Anda di halaman 1dari 17

Nama : Said Ahmad Farid Rahman

NIM : P07220419041
Prodi : Serjana Terapan Keperawatan Tingkat 1
Mata Kuliah : FARMAKOLOGI
Dosen : Ns. Wiyadi,S .Kep., M.Sc

Contoh obat-obat yang digunakan oleh penderita ginjal :


1. Obat hipertensi. Tekanan darah tinggi dapat menurunkan fungsi ginjal dan
mengubah komposisi elektrolit dalam tubuh. Bagi penderita GGK yang juga disertai
hipertensi, dokter dapat memberikan obat ACE inhibitor atau ARB. Contoh :
a. Diuretik
Diuretik adalah salah satu jenis obat darah tinggi yang paling sering digunakan.
Obat darah tinggi ini bekerja dengan cara menghilangkan air dan natrium (garam)
berlebih di dalam ginjal.Apabila kelebihan air dan garam dapat dikurangi, kadar
darah yang melewati pembuluh darah Anda akan berkurang, sehingga tekanan
darah Anda pun menurun. Dilansir dari Mayo Clinic, terdapat 3 jenis utama dari
obat darah tinggi diuretik, yaitu thiazide, potassium-sparing, dan diuretik loop.
Berikut adalah penjelasan mengenai masing-masing jenis diuretik.
1) Thiazide

Jenis Obat Nama Obat Generik Dosis rendah


Ambang
(mg / hari) [9]
Diuretik Thiazide Chlorothiazide  < 500
Hydrochlorothiazide   <50
Bendroflumethiazide   <5
Methyclothiazide   <5
Trichlormethiazide  < 2
Diuretik seperti Chlortalidone  < 50
tiazid Indapamide   <5
Farmakodinamik dan farmakodinamik
Hipertensi (Pemberian per Oral): Absrobsi
a) Dewasa: Dosis awal 12,5 mg, dapat ditingkatkan menjadi 25-50 mg sekali sehari
jika diperlukan. Obat ini dapat digunakan sendiri atau dengan antihipertensi
lainnya.
b) Anak-anak usia di bawah 6 bulan: 1-3 mg/kgBB/hari terbagi 1-2 dosis (maksimal
37,5 mg/hari); usia 6 bulan hingga 2 tahun: 1-2 mg/kgBB/hari terbagi 1-2 dosis
(maksimal 37,5 mg/hari); usia >2-12 tahun: 1-2 mg/kgBB/hari terbagi 1-2 dosis
(maksimal 100 mg/hari).

c) Lansia: 12,5-25 mg sekali sehari, titrasi dengan kenaikan 12.5 mg bila diperlukan.

Edema (Diberikan per Oral):


a) Dewasa: 25-100 mg/hari terbagi 1-2 dosis Dapat juga dikonsumsi 3-5 hari
seminggu atau 2 hari sekali.

b) Anak-anak usia di bawah 6 bulan: 1-3 mg/kgBB/hari terbagi 1-2 dosis (maksimal
37,5 mg/hari); usia 6 bulan hingga 2 tahun: 1-2 mg/kgBB/hari terbagi 1-2 dosis
(maksimal 37,5 mg/hari); usia >2-12 tahun: 1-2 mg/kgBB/hari terbagi 1-2 dosis
(maksimal 100 mg/hari).
c) Lansia: 12,5-25 mg, sekali sehari, titrasi dengan kenaikan 12.5 mg bila diperlukan.
Biodivailabilitas
Obat thiazied pada saat diberikan di intervena maka obat tersirkulasi secara beragam
rata rata -+ 70%
Metabolisme
Metabolisme Obat thiazied tidak signifikan.
Ekskresi
Obat thiazied di keluarkan melalui urin dan obat tidak berubah.
Efek samping
Hipokalemia, atau kadar kalium darah rendah, adalah efek samping sesekali. Hal ini
biasanya dapat dicegah dengan suplemen kalium atau dengan menggabungkan
hidroklorotiazid dengan diuretik bebas kalium.
a) Gangguan lain pada kadar elektrolit serum termasuk hipomagnesemia
(magnesiumrendah), hiponatremia dan hiperkalsemia (kalsium tinggi).
b) Hiperuricemia, kadar asam urat darah tinggi
c) Hiperglikemia, gula darah tinggi
d) Hiperlipidemia, kolesterol dan trigliserida tinggi
e) Sakit kepala
f) Mual muntah
g) Asam urat
h) Pankreatitis
Berbagai efek samping ini meningkat seiring dosis pengobatan dan paling umum pada
dosis lebih besar dari 25 mg per hari.
Contoh obat thiazide : chlorthalidone (Hygroton), chlorothiazide (Diuril),
hydrochlorothiazide (Hydrodiuril, Microzide), indapamide (Lozol), metolazone
(Zaroxolyn).
Diuretik loop
Obat ini merupakan jenis diuretik yang paling kuat apabila dibandingkan dengan
jenis lainnya. Diuretik loop bekerja dengan cara membuang garam, klorida, dan
kalium, sehingga semua zat tersebut akan terbuang melalui urin.
Obat ini juga mengurangi penyerapan kalsium dan magnesium ke dalam tubuh.
Selain digunakan sebagai obat darah tinggi, diuretik loop juga dapat diberikan
untuk mengatasi edema akibat gagal jantung, penyakit hati, dan penyakit ginjal
(dr. Mikhael, 2017).
Contoh obat diuretik loop: bumetanide (Bumex), furosemide (Lasix), torsemide
(Demadex)
Zat aktif : Furosemid
Indikasi : Digunakan untuk menurunkan edema paru-paru akut pada gagal
jantung kongestifyang memerlukan diuresis yang kuat dancepat., mengobati
hiperkalsemia, nefrosis ataugagal ginjal kronik
Kontra indikasi : Gangguan fungsi ginjal, oliguria, anuria, hipokalemia,
hiponatremia, hipotensi (MIMS,hal 49).
Efek samping :
Ototoksisitas : pendengaran dapat terganggubila digunakan bersama-sama
denganantibiotika aminoglikosida. Hiperurisemia,kekurangan kalium,
hipovolemia akut :pengurangan volume darah yang cepat danparah, dengan
memungkinkan hipotensi, syokdan aritmia jantung. Dapat pula terjadigangguan
saluran cerna, depresi elemendarah, rash kulit, parestesia dan disfungsi hati.
Farmakokinetik: Pada umumnya pemberian furosamid dapat memberikan efek
yaitu meningkatkan eksresi k+ dan kadar asam urat plasma, serta ca++ dan mg++
juga ditingkatkan sebanding dengan peninggian eksresi Na+.
Farmakodinamik : Ketika obat mudah diserap melalui salurancerna, dengan
derajat yang agak berbedabeda. Bioavailabilitas furosemid 65%, diuretikkuat
terikat pada protein plasma secaraekstensif, sehingga tidak difiltrasi di
glomerulustetapi cepat sekali disekresi melalui sistemtransport asam organik di
tubuli proksimal.Dengan cara ini obat terakumulasi dicairantubuli dan mungkin
sekali di tempat kerja didaerah yang lebih distal lagi. Masa kerjanyarelatif singkat
yaitu 1 sampai 4 jam. Furosemiddiekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuhdan
dalam konjugasi dengan senyawasulfuhidril terutama sistein dan N-asetil
sistein,sebagian lagi diekskresi melaluihati.(Ganiswarna, 1995)
Dosis : Oral 1-2 dd 25-100 mg pada waktu makan.
Golongan : Obat furosemide termasuk obat golongan “Loop Diuretic”
Mekanisme kerja: “Loop diuretic”
merupakan obat diuretik yang paling efektif,karena pars asendens bertanggung
jawabuntuk reabsorbsi 25-30% NaCl yang disaringdan bagian distalnya tidak
mampu untukmengkompensasi kenaikan muatan
b. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor
Obat darah tinggi angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dapat
membantu melemaskan pembuluh arteri dan vena Anda, sehingga tekanan darah
dapat turun. Biasanya, obat yang termasuk ke dalam golongan ini adalah obat
yang pertama kali diresepkan (lini pertama) untuk penderita hipertensi.
ACE inhibitor mencegah produksi angiotensin II dari enzim tubuh Anda.
Angiotensin II adalah senyawa yang mempersempit pembuluh darah.
Penyempitan pembuluh darah dapat meningkatkan tekanan darah dan memaksa
jantung Anda bekerja lebih keras. Selain itu, angiotensin II juga melepas hormon
yang dapat mengakibatkan tekanan darah Anda naik. Tidak hanya digunakan
sebagai obat darah tinggi, ACE inhibitor juga dapat mencegah, mengobati, dan
mengendalikan gejala-gejala penyakit arterikoroner, gagal jantung, diabetes,
serangan jantung, penyakit ginjal, serta migrain. Umumnya, obat ini jarang
menimbulkan efek samping. Namun, apabila memang terjadi efek samping, Anda
mungkin akan mengalami hiperkalemia, kelelahan, batuk kering, sakit kepala,
dan kehilangan fungsi indera pengecap (dr. Mikhael, 2017).
Obat jenis ACE yang paling sering digunakan pada penyakit Ginjal adalah obat
Captopril karena proses farmokonya yang singkat
(1) Absorpsi
Captopril diabsorpsi cepat sekitar 60‒75% pada perut kosong. Makanan akan
mengurangi bioavailabilitas obat sekitar 24% hingga 30%.
Dalam satu jam, dosis tunggal 100 mg captopril per oral, akan mencapai
konsentrasi puncak dalam darah sekitar 800 ng/mL. Penurunan tekanan darah
akan terjadi, biasanya maksimal sekitar 60‒90 menit setelah menelan dosis
individu obat ini.
Lama kerja obat berhubungan dengan dosis yang diberikan. Penurunan
tekanan darah dapat progresif. Untuk mencapai efek terapeutik yang
maksimal, maka obat perlu dikonsumsi selama beberapa minggu. Karenanya,
edukasikan kepada pasien untuk mengonsumsi obat dengan tidak terinterupsi,
atau menghentikan terapi, tanpa rekomendasi dokter.
(2) Distribusi
Captopril didistribusikan ke dalam air susu ibu dengan konsentrasi sekitar 1%
dari konsentrasi obat dalam darah maternal. Uji coba pada hewan
menunjukkan captopril secara cepat didistribusikan pada hampir semua
jaringan tubuh, kecuali susunan saraf pusat. Captopril terikat pada plasma
protein, terutama albumin, sekitar 25‒30%.
(3)Metabolisme
Metabolisme captopril terjadi di hepar. Metabolit captopril berupa disulfida.
Mayoritas metabolit adalah dimers dari captopril disulfida. Metabolit-
metabolit tersebut menjalani proses interkonversi yang reversibel. Sekitar
setengah dari dosis captopril yang diabsorpsi, secara cepat akan dimetabolisir,
terutama menjadi disulfida captopril-sistein, dan dimer sulfida. Diperkirakan
bahwa obat lebih dimetabolisir secara ekstensif pada pasien dengan fungsi
ginjal yang rusak, daripada pasien dengan fungsi renal yang normal.
Waktu paruh biologis terjadi < 2 jam pada pasien dengan fungsi ginjal yang
normal. Waktu paruh captopril dan metabolitnya berhubungan
dengan creatinine clearance. Waktu paruh meningkat sekitar 20‒40 jam pada
pasien dengan creatinine clearance <20 mL/menit. Dapat lebih lama sekitar
6,5 hari pada pasien dengan anuria.
(4)Eliminasi
Captopril dan metabolitnya diekskresikan ke urine. Lebih daripada 95% dosis
obat yang diabsorpsi, akan diekskresikan ke urine dalam waktu 24 jam, pada
pasien dengan fungsi ginjal yang normal.
Sekitar 40‒50% dari obat yang diekskresikan ke urine berupa captopril yang
tidak berubah. Sisanya sebagai dimers dari captopril disulfida dan disulfida
captopril sistein.
Sekitar 20% dari dosis obat tunggal ditemukan pada feses dalam waktu 5 hari,
yang berupa obat yang tidak diabsoprsi. Obat captopril dapat dieliminasi
melalui hemodialisa pada orang dewasa. Namun, belum diketahui apakah obat
ini dapat dieliminasi melalui proses tersebut pada neonatus, atau anak .
(5)Resistensi
Dilaporkan telah terjadi resistensi pada dua pasien terhadap obat captopril,
setelah diterapi selama 12 minggu dengan dosis yang ditingkatkan. [20]
Perkembangan resistensi ini, dihubungkan dengan restorasi terhadap kadar
renin dan aldosteron plasma yang awalnya meningkat. Kendurnya kontrol
terhadap hipertensi, setelah beberapa lama, dapat dihubungkan dengan
munculnya kembali mekanisme yang mengakibatkan stimulasi renin yang
eksesif..
c. Angiotensin II receptor blocker (ARB)
Serupa dengan ACE inhibitor, obat angiotensin II receptor blocker (ARB) juga
dapat membantu merilekskan pembuluh vena dan arteri agar tekanan darah dapat
menurun. Yang membedakan obat ini dengan ACE inhibitor adalah, ARB tidak
menghalangi atau menghambat produksi angiotensin II. Obat ini mencegah
angiotensin berikatan dengan reseptor pada pembuluh darah, sehingga dapat
membantu menurunkan tekanan darah. Obat ini juga dapat digunaan untuk
mengatasi gejala-gejala penyakit ginjal, jantung, serta diabetes.
Efek samping yang mungkin dirasakan adalah pusing, hiperkalemia, dan
pembengkakan pada kulit. Obat ini tidak boleh dikonsumsi oleh ibu hamil (dr.
Mikhael, 2017).
ARB bekerja dengan cara mengeblok aktivitas kimia alami yang
disebut angiotensin II. Angiotensin II adalah vasokonstriktor kuat (menyebabkan
pembuluh darah kontriksi [menyempit]). Penyempitan ini bisa menyebabkan
tekanan darah tinggi dan sedikit aliran darah yang melalui ginjal. ARB mencegah
angiotensin II berikatan dengan reseptornya, reseptor angiotensin II tipe I (AT1)
yang terletak di otot-otot di sekitar pembuluh darah, sehingga:
1) memungkinkan pembuluh darah tersebut membesar.
2) mengurangi tekanan darah.
3) memperbaiki gejala gagal jantung.
4) memperbaiki perkembangan penyakit ginjal akibat diabetes.
Angiotensin II juga memiliki efek pada:
1) aktivasi simpatetik. Angiotensin II memiliki efek pada noradrenalin yang
berkontribusi terhadap vasokonstriksi dan meningkatkan denyut jantung.
2) sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
3) penyerapan kembali natrium dan retensi (penahanan) air oleh ginjal.
Farmakokinetika
Seperti ACE inhibitor, kebanyakan ARB mempunyai waktu paruh cukup panjang
untuk pemberian sekali sehari. Tetapi kandesartan, eprosartan, dan losartan
mempunyai waktu paruh paling pendek dan diperlukan dosis pemberian 2x
perhari agar efektif menurunkan tekanan darah.
Efek samping
ARB mempunyai efek samping paling rendah dibandingkan dengan obat
antihipertensi lainnya. ARB tidak menyebabkan batuk kering karena tidak
memengaruhi bradikinin. Kejadian batuk sangat jarang, demikian juga
angioedema; tetapi reaktivitas silang telah dilaporkan.
Sama halnya dengan ACE inhibitor, ARB dapat menyebabkan insufisiensi ginjal,
hiperkalemi, dan hipotensi ortostatik. Hal-hal yang harus diperhatikan lainnya
sama dengan pada penggunaan ACE inhibitor.
Kontraindikasi
ARB tidak boleh digunakan pada perempuan hamil.
Contoh obat ARB: 
Azilsartans(Edarbi), candesartan (Atacand), irbesartan, losartan potassi, eprosarta
n mesylate, olmesartan (Benicar), telmisartan (Micardi), dan valsartan (Diovan). 
d. Calcium channel blocker (CCB)
Obat calcium channel blocker (CCB) juga merupakan obat lini pertama
dalam pengobatan hipertensi. Obat ini dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu
dihydropyridine dan nondihydropyridine. Dihydropyridine berikatan dengan
kalsium di dalam otot lunak vaskuler, sehingga pembuluh darah akan melebar dan
tekanan darah menurun. Sementara itu, nondihydropyridine berikatan dengan
kalsium pada pengatur denyut jantung, sehingga tekanan darah dapat lebih
terkendali. Dengan kata lain, obat ini menyebabkan sel-sel jantung dan pembuluh
darah otot mengendur. Pada akhirnya, dapat menurunkan tekanan darah dengan
membuat pembuluh darah berelaksasi dan mengurangi detak jantung.
Efek samping dari obat darah tinggi CCB adalah konstipasi, pusing, detak jantung
semakin cepat, kelelahan, mual, muncul ruam, dan bengkak di beberapa bagian
tubuh . (dr. Mikhael, 2017).
Farmakodinamik
Amlodipine merupakan golongan penghambat kanal kalsium generasi kedua dari
kelas 1,4 dihidropiridin (DHP). DHP bekerja dengan mengikat situs yang dibentuk
dari residu asam amino pada dua segmen S6 yang berdekatan dan segmen S5
diantaranya dari kanal kalsium bermuatan di sel otot polos dan jantung. Ikatan
tersebut menyebabkan kanal kalsium termodifikasi ke dalam kondisi inaktif tanpa
mampu berkonduksi (nonconducting inactive state) sehingga kanal kalsium di sel
otot menjadi impermeabel terhadap masuknya ion kalsium.
Hambatan terhadap influks ion kalsium ekstraseluler tersebut menyebabkan
terjadinya vasodilatasi, penurunan kontraktilitas miokard, dan penurunan tahanan
perifer.
Amlodipine memiliki afinitas lebih tinggi pada kanal kalsium yang terdepolarisasi.
Sel otot polos vaskuler memiliki potensial membran yang lebih terdepolarisasi
dibandingkan sel otot jantung sehingga efek fisiologis amlodipine lebih nyata di
jaringan vaskuler dibandingkan di jaringan jantung[3-5].
Farmakokinetik
Aspek farmakokinetik amlodipine mencakup aspek absorbsi, distribusi,
metabolisme, dan ekskresi obat.
1) Absorpsi
Amlodipine cepat diserap menyusul konsumsi oral dengan bioavailabilitas
hingga mencapai 64%. Konsentrasi amlodipine dalam plasma mencapai
puncaknya 6-12 jam setelah dikonsumsi setelah melalui metabolisme di hati.
Kadar plasma semakin meningkat dengan penggunaan amlodipine jangka
panjang sehubungan dengan masa paruh eliminasi yang panjang (35-48 jam)
dan efek saturasi metabolisme hepatik. Kadar plasma ini akan stabil setelah
pemberian amlodipine secara rutin selama 7-8 hari.
2) Distribusi
Mengingat volume distribusinya yang besar (21,4±4,4 L/kg), amlodipine
terdistribusi masif ke kompartemen jaringan. 93-98% amlodipine dalam plasma
terikat dengan protein.
3) Metabolisme
Amlodipine dimetabolisme di hati menjadi bentuk metabolit inaktifnya.
Metabolit amlodipine tidak memiliki aktivitas antagonis kalsium dan hanya
sedikit bentuk obat asli yang diekskresikan melalui urin.
4) Eskresi
Sebagian besar metabolit amlodipine (62% dosis yang dikonsumsi)
diekskresikan melalui urin dan sisanya melalui feses. Terkait besarnya proporsi
metabolit yang diekskresikan melalui urin, pada pasien usia lanjut, bersihan
amlodipine dapat mengalami penurunan sehingga diperlukan penyesuaian
dosis.
Contoh obat CCB : amlodipine, clevidipine, diltiazem,
felodipine, isradipine, nicardipine, nifedipine, nimodipine, dan nisoldipine.
e. Beta blocker
Obat ini bekerja dengan cara menghalangi efek dari hormon epinefrin
(hormon adrenalin). Hal ini membuat jantung bekerja lebih lambat, detak jantung
dan kekuatan pompa jantung menurun. Sehingga, volume darah yang mengalir di
pembuluh darah menurun dan tekanan darah menurun.
Sama seperti ACE inhibitor dan Calcium channel blocker, obat ini juga
merupakan
obat lini pertama dalam pengobatan hipertensi.
Beberapa efek samping yang dapat muncul akibat konsumsi obat beta-
blocker adalah susah tidur (insomnia), tangan dan kaki dingin, kelelahan, sesak
napas, detak jantung melemah, serta risiko impoten. (dr. Mikhael, 2017).
Farmakodinamik
Atenolol merupakan salah satu obat golongan penghambat beta-adrenergik.
Atenolol berfungsi menghambat respon dari stimulasi beta-adrenergik, bersifat
kardioselektif pada reseptor beta-1, namun hanya hanya memiliki efek yang sangat
kecil pada reseptor beta-2. Atenolol memiliki efek kronotropik dan inotropik
negatif. Beberapa mekanisme kerja dari atenolol adalah:
1) Reduksi denyut nadi dan cardiac output pada saat istirahat maupun aktivitas
2) Reduksi tekanan darah sistolik dan diastolik pada saat istirahat dan aktivitas
3) Reduksi refleks ortostatik takikardi
Durasi mekanisme aksi dari atenolol bergantung pada dosis dan konsentrasi
dalam plasma. Pada pemberian secara intravena, atenolol dapat meningkatkan
resistensi perifer total sebesar 20-30%. Berbagai studi melaporkan penggunaan
atenolol secara oral dalam jangka waktu lama tidak mengakibatkan perubahan
pada resistensi vaskular atau hanya meningkat sebesar 5%. Tidak didapatkan
adanya perubahan hemodinamik akibat penggunaan atenolol selama 1-5 tahun.
Atenolol dapat menyebabkan peningkatan waktu recovery nodus sinus dan
memperpanjang interval R-R dan waktu refraktori nodus AV, sehingga
menyebabkan peningkatan denyut jantung.
Atenolol dapat menurunkan resistensi vaskular renal pada pasien hipertensi,
namun tidak memiliki efek pada bersihan kreatinin, laju filtrasi glomerular,
atau aliran darah renal.
Farmakokinetik
Farmakokinetik atenolol adalah sebagai berikut:
1) Absorbsi
Absorbsi atenolol dalam bentuk oral cepat dan konsisten, namun hanya sekitar
50% dosis oral yang diabsorbsi dari traktus gastrointestinal. Atenolol yang
terabsorbsi sebagian besar akan mencapai sirkulasi sistemik.
2) Distribusi
Level atenolol dalam plasma darah mencapai puncak dalam waktu 2-4 jam
setelah dikonsumsi dan akan bertahan selama 24 jam. Hanya sekitar 6-16%
atenolol yang terikat pada protein sehingga level obat dalam plasma relatif
konsisten. Apabila diberikan secara intravena, level plasma mencapai
puncaknya hanya dalam waktu 5 menit dan akan menurun dengan cepat
selama 7 jam setelah pemberian.
3) Metabolisme
Atenolol sangat sedikit bahkan hampir tidak di metabolisme di liver. Atenolol
dimetabolisme di ginjal.
4) Eliminasi
Eliminasi atenolol melalui eksreksi renal. Hampir 85% dosis intravena
diekskresi melalui urine dalam waktu 24 jam, sedangkan dosis oral akan
tereksresi sebesar 50% dalam waktu 24 jam. Waktu paruh eliminasi atenolol
adalah 6-7 jam dan tidak didapatkan adanya perubahan profil kinetik dari
pemberian jangka panjang.
Contoh obat beta blocker: atenololb
(Tenormin), propranolol, metoprolol, nadolol (Corgard), betaxolol (Kerlone),
metoprolol tartrate (Lopressor) acebutolol (Sectral), bisoprolol fumarate
(Zebeta), nebivolol, dan solotol (Betapace).
f. Vasodilator
Obat darah tinggi lain yang biasanya diresepkan dokter adalah vasodilator.
Obat ini bekerja dengan cara membuka atau melebarkan otot-otot pembuluh
darah.
Apabila otot pembuluh arteri dan vena lebih rileks, darah akan mengalir dengan
lebih mudah. Jantung Anda tidak perlu bekerja dengan keras, sehingga obat ini
dapat menyebabkan tekanan darah Anda yang tinggi dapat menurun. Beberapa
efek samping yang dapat timbul akibat konsumsi obat darah tinggi ini adalah
percepatan detak jantung, penumpukan cairan berlebih di dalam tubuh, mual,
muntah, sakit kepala, rambut tumbuh secara berlebihan, nyeri sendi, dan nyeri
dada (dr. Mikhael, 2017).
Farmakodinamis
Mekanisme kerja : hidralazin bekerja langsung merelaksasi otot polos Arteri
dengan mekanisme yang belum dapat dipastikan sedangkan otot polos Vena
hampir tidak dipengaruhi vasodilatasi yang terjadi menimbulkan reflek
kompensasi yang kuat berupa peningkatan kekuatan dan frekuensi denyut jantung
peningkatan renin dan plasma karena lebih selektif bekerja pada arterial maka
hidralazin jarang menimbulkan hipotensi ortostatik
Penggunaan : hidralazin biasanya digunakan sebagai obat kedua atau ketiga
setelah diuretik dan b blocker karena filariasis akibat retensi cairan dan refleks
simpatis akan mengurangi efek anti hipertensi nya B blocker dapat mengatasi
retensi cairan oleh diuretik dan menghambat reflek takikardia ,dosis pemberian
nya 25 - 100 mg 2 kali sehari untuk hipertensi darurat seperti pada
glomerulonefritis akut dan eklampsia dapat juga diberikan secara secara intravena
dengan dosis 20-40 mg, dosis Maksimal per hari 200 mg/ hari kecuali untuk
individu dengan ASI dilator cepat ,dosis maksimum 300 mg per hari dapat
digunakan dosis untuk asetilator lambat adalah 2 mg/kg/hari dan asetilator cepat
adalah 30 mg/kg/hari
Farmakokinetik
hidralazin diabsorbsi dengan baik melalui saluran cerna metabolismenya dengan
cara asetilasi group hidrogen atau amino reaksi ini dikatalisis oleh n-asetil
transferase 2 suatu enzim dalam sitosol hati yang memindahkan asetil dari asetil
koenzim a obat tersebut pada asetilator lambat dicapai kadar plasma yang lebih
tinggi dengan efek hipotensi berlebihan dan efek samping yang lebih sering
Efek samping : sakit kepala,mual,pusing,hipotensi,takikardia,palpitasi
angina,pectoris kimia,retensi air dan natrium sindrom Lupus.
Contoh obat vasodilator: hydralazine dan minoxidil.
g. Central-acting agents
Central-acting agents atau central agonist merupakan obat darah tinggi
yang bekerja di sistem saraf pusat, bukan langsung di sistem kardiovaskular. Obat
darah tinggi central-acting agents bekerja dengan cara mencegah otak mengirim
sinyal ke sistem saraf untuk mempercepat detak jantung dan mempersempit
pembuluh darah.
Sehingga, jantung tidak memompa darah dengan kuat dan darah mengalir lebih
mudah di pembuluh darah.
Selain digunakan untuk mengatasi tekanan darah tinggi, obat darah tinggi jenis ini
juga biasanya diberikan kepada penderita attention-deficit/hyperactivity
disorder (ADHD) serta sindrom Tourette.
Dibanding dengan obat darah tinggi lainnya, central-acting agents termasuk obat
darah tinggi dengan efek samping yang cukup kuat. Beberapa di antaranya adalah
penurunan denyut jantung, konstipasi, pusing, mengantuk, demam, serta risiko
impoten (dr. Mikhael, 2017).
Farmakodinamik

Mekanisme kerja clonidine dibedakan antara mekanisme antihipertensinya dan


mekanisme kerja untuk migraine dan menopausal flushing.
Efek Antihipertensi
Clonidine dapat menstimulasi reseptor adrenoreseptor alfa pada batang otak.
Stimulasi ini kemudian menghambat pusat simpatis bulbar dan pusat
vasokonstriktor simpatis yang kemudian menyebabkan penurunan aliran simpatis
dari otak, menurunkan resistensi perifer, resistensi pembuluh darah ginjal, dan
tekanan darah. Selain itu, stimulasi adrenoreseptor alfa akan meningkatkan
aktivitas baroreseptor dan meningkatkan aktivitas vagal yang akan menurunkan
denyut jantung. Clonidine hidroklorida juga dapat menstimulasi adrenoreseptor
alfa perifer. Hal ini tampak pada efek penurunan transien yang kecil (5-10 mmHg
tekanan darah sistolik) setelah pemakaian parenteral. Penggunaan dosis besar
clonidine hidroklorida dapat meningkatkan kadar gula darah secara transien.
Mekanisme Kerja untuk Profilaksis Migraine dan Menopausal flushing
Dosis kecil clonidine dapat digunakan untuk profilaksis migraine dan meredakan
gejala menopausal flushing. Mekanisme aksi ini diduga karena modifikasi respons
pembuluh darah perifer terhadap stimulus vasokonstriktor dan vasodilator seperti
norepinephrine, isoprenaline, dan angiotensin.
Farmakokinetik
Clonidine dapat diabsorpsi baik dari sistem gastrointestinal dengan waktu paruh
sekitar 9-26 jam. Gangguan fungsi ginjal dapat mempengaruhi waktu paruh dan
ekskresi clonidine.
1) Absorpsi dan Distribusi
Farmakokinetik clonidine sangat dipengaruhi oleh dosis yakni berada pada di
antara 75-300 mikrogram. Clonidine (dengan bahan aktif clonidine
hidroklorida) dapat diabsorpsi dengan baik dari traktus gastrointestinal.
Konsentrasi plasma dapat mencapai puncaknya dalam waktu 1-3 jam setelah
administrasi secara oral. Durasi kerja clonidine dapat bervariasi antara 6-12 jam
dengan durasi kerja yang memanjang pada hipertensi ringan. Kemampuan
pengikatan protein pada plasma adalah 30-40%.
2) Metabolisme
Waktu paruh clonidine ditemukan pada kisaran antara 9-26 jam pada pasien
dengan fungsi ginjal yang normal. Pada penderita gangguan fungsi ginjal,
waktu paruh dapat memanjang hingga 18 - 48 jam. Jalur metabolik dari
clonidine meliputi pemecahan cincin imidazolidine dan hidroksilasi ring
phenyl.
3) Eliminasi
Dua pertiga dari dosis yang diberikan kemudian diekskresikan melalui urine
(separuhnya berupa clonidine hidroklorida yang tidak berubah) dan sisanya
diekskresikan ke dalam feses.
Efek antihipertensi dapat dicapai pada konsentrasi plasma di antara 0,2 sampai
dengan 2,0 ng/ml pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal. Efek hipotensi
dapat memanjang atau menurun pada konsentrasi di atas 2,0 ng/ml.
Jika diberikan secara injeksi, clonidine hidroklorida dapat efektif bekerja dalam
waktu 5 menit dengan efek hipotensi maksimal dalam waktu 20-30 menit dan
efek ini akan bertahan beberapa jam. Setelah pemberian secara intramuskular,
clonidine hidroklorida dapat bekerja secara efektif dalam waktu 5-10 menit
dengan efek hipotensi maksimal tercapai setelah 75 menit dan durasi kerja
sekitar 5 jam. Selain itu, farmakokinetik clonidine tidak dipengaruhi oleh
makanan
Contoh obat central-acting agent: clonidine (Catapres, Kapvay), guanfacine
(Intuniv), dan methyldopa.
h. Direct renin inhibitor (DRI)
Obat direct renin inhibitor (DRI) bekerja dengan cara mencegah renin
mengatur tekanan darah Anda yang tinggi. Renin merupakan enzim yang terdapat
di dalam tubuh Anda.
Ibu hamil dan menyusui tidak diperbolehkan untuk minum obat darah tinggi jenis
ini. Selain itu, karena obat ini tergolong obat darah tinggi yang masih baru,
diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai efek samping jangka panjang dari obat
ini.
Namun, efek samping yang umumnya dapat timbul akibat konsumsi obat darah
tinggi DRI adalah pusing, sakit kepala, diare, dan hidung tersumbat.
Contoh obat direct renin inhibitor: aliskiren (Tekturna) (dr. Mikhael, 2017).
1) Mekanisme Kerja Aliskiren
Peranan RAAS dalam homeostasis sistem kardiovaskuler, tekanan
darah, serta keseimbangan cairandan elektrolit sudah diketahui sejak
lama.RAAS dimulai dari adanyaangiotensinogen. Angiotensinogen diproduksi
di hati. Oleh renin, angiotensinogenakan mengalami konversi menjadi
angiotensin I. Selanjutnya, angiotensin converting enzyme (ACE) akan
mengonversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Produksi angiotensin II
secara terus-menerus dapat menyebabkan vasokonstriksi,
peningkatanaldosteron, dan retensi cairan yang akhirnya akan menimbulkan
hipertensi (Burchum and Rosenthal, 2016).
Aliskiren merupakan direct renin inhibitordengan potensi tinggiyang
bekerja pada renin untuk menghambat konversi angiotensinogen menjadi
angiotensin I. Berdasarkan uji klinis, aliskiren mampu menurunkan aktivitas
renin plasma sebesar 50% hingga 80% (Brown, 2008).

2) Farmakokinetik-Farmakodinamik Aliskiren
Aliskiren memiliki waktu paruh hingga 40 jam, sehingga membuatnya
mampu mengendalikan tekanan darah selama 24 jamdan keuntungannya dapat
diberikan one-daily dosing, dengan bioavailabilitas oral sebesar 2,5%. Setelah
1-3 jam pemberian, maka akan diperoleh konsentrasi puncakaliskiren dalam
plasma, namun onsetini dapat tertunda atau menurun secara substansial
dengan adanya makanan tinggi lemak(Schmieder et al.; 2007; Cromer and
Peker, 2008).Setelah pemberian bersamaan dengan makanan tinggi lemak,
maka konsentrasi AUC (Area under the blood concentration time curve) dan
konsentrasi puncak plasma menurun masing- masing sebesar 71% dan 85%
(Brown, 2008).Kondisi tunak dicapai setelah waktu 5-8 hari pada pemberian
one-daily dosing.Profil farmakokinetik aliskirentidak terpengaruholeh ras,
usia, jenis kelamin, gangguan hepar (Child-Pugh Clinical Assessment Score 5-
15), gangguan ginjal (klirens kreatinin <80 mL/menit), dan diabetes (Wal et
al., 2011).
3) Farmakokinetik-Farmakodinamik Aliskiren
Aliskiren memiliki waktu paruh hingga 40 jam, sehingga membuatnya
mampu mengendalikan tekanan darah selama 24 jamdan keuntungannya dapat
diberikan one-daily dosing, dengan bioavailabilitas oral sebesar 2,5%. Setelah
1-3 jam pemberian, maka akan diperoleh konsentrasi puncakaliskiren dalam
plasma, namun onsetini dapat tertunda atau menurun secara substansial
dengan adanya makanan tinggi lemak(Schmieder et al.; 2007; Cromer and
Peker, 2008).
Setelah pemberian bersamaan dengan makanan tinggi lemak, maka
konsentrasi AUC (Area under the blood concentration time curve) dan
konsentrasi puncak plasma menurun masing- masing sebesar 71% dan 85%
(Brown, 2008).
Kondisi tunak dicapai setelah waktu 5-8 hari pada pemberian one-
daily dosing.Profil farmakokinetik aliskirentidak terpengaruholeh ras, usia,
jenis kelamin, gangguan hepar (Child-Pugh Clinical Assessment Score 5-15),
gangguan ginjal (klirens kreatinin <80 mL/menit), dan diabetes (Wal et al.,
2011).
Sebanyak 50% aliskiren terikat dengan protein plasma di dalam
sirkulasi, dengan nilai volume distribusi pada kepustakaan sebesar 135 L.
Jalur metabolisme utama aliskiren melalui ekskresi bilier sebagai
unmetabolized drug dan kurang dari1% aliskiren yang diberikan secara oral
diekskresi melaluiginjal. Aliskiren pundimetabolisme oleh sitokrom
P450(predominan oleh isoenzim sitokrom P3A4) (Sica, 2009).
Beberapa penelitian pre-klinisdan klinis membuktikan bahwa aliskiren
mampu menurunkan aktivitas plasma renin dan konsentrasi angiotensin, baik
angiotensin I maupun angiotensin II.Oleh karena itu, potensi aliskiren tidak
dapat diragukan karena aliskiren mampu memblokade RAAS secara efektif
(Izzo et al., 2008).
4) Dosis Aliskiren
Aliskiren tersedia dalam bentuk sediaan tunggal (Tekturna® dan
Rasilez®) maupun kombinasi.Contoh sediaan kombinasi yang beredar di
pasaran adalah aliskiren-hidroklorotiazid (HCT) (Tekturna HCT dan Rasilez
HCT) dan aliskiren- amlodipin (Tekamlo).Tekturna® dan Rasilez® tersedia
dalam bentuk tablet dengan dosis 150 mg dan 300 mg. Dosis awal terapi
aliskiren yaitu 150 mg/hari.Jika tekanan darah belum terkontrol, maka dosis
dapat ditingkatkan hingga 300 mg/hari. Namun, apabila dosis harian aliskiren
diberikan di atas 300 mg, maka risiko diare akan meningkat. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa makanan tinggi lemak mampu menurunkan
absorpsi aliskiren secara substansial, sehingga setiap dosis harian aliskiren
harus diberikan 1 jam sebelum makan (Burchum and Rosenthal, 2016).
Terapi kombinasi aliskiren-amlodipin (Tekamlo) pun tersedia dalam
empat variasi strength (kekuatan)/dosis obat yaitu 150 mg/5 mg; 150 mg/10
mg; 300 mg/5 mg; dan 300 mg/10 mg untuk pemakaian sekali sehari.Studi
Drummond et al. (2007) menunjukkan bahwa pasien yang menerima terapi
kombinasi aliskiren-amlodipin 150 mg/5 mg nyatanya mengalami penurunan
SBP dan DBP yang signifikan dibandingkan dengan pasien yang menerima
monoterapi amlodipin 5 mg.
5) Interaksi Obat Aliskiren
Aliskiren tidak mempengaruhi aktivitas enzim sitokrom
P450,dimetabolisme minimal oleh CYP3A4, dan tidak terikat dengan protein,
sehingga aliskiren memiliki potensi rendah untuk berinteraksi dengan obat
lain (Brown, 2008).Dieterle et al. (2004) telah membuktikan bahwa beberapa
dosis aliskiren tidak memiliki efek terhadap farmakodinamik atau
farmakokinetik dari dosis tunggal warfarin.Selain itu, aliskiren tidak
menunjukkan adanya interaksi farmakokinetik yang relevan secara klinis
dengan lovastatin, atenolol, celecoxib, atau simetidin pada responden pria
yang sehat. Dieterich et al. (2006) pun menyebutkan bahwa aliskiren tidak
memiliki interaksi dengan digoxin.
Namun, uji klinis lain menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara
aliskiren dengan beberapa obat tertentu. Menurut Vaidyanathan et al. (2006),
pemberian aliskiren bersamaan dengan furosemide mampu menurunkan
konsentrasi AUC dan konsentrasi puncak plasma furosemide masing-masing
hingga 30% dan 50%. Selain itu, pemberian ketoconazole pada dosis 200 mg
setiap dua kali sehari berhubungan dengan peningkatan kadar plasma aliskiren
hingga 80% (Brown, 2008).

Anda mungkin juga menyukai