Anda di halaman 1dari 21

Rifampicin

Antibiotikum ini adalah derivate semisintetis dari rifamisin B (1965) yang


dihasilkan oleh Streptomyces mediterranei, yaitu suatu jamur tanah yang berasal dari
Perancis Selatan. Zat yang berwarna merah-bata ini bermolekul besar dengan banyak
cincin (makrosiklis). Rifampisin berkhasiat bakterisid luas terhadap fase pertumbuhan
M.tuberkulosae dan M.leprae, baik yang berada di luar maupun didalam sel (ekstra-
intraseluler). Obat ini mematikan kuman yang ”dorman” selama fase pembelahannya
yang singkat. Maka, obat ini sangat penting untuk membasmi semua basil guna
mencegah kambuhnya TBC (Tjay, 2003).

Rifampisin juga aktif terhadap kuman Gram-positif lain dan kuman Gram-
negatif, (antara lain E.coli, Klebsiella, suku-suku Proteus dan Pseudomonas), terutama
terhadap Stafilokoki, termasuk yang resisten terhadap penisilin. Terhadap kuman yang
terakhir, aktifitasnya agak lemah. Mekanisme Kerjanya berdasarkan perintangan spesifik
dari suatu enzim bakteri RNA-polymerase, sehingga sintesa RNA terganggu (Tjay, 2003).

Penggunaannya pada terapi TBC paru sangat dibatasi oleh harganya yang
cukup mahal. Manfaat utamanya terletak pada terapi yang dipersingkat dari lebih kurang
2 tahun hingga 6-12 bulan. Rifampisin juga merupakan obat pilihan pertama terhadap
penyakit lepra dan sebagai obat pencegah infeksi meningococci pada orang-orang yang
telah berhubungan dengan pasien meningitis. Obat ini sangat efektif terhadap gonore
(lebih kurang 90%) (Tjay, 2003).

Resorpsinya di usus sangat tinggi; distribusinya ke jaringan dan cairan tubuh


juga baik, termasuk CCS. Hal ini nyata sekali pada pewarnaan jingga/merah pada air
seni, tinja, ludah, keringat dan air mata. Lensa kontak (lunak) juga dapat berwarna
permanen. Plasma t1/2–nya berkisar antara 1,5 sampai 5 jam dan meningkat bila ada
gangguan fungsi hati. Di lain pihak, masa paruh ini akan turun pada pasien yang
bersamaan menggunakan isoniazida. Dalam hati terjadi desasetilasi dengan
terbentuknnya metabolit-metabolit dengan kegiatan antibakteriil. Eksresinya khusus
melalui empedu, sedangkan melalui ginjal berlangsung secara fakutatif (Tjay, 2003).
Efek sampingnya yang terpenting tetapi tidak sering terjadi adalah penyakit
kuning (icterus), terutama bila dikombinasikan dengan INH yang juga agak toksis bagi
hati. Pada penggunaan lama, dianjurkan untuk memantau fungsi hati secara periodik.
Obat ini agak sering juga menyebabkan gangguan saluran cerna seperti mual, muntah,
sakit ulu hati, kejang perut dan diare, begitu pula gejala gangguan SSP dan reaksi
hipersensitasi (Tjay, 2003).

Interaksi. Rifampisin mempercepat perombakan obat-obat lain bila diberikan


bersamaan waktu dengan jalan induksi enzim (sistem-mikrosomal P450) dalam hati.
Akibatnya, BA diturunkan, misalnya dari Klaritromisin dan penghambat protease
(obat-obat AIDS). Kadar darah dari obat-obat ini dapat turun hingga 80%, yang dapat
mengakibatkan pembentukan resistensi cepat dari HIV. Obat lain yang dipercepat
metabolismenya adalah antikoagulansia, sehingga harus dinaikkan dosisnya. Pil
antihamil menjadi tidak terjamin lagi efeknya, karena rifampisin mempercepat
katabolisme dari berbagai zat steroid. Resistensi dapat terjadi dengan agak cepat (Tjay,
2003).

Kehamilan. Pada umumnya rifampisin dapat diberikan pada wanita hamil.


Penggunaan pada minggu-minggu terakhir kehamilan dapat menimbulkan perdarahan
postnatal pada ibu dan bayi. Untuk pencegahan dapat diberikan fitomenadion (vitamin
K). Rifampisin mencapai air susu ibu, namun ibu diperbolehkan menyusui bayinya (Tjay,
2003).

Dosis: pada TBC oral 1 dd 450-600 mg sekaligus pada pagi hari sebelum
makan, karena kecepatan dan kadar resorpsi dihambat oleh isi lambung. Selalu diberikan
dalam kombinasi INH 300 mg dan untuk 2 bulan pertama ditambah pula dengan 1,5-2 g
pirazinamida setiap hari. Pada gonore: oral 1 dd 900 mg sekaligus selama 2-3 hari; pada
infeksi lain 2 dd 300 mg a.c. Profilaksis pada meningitis 2 dd 10 mg/kg/hari selama 2 hari
(Tjay, 2003).

*Sumber

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, DEPKES RI, Jakarta.


Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja, 2003, Obat-obat Penting Edisi V, Gramedia, Jakarta.

Winotopradjoko, Martono, 2006, Informasi Spesialite Obat Indonesia Vol.41, PT. Anem
Kosong Anem (AKA), Jakarta.

Related posts:

 Tabel Obat-Obat Infeksi Candida dan Aspergillosis

Kata kunci untuk tulisan ini:

rifampicinobat rifampicinfungsi obat rifampicinrifampicin adalahmekanisme kerja rifampicinfungsi


rifampicinefek rifampicinkegunaan rifampicinmanfaat rifampicinfungsi rifampisinobat
rifampisinrifampicin obatkegunaan obat rifampicinrifampisinantikoagulansiamekanisme kerja obat
rifampicinrifamficinisi rifampisininteraksi rifampisinrifampisin adalahmekanisme rifampisinmanfaat obat
rifampicinefek obat rifampicinmekanisme obat rifampicinkegunaan rifampisinmekanisme kerja obat
rifampisinrifampicynguna obat rifampicinrifampicin obat apa?rifampicin obat apacara kerja obat
rifampicinmanfaat rifampisinfungs rifampicinicara kerja obat rifampisininteraksi rifampisin dengan
enzimrivampicincache:DdrC7jb9KvcJ:blogkita info/rifampicin/ rifampicin adalah terapi lepra pada ibu
hamilmanfaat rifampicin 450 mgobat rifampicilinpenggunaan rifampicin pada ibu
hamilrifampicin]ripampicindosis rifampicinfungsi obat rifambicinkhasiat obat rifampicinkegunaan obat
rifampisinmekanisme efek rifampisinrifampicin obat tbcmanfaat obat rifampin

Hasil Pencarian untuk “obat rifampicin”


Waktu yang Tepat Untuk Minum Obat
Obat umumnya diberikan dengan interval pemberian 3-4 kali sehari, yang juga hamper
sama dengan kebiasaan makan sehari-hari yaitu 3 kali sehari. Anjuran untuk minum obat
dalam hubungannya dengan makan memang tergantung pengaruh makanan terhadap efek
obat dan dampak pemberian obat dengan ada atau tidak adanya makanan. Makanan dapat
mempengaruhi profil farmakokinetika suatu obat, sehingga dapat mempengaruhi [...]

2 Comments. Ditulis oleh 71mm0 pada September 16, 2008 Pukul 8:41 am.

Berada dalam Kategori Medics


dengan kata kunci Waktu Minum Obat.

Rifampicin
Antibiotikum ini adalah derivate semisintetis dari rifamisin B (1965) yang dihasilkan
oleh Streptomyces mediterranei, yaitu suatu jamur tanah yang berasal dari Perancis
Selatan. Zat yang berwarna merah-bata ini bermolekul besar dengan banyak cincin
(makrosiklis). Rifampisin berkhasiat bakterisid luas terhadap fase pertumbuhan
M.tuberkulosae dan M.leprae, baik yang berada di luar maupun didalam sel (ekstra-
intraseluler). Obat [...]

1 Comment. Ditulis oleh 71mm0 pada August 19, 2008 Pukul 2:49 am.

Berada dalam Kategori Medics


dengan kata kunci Obat, Rifampicin

RIFAMPICIN
.: KEMASAN & NO REG :.

 Rifampicin 450 mg tablet (1 box berisi 10 strip berisi 10 kaplet), No. Reg :
GKL0308508109A1

 Rifampicin 600 mg tablet (1 box berisi 10 strip berisi 10 kaplet), No. Reg :
GKL0308508109B1

.: FARMAKOLOGI :.
Rifampicin merupakan antibiotik semisintetik yang mempunyai efek bakterisid terhadap
mikobakteri dan organisme Gram positif. Pada dosis tinggi juga efektif terhadap organisme Gram
negatif. Mekanisme kerja Rifampicin dengan menghambat sintesa RNA dari mikobakterium.

.: INDIKASI :.

 Untuk pengobatan tuberkulosa dalam kombinasi dengan antituberkulosa lain.

 Untuk pengobatan lepra, digunakan dalam kombinasi dengan senyawa leprotik lain.

.: KONTRA INDIKASI :.

Penderita yang hipersensitif terhadap obat ini. • Penderita jaundice, porfiria.

 
.: DOSIS :.

Sebaiknya obat diminum 30 menit-1 jam sebelum makan atau 2 jam sesudah makan. Diberikan
dalam dosis tunggal .

Tuberkulosa :

 Dewasa : Berat badan ≥ 50 kg : 600 mg sehari. Berat badan < 50 kg : 450 mg sehari.
Untuk penderita dengan gangguan fungsi hati, dosis tidak boleh lebih dari 8 mg /Kg BB.
 Anak-anak (sampai usia 12 tahun) : 10 - 20 mg/Kg BB (jangan melebihi 600 mg sehari).

Lepra :

 Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg/kg BB.

 Dosis lazim pasien dengan berat 50 kg atau lebih adalah 600 mg perbulan dan dengan
berat badan kurang dari 50 kg adalah 450 mg perbulan.

.: EFEK SAMPING :.

 Gangguan gastrointestinal dan gangguan fungsi hati.


 Pernah dilaporkan timbulnya ikterus, purpura, reaksi kepekaan kulit.
 Trombositopenia, leukopenia.
 Dapat terjadi abdominal distress (ketidaknyamanan pada perut) dan pernah dilaporkan
terjadinya kolitis pseudo membran

 Juga pernah dijumpai keluhan-keluhan seperti influenza (flu syndrome), demam, nyeri
otot dan sendi.

.: OVER DOSIS :.
Bila terjadi overdosis, lakukan pengosongan lambung segera dan berikan pengobatan seperlunya.

.: PERINGATAN DAN PERHATIAN :.

 Pemberian pada penderita gangguan fungsi hati hanya jika diperlukan.


 Pada pengobatan jangka panjang dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan fungsi hati
dan hitung jenis darah secara periodik
 Apabila ada tanda-tanda komplikasi serius, seperti gagal ginjal, anemia hemolitik,
thrombositopenia atau kelainan fungsi hati maka pengobatan harus dihentikan.
 Keamanan penggunaan pada wanita hamil dan menyusui belum jelas diketahui.
 Rifampicin menyebabkan warna urin, feses, air mata, air ludah, keringat menjadi
kemerah-merahan terutama pada permulaan pengobatan, sehingga perlu diberitahukan
sebelumnya kepada pasien.

 Rifampicin juga dapat menyebabkan pewarnaan yang menetap pada lensa kontak yang
lunak.

.: INTERAKSI OBAT :.

 Rifampicin menurunkan respons antikoagulansia, antidiabetik, kinidin, preparat digitalis,


kortikosteroid, siklosporin, fenitoin, analgesik.
 Penggunaan bersama PAS akan menghambat absorbsi, sehingga harus ada selang waktu
8 -12 jam.

 Rifampicin mengganggu efektivitas absorbsi tolbutamid, ketoconazole.

.: LAIN-LAIN :.
Penyimpanan:

Simpan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.


OBAT TBC
Tuberkulosis (TBC) dapat menyerang berbagai organ tubuh tetapi yang akan
dibahas adalah obat TBC untuk paru-paru. Tujuan pengobatan TBC ialah Penyakit TBC
memusnahkan basil tuberkulosis dengan cepat dan mencegah kambuh. Idealnya
pengobatan dengan obat TBC dapat menghasilkan pemeriksaan sputum negatif Uji Tuberkulin dan
baik pada uji dahak maupun biakan kuman dan hasil ini tetap negatif selamanya. Klasifikasi TBC

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
Pengobatan TBC
Obat TBC
 Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,
Pertanyaan Sekitar
Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih TBC
dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan
obat-obat ini.
 Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,
Kapreomisin dan Kanamisin. Situs Terkait

Meskipun demikian, pengobatan TBC paru-paru hampir selalu menggunakan tiga TBCIndonesia.or.id
obat yaitu INH, rifampisin dan pirazinamid pada bulan pertama selama tidak ada Meprofarm.com
resistensi terhadap satu atau lebih obat TBC primer ini.
Kabar Medicastore
Isoniazid
Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang disingkat dengan INH. Isoniazid secara in
vitro bersifat tuberkulostatik (menahan perkembangan bakteri) dan tuberkulosid Untuk keterangan leb
(membunuh bakteri). lanjut dapat
menghubungi:
Mekanisme kerja isoniazid memiliki efek pada lemak, biosintesis asam
nukleat,dan glikolisis. Efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam
PT. MEPROFARM Pharmaceutic
mikolat (mycolic acid) yang merupakan unsur penting dinding sel Industries
mikobakterium. Isoniazid menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan Jl. Soekarno-Hatta 789, Bandun
jumlah lemak yang terekstrasi oleh metanol dari mikobakterium. 40294
  Tel : (022) 7805588
Fax : (022) 7805577
Isoniazid mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral. Kadar E-mail:
puncak diperoleh dalam waktu 1–2 jam setelah pemberian oral. Di hati, isoniazid mpf@bdg.centrin.net.id
mengalami asetilasi dan pada manusia kecepatan metabolisme ini dipengaruhi
oleh faktor genetik yang secara bermakna mempengaruhi kadar obat dalam
http: //www.meprofarm.co
plasma. Namun, perbedaan ini tidak berpengaruh pada efektivitas dan atau    
toksisitas isoniazidbila obat ini diberikan setiap hari.

Efek samping
Mual, muntah, anoreksia, letih, malaise, lemah, gangguan saluran pencernaan
lain, neuritis perifer, neuritis optikus, reaksi hipersensitivitas, demam, ruam,
ikterus, diskrasia darah, psikosis, kejang, sakit kepala, mengantuk, pusing,
mulut kering, gangguan BAK, kekurangan vitamin B6, penyakit pellara,
hiperglikemia, asidosis metabolik, ginekomastia, gejala reumatik, gejala mirip
Systemic Lupus Erythematosus.

Resistensi
Resistensi masih merupakan persoalan dan tantangan. Pengobatan TBC
dilakukan dengan beberapa kombinasi obat karena penggunaan obat tunggal
akan cepat dan mudah terjadi resistensi. Disamping itu, resistensi terjadi akibat
kurangnya kepatuhan pasien dalam meminum obat. Waktu terapi yang cukup
lama yaitu antara 6–9 bulan sehingga pasien banyak yang tidak patuh minum
obatselama menjalani terapi.

Isoniazid masih merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua
tipe TBC. Efek sampingnya dapat menimbulkan anemia sehingga dianjurkan juga
untuk mengkonsumsi vitamin penambah darah seperti piridoksin (vitamin B6).

TB vit B6 sudah mengandung isoniazid dan vitamin B6 dalam satu sediaan,


sehingga praktis hanya minum sekali saja. TB vit B6 tersedia dalam beberapa
kemasan untuk memudahkan bila diberikan kepada pasien anak-anak sesuai
dengan dosis yang diperlukan. TB Vit B6 tersedia dalam bentuk:

1. Tablet
Mengandung INH 400 mg dan Vit B6 24 mg per tablet
2. Sirup
Mengandung INH 100 mg dan Vit B6 10 mg per 5 ml, yang tersedia
dalam 2 kemasan :
o Sirup 125 ml
o Sirup 250 ml

Perhatian:
 Obat TBC di minum berdasarkan resep dokter dan harus sesuai dengan
dosisnya.
 Penghentian penggunaan obat TBC harus dilakukan atas seizin dokter.

 
Pertanyaan Seputar TBC
1. Apakah tanda-tanda bahwa seseorang terkena penyakit TBC?
2. Apakah setiap orang yang mengalami batuk berdarah berarti menderita TBC?
3. TBC menular melalui media apa saja? Dan rata-rata berapa lama gejala timbul
setelah orang terpapar kuman TBC?
4. Apakah kena udara pagi terus menerus dan merokok dapat menyebabkan TBC?
5. Apakah penyakit TBC itu diwariskan secara genetik?
6. Mengapa pengobatan TBC memerlukan waktu yang lama?
7. Bagaimana bila penderita TBC tidak mengkonsumsi obat secara teratur?
8. Bisakah penyakit TBC disembuhkan secara tuntas? Bagaimana caranya?
9. Apakah orang yang telah sembuh dari penyakit TBC dapat terjangkit kembali?
10. Apakah flek kecil di paru-paru pada anak balita sudah dapat dikatakan TBC?
11. Mungkinkan terkena penyakit TBC bila kita hidup di lingkungan yang bersih?
12. Bagaimana efek terhadap janin bila ibu hamil sedang mengidap penyakit TBC?
13. Bagaimana sikap kita bila di rumah terdapat anggota keluarga yang menderita
penyakit TBC?
14. Pola hidup bagaimana yang harus kita miliki agar terhindar dari penyakit TBC?

Apakah tanda-tanda bahwa seseorang terkena


penyakit TBC?
Tanda-tanda orang yang dicurigai terkena penyakit TBC yaitu secara umum dapat dilihat dari
gejalanya terlebih dahulu yaitu, demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti
influenza dan bersifat hilang timbul. Penurunan nafsu makan dan berat badan. Batuk-batuk
selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Perasaan tidak enak (malaise),
lemah. Dan untuk memberikan kepastian maka orang tersebut harus diperiksa lebih lanjut,
jadi tidak selalu bahwa orang batuk-batuk lama pasti menderita TBC, harus dipastikan dengan
pemeriksaan laboratorium dan foto rontgen.

Apakah setiap orang yang mengalami batuk berdarah


berarti menderita TBC?
Belum tentu, karena batuk berdarah dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab, bisa
karena penyakit paru-paru lainnya, karena adanya perdarahan di daerah hidung bagian
belakang yang tertelan dan pada saat batuk keluar dari mulut atau karena anak batuk terlalu
keras sehingga menyebabkan lukanya saluran nafas sehingga mengeluarkan darah.

TBC menular melalui media apa saja? Dan rata-rata


berapa lama gejala timbul setelah orang terpapar
kuman TBC?
Pada umumnya adalah melalui percikan dahak penderita yang keluar saat batuk (beberapa
ahli mengatakan bahwa air ludah juga bisa menjadi media perantara), bisa juga melalui debu,
alat makan/minum yang mengandung kuman TBC. Kuman yang masuk dalam tubuh akan
berkembangbiak, lamanya dari terkumpulnya kuman sampai timbulnya gejala penyakit dapat
berbulan-bulan sampai tahunan.
Apakah kena udara pagi terus menerus dan merokok
dapat menyebabkan TBC?
Kena udara pagi terus menerus tidak terlalu bermasalah dalam hal penularan TBC, sedangkan
merokok dapat menurunkan daya tahan dari paru-paru, sehingga relatif akan mempermudah
terkena TBC.

Apakah penyakit TBC itu diwariskan secara genetik?


Penyakit TBC tidak diwariskan secara genetik, karena penyakit TBC bukanlah penyakit
turunan. Hanya karena penularannya adalah melalui percikan dahak yang mengandung
kuman TBC, maka orang yang hidup dekat dengan penderita TBC dapat tertular.

Mengapa pengobatan TBC memerlukan waktu yang


lama?
Karena bakteri TBC dapat hidup berbulan-bulan walaupun sudah terkena antibiotika (bakteri
TBC memiliki daya tahan yang kuat), sehingga pengobatan TBC memerlukan waktu antara 6
sampai 9 bulan. Walaupun gejala penyakit TBC sudah hilang, pengobatan tetap harus
dilakukan sampai tuntas, karena bakteri TBC sebenarnya masih berada dalam keadaan aktif
dan siap membentuk resistensi terhadap obat. Kombinasi beberapa obat TBC diperlukan
karena untuk menghadapi kuman TBC yang berada dalam berbagai stadium dan fase
pertumbuhan yang cepat.

Bagaimana bila penderita TBC tidak mengkonsumsi


obat secara teratur?
Hal ini akan menyebabkan tidak tuntasnya penyembuhan, sehingga dikhawatirkan akan timbul
resistensi bakteri TBC terhadap antibiotika sehingga pengobatan akan semakin sulit dan
mahal.

Bisakah penyakit TBC disembuhkan secara tuntas?


Bagaimana caranya?
Penyakit TBC bisa disembuhkan secara tuntas apabila penderita mengikuti anjuran tenaga
kesehatan untuk minum obat secara teratur dan rutin sesuai dengan dosis yang dianjurkan,
serta mengkonsumsi makanan yang bergizi cukup untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya.

Apakah orang yang telah sembuh dari penyakit TBC


dapat terjangkit kembali?
Dapat, karena setelah sembuh dari penyakit TBC tidak ada kekebalan seumur hidup. Jadi bila
telah sembuh dari penyakit TBC kemudian tertular kembali oleh kuman TBC, maka orang
tersebut dapat terjangkit kembali.
Apakah flek kecil di paru-paru pada anak balita sudah
dapat dikatakan TBC?
Flek kecil di paru-paru balita pada umumnya memang disebabkan oleh TBC. Oleh karena itu
perlu diteliti apakah ada gejala-gejala klinis penyakit TBC atau tidak. Bila tidak ada berarti
pernah tertular penyakit TBC tapi karena daya tahan tubuhnya tinggi sehingga tidak bergejala.
Atau saat ini anak tersebut sudah sembuh dari penyakit TBC dan hanya meninggalkan
bekasnya saja di paru-paru.

Mungkinkan terkena penyakit TBC bila kita hidup di


lingkungan yang bersih?
Kemungkinan kita tertular akan tetap ada, karena kita hidup tidak hanya di lingkungan sekitar
rumah kita saja, bisa saja suatu saat kita berada di sekolahan, bioskop, kantor, bus yang
belum tentu terbebas dari kuman TBC. Hidup di lingkungan yang bersih memang akan
memperkecil risiko terjangkit TBC.

Bagaimana efek terhadap janin bila ibu hamil sedang


mengidap penyakit TBC?
Biasanya keadaan gizi penderita TBC kurang baik, sehingga hal ini dapat mempengaruhi
perkembangan bagi janin dalam kandungan. Ibu hamil tetap harus diberikan terapi dengan
obat TBC dengan dosis efektif terendah. Obat TBC yang diminum oleh ibu dapat melewati
plasenta dan masuk ke janin dan berdasarkan beberapa kepustakaan disebutkan tidak
memberikan efek yang terlampau berbahaya, akan tetapi pemantauan ketat pada
perkembangan janin harus tetap dilakukan. Setelah bayi dilahirkan dapat dipisahkan terlebih
dahulu dari ibu selama TBC masih aktif.

Bagaimana sikap kita bila di rumah terdapat anggota


keluarga yang menderita penyakit TBC?
Bawa pasien ke dokter untuk mendapatkan pengobatan secara teratur, awasi minum obat
secara ketat dan beri makanan bergizi. Sirkulasi udara dan sinar matahari di rumah harus
baik. Hindarkan kontak dengan percikan batuk penderita, jangan menggunakan alat-alat
makan/minum/mandi bersamaan.

Pola hidup bagaimana yang harus kita miliki agar


terhindar dari penyakit TBC?
Pola hidup sehat adalah kuncinya, karena kita tidak tahu kapan kita bisa terpapar dengan
kuman TBC. Dengan pola hidup sehat maka daya tahan tubuh kita diharapkan cukup untuk
memberikan perlindungan, sehingga walaupun kita terpapar dengan kuman TBC tidak akan
timbul gejala. Pola hidup sehat adalah dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi, selalu
menjaga kebersihan diri dan lingkungan hidup kita, rumah harus mendapatkan sinar matahari
yang cukup (tidak lembab), dll. Selain itu hindari terkena percikan batuk dari penderita TBC.
Penyakit TBC
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau
kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta kasus
baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan,
Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia.

Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan
bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan
Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi
TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46%
diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.

Penyebab Penyakit TBC


Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium
tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga
sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada
tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama
baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum
(KP).

Bakteri Mikobakterium tuberkulosa

Cara Penularan Penyakit TBC


Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium
tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber
infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan
terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang
dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau
kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ
tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan
lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan
tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi
imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling
bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di
sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-
bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto
rontgen.

Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang
hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri
ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang
banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi
sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat
diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.

Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan
beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya
fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak
mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan
tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang
peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.

Gejala Penyakit TBC


Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai
dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus
baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
Gejala sistemik/umum
 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan
bersifat hilang timbul.
 Penurunan nafsu makan dan berat badan.
 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
 Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

Gejala khusus
 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening
yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang
disertai sesak.
 Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
 Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu
saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini
akan keluar cairan nanah.
 Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui
adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan
penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5
tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif,
dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

Penegakan Diagnosis
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan
untuk menegakkan diagnosis adalah:

o Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.


o Pemeriksaan fisik.
o Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
o Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
o Rontgen dada (thorax photo).
o Uji tuberkulin.

Uji Tuberkulin dan Klasifikasi TBC


Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan
sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering digunakan dalam "Screening
TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.

Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif
100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%.
Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji
tuberkulin semakin kurang spesifik.

Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih
sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan
bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin
dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi)
yang terjadi.

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada
anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila
sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak
(terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar
melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat
menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran
pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh
yang paling sering terkena yaitu paru-paru.

1. Pembengkakan : 0–4mm,uji mantoux negatif.


(Indurasi) Arti klinis : tidak ada infeksi
Mikobakterium tuberkulosa.
2. Pembengkakan : 3–9mm,uji mantoux meragukan.
(Indurasi) Hal ini bisa karena kesalahan teknik,
reaksi silang dengan Mikobakterium
atipik atau setelah vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan : ≥ 10mm,uji mantoux positif.
(Indurasi) Arti klinis : sedang atau pernah
terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa.

Pemeriksaan radiologis dapat memperkuat diagnosis, karena lebih 95% infeksi primer terjadi
di paru-paru maka secara rutin foto thorax harus dilakukan. Ditemukannya kuman
Mikobakterium tuberkulosa dari kultur merupakan diagnostik TBC yang positif, namun tidak
mudah untuk menemukannya.
Klasifikasi TBC (menurut The American Thoracic Society, 1981)
Klasifikasi 0 Tidak pernah terinfeksi, tidak ada kontak, tidak menderita TBC
Klasifikasi I Tidak pernah terinfeksi,ada riwayat kontak,tidak menderita TBC
Klasifikasi II Terinfeksi TBC / test tuberkulin ( + ), tetapi tidak menderita TBC
(gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi
negatif).
Klasifikasi III Sedang menderita TBC
Klasifikasi IV Pernah TBC, tapi saat ini tidak ada penyakit aktif
Klasifikasi V Dicurigai TBC

PENGOBATAN TBC
Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita TBC)
dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada,
radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan
pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.

1. Pencegahan (profilaksis) primer


Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+).
INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).
Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber
penularan TB aktif sudah tidak ada.
2. Pencegahan (profilaksis) sekunder
Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC.
Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :

o Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.


Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir,
sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
o Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan
Kanamisin.

Dosis obat antituberkulosis (OAT)


Obat Dosis harian Dosis 2x/minggu Dosis 3x/minggu
(mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari)
INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg)
Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg)
Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)
Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)
Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)

Sejak 1995, program Pemberantasan Penyakit TBC di Indonesia mengalami perubahan


manajemen operasional, disesuaikan dengan strategi global yanng direkomendasikan oleh
WHO. Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjuti Indonesia – WHO joint Evaluation dan
National Tuberkulosis Program in Indonesia pada April 1994. Dalam program ini, prioritas
ditujukan pada peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan obat yang rasional untuk
memutuskan rantai penularan serta mencegah meluasnya resistensi kuman TBC di
masyarakat. Program ini dilakukan dengan cara mengawasi pasien dalam menelan obat setiap
hari,terutama pada fase awal pengobatan.

Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan
masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk dapat mengakses
pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan langsung menelan
obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari.

Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan cepat,
karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan indikator
program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi dan
pengobatan TBC melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan lebih
banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan Puskesmas, maka
banyak pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan,
dan mungkin menimbulkan kekebalan obat.

Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya implementasi
strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT akan menyebarkan
infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR (Multi-drugs Resistant). Untuk kasus MDR-TB
dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan TBC yaitu obat fluorokuinolon seperti
siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat disayangkan bahwa obat ini tidak
dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan).

Pengobatan TBC pada orang dewasa


 Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari
(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali
dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
o Penderita baru TBC paru BTA positif.
o Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
 Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
o Penderita kambuh.
o Penderita gagal terapi.
o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
 Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
o Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Pengobatan TBC pada anak


Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
1. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH
+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol
bila diduga ada resistensi terhadap INH).
2. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama,
kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan
(ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).

Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis
maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.

Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:

TB tidak berat
  INH : 5 mg/kgbb/hari
  Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari

TB berat (milier dan meningitis TBC)


  INH : 10 mg/kgbb/hari
  Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari
  Dosis prednison : 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)
PYRAZINAMIDE 500MG@100
GKF
Price:  Call for Pricing

Kandungan
Pyrazinamide

Indikasi
Terapi TB dikombinasi dg obat TB lain.

Kontra Indikasi
Kerusakan hati, hiperurisemia & artritis gout. Hamil, menyusui

Efek Samping
Mata atau kulit berwarna kuning, artralgia, anoreksia, mual, muntah, disuria, malaise, demam.

Perhatian
Ggn fungsi ginjal, riwayat gout atau DM.

Dosis
Dws20-35 mg/kgBB/hr. Males: 3 g, dibagi dlm 3-4 dosis. Anak 20 mg/kgBB/hr, dibagi dim 3-4
dosis.

Interaksi
Kerusakan hati, hiperurisemia & artritis gout. Hamil, menyusui

Kemasan
Kerusakan hati, hiperurisemia & artritis gout. Hamil, menyusui
PYRAZINAMIDE 500MG@100
GKF
Price:  Call for Pricing

Kandungan
Pyrazinamide

Indikasi
Terapi TB dikombinasi dg obat TB lain.

Kontra Indikasi
Kerusakan hati, hiperurisemia & artritis gout. Hamil, menyusui

Efek Samping
Mata atau kulit berwarna kuning, artralgia, anoreksia, mual, muntah, disuria, malaise, demam.

Perhatian
Ggn fungsi ginjal, riwayat gout atau DM.

Dosis
Dws20-35 mg/kgBB/hr. Males: 3 g, dibagi dlm 3-4 dosis. Anak 20 mg/kgBB/hr, dibagi dim 3-4
dosis.

Interaksi
Kerusakan hati, hiperurisemia & artritis gout. Hamil, menyusui

Kemasan
Kerusakan hati, hiperurisemia & artritis gout. Hamil, menyusui

Pyrazinamide 500 mg
Deskripsi:
Pirazinamida merupakan antituberkulosis sekunder secara in vitro pirazinamida aktif dalam suasana asam
terhadap mikobakterium. Bersifat bakterisid terutama pada hasil tuberkulosa intraselular.
Pada pemberian oral pirazinamida mudah diserap dan tersebar luas ke seluruh jaringan tubuh. Kadar
puncak dalam serum tercapai dalam waktu kurang lebih 2 jam dan waktu paruh antara 10 – 16 jam.
Pirazinamida mengalami hidrolisis dan hidroksilasi menjadi asam hidroksi pirazinoat yang merupakan
metabolit utamanya dan diekskresi melalui filtrasi glomerulus.

Komposisi:
Tiap tablet mengandung pirazinamida 500 mg.

Indikasi:
Terapi tuberkulosis (sebagai tuberkulostatik sekunder) diberikan bersama tuberkulostatik lain.
Dosis:
20 – 30 mg/kg BB/hari dalam dosis tunggal atau terbagi (maksimum 2 gram/hari).

Kemasan:
Ktk 100

Produksi:
PT Indofarma TBK

Pyrazinamide 500 mg
May 25th, 2010 Obat Penyakit

Deskripsi:
Pirazinamida merupakan antituberkulosis sekunder secara in vitro pirazinamida aktif
dalam suasana asam terhadap mikobakterium. Bersifat bakterisid terutama pada hasil
tuberkulosa intraselular.
Pada pemberian oral pirazinamida mudah diserap dan tersebar luas ke seluruh jaringan
tubuh. Kadar puncak dalam serum tercapai dalam waktu kurang lebih 2 jam dan waktu
paruh antara 10 – 16 jam. Pirazinamida mengalami hidrolisis dan hidroksilasi menjadi
asam hidroksi pirazinoat yang merupakan metabolit utamanya dan diekskresi melalui
filtrasi glomerulus.

Komposisi:
Tiap tablet mengandung pirazinamida 500 mg.

Indikasi:
Terapi tuberkulosis (sebagai tuberkulostatik sekunder) diberikan bersama tuberkulostatik
lain.

Dosis:
20 – 30 mg/kg BB/hari dalam dosis tunggal atau terbagi (maksimum 2 gram/hari).

Kemasan:
Ktk 100

Produksi:
PT Indofarma TBK

Beberapa obat atau penyakit yang mungkin berhubungan adalah sebagai berikut: Flamesin,  Metronidazole
250 mg,  Furosemide 10 mg/ml Inj,  Diltiazem 30 mg,  Paracetamol 100 mg, 

Anda mungkin juga menyukai