Anda di halaman 1dari 49

Intan Rahmi Nasya (17-096)

Wisnu Sigit Pratama (17-021)


Agnes Tiurmaida Silaban (17-076)
Wega Kusuma Irnani (17-111)
 Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis.1 Penyakit tuberkulosis umumnya menyerang paru tetapi
dapat menyebar ke hamper seluruh bagian tubuh termasuk meningen, ginjal, tulang,
nodus limfe.2 Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu
kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan
respon imun. 2
 Obat yang digunakan untuk tuberkulosis digolongkan atas dua kelompok yaitu
kelompok obat lini pertama dan obat lini kedua.

 Lini Pertama: isoniazid, rifampisin, etambutol, streptomisin dan pirazinamid.

 Lini kedua: Antibiotik golongan fluorokuinolon (siprofloksasin, oflofoksasin,


levofloksasin), sikloserin, etionamid, amikasin, kenamisin, kapreomisin, dan
paraaminosalisilat
Tahap awal Tahap lanjutan

• Pengobatan • Untuk
diberikan setiap membunuh sisa
hari kuman yang
• Untuk masih ada
menurunkan • Mencegah
jumlah kuman terjadinya ke
• Harus diberikan kambuhan
selama 2 bulan
 Kategori 1 : 2(RHZE)/4(RH)3
 Kategori 2: 2(RHZE)S/1(RHZE)/5(RH)3E3
 OAT Kategori 1 dan kategori 2 disediakan dalam bentuk obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT) dosis sesuai BB pasien
 Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang sering disingkat dengan INH

 Obat ini bersifat bakterisida, diberikan secara oral dan dapat menembus lesi TB
secara baik.
INDIKASI KONTRAINDIKASI

 Terapi semua bentuk tuberkulosis  Hipersensitifitas


aktif
 Dapat digunakan tunggal atau
bersama-sama dengan
antituberkulosis lain.
 Mekanisme kerja isoniazid yang terutama adalah dengan menghambat biosintesis
dari asam mikolat, yang merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium.

 Isoniazid kadar rendah mencegah perpanjangan rantai asam lemak yang sangat
panjang yang merupakan bentuk awal molekul asam mikolat.

 Isoniazid juga menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan jumlah lemak
yang terekstraksi oleh methanol dari mikobakterium.
 Isoniazid mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral, kadar
puncak dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral.

 Di hati, isoniazid mengalami asetilasi dan pada manusia kecepatan metabolisme ini
dipengaruhi oleh faktor genetik yang secra bermakna mempengaruhi kadar obat
dalam plasma dan masa paruhnya.

 Perbedaan kecepatan asetilasi ini tidak berpengaruh pada efektivitas dan


toksisitas isoniazid bila obat ini diberikan setap hari.
 Isoniazid mudah berdifusi kedalam sel dan semua cairan tubuh.

 Antara 75-95% isoniazid diekskresi melalu urin dalam waktu 24 jam dan hampir
seluruhnya dalam bentuk metabolit.

 Ekskresi terutama dalam bentuk asetil isoniazid yang merupakan metabolit proses
asetilasi, dan asam isonikotinat yang merupakan metabolit proses hidrolisis.
 Reaksi Hipersensitivitas : demam
 Reaksi hematologik: agranulosis, eosinofilia, trombositopenia, dan anaemia.
 Neuritis Perifer, paling banyak terjadi dengan dosis isoniazid 5 mg/KgBB/hari.
Bila diberikan dosis lebih tinggi, pada sekitar 10% sampai 20% pasiendapat
terjadi neuritis perifer.
 Profilaksis dengan pemberian piridoksin mencegah terjadinya neuritis perifer.
 Isoniazid juga dapat menimbulkan ikterus dan kerusakan hati yang fatal akibat
terjadinya nekrosis multilobular.

 Efek samping lain yang terjadinya ialah mulut terasa kering, rasa tertekan pada ulu
hati, dan retensi urin.
 Pemakaian Isoniazide bersamaan dengan obat-obat tertentu, mengakibatkan
meningkatnya konsentrasi obat tersebut dan dapat menimbulkan risiko toksis.
 Antikonvulsan seperti fenitoin dan karbamazepin adalah yang sangat terpengaruh oleh
isoniazid.
 Isofluran, parasetamol dan Karbamazepin, menyebabkan hepatotoksisitas.
 Antasida dan adsorben menurunkan absorpsi.
 Sikloserin meningkatkan toksisitas pada SSP, menghambat metabolisme
karbamazepin, etosuksimid, diazepam, menaikkan kadar plasma teofilin.
 Tablet : 50, 100, 300, dan 400mg
 Sirup: 10mg/mL
 Isoniazid biasanya diberikan dalam dosis tunggal per orang tiap hari. Dosis biasa 5
mg/KgBB, maksimum 300mg/hari.
 Anak dibawah 4 tahun : 10 mg/KgBB/hari.
Rifampisin adalah salah satu anggota kelompok antibiotik makrosilik yang
disebut rifamisin. Kelompok zat ini dihasilkan oleh Streptomyces mediterranei. Obat
ini larut dalam pelarut organik dan air yang PH nya asam.
INDIKASI KONTRAINDIKASI

 Obat antituberkulosis yang  Penderita jaudice


dikombinasikan dengan  Hipersensitif rifampisin.
antituberkulosis lain untuk
terapi awal maupun ulang
 Bersifat bakterisid
 Dapat membunuh kuman semi-dormant yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid.

 Rifampisin aktif terhadap sel yang sedang bertumbuh, Kerjanya menghambat DNA
dependent RNA polymerase dari mikobakteria dan mikroorganisme lain dengan
menekan awal terbentuknya rantai dalam sintesis RNA.
 Setelah diserap saluran cerna, obat ini cepat diekskresi melalui empedu dan
kemudian mengalami sirkulasi enterohepatik.

 Masa paruh eliminasi rifampisin bervariasi antara 1,5 sampai 5 jam dan akan
memanjang bila ada kelainan fungsi hepar.

 Pada pasien asetilator lambat, masa paruh memendek bila rifampisin diberikan
bersama isoniazid.

 Obat ini berdifusi baik ke berbagai jarngan termasuk cairan otak. Luasnya
distribusi ini tercermin dari warna merah pada urin.
 Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang

 Sindrom saluran cerna berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah
kadang-kadang diare

 Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan


 Hepatitis imbas obat atau ikterik
 Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok
dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala
ini terjadi, rifampisin harus segera
dihentikan dan jangan diberikan lagi
walaupun gejalanya telah menghilang
 Sindrom respirasi yang ditandai dengan
sesak napas
 Rifampisin dapat menyebabkan warna
merah pada air seni, keringat, air mata, air
liur. Warna merah tersebut terjadi karena
proses metabolisme obat dan tidak
berbahaya. Hal ini harus diberitahukan
kepada penderita agar dimengerti dan
tidak perlu khawatir.
 Mempercepat metabolisme metadon.
 Absorpsi dikurangi oleh antasida.
 Mempercepat metabolisme, menurunkan kadar plasma dari
dizopiramid, meksiletin, propanon dan kinidin.
 Mempercepat metabolisme kloramfenikol, nikumalon, warfarin,
estrogen,teofilin, tiroksin, anti depresan trisiklik, antidiabetik
(mengurangi khasiat klorpropamid, tolbutamid, sulfonil urea),
fenitoin, dapson, flokonazol, itrakonazol, ketokonazol, terbinafin,
haloperidol, indinafir, diazepam, atofakuon,
betabloker(propanolol),diltiazem, nifedipin, verapamil,
siklosprosin, mengurangi khasiat glukosida jantung, mengurangi
efek kostikosteroid, flufastatin
 Kapsul: 150mg dan 300mg
 Tablet: 450mg dan 600mg
 Suspensi: 100mg/5mL
 Obat ini diberikan sehari sekali sebaiknya satu jam sebelum makan atau dua jam
setelah makan.
 Dosis untung orang dewasa: BB < 50kg 450mg/hari, BB > 5okg 60mg/hari.
 Anak-anak: 10-20 mg/KgBB/hari dengan dosis maksimum 600mg/hari
ETAMBUTOL

INDIKASI KONTRAINDIKASI
 Terapi kombinasi tuberkulosis  Hipersensitivitas terhadap etambutol
dengan obat lain, sesuai regimen
pengobatan jika diduga ada  Anak <6 tahun
resistensi.  Neuritis optik
 Gangguan visual.
 Bersifat bakteriostatik
 Dengan menekan pertumbuhan kuman TB yang telah resisten terhadap Isoniazid dan
streptomisin.

 Mekanisme kerja
 berdasarkan penghambatan sintesa RNA pada kuman yang sedang membelah, juga
menghindarkan terbentuknya mycolic acid pada dinding sel.
 Gangguan penglihatan
 Berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau.
 Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu
setelah obat dihentikan.
 Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko
kerusakan okuler sulit untuk dideteksi
 Garam Aluminium hidroksida antasida (dispepsia), dapat
mengurangi absorpsi etambutol.
 Jika dieprlukan garam alumunium agar diberikan dengan jarak
beberapa jam (4 jam)
INDIKASI KONTRAINDIKASI
 Terapi tuberkulosis dalam  Gangguan fungsi hati parah
kombinasi dengan anti  Hipersensitivitas.
tuberkulosis lain.
 Bersifat bakterisid
 Dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam.

 Mekanisme kerja
 Berdasarkan pengubahannya menjadi asam pyrazinamidase yang berasal dari basil
tuberkulosa.
 Efek samping utama ialah
 Hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan
khusus).

 Nyeri sendi dan kadang- kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout,
hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan
asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi
kulit yang lain.
 bereaksi dengan reagen Acetes dan Ketostix yang akan
memberikan warna ungu muda – sampai coklat.
INDIKASI
KONTRAINDIKASI

 Sebagai kombinasi
pada pengobatan TB
bersama isoniazid,  Hipersensitifitas
Rifampisin, dan terhadap streptomisin
pirazinamid, sulfat atau
aminoglikosida
 Penderita yang lainnya.
dikontra indikasi
dengan 2 atau lebih
obat kombinasi
tersebut.
 Bersifat bakterisid
 Dapat membunuh kuman yang sedang membelah.

 Mekanisme kerja
 berdasarkan penghambatan sintesa protein kuman dengan jalan pengikatan pada RNA
ribosomal.
 Efek samping utama:
 Kerusakan N VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek
samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan
dan umur penderita.
 Reaksi hipersensitivitas kadang terjadi
 Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi)
 Kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah
suntikan.
 Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr
 Interaksi dengan kolistin, siklosporin, sisplatin
menaikkan risiko nefrotoksisitas.
 Kapreomisin, dan vankomisin menaikkan otot
oksisitas dan nefrotoksisitas.
 Bifosfonat meningkatkan risiko hipokalsemia
 Toksin botulinum meningkatkan hambatan
neuromuskuler.
 Diuretika kuat meningkatkan risiko ototoksisitas,
meningkatkan efek relaksan otot yang non
depolarising, melawan efek parasimpatomimetik
dari neostigmen dan piridostigmin.
 Kementrian Kesehatan RI Pusat Data Dan Informasi. 2018. Tuberkulosis. Didapat
dari: http://www.pusdatin.kemkes.go.id/article/view/18101500001/infodatin-
tuberkulosis-2018.html Diakses: 6 maret 2019
 Mubin, Halim. Buku Panduan Praktis : Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi Edisi
2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2007.

Anda mungkin juga menyukai