Anda di halaman 1dari 5

Antimikobakteri

Antimikobakteri adalah suatu senyawa yang digunakan untuk pengobatan penyakit parasit yang
disebabkan oleh mikobakteri. Obat antimikobakteri dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
obat antituberkulosis dan antilepra (Siswandono dan Soekardjo, 2008).

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium


tuberculosis (M.Tb) dan merupakan penyakit menular (Depkes RI, 2009).

Obat Anti tuberkulosis digunakan obat utama (lini 1) dan lini 2 sebagai obat tambahan (PDPI,
2006). Obat lini pertama yaitu, isoniazid yang bersifat tuberkulostatik dan membunuh bakteri
atau tuberkulosid. Rifampisin bersifat menghambat pertumbuhan berbagai bakteri gram positif
dan negatif serta dapat menghambat pertumbuhan M.Tb (Istiantoro & Setiabudy, 2011).
Pirazinamid membunuh basil tuberkel semidorman dalam keadaan asam (Retnoningrum &
Kembaren, 2004). Ethambutol bersifat tuberkulostatik dan streptomisin bersifat bakteriostatik
dan bakterisid terhadap M.Tb serta diberikan secara injeksi (Istiantoro & Setiabudy, 2011).

Selama ini penyakit infeksi seperti TB diatasi dengan penggunaan antibiotik. Rifampisin (RIF),
Isoniazid (INH), etambutol (EMB), streptomisin dan pirazinamid (PZA) telah dimanfaatkan
selama bertahuntahun sebagai anti-TB. Namun, banyak penderita telah menunjukkan resistensi
terhadap obat lini pertama ini. Sejak tahun 1980-an, kasus tuberkulosis di seluruh dunia
mengalami peningkatan karena kemunculan MDR-TB (Multi Drug Resisten Tuberculosis) (Chan
dkk, 2002). Bakteri penyebab MDR-TB adalah strain M. tuberculosis yang resisten terhadap
obat anti-TB first-line seperti isoniazid dan rifampisin. MDR-TB mendorong penggunaan obat
lini kedua yang lebih toksik seperti etionamid, sikloserin, kanamisin dan kapreomisin (Tripathi
dkk., 2005). Namun extensively drug-resisten tuberculosis (XDR-TB) menyebabkan bakteri TB
resisten terhadap obat lini kedua (WHO, 2010).
Tuberkulosis biasanya menyerang paru-paru, tetapi juga bisa berdampak pada bagian
tubuh lainnya. Tuberkulosis menyebar melalui udara ketika seseorang dengan infeksi
TB aktif batuk, bersin, atau menyebarkan butiran ludah mereka melalui udara.

Resistensi terhadap OAT terjadi umumnya karena penggunaan OAT yang tidak sesuai.
Resistensi dapat terjadi karena penderita yang menggunakan obat tidak sesuai atau patuh
dengan jadwal atau dosisnya. Dapat pula terjadi karena mutu obat yang dibawah standar.

Terapi atau Pengobatan penderita TB dimaksudkan untuk; 1) menyembuhkan penderita


sampai sembuh, 2) mencegah kematian, 3) mencegah kekambuhan, dan 4) menurunkan tingkat
penularan.

Obat yang umum dipakai adalah Isoniazid, Etambutol, Rifampisin, Pirazinamid, dan
Streptomisin. Kelompok obat ini disebut sebagai obat primer. Isoniazid adalah obat TB yang
paling poten dalam hal membunuh bakteri dibandingkan dengan rifampisin dan streptomisin.
Rifampisin dan pirazinamid paling poten dalam mekanisme sterilisasi. umumnya mempunyai
efek yang lebih

Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) diberikan dalam bentuk
kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Hal ini untuk mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT.

Oleh karena itu dibuat obat baru yang yang pada dasarnya mempunyai paduan yang sama
dengan Kombipak yaitu FDC (Fixed Dose Combination) yang dapat menurunkan resiko
penyalahgunaan obat tunggal dan resistensi ganda (Multi Drug Resistance), Kuman yang
resisten terhadap banyak obat tersebut semakin meingkat.

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap Intensif
ƒ Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.

Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

ƒ Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan

ƒ Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
yang lebih lama

ƒ Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan

Disamping Kombipak, saat ini tersedia juga obat TB yang disebut Fix Dose Combination(FDC).
Obat ini pada dasarnya sama dengan obat kompipak, yaitu rejimen dalam bentuk kombinasi,
namun didalam tablet yang ada sudah berisi 2, 3 atau 4 campuran OAT dalam satu kesatuan.
WHO sangat menganjurkan pemakaian OAT-FDC karena beberapa keunggulan dan
keuntungannya dibandingkan dengan OAT dalam bentuk kombipak apalagi dalam bentuk lepas.
Keuntungan penggunaan OAT FDC:

a. Mengurangi kesalahan peresepan karena jenis OAT sudah dalam satu kombinasi tetap dan
dosis OAT mudah disesuaikan dengan berat badan penderita.
b. Dengan jumlah tablet yang lebih sedikit maka akan lebih mudah pemberiannya dan
meningkatkan penerimaan penderita sehingga dapat meningkatkan kepatuhan penderita.
c. Dengan kombinasi yang tetap, walaupun tanpa diawasi, maka penderita tidak bisa memilih
jenis obat tertentu yang akan ditelan.
d. Dari aspek manajemen logistik, OAT-FDC akan lebih mudah pengelolaannya dan lebih
murah pembiayaannya.
toksik, kurang efektif, dan dipakai jika obat primer sudah resisten. Sedangkan Rifapentin dan
Rifabutin digunakan sebagai alternatif untuk Rifamisin dalam pengobatan kombinasi anti TB.

Jenis-jenis tablet FDC dikelompokkan menjadi 2, yaitu: FDC untuk dewasa dan FDC
untuk anak-anak. Tablet FDC untuk dewasa terdiri tablet 4FDC dan 2FDC. Tablet 4FDC
mengandung 4 macam obat yaitu: 75 mg Isoniasid (INH), 150 mg Rifampisin, 400 mg
Pirazinamid, dan 275 mg Etambutol. Tablet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam
tahap intensif dan untuk sisipan. Tablet 2 FDC mengandung 2 macam obat yaitu: 150 mg
Isoniasid (INH) dan 150 mg Rifampisin. Tablet ini digunakan untuk pengobatan intermiten 3 kali
seminggu dalam tahap lanjutan. Baik tablet 4FDC maupun tablet 2FDC pemberiannya
disesuaikan dengan berat badan pasien. Untuk melengkapi paduan obat kategori II tersedia obat
lain yaitu: tablet etambutol @400 mg dan streptomisin injeksi (vial @750 mg).
Tablet FDC untu anak-anak terdiri dari tablet 3FDC dan 2FDC. Kedua jenis tablet
diberikan kepada pasien TB anak yang berusia 0 – 14 tahun. Tablet 3FDC mengandung 3 macam
obat antara lain: 30 mg INH, 60 mg Rifampisin, dan 150 mg Pirazinamid. Tablet ini digunakan
untuk pengobatan setiap hari dalam tahap intensif. Tablet 2FDC mengandung 2 macam obat
yaitu: 30 mg INH dan 600 mg Rifampisin. Tablet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari
dalam tahap lanjutan. Sama halnya dengan pemberian pada pasien dewasa, pemberian jumlah
FDC pada pasien anak juga disesuaikan dengan berat badan anak.

 Dua antibiotik; isoniazid (INH/H) dan rifampicin (R) yang harus


diminum selama 6 bulan, setiap hari selama dua bulan pertama, dan
tiga kali seminggu selama empat bulan.
 Dua antibiotik tambahan; pirazinamid (Z) dan etambutol (E)
diminum setiap hari selama dua bulan pertama
Kenapa harus enam bulan? Karena
berdasarkan penelitian minum obat TBC selama enam bulan adalah
metode yang paling efektif untuk memastikan bahwa bakteri TBC
telah dibunuh seluruhnya. Jika Anda berhenti minum antibiotik
sebelum enam bulan, atau Anda melewatkan dosis (obat tidak
diminum teratur, alias bolong-bolong), maka infeksi TBC dapat
menjadi resisten (kebal) terhadap antibiotik
yang sebelumnya diberikan. Hal ini berpotensi serius karena jika ini
terjadi, maka penyakit TBC resisten akan sulit diobati sehingga akan
memerlukan pengobatan yang lebih lama atau bahkan jenis obat yang
berbeda.

Anda mungkin juga menyukai