Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN DISKUSI KASUS 3

TUBERKULOSIS



Disusun Oleh:
Kelompok 2

Anita Amalia Sari 0706260124
Dara Ninggar Santoso 0706260194
Gusta Trisna Pratama 0706260364
Miranti Fristy M. 0706260490
Mohammad Azmi 0706260515
Oke Dimas Asmara 0706259646
Rahmania Kannesia D. 0706259702
Sammy Saleh Alhuraiby 0706260635
Yelsi Khairani 0706259980


MODUL ELEKTIF FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA
JUNI 2012

Kasus Tuberkulosis

Ny. Mira, 23 tahun, ibu rumah tangga memiliki 2 orang anak, datang ke tempat praktek anda dengan
keluhan batuk berdahak disertai bercak darah, sejak 8 jam yang lalu. Keluhan batuk sudah dirasakan sejak 2
bulan yang lalu dan tak kunjung sembuh, padahal Ny.Mira sudah minum obat batuk yang dibelinya di warung
dan 3 minggu yang lalu sudah berobat ke dokter, diberikan amoksisilin 3x sehari selama 5 hari, namun tidak
membaik.
Keluhan tersebut disertai dengan demam yang tidak terlalu tinggi, merasa tidak nafsu makan dan sering
berkeringat malam. Selain itu Ny.Mira merasa BB-nya turun. Riwayat keluhan seperti ini sebelumnya tidak ada.
Riwayat keluarga dengan keluhan serupa tidak ada. Suami seorang buruh bangunan dan perokok berat.
Anaknya berusia 8 tahun dan 4 bulan ( masih mendapat ASI ekslusif) Ny.Mira saat ini sedang menggunakan
KB suntik 1 bulan sekali.
PF IMT 18 kg/m
2
, paru-paru : rhonki -/-, wheezing -/-, lain-lain dalam batas normal.
Rontgent paru : terdapat bercak /perselubungan keputihan di kedua apeks paru. Diagnosis : TBC

1. Jelaskan berbagai regimen pengobatan TBC
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) secara umum terbagi atas 2 lini. Obat-obatan lini pertama adalah:
Isoniazid
Rifampicin
Pirazinamid
Etambutol
Streptomisin
Obat lini kedua hanya digunakan untuk kasus resisten obat, terutama TB multidrug resistant (MDR),
jenisnya:
adalah:
Kanamisin
Kapreomisin
Amikasin
Kuinolon
Sikloserin
Etionamid/protionamid
Para-amino salisilat (PAS)
Obat-obatan yang eikasinya belum jelas (makrolid, amoksisilin + asam klavulanat, linezolid,
clofazimin)

Pemberian OAT dilakukan dengan regimen pengobatan TBC yang disesuaikan dengan pasien yang
bersangkutan. Berdasarkan Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia tahun 2011, pengobatan TB
standar dibagi menjadi 3 regimen:
Pasien Baru
Paduan obat yang dianjurkan adalah 2 RHZE/4 RH dengan pemberian dosis setiap hari. Bila
menggunakan program OAT, maka pemberian dosis setiap hari pada fase intensif dilanjutkan
dengan pemberian dosis tiga kali seminggu dengan DOT 2 RHZE/4 R3H3
Pada pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama
Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji kepekaan secara individual. Selama menunggu hasil
uji kepekaan, diberikan padan obat 2RHZES/RHZE/5RHE
Pasien Multi-Drug Resistant (MDR)

2. Regimen pengobatan mana yang anda pilih untuk pasien tersebut? Apa arti kode regimen
pengobatan yang anda tentukan.
Untuk pasien pada pemicu diatas, regimen pengobatan yang kami pilih adalah regimen 2 RHZE/4
R3H3, karena pasien ini adalah pasien TB Paru yang tidak memiliki riwayat pengobatan TB sebelumnya
(pasien baru), dan menyesuaikan dengan program pengobatan TB dari pemerintah sehingga pasien tidak
perlu mengeluarkan biaya pengobatan.
Arti kode regimen yang kami pilih, 2 RHZE/4 R3H3, adalah selama 2 bulan fase intensif, obat yang
diberikan adalah rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol yang diberikan harian, dan selama 4
bulan fase lanjutan, obat yang diberikan adalah rifampisin dan isoniazid yang diberikan 3 kali dalam 1
minggu.


3. Mengapa terapi TBC memerlukan kombinasi beberapa obat?
Mencegah resistensi bakteri terhadap obat
Penggunaan obat tunggal pada pengobatan tuberkulosis dapat dengan cepat menyebabkan resistensi
pada kuman terhadap obat tersebut dan dapat mempengaruhi keberhasilan pengobatan. Pada suatu
penelitian didapatkan frekuensi mutasi spontan yang menyebabkan resistensi pada suatu obat tunggal
dapat terjadi sekitar 1 dari 10
7
untuk ethambutol, 1 dari 10
8
streptomisin dan INH, dan 1 dari 10
10
untuk
rifampisin. Pada pasien dengan tuberkulosis paru yang ekstensif akan didapatkan 10
12
bakteri dalam
tubuhnya, sehingga apabila diobati hanya dengan obat tunggal dapat terbentuk 10
5
bakteri resisten
ethambutol, 10
4
bakteri resisten streptomisin dan INH, dan 10 bakteri resisten rifampisin. Implikasi dari
kejadian resistensi adalah terjadinya Multiple Drug Resistence (MDR) atauh bahkan Extensively Drug-
resistant Tuberkulosis (XDR). Kedua keadaan ini akan menyebabkan penyakit tuberkulosis sangat sulit
untuk diobati.
Mendapatkan efek sinergis dan saling melengkapi antar obat
Masing-masing obat pada regimen obat tuberkulosis mempunyai mekanisme kerja yang berbeda-beda.
INH merupakan suatu bakteriosid yang membunuh bakteri yang sedang bereplikasi. Ethambutol dalam
dosis kecil merupakan bakteriostatik, namun dalam regimen ini digunakan dosis tinggi sehingga efeknya
menjadi bakteriosida. Rifampisin juga merupakan bakterisida dan mempunyai efek sterilisasi. Walaupun
pirazinamid merupakan merupakan obat bakterisida lemah namun sangat efektif pada bakteri yang ada
di lingkungan asam, di dalam makrofag, dan daerah inflamasi. Mekanisme kerja yang berbeda-beda ini
dapat menyebabkan efektifitas dari kombinasi regimen tuberkulosis menjadi lebih efektif dalam
eradikasi kuman Mycobacterium tuberkulosis.
Mempercepat pengobatan tuberkulosis
Isoniazid dan rifampisin merupakan obat yang paling aktif di antara kelima obat tuberkulosis lini
pertama. Kombinasi keduanya yang diberikan selama 9 bulan dapat mengobati sampai 95-98% kasus
tuberkulosis. Namun, penambahan pirazinamid pada kombinasi isoniazid dan rifampisin pada 2 bulan
pertama dapat menurunkan durasi total pengobatan tuberkulosis menjadi 6 bulan tanpa menurunkan
efektifitasnya.
Tabel 1. Durasi Pemberian Obat Tuberkulosis


4. Jelaskan mekanisme kerja , kontraindikasi dan interaksi obat yang anda gunakan pada pasien
tersebut! (Lihat Tabel 2)
5. Sebutkan efek samping berbagai obat TBC dan apa yang harus dilakukan bila efek samping
tersebut timbul! (Lihat Tabel 2)

Table 2. Daftar Obat
Nama Generik dan
Merk Dagang
Mekanisme Kerja Kontraindikasi Interaksi Obat Efek Samping dan Tatalaksana
Rifampisin (R)
(Rimactazid.
Rimcure3-FDC,
Rimatar 4-FDC,
Lanarif, Merimac,
RIF 150/ RIF 300/
RIF 450/ RIF600,
Rifamtibi)
Aktif terhadap sel yang sedang bertumbuh.
Menghambat DNA-dependent RNA polymerase
dari mikobakteria dan mikroorganisme lain dengan
menekan mula terbentuknya (bukan pemanjangan)
rantai dalam sintesis RNA.
Menghambat sintesis RNA mitokondria mamalia,
tetapi diperlukan kadar yang lebih tinggi dari kadar
untuk penghambatan pada kuman.
Farmakokinetik :
Setelah diserap dari saluran cerna, obat ini cepat
dieksresi melalui empedu dan kemudian
mengalami sirkulasi enterohepatik.
Penyerapannya dihambat oleh adanya makanan
Masa paruh eliminasi bervariasi antara 1,5 sampai
5 jam dan akan memanjang jika ada kelainan
fungsi hepar.
Rifampisin didistribusi seluruh tubuh, kadar
efektif dicapai dalam berbagai organ dan cairan
tubuh, termasuk cairan otak. Luas distribusinya
tercemin dari warna merah jimgga pada urin,
tinja, ludah dan cairan tubuh lainnya.
Pasien yang hipersensitif
terhadap Rifampicin,
gangguan saluran
empedu, insufisiensi hati,
pecandu alkohol,
kehamilan (pada
trimester 1sifat
teratogenik, pada
trimester3perdarahan
neonatal),
Epilepsi,
alkoholismekronik,
anak dengan berat badan
<30kg.
Rifampisin merupakan pemacu
metabolisme obat yang kuat,
berbagai obat hipoglikemik
oral, kortikosteroid, dan
kontrasepsi ora (estradiol)l
akan berkurang efektivitasnya
bila diberikan bersama
rifampisin.
Pemberian PAS yang
mengandung Bentonit
(Aluminium hidrosilikat)
bersama dengan rifampisin
akan menghambat absorpsi
rifampisin sehingga kadarnya
dalam darah tidak cukup.
Rifampisin mengganggu
metabolisme vitamin D
menimbulkan kelainan tulang
dengan berupa osteomalasia.
Disulfiram dan probenesid
menghambat ekskresi
rifampisin melalui ginjal.
Rifampisin meningkatkan
hepatotoksisitas INH terutama
pada asetilator lambat.
Mayor
- Kelainan sistemik, syok dan
purpura hentikan rifampisin
- Gatal dan kemerahan berikan
antihistamin dan evaluasi
- Ikterik/hepatitis imbas obat
hentikan semua OAT sampai
ikterik menghilang
- Muntah hentikan semua OAT
dan lakukan uji fungsi hati
Minor
- Tidak nafsu makan, mual, sakit
perut Rifampisin diminum
malam sebelum tidur
- Warna kemerahan pada air
seni memberikan penjelasan
kepada pasien mengenai hal
tersebut, bahwa obat tersebut
memang memberikan efek
samping warna air seni merah,
sehingga pasien tidak perlu
kuatir.

Isoniazid

Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang sering
disingkat menjadi INH bersifat tuberkulostatik dan
Penyakit Hati (perlu
monitor ketat)
Sedasi berlebihan atau
inkoordinasi dapat muncul bila
Reaksi hipersensitivitas demam,
kelaianan kulit (morbiliform,
tuberkulosid secara in vitro. Pembelahan kuman masih
berlangsung sekitar 2-3 kali sebelum dihambat sama
sekali.
Efek bakterisidnya hanya terlihat pada kuman yang
sedang tumbuh, sedangkan kuman pada fase istirahat
akan mulai membelah setelah tidak berkontak dengan
obat.
Isoniazid lebih mudah menembus kedalam sel, dan
lebih kuat dibandingkan dengan streptomisin.
Mekanisme kerja sebenanya belum diketahui, namun
ada hipotesis yang mengatakan efek utama INH
menghambat biosintesis asam mikolat (unsur penting
dinding sel mikobakterium).
INH mudah diserap dalam pemberian oral maupun
parenteral. Kadar puncak dicapai dalam waktu 1-2 jam.
Setiap individu memiliki kecepatan metabolism INH
yang berbeda, ada yang memiliki asetilator cepat
maupun asetilator lambat yang dipengaruhi oleh
genetik.
Masa paruh keseluruhan populasi antara 1-4 jam
INH mudah berdifusi kedalam sel dan semua cairan
tubuh. Obat dapat mencapai kadar yang cukup dalam
cairan pleura dan cairan asites, begitula pada cairan
serebrospinal yang kadarnya sama dengan kadar cairan
plasma. Ekskresi INH melalui urin sebanyak 75-95%
dalam waktu 24 jam dalam bentuk metabolit.
diberikan dengan fenitoin, karena
INH menghambat parahidroksilasi
antikonvulsan ini.

makulopapular, dan urtikaria)
Reaksi hematologic
agranulusitosis, eosinophilia,
trombositopenia, dan anemia
Neuritis Perifer paling banyak terjadi
pada pemberian INH jika tidak
dibarengi dengan pemberian
piridoksin.
Peningkatan aktivitas enzim
transaminase, hepatitis, gejala
arthritis, neuritis atopi,
neurotoksisitas, dan kelainan mental.
Mulut kering, rasa tertekan ulu hati,
tinnitus, retensi urin, dan
methemoglobinemia.

Pirazinamid
(Corsazinamid,
Neotibi, Pazeta-ciba
500, Prazina,
Sanazet, dll)
Pirazinamid bekerja sebagai bakterisidal terhadap M.
tuberculosis dalam lingkungan asam yang terdapat di
dalam makrofag dan jaringan inflamasi. Bersama
dengan rifampicin, memberikan efek sterilisasi yang
hebat dan mengurangi angka kekambuhan.
Hipersensitivitas,
penyakit hepar, gout
arthritis akut atau
hiperurisemia, porfiria,
kehamilan (kategori C)
Ekskresi dapat dihambat oleh
Probenecid
Hepatoksisitas (hepatomegali,
splenomegali dan ikterus dapat terjadi
dan di kasus yang sangat jarang dapat
menyebabkan atropi kuning akut
fulminan dan kematian). Anoreksia,
Mengurangi sekresi tubuler dari asam urat.
Absorbsi: Diabsorbsi dari saluran pencernaan (oral);
konsentrasi plasma puncak setelah 2 jam.
Distribusi: Cairan tubuh dan jaringan, CSF, dapat
ditemukan pada ASI.
Metabolisme: Hepatik; dihidrolisir menjadi
pyrazininoic acid (bentuk aktif) lalu dihidroksilasi
menjadi 5-hydroxypyrazinoic acid (sebagian besar
bentuk yang diekskresi).
Excretion: Melalui urin oleh filtrasi glomerulus (70%
sebagai metabolit, 4-14% tidak berubah); 9-10 jam
(waktu paruh obat), dibuang melalui dialisis.
dan menyusui. mual, muntah, nyeri sendi, malaise,
demam, hiperurisemia, abnormal
LFT, kulit kemerahan.
Potensial fatal: kerusakan hepar yang
parah dan hepatitis fulminan
Streptomicin
( Streptomycin
Sulphate Meiji)

Merupakan obat golongan aminoglikosida yang
bekerja sebagai bakterisid dengan menghambat
sintesis protein bakteri.
Obat ini berikatan dengan protein S12 dari subunit
30S ribosom bakteri, lalu melakukan ikatan degan
formil-methionyl-tRNAnya sehingga mencegah
sintesis protein dan menyebabkan kematian pada sel
mikroba.
Pada konsentrasi yang rendah ia hanya menghambat
pertumbuhan bakteri
Absorbsi:
- Oral: poor absorption
- Intramuskular: well absorption
Distribusi:
Berikatan dengan protein sekitar 34%.
Didistribusikan hampir di seluruh jaringan dan
cairan tubuh, keculai otak.
Ekskresi: diekskresi di urin sebanyak 30-90% dalam
waktu 24 jam
Usia > 60 tahun (tidak
bisa mendapatkan dosis
lebih dari 500mg perhari)

alergi terhadap
streptomisin atau
makrolid lainnya

wanita hamil (karena
dapat menembus sawar
plasenta)
Bersifat nefrotoksik bila
berinteraksi dengan
aminoglikosida lain, vankomisin
dan beberapa sefalosporin
Bersifat ototoksik bila
berinteraksi dengan asam
etakrinat, manitol, furosemid dan
amninoglikosida lain
Ototoksik : kerusakan n.VIII yang
berkaitan dengan keseimbangan
dan pendengaran Hentikan
pengobatan streptomicin
Hipersensitifitas hentikan
pemgobatan
Kesemutan disekitar mulut dan
telinga yang mendenging segera
setelah suntikan (reversible)


6. Tentukan dosis obat, cara pemakaian dan buat resep untuk Ny.Mira

Tabel 3. Jenis dan Dosis OAT berdasrkan Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan TB di Indonesia
2011
Obat
Dosis
(mg/KgBB/hari
Dosis yang dianjurkan Dosis
maks
(mg)
Dosis (mg)/ berat badan
(kg)/hari
Harian
(mg/kgBB/hari)
Intermiten
(mg/kgBB/kali)
<40 40-60 >60
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 300 300 300
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
S 15-18 15 15 1000 Sesuai
BB
750 1000

Pada pasien Ny. Mira, 23 tahun dengan IMT 18 kg/m2 IMT dalam rentang normal kurang lebih sama dengan
berat badan 40-60 kg. Obat diberikan selama 2 minggu, pasien datang setiap 2 minggu untuk mengambil obat
agar pengobatan lebih terkontrol. Dosis obat yang dibutuhkan adalah:
- Fase intensif : Untuk 2 bulan pertama (obat diminum per oral 1x/ hari setiap hari)
o Rifampicin: 10x (40-60)= 400-600 mg ~ 1 tablet 450 mg (Sediaan: tablet 450 mg, 600 mg,
kapsul 150 mg, 300 mg, suspensi 100mg/5ml)
o Isoniazid: 5x (40-60)= 200-300 mg ~ 1 tablet 300 mg (sediaan: tablet 50 mg, 100 mg, 300 mg,
400 mg, sirup 10mg/ml)
o Pirazinamid: 25x (40-60)= 1000-1500 mg ~ 2 tablet 500 mg (sediaan: tablet 250 mg, 500 mg)
o Ethambutol: 15x (40-60)= 600-900 mg ~ 750 mg ~ 1 tablet 500 mg (sediaan: tablet 250 mg,
500 mg)
- Fase lanjutan :4 bulan berikutnya
o Jika regimen yang diberikan pada fase lanjutan 4H3R3 (obat diminum 3x dalam seminggu cth:
senin, rabu, jumat)
Rifampisin 400-600 mg ~ 1 tablet 450 mg
Isoniazid 400-600mg ~ 1 tablet 400 mg
o Jika regimen yang diberikan pada fase lanjutan 4HR dosis rifampicin dan isoniazid sama dengan
fase intensif
- Pasien diberikan Vit B6 (Piridoksin) 10 mg/hari untuk mengurangi efek samping dari penggunaan
isoniazid.
Klinik Farmakologi
Jl. Salemba Raya No. 6
Jakarta Pusat
Telp. (021) 3345678

dr. Lee
Jakarta, 19 Juni 2012

R/ Rifampisin tab 450mg No. XV
S 1dd tab I pc
----------------------------------------------------------------- O
R/ Isoniazid tab 300mg No. XV
S 1dd tab I pc
----------------------------------------------------------------- O
R/ Pirazinamid tab 500 mg No. XXX
S 1 dd tab II pc
----------------------------------------------------------------- O
R/ Ethambuthol tab 500 mg No. XXII
S 1dd tab I pc
----------------------------------------------------------------- O
R/ Vit B6 tab 10mg No. XV
S 1 dd tab I pc
----------------------------------------------------------------- O


Pro: Ny. Mira
Umur/BB: 23 thn/ 45 kg
Alamat: Salemba

7. Jika sediaan fixed dose combination (FDC) tersedia, tentukan dosisnya dan buat juga resepnya

IMT pasien = 18 kg/m2 = IMT normal. Diperkirakan berat badan pasien berada dalam rentang 38-54 kg
sehingga pada pasien diberikan OAT FDC:
- Fase intensif: (RHZE) 1x3 tablet/hari
- Fase lanjutan: (RH) 1x3 tablet/hari
- Diberikan pula Vitamin B6 sebagai pencegahan terhadap efek samping isoniazid
- Obat diberikan selama 2 minggu, 2 minggu kemudian pasien datang kontrol

Tabel 4. Dosis OAT FDC Berdasarkan Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan TB di Indonesia 2011
Berat Badan
Fase Intensif
2-3 bulan
Harian
Fase Lanjutan
4 bulan
Harian 3x/minggu

(RHZE)
150/75/400/275
(RH)
150/75
(RH)
150/150
30-37 2 2 2
38-54 3 3 3
55-70 4 4 4
71 5 5 5


Klinik Farmakologi
Jl. Salemba Raya No. 6
Jakarta Pusat
Telp. (021) 3345678

dr. Lee
Jakarta, 19 Juni 2012

R/ FDC R 150 H 75 Z 400 E 275 tab No. XLII
S 1dd tab III pc
----------------------------------------------------------------- O
R/ Vit B6 tab 10mg No. XV
S 1 dd tab I pc
----------------------------------------------------------------- O
Pro: Ny. Mira
Umur/BB: 23 thn/ 45 kg
Alamat: Salemba


8. Kapan pasien tersebut harus datang kontrol ? Apa yang harus anda monitoring ?
Pasien harus melakukan kontrol minimal 2 bulan setelah mulainya pengobatan OAT. Evaluasi pasien
pada saat kontrol meliputi :
Evaluasi klinis :
Pasien dievaluasi secara periodik
Evaluasi terhadap respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi
penyakit
Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisis
Evaluasi bakteriologi ( 0-2-6/8 bulan pengobatan)
Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak pasien
Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopik
Sebelum pengobatan dimulai
Setelah 2 bulan pengobatan ( fase intensif)
Pada akhir pengobatan
Bila ada fasilitas biakan, dilakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan
Evaluasi radiologi (0-2-6/8 bulan pengobatan)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada :
Sebelum pengobatan
Setelah 2 bulan pengobatan ( pada kasus keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)
Pada akhir pengobatan
Evaluasi pasien yang telah sembuh
Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh, dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh.
Evaluasi adalah mikroskopis sputum BTA, dan foto toraks (sesuai indikasi dan gejala)
9. Kapan sputum BTA akan menjadi (-)
Sputum pada pasien TB yang sudah terbukti (+) pada pemeriksaan dahak sebelum pengobatan
diharapkan akan menjadi (-) setelah 2 bulan pengobatan OAT dengan regimen yang sesuai dan diminum secara
teratur

10. Jelaskan edukasi yang anda berikan kepada pasien sehubungan dengan penyakit, cara penularan,
pencegahan, dan obat yang anda berikan
Edukasi mengenai penyakit TB
Jelaskan kepada pasien secara singkat dan jelas mengenai penyakit TB, bakteri yang menyebabkannya, hal
apa saja yang bisa membunuh bakteri TB ( sinar matahari), dapat dijelaskan kepada pasien bahwa TB
merupakan penyakit yang banyak terdapat di Indonesia dan merupakan penyakit yang bisa disembuhkan dan
pasien dapat sembuh total dengan pengobatan yang adekuat.
Edukasi cara penularan
Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit TB dapat menular dari droplet yang terdapat di dalam dahak
pasien dengan TB, sehingga pasien dengan penyakit TB dianjurkan untuk memakai masker terutama pada saat 2
bulan pertama pengobatan TB. Pasien dan keluarga harus diberi tahu bahwa penularan sangat mudah terjadi
pada individu yang sering kontak erat atau hidup dalam satu rumah dan sering berinteraksi. Ada baikny pasien
yang sudah terbukti TB dan sedang dalam pengobatan tidak tidur sekamar / terlalu dekat dengan orang yang
sehat terutama jika terdapat anak-anak dalam satu rumah
Keadaan rumah yang lembab dan padat juga mempermudah penularan penyakit TB sehingga perlu
diedukasi kepada pasien untuk menjaga kebersihan rumah
Edukasi pencegahan
Menjaga lingkungan rumah dari kondisi lembab dan kumuh
Membuka jendela dan pintu rumah pada pagi dan sore hari untuk memastikan sirkulasi udara di rumah baik
Melakukan skrining TB pada anggota keluarga yang tinggal serumah terutama jika memiliki gejala serupa
Mengedukasi pentingnya gizi yang cukup dan daya tahan tubuh yang baik untuk pencegahan penyakit TB
karena penyakit ini juga merupakan penyakit yang berhubungan dengan sistem imun tubuh manusia.
Edukasi mengenai obat yang diberikan
Memberitahukan manfaat dan pentingnya menuntaskan obat TB yang diberikan
Menjelaskan mengenai efek samping yang dapat muncul akibat konsumsi obat TB tersebut ( Kencing
merah, gangguan hari, ototoksisitas, dll)
Menjelaskan kapan harus kontrol dan kemungkinan adanya interaksi obat yang sedang dikonsumsi

11. Apakah Ny. Mira tetap boleh menyusui bayinya?
Pasien tetap boleh menyusui bayinya. Sebagian besar obat antituberkulosis aman digunakan saat
menyusui. Obat-obat tersebut dieksresi dalam konsentrasi yang rendah pada air susu ibu (ASI) sehingga tidak
memiliki efek toksik terhadap bayi
1,2
, terutama pada bayi berusia lebih dari dua bulan.
3
Persentase dosis
teraupetik antituberkulosis yang berpotensi didapat oleh bayi yang menyusui berkisar 0.05% - 28%. American
Academy of Pediatrics (AAP) memasukkan isoniazid, rifampisin, etambutol, streptomisin (lini pertama),
kanamisin dan sikloserin (lini kedua) dalam daftar obat yang aman untuk ibu menyusui. Belum ada data yang
jelas mengenai pirazinamid, etionamid, dan kapreomisin selama menyusui.
2
Beberapa literatur menyarankan
pemberian supplementasi piridoksin pada bayi yang disusui.
4,5
Dosis obat tuberkulosis yang diberikan pada pasien tidak cukup adekuat baik untuk terapi maupun
pencegahan pada bayi pasien sehingga bayi pasien harus disarankan untuk dilakukan pemeriksaan TB untuk
mengetahui kemungkinan TB aktif.
1,2
Meskipun demikian, dosis obat yang diberikan pada pasien sebaikanya
berdasarkan dosis terendah pada rentang teraupetik untuk menurunkan risiko toksisitas.

12. Jika 4 minggu setelah pengobatan, Ny. Mira datang dengan keluhan mata menjadi kuning, apa
yang akan Anda lakukan?
Pada pasien harus dilakukan anamnesis lengkap dan pemeriksaan fisik menyeluruh untuk
menyingkirkan kemungkinan diagnosis banding lainnya dan menegakkan diagnosis hepatitis imbas obat (drug
induced hepatitis). Tatalaksana hepatitis imbas obat tergantung pada: (1) fase pengobatan TB, (2) beratnya
gangguan pada hepar, (3) beratnya penyakit TB, dan (4) kemampuan atau kapasitas pelayanan kesehatan dalam
tatalaksana efek samping akibat obat anti tuberkulosis.

Pada pasien sebaiknya ditanyakan adanya keluhan lain selain kuning, seperti mual dan muntah,
dilakukan pemeriksaan SGOT dan SGPT untuk menilai kerusakan hati dan bilirubin. Hasil pemeriksaan
menentukan tatalaksana pada pasien, seperti berikut ini:
Bila klinis (+) (ikterik +, mual dan muntah +) OAT dihentikan
Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT 3 OAT dihentikan
Bilagejalaklinis (-), laboratoriummemperlihatkankelainan:
- Bilirubin >2 OAT dihentikan
- SGOT, SGPT 5 kali OAT dihentikan
- SGOT, SGPT 3 kali pengobatanditeruskandenganpengawasan
Pengobatan TB dihentikan hingga fungsi hepar kembali normal dan gejala klinis menghilang sehingga
OAT dapat diberikan kembali. Apabila pemeriksaan fungsi hati tidak mungkin dilakukan, maka sebaiknya
ditunggu hingga 2 minggu setelah timbul keluhan kuning dan nyeri perut menghilang. Bila hepatitis imbas obat
dapat diatasi, OAT dapat mulai diberikan perlahan satu per satu, dimulai dari obat yang paling jarang
menimbulkan hepatotoksik (rifampisin), tunggu 3-7 hari, lalu berikan isoniazid. Pasien dengan riwayat kuning
tetapi dapat menerima rifampisin dan isoniazid, sebaiknya tidak lagi diberikan pirazinamid.







DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011. Hal. 47-50
2. Tran JH, Montakantikul P. The safety of antituberculosis medications during breastfeeding. J Hum
Lact;1998;14(4):337-40.
3. Holdiness MR. Antituberculosis drugs and breast-feeding. Arch Intern Med. 1984;144:1888.
4. Queensland Tuberculosis Control Centre. Guidelines for Treatment of Tuberculosis in Pregnancy. 2006.
5. Canadian Paediatric Society. Maternal infectious diseases, antimicrobial therapy or immunizations: very
few contraindications to breastfeeding. Can J Infect Dis Med Microbiol;2006;17(5):270-2.
6. H.I, Yati, S. Rianto. Tuberkulostatik dan leprostatik dalam Farmakologi dan terapi edisi 5. Badan
penerbit FKUI. Jakarta: 2011.
7. Antimycobacterial Drugs. Katzung BG. Basic and Clinical Pharmacology 10
th
ed. San Fransisco: Mc
Graw Hill-Lange, 2006.

Anda mungkin juga menyukai