Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

TRAUMA GINJAL

Disusun oleh:

Wisnu Sigit Pratama

1765050021

Pembimbing :

dr. R. Siddhi Andika, Sp.U

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

PERIODE 10 DESEMBER 2018 – 23 FEBRUARI 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................ ii

BAB I..............................................................................................................1

PENDAHULUAN..........................................................................................1

TINJAUAN PUSTAKA

I. Epidemiologi.......................................................................2

II. Etiologi................................................................................2

III. Anatomi...............................................................................3

IV. Patofisiologi.........................................................................5

V. Klasifikasi............................................................................6

VI. Gejala Klinis........................................................................7

VII. Pemeriksaan Fisik................................................................8

VIII. Pemeriksaan Penunjang.......................................................8

IX. Penatalaksanaan Gawat Darurat........................................11

X. Penatalaksanaan Definitif..................................................11

XI. Komplikasi.........................................................................13

XII. Prognosis...........................................................................14

XIII. Kesimpulan........................................................................14

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Ginjal terletak pada rongga retroperitoneum dan terlindungi oleh otot otot
punggung di bagian posterior dan juga oleh organ organ intraperitoneal di bagian
anteriornya; karena itu cedera ginjal sering kali ditemani oleh cedera dari organ organ
lain disekitarnya. Trauma ginjal merupakan trauma yang paling sering terjadi pada
system urogenitalia.

Cedera ginjal dapat terjadi secara langsung akibat benturan yang mengenai
daerang pinggang atau secara tidak langsung seperti akibat cedera deselerasi setelah
pergerakan ginjal secara tiba tiba didalam rongga retroperitoneum. Jenis trauma yang
mengenai ginjal dapat merupakan cedera tumpul, luka tusuk, atau iatrogenik.

i
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Epidemiologi
Kejadian trauma ginjal ditemukan sekitar 8-10% dari keseluruhan pasien dengan
trauma abdomen, dan 3% dari keseluruhan trauma. Sering kali, trauma ginjal disertai
dengan adanya trauma organ penting lainnya. Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat
trauma tumpul yang biasanya diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas. Rata rata pasien
yang mengalami trauma ginjal berumur 13.7 tahun, dengan 94% pasiennya berumur
antara 5 hingga 18 tahun.
II. Etiologi
Terdapat 3 penyebab utama dari trauma ginjal, yaitu trauma tajam, trauma
iatrogenik, dan trauma tumpul. Penyebab lain seperti akibat tembakan dan tikaman
merupakan 10 – 20% penyebab trauma pada ginjal. Baik luka tusuk pada abdomen
bagian atas atau pinggang maupun luka tembak pada abdomen yang disertai hematuria
merupakan tanda pasti cedera pada ginjal. Trauma iatrogenik pada ginjal dapat
disebabkan oleh tindakan operasi atau radiologi intervensi, dimana di dalamnya termasuk
retrograde pyelography percutaneous nephrostomy dan percutaneous lithotripsy.
Dengan semakin meningkatny popularitas dari tindakan-tindakan tersebut, insidens
trauma iatrogenik semakin meningkat, tetapi kemudian menurun setelah munculnya
terapi ESWL, selain itu biopsi ginjal juga dapat menyebabkan trauma ginjal.
Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Dengan lajunya
pembangunan, penambahan ruas jalan dan jumlah kendaraan, kejadian trauma akibat
kecelakaan lalu lintas juga semakin meningkat. Trauma tumpul ginjal dapat bersifat
langsung maupun tidak langsung. Trauma langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan
lalu lintas, cedera saat olah raga, kecelakaan kerja atau perkelahian. Trauma ginjal
biasanya disertai dengan trauma berat yang juga mengenai organ organ lain. Trauma
tidak langsung misalnya akibat jatuh dari ketinggian yang menyebabkan  pergerakan
ginjal secara tiba tiba di dalam rongga peritoneum. Kejadian ini dapat menyebabkan
avulsi pelvis ginjal atau robekan tunika intima arteri renalis yang menimbulkan
trombosis.

ii
III. Anatomi

Ginjal kanan terletak sedikit ke bawah dibandingkan ginjal kiri untuk memberi
tempat bagi lobus hepar kanan yang besar. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut
oleh bantalan lemak yang tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak
perirenal dan lemak pararenal) yang memiliki fungsi meredam guncangan terhadap
ginjal. Ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex
renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam
yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla  berbentuk
kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang
terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.

Gambar 1. Anatomi Ginjal


Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong
yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks
renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks
renalis minores. Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid.
Piramid- piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-
segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid
membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari
banyak duktus  pengumpul. Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang
berjumlah 1-1,2 juta buah  pada tiap ginjal. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman,
tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus

iii
kontortus distal, yang mengalirkan urin ke duktus kolektivus. Unit nephron dimulai dari
pembuluh darah kapiler, bersifat sebagai saringan disebut Glomerulus, darah melewati
glomerulus tersebut dan disaring sehingga terbentuk filtrat yang berjumlah kira-kira
170 liter per hari, kemudian dialirkan melalui  pipa/saluran yang disebut Tubulus. Urin
ini dialirkan keluar ke saluran Ureter, kandung kencing kemudian ke luar melalui
Uretra.  Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit)
dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul
yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang.
Arteri renalis bercabang dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis
II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kava inferior yang terletak disebelah
kanan garis tengah tubuh. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut
bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramides renalis
selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis
yang tersusun  paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk
arteriola aferen  pada glomerulus.

Gambar 2. Vaskuarisasi Ginjal


Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang
membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler
peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam
jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris,
dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar
1200 ml darah permenit suatu volume yang sama dengan 20-25% curah jantung (5000
ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk keginjal berada pada korteks sedangkan
sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah ginjal adalah otoregulasi aliran
darah melalui ginjal arteiol afferen mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah
iv
resistensinya sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian
mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan.
Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor), saraf ini
berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal, saraf ini berjalan
bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal

IV. Patofisiologi
Trauma ginjal tumpul diklasifikasikan sesuai tingkat keparahan luka dan
yang paling sering ditemukan adalah kontusio ginjal. Trauma tumpul pada regio costa
ke 12 menekan ginjal ke vertebrae lumbal dan akan mengakibatkan cedera pada
pinggang atau  bagian bawah ginjal. Ginjal juga dapat rusak akibat dari tekanan dari
bagian anterior abdomen, sering kali terjadi dalam trauma akibat kecelakaan lalu
lintas. Trauma penetrasi yang sering kali disebabkan oleh luka tusuk atau luka tembak
sering ditemukan juga. Walaupun sering ditemukan hematoma peri-renal, pasien tidak
selalu menunjukkan hematuria kecuali luka mencapai calyx atau pelvis.
Trauma ginjal dapat terjadi oleh karena beragam mekanisme. Kecelakaan
motor merupakan penyebab terbanyak dari trauma tumpul abdominal yang
menyebabkan trauma ginjal. Selain itu, jatuh dari ketinggian, luka tembak, merupakan
penyebab lainnnya. Pada kasus yang jarang, trauma ginjal terjadi oleh karena
penyebab iatrogenic yang dapat bermanifestasi sebagai perdarahan. Sebagian besar
trauma ginjal dengan gejala hematuria (95%), terjadi pada trauma ginjal yang berat.
Akan tetapi, trauma vaskuler ureteropelvic (UPJ), hematuria kemungkinan tidak
muncul. Oleh karena, sebagian besar penanganan trauma, termasuk trauma ginjal,
membutuhkan sedikit  prosedur invasif, maka pemeriksaan radiologi sangatlah
penting. Dengan pemeriksaan yang akurat dari radiologi pasien dapat ditangani
dengan optimal secara konservatif dari  penanganan pembedahan.
V. Klasifikasi
Berdasarkan American Association for The Surgery of Trauma (AAST),
trauma ginjal terbagi dalam beberapa derajat:
1. Grade 1
Ditandai dengan:
 Hematuria dengan pemeriksaan radiologi yang normal
 Kontusio

v
 Hematoma subkapsular non-ekspandin.
2. Grade 2
Ditandai dengan:
 Hematoma perinefrik non-ekspanding yang terbatas pada
retroperitoneum
 Laserasi kortikal superficial dengan kedalaman kurang dari 1 cm tanpa
adanya trauma pada sistem lain
3. Grade 3
 Laserasi ginjal yang kedalamannya lebih dari 1 cm tidak melibatkan
sistem lainnya.
4. Grade 4
Ditandai dengan:
 Laserasi ginjal yang memanjang mencapai ginjal dan sistem lainnya
 Melibatkan arteri renalis utama atau vena dengan adanya hemoragik
 Infark segmental tanpa disertai laserasi
 Hematoma pada subkapsuler yang menekan ginjal
5. Grade 5
Ditandai dengan:
 Devaskularisasi ginjal
 Avulsi ureteropelvis
 Laserasi lengkap atau thrombus pada arteri atau vena utama

vi
VI. Gejala Klinis

Pada trauma tumpul dapat ditemukan jejas di daerah lumbal, sedangkan


pada trauma tajam tampak luka. Pada palpasi didapatkan nyeri tekan daerah lumbal,
ketegangan otot pinggang, sedangkan massa jarang teraba.  Nyeri abdomen umumya
ditemukan di daerah pinggang atau perut bagian atas, dengan intenitas nyeri yang
bervariasi. Bila disertai cedera hepar atau limpa ditemukan adanya tanda perdarahan
dalam perut. Bila terjai cedera traktus digestivus ditemukan adanya tanda rangsang
peritoneum. Fraktur costae bagian bawah sering menyertai cedera ginjal, bila hal ini
ditemukan sebaiknya diperhatikan keadaan paru apakah terdapat hematothoraks atau
pneumothoraks.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda shock. Tanda kardinal dari
trauma ginjal adalah hematuria, yang dapat bersifat massif atau sedikit, tetapi
besarnya trauma tidak dapat diukur dengan volume hematuria atau tanda-tanda luka.
Tanda lainnya ialah adanya nyeri pada abdomen dan lumbal, kadang-kadang dengan
rigiditas pada dinding abdomen dan nyeri lokal. Jika pasien datang dengan kontur
pinggang yang kecil dan datar, kita dapat mencurigai dengan hematoma  perinefrik.
Pada kasus perdarahan atau efusi retroperitoneal, trauma ginjal kemungkinan
dihubungkan dengan ileus paralitik, yang bisa menimbulkan bahaya karena
membingungkan untuk didiagnosis dengan trauma intraperitoneal. Dokter harus

vii
memperhatikan fraktur iga, fraktur pelvis atau trauma vertebra yang dapat
berkembang menjadi trauma ginjal. Mual dan muntah dapat juga ditemukan.
Kehilangan darah dan shock kemungkinan akan ditemukan pada perdarahan
retroperitoneal.

VII. Pemeriksaan Fisik


Jika dari hasil anamnesis didapatkan keluhan dan riwayat pasien mengarah ke
trauma ginjal, sering kali hanya ditemukan dalam grade yang ringan biasanya hanya
didapatkan tanda berupa jejas pada daerah CVA dan rasa nyeri pada daerah pinggang.
Selain itu jika didapatkan tanda trauma ginjal tingkal lanjut, maka perlu dilanjutkan
dengan pemeriksaan fisik untuk memastikan diagnose sementara tersebut. Hasil
pemeriksaan yang didapatkan sangat bervariasi, tergantung pada derajat trauma ginjal
dan trauma lain yang menyertainya. Jika pasien datang karena trauma, maka
pemeriksaan perlu dilakukan sesuai dengan ATLS, karena pada kecelakaan hebat
sering kali terdapat trauma yang lebih dari satu dan lebih mengancam nyawa.
Dalam primary survey, gangguan pertama yang biasanya ditemukan pada
kasus trauma ginjal ditemukan pada pemeriksaan circulation, dimana dapat ditemukan
perlambatan capillary refill time, dinginnya akral, penurunan tekanan darah, dan
peningkatan denyut nadi yang dapat menandakan terjadinya syok akibat perdarahan
dari ginjal dan pembuluh darahnya.
Dari pemeriksaan head to toe sering kali didapatkan adanya jejas hematom
ataupun luka terbuka pada daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan
perut bagian atas disertai dengan nyeri. Pada palpasi thoraks biasa didapatkan adanya
fraktur pada costa torakal 8 hingga 12, Pada pasien yang dipasangkan kateter sering
ditemukan hematuria dalam urine bag.
VIII. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksan urinalisis diperhatikan kekeruhan, warna, pH urin, protein,
glukosa dan sel-sel. Pemeriksaan ini juga menyediakan secara langsung
informasi mengenai  pasien yang mengalami laserasi. Jika hematuria tidak ada,
maka dapat disarankan pemeriksaan mikroskopik. Meskipun secara umum
terdapat derajat hematuria yang dihubungkan dengan trauma traktus urinarius,
tetapi telah dilaporkan juga kalau pada trauma ginjal dapat  juga tidak disertai

viii
hematuria. Akan tetapi harus diingat bahwa tingkat kepercayaan dari
pemeriksaan urinalisis sebagai modalitas untuk mendiagnosis trauma ginjal
masih sulit untuk dipastikan.
2. Radiologi
Cara-cara pemeriksaan traktus urinarius dapat dilakukan dengan berbagai
cara, yaitu: foto polos abdomen, pielografi intravena, urografi retrograde,
arteriografi translumbal, angiografi renal, tomografi, sistografi, computed
tomography (CT-Scan), dan nuclear Magnetic resonance (NMR). Ada beberapa
tujuan pemeriksaan radiologis pada pasien yang dicurigai menderita trauma
ginjal, yaitu:
 Klasifikasi beratnya trauma sehingga dapat dilakukan penenganan
yang tepat dan menentukan prognosisnya
 Menyingkirkan keadaan ginjal patologis pre trauma
 Mengevaluasi keadaan ginjal kontralateral
 Mengevaluasi keadaan organ intra abdomen lainnya
3. I n t r a v e n o u s P y e l o g r a p h y   ( IVP)
 Tujuan pemeriksaan IVP adalah untuk melihat fungsi dan anatomi kedua
ginjal dan ureter. Sedangkan kerugian dari pemeriksaan ini adalah
 Pemeriksaan ini memerlukan gambar multiple untuk mendapatkan
informasi maksimal, meskipun tekhnik satu kali foto dapat digunakan;
 Dosis radiasi relative tinggi
4. Ultrasonografi (USG)
Keuntungan pemeriksaan ini adalah
 Non-invasif,
 Dapat dilakukan bersamaan dengan resusitasi
 Dapat membantu mengetahui keadaan anatomi setelah trauma.
Kerugian dari pemeriksaan ini adalah
 Memerlukan pengalaman sonografer yang terlatih, 
 Pada pemeriksaan yang cepat sulit untuk mendeskripsikan anatomi
ginjal, dimana kenyataannya yang terlihat hanyalah cairan bebas,
 Trauma bladder kemungkinan akan tidak dapat digambarkan.

ix
5. Computed Tomography (CT)
 Computed Tomography (CT) merupakan salah satu jenis pemeriksaan
yang dapat digunakan untuk menilai traktus urinarius. Pemeriksaan ini dapat
menunjukkan keadaan anatomi traktus urinarius secara detail. Keuntungan dari
pemeriksaan ini adalah
 Memeriksa keadaan anatomi dan fungsional ginjal dan traktus
urinarius,
 Membantu menentukan ada atau tidaknya gangguan fungsi ginjal dan
 Membantu diagnosis trauma yang menyertai
Kerugian dari pemeriksaan ini adalah
 Pemeriksaan ini memerlukan kontras untuk mendapatkan informasi
yang maksimal mengenai fungsi, hematoma dan perdarahan;
 Pasien harus dalam keadaan stabil untuk melakukan pemeriksaan
scanner;
 Memerlukan waktu yang tepat untuk melakukan scanning untuk
melihat bladder dan ureter.
6. Angiography
Keuntungan pemeriksaan ini adalah
 Memiliki kapasitas untuk menolong dalam diagnosis dan penanganan
trauma ginjal
 Lebih jauh dapat memberikan gambaran trauma dengan abnormalitas
IV atau dengan trauma vaskuler.
Kerugian dari pemeriksaan ini adalah
 Pemeriksaan ini invasif
 Pemeriksaan ini memerlukan sumber-sumber mobilisasi untuk
melakukan  pemeriksaan, seperti waktu

IX. Penatalaksanaan Gawat Darurat


Penanganan segera dari syok, perdarahan, resusitasi lengkap dan evaluasi
cedera lainnya. Jika kondisi pasien tidak stabil oleh karena trauma intra abdomen
maka diperlukan tindakan bedah laparotomi eksplorasi untuk resusitasi bedah. Jika

x
didapatkan hematoma retroperitoneal yang meluas dan pulsatil diindikasikan untuk
melakukan eksplorasi renal.
Urutan tindkan eksplorasi laparotomi: (1) Mencari cedera/kelainan
pembuluh darah besar intra abdomen, (2) Eksplorasi organ Visceral dan intra
abdomen lainnya harus dikerjakan dahulu sebelum (3) Eksplorasi renal, kecuali terjadi
perdarahan ginjal yang masif dan persisten maka harus dilakukan eksplorasi renal
dahulu. Eksplorasi renal dimulai dengan kontrol pembuluh darah renalis, dengan cara
insisi peritoneum posterior (white line) di atas aorta, sebelah medial ke arah interior
vena mesenterika. Vena renalis kiri mudah dikenali, terletak anterior aorta; merupakan
Landmark untuk identifikasi pembuluh darah renal yang lain. Setelah pembuluh renal
teridentifikasi maka lakukan kontrol-kendali pembuluh darah, guna mengurangi blood
loss (pada kasus perdarahan). Hal ini menurunkan angka nefrektomi, dari sekitar 56%
menjadi 18%. Kadang oklusi pembuluh darah ini diperlukan (20%) pada staging
bedah cedera ginjal atau pada repair ginjal.

X. Penatalaksanaan Definitif
1. Luka tumpul
Cedera ginjal minor (85%) biasanya tidak memerlukan tindakan operasi.
Perdarahan berhenti spontan dengan tirah baring dan hidrasi. Operasi dilakukan
pada kasus perdarahan retroperitoneal persisten, ekstravasasi urin (drainase),
kematian parenkim ginjal dan cedera pedikel ginjal (<5% dari cedera ginjal).
Penilaian staging cedera pra bedah harus dilakukan secara lengkap sebelum
operasi.

xi
2. Luka tajam
Pada kasus luka tusuk harus dilakukan eksplorasi, kecuali dari pemeriksaan
yang lengkap hanya didapat cedera parenkim minor tanpa ekstravasasi urin.
Delapan puluh persen luka tembus disertai cedera organ lain yang memerlukan
operasi segera. Indikasi eksplorasi renal dibagi menjadi indikasi absolut dan
relatif. Perdarahan ginjal yang terus menerus, ditandai dengan hematoma yang
meluas di daerah atas retroperitoneal atau hematoma yang paliatif dan konsisten,
serta berhubungan dengan laserasi parenkim renal mayor atau pembuluh darah
ginjal merupakan indikasi absolut eksplorasi renal. Sedangkan adanya
ekstravasasi urin oleh karena laserasi pelvis renal akibat ekstensi laserasi
parenkim hingga sistem pengumpul adalah indikasi relatif. Indikasi relatif lainnya
adalah ditemukannya nonviable tissue, incomplete staging dan adanya trombosis
arteri yang biasanya menyertai perdarahan dan kombinasi dari kombinasi hal-hal
di atas. Salah satu prinsip yang menyebabkan dilakukannya nefrektomi setelah
trauma adalah perdarahan ginjal, kerusakan masif. Sedangkan kerusakan ginjal
lainnya dapat dilakukan repair atau rekonstruksi.

xii
Prinsip-prinsip repair pada trauma ginjal: (1) total renal exposure penting
untuk mengamati cedera secara penuh, (2) debridement, (3) hemostasis, (4)
collecting system closure dengan cara-cara seperti penutupan defek
(defect coverage), nefrektomi parsial, dan renorrhaphy.

XI. Komplikasi
1. Komplikasi awal
Perdarahan merupakan komplikasi segera yang paling penting pada cedera
ginjal. Pasien harus diawasi dengan ketat, monitoring tekanan darah dan
hematokrit, ukuran dan ekspansi masa yang dapat dipalpasi. Perdarahan berhenti
pada 80-85% kasus. Perdarahan retroperitoneal yang terus menerus atau gross
hematuri mungkin perlu tindakan operasi segera. Ekstravasasi urin dari ginjal dapat
berupa masa (urinoma) di retro peritoneal yang mana rentan untuk terbentuknya
abses dan sepsis. Febris ringan dapat terjadi pada hematom retroperitoneal yang
direabsorbsi, bila suhu tubuh tinggi menunjukkan adanya inflamasi abses
perinefrik dapat terbentuk, yang mengakibatkan nyeri tekan perut dan nyeri flank,
merupakan indikasi untuk operasi segera.

xiii
2. Komplikasi lanjut
Hipertensi, hidronefrosis, fistel arteriovena, batu dan pielonefritis
merupakan komplikasi lanjut dari trauma ginjal. Pengawasan tekanan darah selama
beberapa bulan diperlukan untuk menilai adanya hipertensi. Sesudah 3 - 6 bulan,
dilakukan pemeriksaan ekskresi urografi untuk memastikan jaringan parut
perinefrik yang ada tidak menyebabkan hidronefrosis atau gangguan vaskuler.
Gangguan vaskuler lengkap dapat menyebabkan atrofi ginjal. Perdarahan lambat
yang hebat dapat terjadi 1 - 4 minggu pasca trauma.

XII. Prognosis

Hasil yang didapatkan dari pengobatan bervariasi tergantung pada penyebab


dan luasnya trauma. Kerusakan kemungkinan ringan dan reversible, kemungkinan
membutuhkan penanganan yang sesegera mungkin dan munkin juga menghasilkan
komplikasi. Dengan pengawasan yang baik biasanya cedera ginjal memiliki prognosis
baik. Pengawasan ketat tekanan darah, follow up ekskresi urografi dapat mendeteksi
adanya hidronefrosis atau hipertensi.

XIII. Kesimpulan
Kebanyakan trauma pada ginjal yang muncul sering kali tidak membahayakan
nyawa dan bisa ditangani tanpa operasi dan dengan pengawasan terhadap pasien.
Namun, pada kasus yang parah, penatalaksanaan harus dilakukan dengan cepat dan
tepat karena dapat menyebabkan iskemik pada ginjal dan perdarahan yang
mengancam nyawa, maka dari itu pemeriksaan yang menyeluruh diperlukan untuk
setiap kasus yang berpotensi menyebabkan trauma ginjal berat.

xiv
Daftar Pustaka
1. Ruchelle J. L, Belldgrun A, Brunicardi F.C. Urology in Brunicardi F.C et al, Editor.
Schwartz’s Principles of Surgery. 9th ed. McGraw-Hill. New York. 2010.  p 1459-
1475.
2. McAninch J.K, Tanagho A. Injuries to The Genitourinary Tract in Smith’s, General
Urology. 16 th ed. Lange. New York. 2004. P 291-311
3. Guyton, Hill. Ginjal dan Cairan tubuh in Buku Ajar. Fisiologi kedokteran. 9 th ed.
EGC. Jakarta. 2007. p 375-524
4. Santucci R.A, Doumanian L.R, Upper Urinary Tract Trauma in Cambell-Wash. 10
th ed. Elsevier. New York. 2012. P1172-1191
5. Summertom D.J et all. Renal Trauma in Guidelines on Urological Trauma. European
Association of Urology. 2013. p 9-23

xv

Anda mungkin juga menyukai