Anda di halaman 1dari 3

Pengobatan Tuberklosis (TBC)

Pengobatan monoterapi untuk pasien terinfeksi yang tidak memiliki TB aktif( Infeksi laten, Pemeriksaan
dengan tes kulit), Setelah penyakit Aktif digunakan minimal dua obat dan umumnya tiga atau empat obat
harus digunakan secara bersamaan. Durasi pengobatan tergantung pada kondisi pasien, luasnya penyakit,
adanya resistensi obat, dan toleransi obat. Durasi pengobatan terpendek umumnya adalah 6 bulan, dan 2
hingga 3 tahun pengobatan mungkin diperlukan untuk kasus TB yang resistan terhadap banyak obat.

1. Isoniazid
Isoniazid merupakan isonikotinid hidrazid yang mekanisme kerjanya adalah
menghambat biosintesis asam mikolat yang merupakan unsur penting dari dinding sel
mikobakteria. Isoniazid merupakan OAT bakterisidal yang dapat membunuh 90% populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sanagat efektif terhadap kuman
dalam keadaan metablik aktif yaitu kuman yang sedang berkembang. Isoniazid mudah
direabsorbsi pada pemberian oral maupun parental. Di hati isoniazid mengalami asetilasi
75%- 95%. Isoniazid diekskresikan melalui urin dalam waktu 24 jam dan seluruhnya dalam
bentuk metabolit. Efek samping yang ditimbulkan anatra lain: reaksi hipersensivitas
( demam, berbagai kelainan kulit, maukolapopular, dan urtikaria), neuritis perifer ynag
paling banyak terjadi dengan dosis isoniazid 6 mg/Kg/hari, serta icterus dan kerusakan hati
yang fatal akibat terjadinya nekrosis multilobular. Kontra indikasi dari pemakaian isoniazid
adalah pasien dengan kelainan fungsi hati. Dosis isoniazid untuk dewasa adalah 300 mg
atau 5 mg/kg BB/ hari, untuk anak-anak 10 mg/Kg BB / Hari, untuk pemakaian intermittent
tiga kali seminggu 15 mg/Kg BB dengan ditambah pridoksin 10 mg. Obat-obat yang
berinteraksi dengan isoniazid adalah diazepam, carbamazepine, ethousuximid. Dan fenitoin
pada asetilator lambat, antasida seperti AL(OH)3 akan menurunkan absorbsi.
2. Rifampisin

Rimfampisin adalah turunan semisintetik rimfampisin B merupakan


kelompok zat yang dihasilkan oleh Stereptomyces mediterranei. Merupakan
ion, switter, larut dalam pelarut organic dan air yang pH nya asam. Mekanisme
kerjanya adalah menghambat DNA- dependent RNA polymerase dari
mikobakteria. Rifampisin diindikasikan untuk OAT bakterisidal yang dapat
membunuh kuman semi- dormant (persister atau yang tidak dapat dibunuh
isoniazid). Asam para Amino salisilat dapat memperlambat absorbs rifampisin
sehingga kadar terapi tidak tercapai, maka pemberian kedua sediaan harus
berjarak 8-12 jam. Penyerapanya dihambat oleh makanan sehingga diberikan 30
menit sebelum makan. Distribusi rimpafisin ke seluruh tubuh. Efek samping
yang ditimbulkan rimpafisin antara lain : gangguan saluran cerna (rasa tidak
enak dilambung, mual, muntah, kolik dan diare), pada pemberian secara
intermittent dengan dosis lebih besar sering terjadi (flu
like syndrome, nefritis interstisial, nekrosis tubular akut, dan
trombositopenia), hepatitis, warna merah-jingga pada urin, tinja, ludah
sputum, air mata, dan keringat. Kontra indikasi dari pemakaian rifampisin
adalah pasien porphyria, dan pasien dengan kelainan fungsi hati.
Dosis rifampisin untuk dewasa adalah 450-600 mg/hari, untuk anak- anak adalah
10 mg/Kg BB/hari, untuk pemakaian intermitten <15 mg/Kg BB. Rifampisin
menginduksi enzim di hati; mempercepat metabolisme oral kontrasepsi; mengurangi
efek anti epilepsi, obat anti diabet; diazepam; β- blocker; siklosporin; Ca-antagonis;
anti-aritmia; trisiklik antidepresan; simetidin; tiroksin; absorbsi rifampisin menurun
dengan adanya antasida

3. Piranzinamid
Piranzinamid merupakan analog nikotinamid yang telah dibuat
sintetiknya. Piranzinamid merupakan OAT bakterisidal yang dapat
membunuh kuman yang berada dalam suasana asam. Mekanisme kerjanya
dari piranzinamid belum diketahui dengan jelas. Piranzinamid mudah
diserap di usus dan terdistribusi secara luas ke seluruh tubuh. Ekskresinya
terutama melalui filtrasi glomerulus.
Efek samping dari piranzinamid antara lain : gangguan saluran cerna,
hepatotoksik, demam, mual, muntah, jaundice, hepatitis, anemia, dan dapat
menghambat ekskresi asam urat. Kontra indikasi pemakaian piranzinamid
adalah pasien Porphyria, dan pasien dengan kelainan fungsi hati.
Dosis untuk dewasa adalah 1,5-2 gram/hari, untuk anak-anak 35
mg/Kg BB/hari. Piranzinamid merupakan antagonis urikosurik yaitu
sulfinpyrazon dan probenesid.
4. Etambutol
Etambutol merupakan obat bakteriostatik esensial yang mekanisme
kerjanya adalah dengan menghambat sintesis dinding sel dari mikobakteria.
Etambutol dapat menekan pertumbuhan kuman TB yang telah resisten
terhadap isoniazid dan streptomisin.
Pada pemberian oral sekitar 75-80% diserap di saluran cerna. Dalam
24 jam, 50% etambutol diekskresikan dalam bentuk asal melalui urin, 10%
dalam bentuk metabolit, etambutol tidak dapat menembus sawar darah otak.
Efek samping etambutol adalah neuropati optik, buta warna sebagian,
neuropati perifer, dan gangguan penglihatan. Kontra indikasi pemakaian
etambutol adalah orang yang mempunyai gangguan penglihatan, anak-
anak yang berumur di bawah 6 tahun. Dosis etambutol harus dikurangi
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Dosis etambutol untuk
dewasa 15-25 mg/Kg BB/hari, anak-anak 15-25 mg/Kg BB/hari, dan
untuk terapi intermitten 30 mg/Kg BB digunakan tiga kali dalam satu
minggu atau 45 mg/Kg BB digunakan dua kali dalam satu minggu.
5. Streptomisin
Streptomisin merupakan turunan aminoglikosida dan merupakan
OAT bakterisidal yang membunuh kuman TB. Streptomisin terdistribusi
secara luas ke jaringan tetapi tidak dapat masuk ke cairan
serebrospinal. 90% terekskresi melalui urin (pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal maka dosisnya diturunkan). Efek samping
streptomisin antara lain : ototoksik, kerusakan ginjal, demam, dan
parastesi di sekitar mulut.
Dosis streptomisin untuk dewasa adalah 1 gram/hari, anak-anak
20-40 mg/Kg BB/hari. Kurangi dosis pada pasien yang berumur lebih
dari 40 tahun dan pasien dengan berat badan kurang dari 50 Kg.

Anda mungkin juga menyukai