Anda di halaman 1dari 9

TUGAS CLINICAL SKILLS LAB ( CSL 2 )

Nama : Monica
Nim : 4520111063
Kelompok : 5
Modul : Konseling Tuberkulosis
Tutor : dr.Ika Azdah, Sp.OG

Jenis – jenis obat Tuberculosis

1. Isoniazid (INH)

Isoniazid merupakan jenis antituberkulosis yang paling ampuh untuk membunuh


bakteri penyebab tuberkulosis. Obat ini bisa membunuh 90% kuman TB dalam
beberapa hari pada tahap pengobatan intensif.
Isoniazid lebih efektif membunuh bakteri yang sedang aktif berkembang. Obat ini
bekerja dengan cara mengganggu pembuatan mycolic acid, yaitu senyawa yang
berperan dalam membangun dinding bakteri.

Beberapa efek samping obat TBC isoniazid meliputi:

 Efek neurologis, seperti gangguan penglihatan, vertigo, insomnia, euforia,


perubahan tingkah laku, depresi, gangguan ingatan, gangguan otot.
 Hipersentivitas, seperti demam, menggigil, kulit kemerahan,
pembengkakan kelenjar getah bening, vaskulitis (peradangan pembuluh darah).
 Efek hematologis, seperti anemia, hemolisis (kerusakan sel darah
merah), trombositopenia (penurunan kadar trombosit).
 Gangguan saluran pencernaan: mual, muntah, sembelit, nyeri ulu hati.
 Hepatotoksisitas: kerusakan hati yang disebabkan oleh zat kimia dalam
obat.
 Efek samping lainnya: sakit kepala, jantung berdebar, mulut kering, retensi
urin, rematik.
Apabila Anda menderita penyakit hati kronis, masalah fungsi ginjal, atau riwayat
kejang, informasikan kepada dokter. Dengan begitu, pemberian isoniazid akan
lebih cermat. Selain itu, peminum alkohol, penderita berusia di atas 35 tahun,
serta wanita hamil harus mendapat pengawasan khusus.

Dosis
 Tuberkulosis Aktif
Dewasa : 5 mg/kgBB per hari (4-6 mg/kgBB per hari),
Anak :10 mg/kgBB per hari (10-15 mg/kgBB per hari).
Untuk dewasa dengan BB 30-45 kg, dosis per hari 200 mg diberikan dalam dosis
tunggal.
Untuk pasien dengan BB >45 kg, dosis per hari 300 mg diberikan dalam dosis
tunggal.
 Tuberkulosis Latent (Monoterapi) diberikan sedikitnya 6 bulan
Dewasa : 300 mg per hari.
Anak ; 10 mg/kgBB per hari (maks. 300 mg/hari). Tablet isoniazid 300 mg tidak
boleh diberikan untuk anak dengan BB

Interaksi: 
Interaksi dengan obat ; Peggunaan bersamaan dengan antikonvulsan, sedatif,
neuroleptik,antikoagulan,narkotika,teofilin,prokainamid,kortikosteroid,asetamino
fen, aluminium hidroksida, disulfiram, ketokonazol, obat bersifat hepatotoksik
dan neurotoksik.Menghambat metabolisme dari obat antikonvulsan,
benzodiazepine, chlorzoxazone, disulfiram, atau teofilin.Meningkatkan
konsentrasi atau kadar dari warfarin, clofazimine, atau cycloserine.Menurunkan
penyerapan isoniazid jika digunakan dengan antasida yang
mengandung aluminium hidroksida.Meningkatkan risiko terjadinya neuropati
perifer jika digunakan dengan stavudine atau zalcitabine
Interaksi dengan makanan ; tidak diberikan bersamaan dengan makanan, alkohol,
keju dan ikan.

 Peringatan/penyalahgunaan
gangguan fungsi hati (uji fungsi hati); gangguan fungsi ginjal; risiko efek samping
meningkat pada asetilator lambat; epilepsi; riwayat psikosis; alkoholisme;
hepatitis berat, hepatotoksik, penderita neuropati perifer, penderita HIV, wanita
hamil, menyusui dan post partum, pasien hipersensitif, diabetes mellitus,
intoleransi galaktosa, porfiria.

 Jangan mengonsumsi isoniazid jika Anda memiliki alergi terhadap obat ini.
 Beri tahu dokter mengenai riwayat penyakit Anda, terutama jika pernah
atau sedang menderita penyakit hati, penyakit ginjal, neuropati perifer,
diabetes, HIV/AIDS, kejang, psikosis , atau kecanduan alkohol.
 Jangan mengonsumsi minuman beralkohol selama menjalani pengobatan
dengan isoniazid karena dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan
fungsi hati.
 Beri tahu dokter jika Anda berencana untuk melakukan vaksinasi dengan
vaksin hidup, seperti vaksin kolera, selama menjalani pengobatan dengan
isoniazid. Hal ini karena obat ini dapat menurunkan efektivitas dari vaksin
yang diberikan.
 Beri tahu dokter jika Anda sedang menggunakan obat-obatan lain,
termasuk suplemen dan produk herbal.
 Beri tahu dokter jika Anda sedang hamil, menyusui, atau merencanakan
kehamilan.

2. Rifampicin

Obat ini adalah jenis antibiotik turunan dari rifamicin, sama seperti isoniazid.
Rifampicin bisa membunuh kuman yang tidak dapat dibunuh oleh obat
isoniazid.Rifampicin dapat membunuh bakteri bersifat setengah aktif yang
biasanya tidak bereaksi terhadap isoniazid. Obat ini bekerja dengan cara
mengganggu kerja enzim bakteri.

Beberapa efek samping yang mungkin dapat muncul akibat pengobatan TBC
dengan rifampicin adalah:

 Gangguan pencernaan, seperti panas di perut, sakit perut, mual, muntah,


kembung, anoreksia, kejang perut, diare.
 Gangguan sistem saraf pusat, seperti mengantuk, letih, sakit kepala, pusing,
bingung, sulit berkonsentrasi, gangguan penglihatan, otot mengendur
 Hipersensitivitas, seperti demam, sariawan, hemolisis, pruritus, gagal ginjal
akut
 Urine berubah warna akibat zat berwarna merah di dalam obat rifampicin
 Gangguan menstruasi atau hemoptisis (batuk berdarah)

Namun, efek samping ini bersifat sementara. Rifampicin juga berisiko apabila
dikonsumsi ibu hamil karena meningkatkan peluang kelahiran dengan masalah
tulang belakang (spina bifida).

Dosis
Dewasa dalam dosis tunggal, BB <50kg adalah 450 mg, BB >50kg adalah 600mg
(pasien dengan gangguan fungsi hati tidak lebih dari 8mg/kgBB).
Anak : 10-20 mg/kgBB sebagai dosis harian (dosis total tidak lebih dari 600 mg).

Interaksi
Interaksi obat : peggunaan dengan antasida, opiat, antikolinergik dan
ketokonazol, berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal, obat antiretroviral (non-
nucleoside reverse transcriptase inhibitors dan protease inhibitors). Interaksi
laboratorium: positif palsu dengan metode KIMS (Kinetic Interaction of
Microparticles in Solution).

Peringatan/penyalahgunaan
kurangi dosis pada gangguan fungsi hati; lakukan pemeriksaan uji fungsi hati dan
hitung sel darah pada pengobatan jangka panjang; gangguan fungsi ginjal (jika
dosis lebih dari 600 mg/hari)  pasien yang menggunakan kontrasepsi oral
dianjurkan untuk menggunakan metode tambahan; dapat mengubah warna lensa
kontak, menyebabkan warna kemerahan pada seluruh sekresi tubuh, penderita
diabetes melitus, flu syndrome, sesak napas, syok anafilaksis.

 Jangan mengonsumsi rifampicin jika Anda memiliki alergi terhadap obat ini.
 Jangan mengonsumsi minuman beralkohol selama menggunakan rifampicin,
karena dapat meningkatkan risiko penyakit liver.
 Hati-hati mengonsumsi rifampicin bila Anda menggunakan lensa kontak,
karena lensa kontak Anda dapat berubah warna selama mengonsumsi
rifampicin.
 Rifampicin dapat mengubah warna urine, tinja, air liur, dahak, dan keringat
menjadi oranye atau coklat kemerahan. Efek ini akan hilang setelah Anda
berhenti mengonsumsi rifampicin.
 Rifampicin dapat menurunkan efektivitas vaksin yang menggunakan bakteri
hidup, seperti vaksin tifoid. Oleh sebab itu, jangan melakukan imunisasi
sebelum berkonsultasi dengan dokter.
 Rifampicin dapat memengaruhi efektivitas pil KB. Selama menggunakan obat
ini, disarankan untuk menggunakan kontrasepsi jenis lain.
 Rifampicin dapat memengaruhi hasil pemeriksaan medis. Oleh sebab itu, beri
tahu dokter bahwa Anda sedang menggunakan rifampicin sebelum menjalani
pemeriksaan medis.

3. Pyrazinamide

Kemampuan pyrazinamide adalah membunuh bakteri yang bertahan setelah


dilawan oleh makrofag (bagian dari sel darah putih yang pertama kali melawan
infeksi bakteri di dalam tubuh). Obat ini juga bisa bekerja membunuh bakteri-
bakteri yang berada dalam sel dengan pH asam.

Efek samping yang khas dalam penggunaan obat TBC ini adalah peningkatan asam
urat dalam darah (hiperurisemia). Itu sebabnya penderita TB paru yang
diresepkan obat ini harus juga rutin mengontrol kadar asam uratnya.
Selain itu, kemungkinan efek samping lainnya adalah penderita juga akan
mengalami anoreksia, hepatotoksisitas, mual, dan muntah.

Dosis
15-30 mg/kg BB sekali sehari. Dosis maksimal sehari 3 g. Digunakan pada 2 bulan
pertama dari 6 bulan pengobatan. Untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal
20-30 mg/kg BB tiga kali seminggu.

Interaksi: 
Gangguan fungsi hati : pasien dan pengantarnya diberitahu cara mengenal gejala
gangguan fungsi hati dan dinasehatkan untuk segera menghentikan obat dan
memeriksakan diri bila timbul nausea persisten, muntah-muntah, lesu atau
ikterus. Penggunaan bersama dengan probenesid, allopurinol, ofloksasin dan
levofloksasin, obat hepatotoksik. Pirazinamid dapat mengganggu efek obat
antidiaberik oral, serta mengganggu tes untuk menentukan keton urin.
Peringatan/penyalahgunaan
gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, diabetes mellitus,pasien
hipersensitif terhadap etionamid, isoniazid, niasin, serta pirazinamid.

4. Etambutol

Etambutol adalah antituberkulosis yang bisa menghambat kemampuan bakteri


menginfeksi, tapi tidak dapat membunuh bakteri secara langsung. Obat ini
diberikan khusus untuk pasien dengan risiko terjadinya resistansi (kebal) obat
TBC. Namun, jika risiko resistansi obat termasuk rendah, pengobatan TBC dengan
etambutol dapat dihentikan.
Cara kerja etambutol bersifat bakteriostatik, artinya menghambat pertumbuhan
bakteri M. tuberculosis yang kebal terhadap obat isoniazid dan streptomisin. Obat
TBC ini juga menghalangi pembentukan dinding sel oleh mycolic acid.
Penggunaan etambutol tidak direkomendasikan untuk TBC pada anak di bawah 8
tahun karena dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan efek sampingnya
sangat sulit dikendalikan.

Efek samping dari ethambutol yang mungkin akan timbul adalah:

 Gangguan penglihatan
 Buta warna
 Penyempitan jarak pandang
 Sakit kepala
 Mual dan muntah
 Sakit perut

Dosis
Dewasa dan anak di atas 6 tahun, 15-25 mg/kgBB sebagai dosis tunggal.

Interaksi :

Penggunaan ethambutol dengan antasida yang mengandung aluminium


hidroksida dapat menurunkan potensi obat ethambutol. Dilaporkan pemberian
ethambutol dengan antasida yang mengandung alumunium hidroksida
menunjukkan penurunan konsentrasi serum rerata dan ekskresi urin sekitar 20%
dan 13%. Hal ini menandakan bahwa absorpsi ethambutol mungkin dikurangi oleh
produk antasida. Direkomendasikan untuk menunda pemberian antasida yang
mengandung alumunium hidroksida selama minimal 4 jam setelah pemberian.[3]

Sebaiknya ethambutol tidak diberikan bersamaan dengan vaksin hidup


seperti vaksin BCG atau vaksin Thyphoid karena mengurangi efek terapeutik
vaksin. Interaksi obat ethambutol dengan leflunomide, mipomersen,
teriflunomide akan meningkatkan risiko toksisitas hepar, sehingga tidak
dianjurkan menggunakan obat ini bersamaan.

Peringatan :
turunkan dosis pada gangguan fungsi ginjal; lansia; kehamilan; ingatkan pasien
untuk melaporkan gangguan penglihatan.

5. Streptomisin

Streptomisin adalah antibiotik pertama yang dibuat khusus untuk melawan


bakteri penyebab tuberkulosis. Pada pengobatan tuberkulosis sekarang ini,
streptomisin digunakan untuk mencegah terjadinya efek resistansi
antituberkulosis.
Cara kerja obat TBC ini adalah dengan membunuh bakteri yang sedang membelah
diri, yaitu dengan menghambat proses pembuatan protein bakteri.
Obat TBC streptomisin ini diberikan lewat suntikan ke jaringan otot
(intramuskular/IM). Biasanya obat TBC jenis suntik ini diberikan jika Anda sudah
mengalami penyakit TB untuk kedua kali atau konsumsi obat minum streptomisin
tidak efektif lagi.
Pemberian obat TBC ini harus memperhatikan apakah pasien memiliki gangguan
ginjal, sedang hamil, atau gangguan pendengaran.

Obat ini memiliki efek samping yaitu :


 Anemia
 Gangguan keseimbangan dan pendengaran
 Nyeri ditempat suntikan
 trombositopeni

Dosis
Dewasa : 15 mg/kgBB,1 kali sehari,atau 25-35 mg/kgBB, 1-3 kali seminggu.Dosis
maksimal 1,5 gram per kali pemberian
Anak : 20-40 mg/kgBB,1 kali sehari,atau 25-30 mg/kgBB,2-3 kali seminggu,Dosis
maksimal 1,5 gram per kali pemberian.

Interaksi 
Berikut adalah efek interaksi obat yang dapat terjadi jika streptomycin digunakan
bersamaan dengan obat-obatan lain:

 Peningkatan risiko terjadinya kerusakan ginjal dan kerusakan sistem saraf


jika digunakan bersama neomycin, kanamycin, gentamicin,
paromomycin, polymyxin B, colistin, tobramycin, bacitracin atau ciclosporin
 Peningkatan risiko terjadinya gangguan pendengaran dan kerusakan ginjal
jika digunakan bersama manitol atau furosemide
 Peningkatan risiko terjadinya efek samping dari obat pelemas otot, seperti
pancuronium atau atracurium
 Peningkatan risiko terjadinya gangguan fungsi ginjal jika digunakan bersama
obat antibiotik sefalosporin
 Peningkatan kadar streptomycin dalam darah jika digunakan
bersama quinidine atau obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), seperti
aspirin dan ibuprofen
 Penurunan efektivitas vaksin hidup, seperti vaksin BCG atau vaksin tifus

Peringatan Sebelum Menggunakan Streptomycin


Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menggunakan streptomycin,
di antaranya:

 Beri tahu dokter tentang riwayat alergi yang Anda miliki. Streptomycin tidak
boleh diberikan kepada pasien yang alergi terhadap obat ini atau antibiotik
aminoglikosida lain, seperti tobramycin atau gentamicin.
 Beri tahu dokter jika Anda pernah atau sedang menderita penyakit ginjal,
gangguan pendengaran, HIV/AIDS, dehidrasi, myasthenia gravis, luka bakar
yang cukup luas di kulit, fibrosis kistik, atau neuropati.
 Beri tahu dokter jika Anda berencana melakukan vaksinasi dengan vaksin
hidup, seperti vaksin tifoid atau BCG, selama menjalani pengobatan dengan
streptomycin.
 Beri tahu dokter bahwa Anda sedang menggunakan streptomycin jika akan
menjalani tindakan operasi, termasuk operasi gigi.
 Beri tahu dokter jika Anda sedang hamil, merencanakan kehamilan, atau
sedang menyusui.
 Beri tahu dokter jika Anda sedang menggunakan obat-obatan lain,
termasuk suplemen, atau produk herbal.
 Segera temui dokter jika terjadi reaksi alergi obat, efek samping yang
serius, atau overdosis setelah menggunakan streptomycin.

Kelima jenis obat TBC di atas biasa disebut obat primer atau obat lini pertama.
Dalam setiap tahapan pengobatan TBC, selanjutnya akan memberikan kombinasi
dari beberapa antituberkulosis. Kombinasi obat TBC dan dosisnya ditentukan dari
kondisi dan kategori pasien TBC sehingga bisa berbeda-beda.

Anda mungkin juga menyukai