PERESEPAN RASIONAL
DISUSUN OLEH :
NIM: 04011181722150
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Dokter Ananda, praktek sebagai dokter umumdi Jl. Barito B/12 Palembang dari hari Senin
sampai dengan Sabtu, jam praktek mulai jam 16.00 sampai dengan jam 20.00 WIB. Surat ijin
praktek 2114/Dinkes/2013
Pada tanggal 4 Desember 2015 ada beberapa pasien berobat ke tempat praktek dokter
Ananda yang merupakan dokter keluarga mereka.
Pasien 1 : Seorang anak perempuan nama Denok umur 3 tahun berat badan 12 kg dibawa
ibunya berobat karena sering batuk, mudah lelah, demam, berkeringat pada malam hari, dan
kehilangan nafsu makan. Dari hasil tes kulit dan X-ray dada, didiagnosis penyakitnya adalah
TBC. Obat primer untuk TBC adalah rifampisin, isoniazid, etambutol, pirazinamid dan
streptomisin.
Tuliskan resep yang rasional untuk pasien 1 dengan bentuk sediaan yang tepat, dosis
tepat, aturan pakai yang tepat, cara dan waktu pemberian yang tepat untuk Denok 3 tahun
dengan 3 macam obat sesuai dengan langkah langkah terapi rasional. Obat diberikan selama
30 hari dan boleh diulang 1 kali.
JAWABAN :
dr. Ananda
SIP : 2114/Dinkes/2013 Dipilih obat Rifampisin, Isoniazid, dan
Praktek : Senin-Sabtu Pirazinamid untuk anak-anak karena
Jam : 16.00 – 20.00 Etambutol memiliki potensi efek neuritis
Alamat : Jl. Barito B/12 Palembang optik dan gangguan penglihatan lainnya
Palembang, 21-11-2014 seperti buta warna dan kebutaan
irreversibel.
R/ Rifampisin 120 mg
Mf pulv dtd no. XXX Dosis: dosis minimal x BB
S 1 dd tab ½ o.m
Rifampisin (10-20 mg/kgbb/hari): 10 x 12
------------------------------------------------------------- ᶐ
= 120 mg/hari. Ante coenam karena lebih
baik dikonsumsi saat perut kosong.
R/ Isoniazid 60 mg
Mf pulv dtd no. XXX Isoniazid (5-15 mg/kgbb/hari): 5 x 12 = 60
S 1 dd p l p.c. mg/hari. Post coenam karena untuk
-------------------------------------------------------------- ᶐ mengurangi ketidaknyamanan pencernaan.
Tinjauan Pustaka
1) Rifampisin
c. Komposisi
Kapsul: 150 mg / 300 mg rifampisin.
Tablet: 450 mg / 600 mg rifampisin.
Suspensi: 100 mg/5 ml rifampisin.
e. Indikasi
Tuberkulosis, lepra.
f. Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap rifampisin, pasien ikterik, penggunaan bersamaan
dengan saquinavir/ritonavir.
g. Dosis
Dewasa dengan BB <50 kg: 450 mg/hari.
Dewasa dengan BB ≥50 kg: 600 mg/hari.
Anak-anak: 10-20 mg/kgBB/hari, maksimum 600 mg/hari.
h. Efek samping
Efek samping paling sering adalah ruam kulit, demam, mual, dan muntah.
Pada pemberian berselang dengan dosis lebih besar sering terjadi flu like
syndrome, nefritis interstisial, nekrosis tubular akut, dan trombositopenia. Ikterus
juga dapat terjadi sebagai efeksamping obat ini. Berbagai keluhan yang
berhubungan dengan sistem saraf seperti rasa lelah, mengantuk, sakit kepala,
pening, ataksia, bingung, sukar konsentrasi, sakit pada tangan dan kaki, dan
melemahnya otot dapat juga terjadi. Trombositopenia leukopenia sementara dan
anemia dapat terjadi selama terapi berlangsung.
i. Farmakokinetik
Rifampisin diserap dengan baik melalui pemberian oral. Pemberian rifampisin
per oral menghasilkan kadar puncak dalam plasma setelah 2-4 jam. Dosis lazim
akan menghasilkan kadar serum 5-7 mcg/ml.
Setelah diserap dari saluran cerna, obat ini cepat diekskresi melalui empedu
dan kemudian mengalami sirkulasi enterohepatik. Penyerapannya dihambat oleh
adanya makanan, sehingga dalam waktu 6 jam hampir semua obat yang ada dalam
empedu berbentuk deasetil rifampisin, yang mempunyai aktivitas antibakteri
penuh.rifampisin menyebabkan terjadinya induksi metabolisme, sehingga
walaupun bioavailabilitasnya tinggi, eliminasinya meningkat pada pemberian
berulang. Masa paruh eliminasi rifampisin bervariasi antara 1,5 sampai 5 jam dan
akan memanjang bila ada kelainan fungsi hepar. Pada pemberian berulang masa
paruh ini memendek kira-kira 40% dalam waktu 14 hari. Sekitar 75% rifampisin
terikat dalam protein plasma. Obat ini berdifusi baik ke berbagai jaringan
termasuk LCS. Luasnya distribusi ini tercermin dari warna merah pada urin, feses,
sputum, air mata, dan keringat pasien. Ekskresi melalui urin mencapai 30%. Tidak
diperlukan penyesuaian dosis pada insufisiensi ginjal atau hepar. Obat ini juga
dieliminasi melalui ASI.
k. Cara penyimpanan
Simpan pada suhu 15-30˚C. Hindari panas berlebihan dan sinar matahari
langsung.
2) Isoniazid
c. Komposisi
Tablet: 50 mg/ 100 mg/ 300 mg/ 400 mg isoniazid.
Sirup: 10 mg/ml.
e. Indikasi
Tuberkulosis.
f. Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap isoniazid, pasien dengan penyakit liver akut, riwayat
cedera hepar akibat isoniazid.
g. Dosis
5-15 mg/kgBB/hari, maksimal 300 mg/hari.
h. Efek samping
Reaksi hipersensitivitas mengakibatkan demam, berbagai kelainan kulit
berbentuk morbiliform, makulopapular, dan urtikaria. Reaksi hematologik dapat
juga terjadi seperti agranulusitosis, eosinofilia, trombositopenia, dan anemia.
Gejala artritis dapat juga terjadi seperti sakit pinggang, sakit sendi interfalang
proksimal bilateral, atralgia pada lutut, siku, dan pergelangan tangan.
Perubahan neuropatologik yang berhubungan dengan efek samping antara lain
menghilangnya vesikel sinaps, membengkaknya mitokondria dan pecahnya akson
terminal. Biasanya juga terjadi perubahan pada ganglia di daerah lumbal dan
sakrum. Isoniazid dapat mencetuskan kejang pada pasien dengan riwayat kejang.
Gambaran lain neurotoksisitas antara lain kedut otot, vertigo, ataksia, parestesia,
stupor, dan ensefalopati toksik yang dapat berakhir fatal. Kelainan mental juga
dapat terjadi selama menggunakan obat ini diantaranya euforia, kurang daya ingat
sementara, hilangnya pengendalian diri, dan psikosis. Isoniazid dapat
menimbulkan ikterus dan kerusakan hati yang fatal akibat adanya nekrosis
multilobular. Efek samping lain yang terjadi ialah mulut terasa kering, rasa
tertekan pada ulu hati, methemoglobinemia, tinitus, dan retensi urin.
i. Farmakokinetik
Isoniazid mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral. Kadar
puncak dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral. Di hati isoniazid
terutama mengalami asetilasi dan pada manusia kecepatan metabolisme ini
dipengaruhi oleh faktor genetik yang secara bermakna memengaruhi kadar obat
dalam plasma dan masa paruhnya. Pada pasien yang tergolong asetilator cepat,
kadar isoniazid dalam sirkulasi berkisar antara 30-50% kadar pada pasien dengan
asetilasi lambat. Masa paruh pada keseluruhan populasi antara 1 sampai 4 jam dan
dapat memanjang bila terjadi insufisiensi hati.
Isoniazid mudah berdifusi ke dalam sel dan semua cairan tubuh. Kadar obat
ini pada mulanya lebih tinggi dalam plasma dan otot daripada dalam jaringan yang
terinfeksi, tetapi kemudian obat tertinggal lama di jaringan yang terinfeksi dalam
jumlah yang lebih dari cukup sebagai bakteriostatik. Antara 75-95% isoniazid
diekskresi melalui urin dalam waktu 24 jam dan hampir seluruhnya dalam bentuk
metabolit. Ekskresi terutama dalam bentuk asetil isoniazid yang merupakan
metabolit hasil asetilasi, dan asam isonikonat yang merupakan metabolit hasil
hidrolisis.
k. Cara penyimpanan
Simpan pada tempat kering dengan suhu 20-25˚C. Hindari sinar matahari
langsung.
3) Pirazinamid
c. Komposisi
Tablet: 250 mg/500 mg pyrazinamide.
e. Indikasi
Tuberkulosis.
f. Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap pirazinamid, hiperurikemia dan/atau gout arthritis,
porfiria akut, penyakit hati berat.
g. Dosis
Dosis oral 15-35 mg/kgbb/hari, maksimum 3 g.
h. Efek samping
Efek samping yang paling umum dan serius adalah kelainan hati. Oleh karena
itu hendaknya dilakukan pemeriksaan fungsi hati sebelum pengobatan dengan
pirazinamid dimulai, dan pemantauan terhadap transaminase serum dilakukan
secara berkala selama pengobatan berlangsung. Jika jelas timbul kerusakan hati,
terpai dengan pirazinamid harus dihentikan. Pirazinamid tidak boleh diberikan
kepada pasien dengan kelainan fungsi hati. Obat ini menghambat ekskresi asam
urat dan dapat menyebabkan kambuhnya pirai. Efek samping lain ialah artralgia,
anoreksia, mual dan muntah, juga disuria, malaise, dan demam.
i. Farmakokinetik
Pirazinamid mudah diserap di usus dan tersebar luas ke seluruh tubuh. Dosis 1
gram menghasilkan kadar plasma sekitar 45 mcg/ml pada dua jam setelah
pemberian obat. Ekskresinya terutama melalui filtrasi glomerulus. Masa paruh
eliminasi obat ini adalah 10-16 jam.
k. Cara penyimpanan
Simpan pada tempat kering bersuhu 15-30˚C.
Skenario B
Dokter Ananda, praktek sebagai dokter umumdi Jl. Barito B/12 Palembang dari hari Senin
sampai dengan Sabtu, jam praktek mulai jam 16.00 sampai dengan jam 20.00 WIB. Surat ijin
praktek 2114/Dinkes/2013
Pada tanggal 4 Desember 2015 ada beberapa pasien berobat ke tempat praktek dokter
Ananda yang merupakan dokter keluarga mereka.
Pasien 3 : Bapak Bagas seorang pria 45 tahun menderita asma. Ia menggunakan salbutamol
semprot. Beberapa minggu yang lalu dia datang ke dokter dan ditemukan dia menderita
hipertensi esensial (145/100 mm Hg pada beberapa pengukuran). Dokter menganjurkan diet
rendah garam, tetapi tekanan darahnya tetap tinggi. Pasien tersebut mendapat obat tambahan
atenolol 50 mg/hari
Tuliskan resep yang rasional untuk pasien 3 dengan pemilihan obat yang tepat
(perhatikan adanya interaksi dan kontra indikasi obat)
JAWABAN :
Tinjauan Pustaka
1) Hidroklortiazid
e. Indikasi
Hipertensi, edema (pada congestive heart failure, sirosis hepatis, penyakit
ginjal atau karena konsumsi steroid/estrogen).
f. Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap obat derivat sulfonamid, anuria, penurunan fungsi
ginjal berat.
g. Dosis
Hipertensi: Permulaan : 12,5 mg/hari, dapat ditingkatkan menjadi 25-50
mg/hari, baik dengan atau tanpa antihipertensi lain.
Edema: 25-100 mg/hari dalam 1-2 dosis terbagi.
h. Efek samping
Dalam dosis ekuipoten berbagai golongan tiazid memiliki efek dan efek
samping yang kurang lebih sama. Tiazid, terutama dalam dosis tinggi, dapat
menyebabkan hipokalemia yang dapat berbahaya pada pasien yang mendapat
digitalis. Efek samping ini dapat dihindari bila tiazid diberikan dalam dosis rendah
atau dikombinasi dengan obat lain seperti diuretik hemat kalium atau ACE-
inhibitor. Tiazid juga dapat menyebabkan hiponatremia dan hipomagnesemia serta
hiperkalsemia. Selain itu tiazid dapat menghambat ekskresi asam urat dari ginjal,
dan pada pasien hiperurisemia dapat mencetuskan serangan gout akut. Untuk
menghindari efek metabolik ini, tiazid harus digunakan dalam dosis rendah dan
pengaturan diet.
Tiazid dapat meningkatkan kadar kolesterol LDL dan trigliserida, tetapi
kemakanaannya dalam peningkatan risiko penyakit jan tung koroner belum
jelas.pada penderita DM, tiazid dapat menyebabkan hiperglikemia karena
mengurangi sekresi insulin. Pada pria, gangguan fungsi seksual merupakan efek
samping tiazid yang cukup mengganggu.
i. Farmakokinetik
Hidroklortiazid memiliki waktu paruh 10-12 jam. Efek hipotensif baru terlihat
setelah 2-3 hari dan mencapai maksimum setelah 2-4 minggu. Semua golongan
tiazid disekresikan oleh sistem sekresi asam organik di tubulus proksimal dan
bersaing dengan sekresi asam urat oleh sistem itu. Akibatnya, pemberian tiazid
dapat mengurangi sekresi asam urat dan meningkatkan kadar asam urat darah.
j. Farmakodinamik
Tiazida menghambat reabsorpsi NaC1 dari sisi luminal sel epitel di DCT
dengan menghambat pengangkut Na÷/C1- (NCC). Berbeda dari situasi di TAL, di
mana loop diuretics menghambat reabsorpsi Ca2+, tiazid malah meningkatkan
reabsorpsi Ca2+. Peningkatan ini diperkirakan terjadi karena efek di tubulus
kontortus proksimal dan distal. Di tubulus proksimal, deplesi volume yang
ditimbulkan oleh tiazid menyebabkan peningkatan reabsorpsi Na+ dan reabsorpsi
pasif Ca2+. Di DCT, penurunan Na+ intrasel oleh blokade masuknya Na+ yang
dipicu oleh tiazid meningkatkan pertukaran Na+/Ca2+ di membran basolateral
(Gambar 15-4), dan meningkatkan reabsorpsi keseluruhan Ca2+. Meskipun jarang
menyebabkan hiperkalsemia melalui peningkatan reabsorpsi ini namun tiazid
dapat memunculkan hiperkalsemia yang disebabkan oleh kausa lain
(mishiperparatiroidisme, karsinoma, sarkoidosis). Tiazid berguna untuk
mengobati batu ginjal akibat hiperkalsiuria. Efek tiazid sebagian bergantung pada
produksi prostaglandin ginjal. Seperti diuraikan untuk loop diuretics, efek, tiazid
juga dapat dihambat oleh OAINS pada keadaan tertentu.
l. Cara penyimpanan
Simpan pada tempat kering bersuhu 15-30˚C. Hindari sinar matahari langsung dan
suhu ekstrem.
2) Salbutamol
c. Komposisi
Sirup: 2 mg/5 ml.
Tablet: 4 mg.
Inhaler: 200 mg salbutamol sulfat, inhaler ada yang mengandung laktosa
monohidrat.
d. Indikasi
Asma, bronkospasme.
e. Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap salbutamol sulfat, alergi protein susu berat.
f. Dosis
Inhaler: 1 atau 2 inhalasi sampai dengan 4 kali/hari. Maksimum 800 mcg/hari.
g. Efek samping
Tremor, nausea dan muntah, takikardi, palpitasi, nyeri dada, pusing, sakit
kepala, insomnia, hipertensi, berkeringat, alergi.
h. Farmakokinetik
Salbutamol termasuk golongan β2 –agonis. Selain efektif pada pemberian oral,
juga diabsorpsi dengan baik dan cepat pada pemberian aerosol. Pemberian aerosol
biasanya memberikan respons yang sangat cepat, dalam waktu beberapa menit.
Injeksi subkutan juga memberikan bronkodilatasi segera, sedangkan pemberian
oral memberikan efek puncak setelah beberapa jam. Hanya sekitar 10% dari dosis
inhalasi yang masuk paru, sisanya banyak yang terttelan dan akhirnya diabsorpsi.
Terapi aerosol ini berhasil jika pasien menguasai teknik terapi inhalasi.
i. Farmakodinamik
Obat-obat β2 –agonis seperti salbutamol memiliki afinitas yang lebih besar
untuk reseptor β2 dibandingkan dengan reseptor β1. Akan tetapi selektivitas ini
relatif, tidak absolut, dan hilang pada kadar yang tinggi. Di samping itu, sampai
dengan 40% reseptor β dalam jantung manusia adalah reseptor β2 yang
aktivitasnya dapat menyebabkan stimulasi jantung.
Untuk meningkatkan selektivitas pada reseptor β2 di paru, obat tersebut
diberikan secara inhalasi dosis rendah dalam aerosol. Cara ini menghasilkan
aktivasi efektif reseptor β2 di bronkus tetapi kadar obat sistemik yang sangat
rendah, sehingga aktivasi reseptor β1 dan β2 di jantung atau resptor β2 di otot skelet
yang menyebabkan tremor menjadi sangat rendah. Pada pengobatan asma, β 2 –
agonis digunakan terutama sebagai bronkodilator, tetapi juga sebagai
antiinflamasi.
k. Cara penyimpanan
Simpan pada suhu 15-30˚C dan hindari sinar matahari langsung.
R/ Ampicilin 1 gr
Mf. la. pulv dtd no X
S 4 dd p l
------------------------------------------------------------ ᶐ
R/ Gentamicin 50 mg
Mf. la. pulv dtd no X
S 2 dd p l
------------------------------------------------------------ ᶐ
Jika pasien mengalami demam yang disebabkan oleh infeksi virus, maka resep yang dapat dipakai
sebagai berikut.
dr. Ananda
SIP : 2114/Dinkes/2013
Praktek : Senin-Sabtu
Jam : 16.00 – 20.00
Alamat : Jl. Barito B/12 Palembang
Palembang, 21-11-2014
R/ Acyglovir mg 200
m.f.l.a pulv dtd No. XX
S 4 dd pulv I
------------------------------------------------------------ ᶐ
R/ Paracetamol mg 200
m.f.l.a pulv dtd No. XII
S 4 dd pulv I p.r.n
------------------------------------------------------------ ᶐ
Jika pasien mengalami demam yang disertai batuk, dapat diberikan resep sebagai berikut.
dr. Ananda
SIP : 2114/Dinkes/2013
Praktek : Senin-Sabtu
Jam : 16.00 – 20.00
Alamat : Jl. Barito B/12 Palembang
Palembang, 21-11-2014
R/ Paracetamol mg 200
m.f.l.a pulv dtd No. XII
S 4 dd pulv I p.r.n
------------------------------------------------------------ ᶐ
Jika pasien mengalami demam disertai batuk yang disebabkan oleh infeksi bakteri, maka
dapat diberikan resep sebagai berikut.
dr. Ananda
SIP : 2114/Dinkes/2013
Praktek : Senin-Sabtu
Jam : 16.00 – 20.00
Alamat : Jl. Barito B/12 Palembang
Palembang, 21-11-2014
R/ Ampicilin 250 mg
m.f. l.a. pulv dtd No. XX
S 4 dd pulv I 1h.a.c
------------------------------------------------------------ ᶐ
R/ Paracetamol mg 200
m.f.l.a pulv dtd No. XII
S 4 dd pulv I p.r.n
------------------------------------------------------------ ᶐ
Tinjauan Pustaka
1) Paracetamol
c. Komposisi
Tablet: 500 mg.
Sirup: 120 mg/5 ml.
e. Indikasi
Nyeri dan demam ringan hingga sedang.
f. Kontraindikasi
Hipersensitif, riwayat konsumsi alkohol, dan penyakit liver.
g. Dosis
Dewasa: 300 mg-1 g per kali, maksimum 4 g per hari.
Anak 6-12 tahun: 150-300 mg/kali, maksimum 1,2 g/hari.
Anak 1-6 tahun: 60-120 mg/kali, maksimum 6 kali sehari.
Bayi <1 tahun: 60 mg/kali, maksimum 6 kali sehari.
h. Efek samping
Reaksi alergi terhadap derivat para-aminofenol termasuk parasetamol jarang
terjadi. Manifestasinya berupa eritema atau urtikaria dan gejala yang lebih berat
berupa demam dan lesi pada mukosa.
Akibat dari dosis toksik yang paling serius ialah nekrosis hati. Nekrosis tubuli
renalis serta koma hipoglikemik dapat juga terjadi. Hepatotoksisitas dapat terjadi
pada pemberian dosis tunggal 10-15 gram (200-250 mg/kgbb) parasetamol. Gejala
pada hari pertama keracunan akut parasetamol belum mencerminkan bahaya yang
mengancam. Anoreksia, mual, dan muntah serta sakit perut terjadi dalam 24 jam
pertama dan dapat berlangsung selama seminggu atau lebih. Gangguan hepat
dapat terjadi pada hari kedua, dengan gejala peningkatan aktivitas serum
transaminase, laktat dehidrogenase, kadar bilirubun serum serta pemanjangan
masa protrombin. Kerusakan hati dapat mengakibatkan ensefalopati, koma, dan
kematian. Kerusakan hati yang tidak berat pulih dalam beberapa minggu sampai
beberapa bulan.
i. Farmakokinetik
Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna.
Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh
plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma,
25% parasetamol terikat protein plasma. Obat ini dimetabolisme oleh enzim
mikrosom hati. Sebagian asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam
glukuronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selain itu obat ini juga
dapat mengalami hidroksilasi. Obat ini diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil
sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.
j. Farmakodinamik
Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau
mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Obat ini menurunkan suhu tubuh dengan
mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat.
Efek antiinflamasinya sangat lemah sehingga parasetamol tidak bisa
digunakan untuk antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat PG yang
lemah. Efek iritasi, erosi, dan perdarahan lambung tidak terlihat demikian juga
gangguan pernapasan kan keseimbangan asam basa.
l. Cara penyimpanan
Simpan pada suhu 15-30˚C. Hindari suhu beku.
2) Ampicilin
a. Nama Paten : Sanpicillin.
c. Komposisi
Tablet/Kapsul: Ampisilin trihidrat atau ampisilin anhidrat 125 mg/250 mg/500
mg/1000 mg.
Suspensi: 125 mg atau 500 mg/5 ml.
e. Indikasi
Infeksi saluran kemih, gonorea, pneumonia, meningitis, dan infeksi traktus
gastrointestinal (contoh: infeksi Salmonella dan Shigella).
f. Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap ampisilin atau penisilin lainnya.
g. Dosis
Dewasa penyakit ringan sampai sedang: 2-4 g/hari, dibagi 4 kali pemberian.
Dewasa penyakit berat: parenteral 4-8 g/hari.
Anak-anak BB <20 kg: per oral 50-100 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 dosis.
IM: 100-200 mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 dosis.
Bayi <7 hari: 50 mg/kgbb/hari dalam 2 dosis.
Bayi >7 hari: 75 mg/kgbb/hari dalam 3dosis.
IV: empat kali 250-500 mg/hari.
h. Efek samping
Efek samping biasanya berupa reaksi alergi atau syok anafilaksis.
i. Farmakokinetik
Jumlah ampisilin dan senyawa sejenisnya yang diabsorpsi pada pemberian
oral dipengaruhi besarnya dosis dan ada tidaknya makanan dalam saluran cerna.
Dengan dosis lebih kecil persentase yang diabsorpsi relatif lebih besar.
Absorpsi ampisilin oral tidak lebih baik daripada penisilin V atau fenetisilin.
Adanya makanan dalam saluran cerna akan menghambat absorpsi obat. Perbedaan
absorpsi ampisilin bentik trihidrat atau anhidrat tidak memberikan perbedaan
bermakna dalam penggunaan di klinik.
Ampisilin didistribusi luas di dalam tubuh dan ikatan oleh protein plasmanya
hanya 20%. Ampisilin yang masuk ke dalam empedu mengalami sirkulasi entero
hepatik, tetapi yang diekskresi dalam tinja jumlahnya cukup tinggi. Penisilin
umumnya diekskresi melalui proses sekresi tubuli ginjal.
j. Peringatan dan perhatian
- Sebaiknya dikonsumsi dengan perut kosong (1 jam sebelum atau 2 jam setelah
makan).
- Jangan diberikan kepada pasien dengan riwayat alergi beta lactam, penurunan
fungsi hati dan ginjal, ibu hamil dan menyusui.
k. Cara penyimpanan
Simpan pada suhu 20-25˚C.
3) Gentamicin
c. Komposisi
Larutan steril dalam vial/ampul: 60 mg/1,5 ml, 80 mg/2ml, 120 mg/3 ml, 280
mg/2 ml.
Salep atau krim: 0,1% atau 0,3%.
Salep mata: 0,3%.
e. Indikasi
Infeksi mata, telinga, kulit, dan traktus urinaria.
f. Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap gentamisin atau aminoglikosida lain, pasien yang
diduga atau diketahui mengalami perforasi membran timpani.
g. Dosis
Gentamisin 5-6 mg/kgbb/hari.
h. Efek samping
Secara umum potensi aminoglikosid untuk menyebabkan alergi rendah. Ruam,
eosinofilia, demam, diskrasia darah, angioedema, dermatitis eksfoliatif, stomatis,
dan syok anafilaksis pernah dilaporkan.
Reaksi iritasi dapat terjadi berupa rasa nyeri di tempat suntikan diikuti dengan
radang steril dan dapat pula diikuti peningkatan suhu tubuh ½-1 ½ ˚C. Selain itu
dapat juga terjadi gangguan akustik dan efek nefrotoksik.
i. Farmakokinetik
Aminoglikosid sebagai polikation bersifat sangat polar, sehingga sangat sukar
diabsorpsi melalui saluran cerna. Kurang dari 1% dosis yang diberikan diabsorpsi
lewat saluran cerna. Pemberian per oral hanya dimaksudkan untuk mendapat kan
efek lokal saluran cerna saja, misalnya pada persiapan prabedah usus. Untuk
mendapatkan kadar sistemik yang efektif aminoglikosid perlu diberikan secara
parenteral. Untuk gentamisin biasanya hanya obat luar atau injeksi, tidak pernah
obat dalam.
k. Cara penyimpanan
Injeksi: simpan pada suhu 15-30˚C. Krim topikal: simpan pada suhu 2-30˚C.
Tetes mata/telinga: simpan pada suhu dibawah 25˚C.
4) Acyclovir
c. Komposisi
Tablet: 200 mg/400 mg acyclovir.
Krim: ophtalmic 3% atau herpes labialis 5%.
e. Indikasi
Infeksi HSV-1 dan HSV-2 baik lokal maupun sistemik (termasuk keratitis
herpetik, herpetik ensefalitis, herpes genitalia, herpes neonatal, dan herpes
labialis) dan infeksi VZV (varisela dan herpes zoster).
f. Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap acyclovir atau valacyclovir.
g. Dosis
Herpes genital: 5x sehari 200 mg tablet.
Herpes zoster: 4x sehari 400 mg tablet.
Keratitis herpetik: krim ophtalmic 3%.
Herpes simpleks kulit: krim 5% 5-6 kali sehari.
Herpes ensefalitis, HSV berat lainnya, VZV: intravena 30 mg/kgbb per hari.
h. Efek samping
Asiklovir pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Asiklovir topikal
dalam pembawa polietilen glikol dapat menyebabkan iritasi mukosa dan rasa
terbakar yang sifatnya sementara jika dipakai pada luka genitalia. Asiklovir oral
walaupun jarang, dapat menyebabkan mual, diare, ream, atau sakit kepala dan
sangat jarang dapat menyebabkan insufisiensi renal dan neurotoksisitas.
i. Farmakokinetik
Ketersediaan-hayati asiklovir oral rendah (15-20%) dan tidak dipengaruhi oleh
makanan. Tersedia formulasi intravena. Formulasi topikal menghasilkan
konsentrasi yang tinggi di lesi herpes, tetapi konsentrasi sistemik tidak terdeteksi
oleh rute ini. Asiklovir dibersihkan terutama melalui filtrasi glomerulus dan
sekresi tubulus. Waktu-paruh adalah 2,5-3 jam pada pasien dengan fungsi ginjal
normal dan 20 jam pada pasien dengan anuria. Asiklovir cepat berdifusi ke dalam
sebagian besar jaringan dan cairan tubuh. Konsentrasi di cairan serebrospinal
adalah 20-25% dari kadar serum.
5) Ambroxol
c. Komposisi
Tablet: 30 mg ambroxol HCl.
Sirup: 15 mg/5 ml ambroxol HCl.
e. Indikasi
Trakeobronkitis, emfisema dengan bronkitis pneumokoniosis, inflamasi
pulmonal kronis, ronkitis dengan asma bronkospasme.
f. Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi yang pasti, namun pada pasien dengan ulserasi
gastrik perlu di observasi.
g. Dosis
Dewasa: 60-120 mg/hari, dalam 2-3 dosis terbagi.
Anak-anak: <2 tahun: 7.5 mg bid, 2-5 tahun: 7.5 mg bid/tid, 6-12 tahun: 15
mg bid/tid.
h. Efek samping
Hipersensitif. Efek samping gastrointestinal dapat sesekali terjadi, namun
biasanya ringan.
k. Cara penyimpanan
Simpan pada tempat bersuhu tidak melebihi 30˚C. Jauhkan dari jangkauan anak-
anak.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Edisi 9. 2009/2010. Jakarta:
Penerbit Asli (MIMS Pharmacy Guide)
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi
6. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Katzung, B. G. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 8 (Vol 1 dan 2). Jakarta:
Penerbit Salemba Medika.