekskresikan melalui feses.
Farmakodinamik
Mekanisme kerja pasti dari sukralfat belum diketahui. Namun, dipercayai bahwa
sukrosa sulfat yang bermuatan negatif berikatan dengan protein-protein bermuatan
positif di dasar ulkus atau erosi, membentuk suatu sawar fisik yang mencegah kerusakan
kaustik lebih lanjut serta merangsang sekresi bikarbonat dan prostaglandin mukosa.
Pemakaian klinis
Sukralfat diberikan dalam dosis 1 g empat kali sehari pada lambung yang kosong
(minimal satu jam sebelum makan). Sukralfat yang diberikan sebagai bubur melalui
selang nasogastrik dapat mengurangi insiden perdarahan saluran cerna atas yang
signifikan secara klinis pada pasien sakit berat yang dirawat di unit perawatan intensif
mekipun obat ini sedikit kurang efektif daripada antagonis H 2 intravena. Sukralfat masih
digunakan oleh banyak dokter untuk mencegah perdarahan terkait stres karena
kekhawatiran bahwa terapi inhibisi asam (antasid, antagonis H2, dan inhibitor popmpa
proton) dapat meningkatkan resiko pneumonia nosokomial.
Serat
aferen
N.vagus
(kaya
akan
serotonin
dan
5-hydroxy-tryptamine)
N.splanchnicus bagian dalam yang dapat distimulasi oleh iritasi peritoneum, infeksi
atau perut yang menggembung.
b) Sistem vestibular yang bisa dirangsang oleh infeksi. Serabut syaraf ini banyak
c)
d) Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) yang terletak di luar sawar darah otak (BBB)
seperti pada area postrema dari medulla. Daerah ini memilki reseptor kimia yang
dapat distimulasi oleh obat-obatan, zat-zat kemoterapi, racun, hipoksia, uremia,
terapi radiasi. Area postrema ini kaya akan reseptor 5-hydroxy-tryptamine dan
dopamine, opioid, dan asetikolin, substansi P.
Banyak faktor yang dapat merangsang pusat muntah diantaranya:
1. Gangguan pada saluran cerna
Stenosi pylori, pada bayi muntah merupakan indikasi untuk dilakukan tindakan
bedah secepatnya.
Bowel obstruction
Ileus
Pada anak-anak, dapat disebabkan oleh alergi terhadap protein pada susu sapi
Pergerakan seperti pada motion sickness yang terjadi akibat stimulasi berlebihan
dari kanal labirin pada telinga.
Menieres disease
Perdarahan serebral
Insufisiensi adrenal
Hipoglikemia
3. Gangguan metabolisme
4. Kehamilan
5. Interaksi obat
Alkohol , efek muntah yang ditimbulkan biasanya terjadi sesudah keadaan mabuk
karena banyak meminum alohol.
Obat-obatan kemoterapi
pengobatan post-operasi, dan gejala mual dan muntah akibat keracunan. Beberapa
contoh obat yang termasuk golongan ini adalah :
Dolasetron
Granisetron
Ondansetron
Tropisetron
Palonosetron (Aloxi, antagonis5HT3 yang terbaru)
Steroid
Dexamethasone, biasanya diberikan dalam dosis rendah. Mekanisme kerja dari
steroid dalam pengobatan muntah masih belum jelas
Benzodiazepines
Midazolam , biasanya digunakan untuk pengobatan mual dan muntah akibat
operasi.
Cannabinoids, biasanya terapi kedua yang digunakan pada pasien mual dan muntah
akibat keracunan yang tidak peka terhadap obat yang lain
Cannabis
Marinol
1. LAKSATIF
Definisi
Laksatif atau urus-urus atau pencahar ringan adalah obat yang berkhasiat untuk
memperlancar pengeluaran isi usus. Disebut juga sebagai aperientsdan aperitive.
Mekanisme Kerja
Mekanisme laksatif yang sepenuhnya masih belum jelas, namun secara umum dapat
dijelaskan sebagai berikut.
a. Sifat hidrofilik atau osmotiknya menyebabkan terjadinya penarikan air dengan akibat
massa, konsistensi, dan transit feses yang bertambah.
b. Laksatif bekerja secara langsung maupun tak langsung pada mukosa kolon dalam
menurunkan absorbs NaCl dan air.
c. Laksatif dapat meningkatkan motilitas usus dengan akibat menurunnya absorbs garam
dan air yang selanjutnya mengubah waktu transit feses.
Klasifikasi
a. Laksatif Pembentuk Massa (Bulk Laxatives)
Bulk laxative digunakan bila diet tinggi serat tidak berhasil menangani konstipasi.
Obat golongan ini merupakan obat yang berasal dari alam atau dibuat secara
semisintetik, seperti metilselulosa, natrium karboksimetilselulosa, kalsium polikarbofil,
dan psyllium, yang merupakan polisakarida atau derivate selulosa yang dapat menyerap
air ke lumen kolon dan meningkatkan massa feses dengan menarik air dan membentuk
suatu hidrogel sehingga terjadi peregangan dinding saluran cerna dan merangsang gerak
peristaltik. Hal tersebut akan menstimulasi motilitas dan mengurangi waktu transit feses
di kolon. Rasa kembung dan frekuensi flatus mungkin meningkat, namun laksatif cukup
aman digunakan dalam jangka panjang. Pada penggunaan laksatif ini, asupan cairan yang
adekuat sangat diperlukan, jika tidak, dapat menimbulkan dehidrasi. Pada pasien yang
tidak bereaksi terhadap terapi tunggal Bulk Laxatives, pilihan selanjutnya adalah dengan
menambahkan laksatif jenis lain. Setiap jenis laksatif memiliki mekanisme tersendiri.
Berikut akan dijelaskan macam-macam laksatif pembentuk massa:
1. Metilselulosa
Obat ini diberikan secara oral, tidak diabsorbsi melalui saluran cerna sehingga
diekskresi melalui tinja. Dalam cairan usus, metilselulosa akan mengembang
membentuk gel emolien atau larutan kental yang dapat melunakkan tinja. Residu
yang tidak dicerna merangsang peristaltik usus secara refleks. Efek pencahar
diperoleh setelah 12-24 jam, dan efek maksimal setelah beberapa hari pengobatan.
Obat ini tidak menimbulkan efek sistemik, tetapi pada beberapa pasien bisa terjadi
obstruksi usus atau esophagus. Oleh karena itu, multiselulosa tidak boleh diberikan
pada pasien dengan kelainan mengunyah.
Metilselulosa digunakan untuk melembekkan feses pada pasien yang tidak
boleh mengejan, misalnya pasien dengan hemoroid. Sediaan terdapat dalam bentuk
bubuk atau granula 500 mg, tablet atau kapsul 500 mg. Dosis anak 3-4 kali 500
2.
3.
g/hari.
Psilium (Plantago)
Psilium sekarang telah digantikan dengan preparat yang lebih murni dan
ditambahkan musiloid, yaitu merupakan substansi hidrofilik yang membentuk
gelatin bila bercampur dengan air. Dosis yang dianjurkan 1-3 kali 3-3,6 g/hari dalam
250 ml air atau sari buah. Pada penggunaan kronik, psilium dapat menurunkan
4.
5.
b. Laksatif Emolien
Laksatif ini sering digunakan sebagai adjuvan dari bulk atau stimulant laxatives.
Laksatif ini dapat ditolerensi tubuh dengan baik. Obat yang termasuk golongan ini
memudahkan defekasi dengan jalan melunakkan feses tanpa merangsang peristaltik usus,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Obat yang termasuk golongan ini adalah
dioktilnatrium sulfosuksinat, paraffin, dan minyak zaitun.
1. Dioktilnatrium Sulfosuksinat
3.
penyembuhan
pascabedah
anorektal,
dan bisa
menyebabkan
mg/hari.
c. Laksatif Perangsang (Stimulant)
Laksatif golongan ini mengalami hidrolisis di usus oleh enzim enterosit atau flora di
kolon. Efek primer laksatif ini berpengaruh pada perubahan transport elektrolit pada
mukosa intestinal dan secara umum bekerja selama beberapa jam. Dalam klasifikasinya,
Schiller memasukan laksatif jenis ini ke dalam kelas secretagogues dan agen yang
berefek langsung pada epitel, syaraf, atau sel otot polos.
Laksatif perangsang bekerja dengan merangsang mukosa, saraf intramural, atau otot
polos sehingga meningkatkan peristaltis dan sekresi lendir usus. Banyak di antara laksatif
perangsang bekerja untuk mensistesis prostaglandin dan siklik AMP, di mana hal ini
akan meningkatkan sekresi elektrolit. Penghambatan sintesis prostaglandin dengan
indometasin menurunkan efek berbagai obat ini terhadap sekresi air. Difenilmetan dan
antrakinon kerjanya terbatas hanya pada usus besar sehingga terdapat masa laten 6 jam
sebelum timbul efek pencahar. Minyak jarak, hanya bekerja pada usus halus memiliki
masa laten 3 jam. Berikut akan dijelaskan beberapa jenis laksatif perangsang.
1. Minyak Jarak (Castrol Oil-Oleum Ricini)
Berasal dari biji Ricinus communis, merupakan suatu trigliserida asam
risinoleat dan asam lemak tidak jenuh. Di dalam usus halus minyak jarak
dihidrolisis menjadi gliserol dan asam risinoleat oleh enzim lipase. Asam risinoleat
merupakan bahan aktif. Minyak jarak juga bersifat emolien. Sebagai pencahar, obat
ini tidak banyak lagi digunakan karena banyak obat lain yang lebih aman.
Dosis untuk dewasa adalah 15-60 mL, sedangkan untuk anak-anak adalah 515 mL. Efek samping dari minyak jarak antara lain kolik, dehidrasi dengan
gangguan elektrolit, confussion, denyut nadi tidak teratur, kram otot, rash kulit, dan
kelelahan. Minyak jarak dianjurkan diberikan pagi hari waktu perut kosong. Jika
dosisnya ditambah, tidak akan menambah efek pencahar, dan efek pencahar akan
2.
setelah 6 jam.
Dantron (Dihidroksiantrakinon)
Dantron leboh banyak mengandung antrakinon bebas daripada bentuk
glikosidanya. Sediaan dalam tablet 75 mg, dosis 75-150 mg. Efek pencahar
Hati hati untuk pemberian pada pasien yang sudah tua terutama diphenoxylate atau
Atropin
Sulfat)
2) Absorben
A.
Kaolin Pektin
Cara kerja:
Merubah
viskositas
feses
menjadi
lebih
kental.
akibat
keracunan
makanan
atau
toksin
bakteri
Dosis : Attapulgit
Cara kerja :
Mengabsorpsi nutrisi, racun, obat dan cairan pada saluran pencernaan.
Indikasi : keracunan zat kimia dalam pencernaan
Kontra indikasi : konstipasi, obstruksi usus
Efek samping : penurunan penyerapan obat dan makanan
Dosis : 300mg 1x
3) Antisekretori
Bismuth Subsalisilate
Cara kerja :
Peningkatan
absorpsi
air
dan
elektrolit
(antisekretori),
penghambat
sintesis
siklosporin intravena cepat dan signifikan; akan tetap| kekambuhan seing terjadi
dalam terapi dengan siklosporin oral, dan strategi pengobatan lainnya dibutuhkan
untuk mempertahankan penutupan fistula. Oleh sebab itu, inhibitor kalsineurin
umumnya digunakan untuk mengobati masalah khusus selama jangka pendek
sementara mengurangi terapi jangka panjang.