Anda di halaman 1dari 12

Nama : Heru Dwi Saputra

NIM : 1961050091
Kelompok : 3B
Tanggal : Senin, 19 Oktober 2020

Motorcycle Accident
A man, a 55-year-old male was involved in a collision and was taken to the emergency room
with complaints of left chest pain and difficulty breathing. From vital signs, blood pressure
130/80 mmHg, respiratory rate: 30x / minute, temperature 36.5 oC, pulse 110 x / minute. Chest
examination revealed decreased breath sounds and hyper resonance in the left hemithorax. BGA
pH 7.59, PO2 89 mmHg. PCO2 30 mmHg, HCO3: 24 mEq / L, BE: +3, SO2: 93%
Task : What phenomenon happened to this man?
Pria berusia 55 tahun mengalami kecela kaan (ditrabak motor) kemudian dibawa ke ruang gawat
darurat dengan keluhan nyeri pada dada sebelah kiri dan sulit bernapas. Dari pemeriksaan TTV,
didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg, Iaju napas 30 kali/menit, suhu 36.5 C, dan denyut nadi
110 kali/menit. Pada pemeriksaan dada ditemukan penurunan suara napas dan hipersonor pada
hemithorax sebelah kiri. BGA pH 7.59, PO2 89 mmHg. PCO2 30 mmHg, HCO3: 24 mEq / L,
BE: +3, SO2: 93%.

SEVEN JUMP

LANGKAH 1 Mengidentifikasi Kata Sulit

I. Klarifikasi Kata Sulit


1. Hiper resonansi : suara yang didapatkan pada pemeriksaan perkusi ditandai dengan
peningkatan intensitas suara (terdengar lebih keras), bernada lebih rendah,
berdurasi lebih lama, dan tidak didapatkan pada keadaan normal paru (berarti
menunjukkan keadaan abnormalitas pada jaringan paru). Hipersonor disebut
juga timpani adalah suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong.
2. Hemithorax : menunjukkan sebagian dari thorax. Penggunaan kata hemi- sebagai
awalan berarti sebagian. Jadi, apabila digabung dengan kata thorax menjadi
hemithorax maka berarti sebagian dari thorax. Misalnya hemithorax kiri berarti
hanya terlokalisir di bagian thorax kiri.
3. BGA : kepanjangan dari Blood Gas Analysis atau dalam bahasa indonesia disebut
Analisis Gas Darah (AGD) adalah tes darah yang diambil melalui pembuluh
darah arteri untuk mengukur kadar oksigen, karbon dioksida, dan tingkat
asam basa (pH) di dalam darah.
4. BE : Base excess/deficit(BE/D) adalah cara praktis untuk mengetahui berapa besar
kelainan asam-basa metabolik, yaitu dengan melakukan titrasi in vitro pada
sediaan darah dengan asam/basa kuat untuk mengembalikan pH menjadi normal
(pH 7.4) dengan syarat faktor respiratorik ditiadakan (PCO2 contoh darah dibuat
40 mmHg dan suhu 37oC). BE/D adalah jumlah asam/basa kuat yang
dibutuhkan untuk menaikkan/menurunkan pH menjadi 7.4 pada PaCO 240
mmHg dan suhu 37oC. Kadar normal BE antara -2 s/d 2mEq/L. Asidosis terjadi
pada BE < -2 mEq/L dan alkalosis BE > 2 mEq/L.

LANGKAH 2 Menetapkan Masalah

Kata Kunci :

● Pria, 55 tahun
● Terlibat kecelakaan
● Keluhan nyeri dada sebelah kiri dan sesak napas
● Tanda-tanda vital : tekanan darah 130/80 mmHg, frekuensi napas 30x/ menit, suhu
36,5ºC, denyut nadi 110x/ menit
● Penurunan bunyi napas
● Hiper resonansi di hemitoraks kiri
● BGA pH 7.59, PO2 89 mmHg, PCO2 30 mmHg, HCO3: 24m = mEq / L, BE: +3,
SO2: 93%

Rumusan Masalah :

1. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan TTV dan AGD pada pasien tersebut?
2. Berdasarkan hasil pemeriksaan, kemungkinan fenomena apa yang terjadi?
3. Bagaimana patogenesis dari fenomena yang terjadi?
4. Apa saja pemeriksaan lanjutan yang mungkin diperlukan untuk menegakan diagnosis pasti
dari fenomena tersebut?
5. Apa saja yang dapat menjadi diagnosis banding dari fenomena tersebut?

LANGKAH 3 Brain Storming

1. Dari skenario didapatkan hasil TTV yaitu:


- Tekanan darah 130/80 mmHg menunjukkan kondisi prahipertensi. Yang mana
dikatakan prahipertensi jika tekanan darah sistolik 120-139 mmHg dan diastolik
mencapai 80-89 mmHg. Beresiko tinggi terkena hipertensi.
- Frekuensi nafas 30x/menit menunjukkan kondisi takipnea. Yang mana nilai normal
dari RR yaitu 16-24x/menit.
- Suhu 36,5𝇈C menunjukkan suhu tubuh yang normal.
- Frekuensi nadi 110x/menit menunjukkan kondisi takikardi. Yang mana nilai
normalnya 60-100x/menit.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan: penurunan bunyi nafas dan hiper resonansi di
hemithorax kiri.
Dari hasil Analisis Gas Darah didapatkan:
- pH darah 7,59 menunjukkan kondisi alkalosis. Yang mana nilai normal
dari pH darah yaitu 7,35-7,45
- PO2 89 mmHg menunjukkan tekanan parsial oksigen dalam darah arteri
normal yaitu dengan nilai rujukan 80-100 mmHg.
- PCO2 30 mmHg menunjukkan tekanan parsial karbondioksida dalam
darah arteri menurun yaitu dengan nilai rujukan 35-45 mmHg.
- HCO3- 24 mEq/L menunjukkan nilai normal yaitu dengan nilai rujukan
22-28 mmol/L.
- BE +3 menunjukkan nilai BE yang meningkat dari normal. Yang mana
nilai rujukannya -2 sampai +2. Apabila >2 menunjukkan kondisi alkalosis.
- SO2 93% menunjukkan saturasi atau persentase oksigen yang mampu
dibawa oleh Hb mengalami penurunan dari nilai normal. Yang mana nilai
rujukannya > 95%.
Selanjutnya untuk menentukan jenis kelainan AGD maka dapat digunakan
Formula AGD “ERS” yaitu dengan langkah-langkah:
- Tetapkan pH 🡪 di kiri (<7.35)🡪 Asidosis ; Kanan (>7.45)🡪 Alkalosis
- Tetapkan pCO2 🡪 bila sejajar dgn pH 🡪 penyebabnya “respiratorik”
- Tetapkan BE 🡪 Bila sejajar dgn pH🡪 Penyebabnya “metabolik”
- Bila pCO2 & BE Sesisi 🡪 Kemungkinan “Mix” ; Bila saling
berseberangan maka yg berseberangan dgn pH adalah komponen
“kompensasi”
- Lalu untuk tambahan mengenai apakah kondisi kelainan AGD ini
terkompensasi atau tidak maka harus diperhatikan:
❖ Bila pH <7.25 pH atau > 7.55 🡪 “Uncompensated”
❖ Bila pH 7.25 – 7.34 🡪 Asidosis dengan kompensasi
❖ Bila pH 7.46 – 7.55 🡪 Alkalosis dengan kompensasi
❖ Bila pH 7.35 – 7.45 🡪 Mix atau normal
Maka didapatkan:
- pH 7,59 berarti sisi kanan bermakna alkalosis.
- pCO2 30 mmHg berarti merujuk ke sisi kanan yang berarti sejajar dengan
pH maka penyebab alkalosis ialah respiratorik.
- BE +3 berarti merujuk ke sisi kanan yang berarti sejajar dengan pH maka
penyebab alkalosis ialah metabolik.
- Karena pCO2 dan BE sesisi maka penyebab alkalosis kemungkinan mix
yaitu campuran dari kondisi respiratorik dan juga metabolik.
- Selanjutnya, karena nilai pH > 7,55 maka kondisi alkalosis ini
uncompensated.
- Sehingga, kesan yang diperoleh ialah alkalosis mix (alkalosis respiratorik
dan alkalosis metabolik) dengan uncompensated.

2. Berdasarkan skenario didapatkan kondisi utama dari pasien yaitu:


- Pasien mengalami trauma thorax akibat kasus tabrakan
- Pasien mengeluh nyeri dada kiri dan sulit bernapas
- Prahipertensi
- Takipnea
- Takikardi
- Didapatkan bunyi hiper resonansi di hemitoraks kiri pada pemeriksaan perkusi
- Didapatkan penurunan bunyi nafas di hemitoraks kiri pada pemeriksaan auskultasi
- Alkalosis mix dengan pO2 normal dan pCO2 menurun
Pertama dapat diketahui bahwa pasien mengalami trauma pada hemithorax kiri.
Karena dalam skenario tidak dijelaskan dengan pasti ada tidaknya trauma terbuka
maka dapat disimpulkan sementara bahwa trauma yang dialami pasien ialah
trauma tumpul pada dada bagian kiri.
Selanjutnya dari pemeriksaan fisik didapatkan hiper resonansi pada bagian dada
yang mengalami trauma (ingat kembali bahwa pengertian hiper resonansi sama
dengan timpani yang menunjukkan area yang berongga kosong). Hal ini bisa
menunjukkan terjadinya pergeseran mediastinum akibat trauma. Selain itu,
penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan penurunan kemampuan paru untuk
mengembang bisa karena pergeseran mediastinum yang menyebabkan paru
kolaps. Kolapsnya paru dapat pula terjadi akibat peningkatan tekanan intrapleural
yang menjadi lebih positif.
Kondisi ini dapat dikaitkan menjadi suatu perjalanan kasus trauma thorax yaitu
mulai dari adanya trauma tumpul pada thorax menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan pada alveolar secara mendadak, sehingga menyebabkan
alveolar menjadi rupture. Akibat kompresi yang ditimbulkan oleh trauma tumpul
tersebut, pecahnya alveolar akan menyebabkan udara menumpuk pada pleura
visceral. Menumpuknya udara secara terus-menerus ini akan menyebabkan pleura
visceral rupture atau robek sehingga dapat menyebabkan udara menumpuk pada
cavitas pleura. Hal ini memungkinkan terjadinya pneumothorax.
Sebuah penelitian mengatakan 5,4% dari seluruh pasien menderita trauma,
merupakan pasien yang mengalami pneumothorax. Pneumothorax adalah
keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Pada keadaan
normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang
terhadap rongga dada. Pneumothorax dapat terjadi secara spontan dan traumatik.
Paru-paru dibungkus oleh pleura parietalis dan pleura visceralis. Diantara pleura
parietalis dan viseralis terdapat cavum pleura. Cavum pleura normal berisi sedikit
cairan serous jaringan. Tekanan intrapleura selalu berupa tekanan negatif.
Tekanan negatif intrapleural membantu dalam proses respirasi. Namun, pada
pneumothorax terjadi peningkatan tekanan intrapleura.

Yang mana, secara fisiologi, fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan
negatif thorax ke dalam paru-paru yang elastis dapat mengembang. Tekanan
pleura pada waktu istirahat (resting pressure) dalam posisi tiduran adalah -2
sampai -5 H2O, sedikit bertambah negatif di apex sewaktu posisi berdiri. Sewaktu
inspirasi tekanan negatif meningkat menjadi -25 sampai -35 cm H2O.
Klasifikasi pneumothorax berdasarkan dengan penyebabnya adalah sebagai
berikut:
(a) Pneumothorax Spontan
Pneumothorax spontan adalah setiap pneumothorax yang terjadi tiba-tiba
tanpa adanya suatu penyebab (trauma ataupun iatrogenik), ada 2 jenis yaitu:
- Pneumothorax Spontan Primer
Keadaan ini disebabkan oleh ruptur kista kecil udara subpleura di apeks
(“bleb”) tetapi jarang menyebabkan gangguan fisiologis yang
signifikan. Biasanya menyerang laki-laki (L:P 5:1) muda (20-40 tahun)
bertubuh tinggi tanpa penyakit paru penyebab.
- Pneumothorax Spontan Sekunder
Pneumothorax spontan sekunder dihubungkan dengan penyakit
respirasi yang merusak arsitektur paru, paling sering bersifat obstruktif
(misalnya penyakit paru obstruktif kronik/PPOK, asma) fibrotik atau
infektif (misalnya pneumonia) dan kadang-kadang gangguan langka
atau herediter (misalnya sindrom Marfan, Fibrosis kistik).
(b) Pneumothorax Traumatik
Pneumothorax tersebut terjadi setelah trauma toraks tumpul (misalnya
kecelakaan lalu lintas) atau tajam (misalnya fraktur iga, luka tusuk).
Berdasarkan kejadiannya pneumothorax traumatik dibagi 2 jenis yaitu:
- Pneumothorax traumatik bukan iatrogenik
Adalah pneumothorax yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya
jejas pada dinding dada baik terbuka maupun tertutup.
- Pneumothorax traumatik iatrogenik
Adalah pneumothorax yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan
medis, pneumothorax jenis ini pun masih dibedakan menjadi 2 yaitu:
(1) Pneumothorax traumatik iatrogenik aksidental, adalah
pneumothorax yang terjadi akibat tindakan medis karena
kesalahan/komplikasi tindakan tersebut, misalnya pada tindakan
parasentesis dada, biopsi pleura, biopsi transbronkial,
biopsi/aspirasi paru perkutaneus, kanulasi vena sentral, barotrauma
(ventilasi mekanik).
(2) Pneumothorax traumatik iatrogenik artifisial (deliberate), adalah
pneumothorax yang sengaja dilakukan dengan cara mengisi udara
ke dalam rongga pleura melalui jarum dengan suatu alat Maxwell
box. Biasanya untuk terapi tuberkulosis.
Klasifikasi pneumothorax berdasarkan jenis fistulnya adalah sebagai berikut:
(a) Pneumothorax Tension
Pneumothorax tension dapat menyulitkan (menjadi komplikasi)
pneumothorax spontan primer atau pneumothorax sekunder tetapi paling
sering terjadi selama ventilasi mekanis dan setelah pneumothorax traumatik.
Pneumothorax tersebut terjadi bila udara menumpuk dalam rongga pleura
lebih cepat daripada yang dapat dikeluarkan. Peningkatan tekanan
intratoraks 9 menyebabkan aliran balik vena, dan syok yang disebabkan
oleh penurunan curah jantung. Keadaan tersebut merupakan kegawatan
medis dan fatal jika tidak dihilangkan secara cepat dengan drainase.
(b) Pneumothorax Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pneumothorax tertutup yaitu suatu pneumothorax dengan tekanan udara di
rongga pleura yang sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan pleura pada
sisi hemitoraks kontralateral tetapi tekanannya masih lebih rendah dan
tekanan atmosfir. Pada jenis ini tidak didapatkan defek atau luka terbuka
dari dinding dada.
(c) Pneumothorax Terbuka (Open Pneumothorax)
Pneumothorax terbuka terjadi karena luka terbuka pada dinding dada
sehingga pada saat inspirasi udara dapat keluar melalui luka tersebut. Pada
saat inspirasi, mediastinum dalam keadaan normal tetapi pada saat ekspirasi
mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking
wound).

Berdasarkan anamnesis, gejala-gejala yang sering muncul adalah:


- Sesak napas, yang didapatkan pada 80-100% pasien
- Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien
- Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien
- Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat sekitar 5-10% dan biasanya
pada pneumothorax sekunder spontan
Gejala-gejala tersebut dapat berdiri sendiri maupun kombinasi dan menurut Mills
dan Luce derajat gangguannya bisa mulai dari asimtomatik atau menimbulkan
gangguan ringan sampai berat.

3. Patogenesis pneumothorax
Rongga dada mempunyai dua struktur yang penting dan digunakan untuk
melakukan proses ventilasi dan oksigenasi, yaitu pertama tulang, tulang–tulang
yang menyusun struktur pernapasan seperti tulang klavikula, sternum, scapula.
Kemudian yang kedua adalah otot-otot pernapasan yang sangat berperan pada
proses inspirasi dan ekspirasi. Jika salah satu dari dua struktur tersebut mengalami
kerusakan, akan berpengaruh pada proses ventilasi dan oksigenasi. contoh
kasusnya, adanya fraktur pada tulang iga atau tulang rangka akibat kecelakaan,
sehingga bisa terjadi keadaan flail chest atau kerusakan pada otot pernapasan
akibat trauma tumpul, serta adanya kerusakan pada organ viseral pernapasan
seperti, paru-paru, jantung, pembuluh darah dan organ lainnya di abdominal
bagian atas, baik itu disebabkan oleh trauma tumpul, tajam, akibat senapan atau
gunshot.
Pada keadaan normal rongga pleura dipenuhi oleh paru–paru yang mengembang
pada saat inspirasi disebabkan karena adanya tegangan permukaan (tekanan
negatif) antara kedua permukaan pleura, adanya udara pada rongga potensial di
antara pleura viseral dan pleura parietal menyebabkan paru-paru terdesak sesuai
dengan jumlah udara yang masuk kedalam rongga pleura tersebut, semakin
banyak udara yang masuk kedalam rongga pleura akan menyebabkan paru–paru
menjadi kolaps karena terdesak akibat udara yang masuk meningkat tekanan pada
intrapleura. Secara otomatis terjadi juga gangguan pada proses perfusi oksigen ke
jaringan atau organ, akibat darah yang menuju ke dalam paru yang kolaps tidak
mengalami proses ventilasi, sehingga proses oksigenasi tidak terjadi.
Jadi yang menyebabkan masuknya udara pada rongga pleura adalah akibat trauma
yang mengenai dinding dada dan merobek pleura parietal atau visceral, atau
disebabkan kelainan kongenital adanya bula pada subpleura yang akan pecah jika
terjadi peningkatan tekanan pleura.

4. Untuk mengidentifikasi gejala pneumotoraks, terlebih dahulu kita harus


mengetahui manifestasi klinis dan kriteria diagnosis dari pneumotoraks. Pertama
kita melihat penyebab dari terjadinya pneumotoraks untuk mengetahui tipe-tipe
pneumotoraks apa yang kemungkinan terjadi pada penderita.
- Di luar rumah sakit mungkin kita akan menemukan lebih banyak kejadian
pneumotoraks yang diakibatkan oleh terjadinya trauma, trauma yang terjadi
bisa secara langsung melukai dinding dada maupun secara tidak langsung.
Penyebab tersering dari pneumotoraks yang bisa didapatkan akibat
kecelakaan lalu lintas, akibat tingginya kecepatan kendaraan bermotor
mengakibatkan resiko terjadinya kecelakaan semakin, sehingga trauma yang
terjadi akan semakin parah.
- Akibat benturan yang keras terhadap dinding dada penderita akan
mengeluhkan nyeri pada dinding dadanya.
- Disamping itu dilihat juga apakah ada atau tidak perlukaan yang terjadi pada
dinding dada, untuk mengetahui apakah terdapat luka terbuka pada dinding
dada penderita yang bisa menimbulkan pneumotoraks terbuka.
- Sesak napas akan terjadi pada penderita pneumotoraks akibat udara yang
mulai masuk mengisi rongga pleura. Jika terus berlanjut penderita akan
terlihat gelisah akibat kesulitan bernapas.
- Usaha dari tubuh untuk mengkompensasi akibat sesak napas yang terjadi
adalah bernapas yang cepat (takipnea) dan denyut nadi yang meningkat
(takikardi).
- Udara yang masuk kedalam rongga pleura ini akan menyebabkan terjadi
pendesakan pada parenkim paru-paru hingga menjadi kolaps, jadi yang
mengisi rongga dada yang mengalami pneumotoraks adalah udara, pada saat
diperiksa dengan mengetuk dinding dada akan terdengar suara hipersonor,
akibat akumulasi udara pada rongga pleura.
- Kolapsnya paru-paru yang terdesak oleh udara yang berada di rongga pleura
ini menyebabkan proses ventilasi dan oksigenasi berkurang atau malah tidak
terjadi, sehingga jika didengarkan dengan stetoskop suara napas tidak
terdengar.
- Penurunan kesadaran akan terjadi akibat perfusi oksigen ke otak yang
menurun (hipoksia).
- Penumpukan udara yang semakin banyak disana menyebabkan terjadinya
pendorongan pada mediastinum dan trakea ke arah kontralateral dari paru-
paru yang kolaps.
- Terjadinya pendesakan pada mediastinum juga menyebabkan hambatan pada
aliran vena balik, sehingga terjadi distensi pada vena di leher, dan hipotensi.
Semakin lama gejala ini berlangsung penderita akan jatuh fase sianosis.
- Pemeriksaan foto rontgen thorax, didapatkan garis pleura viseralis tampak
putih, lurus atau cembung terhadap dinding dada dan terpisah dari garis
pleura parietalis. Celah antara kedua garis pleura tersebut tampak lusens
karena berisi kumpulan udara dan tidak didapatkan corakan vaskuler pada
daerah tersebut. Tension pneumothorax gambaran foto dadanya tampak
jumlah udara pada hemitoraks yang cukup besar dan susunan mediastinum
yang bergeser ke arah kontralateral.

- Pemeriksaan Computed Tomography (CT-Scan) mungkin diperlukan apabila


dengan pemeriksaan foto dada diagnosis belum dapat ditegakkan.
Pemeriksaan ini lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa
dengan pneumothorax, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner serta untuk membedakan antara pneumothorax spontan
primer dan sekunder.
- Pemeriksaan endoskopi (torakoskopi) merupakan pemeriksaan invasif, tetapi
memiliki sensitivitas yang lebih besar dibandingkan pemeriksaan CT-Scan.

5. Pneumothorax dapat memberi gejala seperti infark miokard, emfisema, kavitas


yang besar, kista paru, emboli paru dan pneumonia.
- Infark miokard : istilah medis dari serangan jantung. Kondisi ini terjadi saat
aliran darah ke arteri koroner jantung mengalami penyempitan. Kedua hal ini
akan membuat otot jantung kekurangan oksigen dan mengalami kerusakan.
Gejalanya : nyeri dada yang tidak kunjung hilang walaupun sudah
beristirahat. Selain itu, gejala lain yang mungkin muncul adalah keringat
dingin, mual, muntah, batuk, jantung berdebar-debar, dan pusing.
- Emfisema : penyakit kronis akibat kerusakan kantong udara atau alveolus
pada paru-paru. Seiring waktu, kerusakan kantong udara semakin parah
sehingga membentuk satu kantong besar dari beberapa kantong kecil yang
pecah. Akibatnya, luas area permukaan paru-paru menjadi berkurang yang
menyebabkan kadar oksigen yang mencapai aliran darah menurun. Kondisi
ini juga membuat paru-paru membesar secara perlahan akibat udara yang
terperangkap di dalam kantong dan sulit dikeluarkan.
Gejala : bisa tidak menimbulkan gejala. Bila timbul gejala, keluhan yang
dirasakan dapat muncul secara bertahap, antara lain: Napas menjadi
pendek, batuk, cepat lelah, penurunan berat badan, jantung berdebar, bibir
dan kuku menjadi biru, dan depresi. Emfisema baru menunjukkan gejala
pada usia 40-60 tahun.
- Kista paru : Anomali perkembangan sistem bronkopulmonal pada tingkat
pembentukan bronkiolus terminal atau alveolar dini menyebabkan
terbentuknya kista, yaitu terjadi saat pemisahan alveolar intrapulmonal
atau rekanalisasi bronkiolus. Kista alveolar distal akan membentuk
obstruksi di sepanjang area bronkiolus yang menyempit. Kista
bronkogenik terbentuk akibat perkembangan abnormal embriologi sistem
trakeobronkial. Kista bronkogenik lebih sering ditemukan di hemitoraks
kanan, lokasi terbanyak di mediastinum, di sepanjang trakea dan bronkus
utama.
Gejala klinis : dapat pula berupa penekanan kista pada organ di sekitarnya.
Gejala klinis yang timbul dapat beragam dan lebih ditentukan oleh lokasi
kista. Deformitas bentuk dada dapat berupa pigeon atau funnel chest.
Penekanan pada esofagus dapat menimbulkan disfagia. Penekanan pada
trakea atau bronkus proksimal dapat menimbulkan sesak, batuk berulang,
stridor hingga sindrom vena cava. Kista yang berlokasi dekat karina dapat
menimbulkan kompresi saluran respiratorik dan hiperinflasi paru sehingga
timbul gejala gawat napas yang fatal pada neonatus.

- Emboli paru : penyumbatan pada pembuluh darah di paru-paru.


Penyumbatan biasanya disebabkan oleh gumpalan darah yang awalnya
terbentuk di bagian tubuh lain, terutama kaki.
Gejalanya bisa berbeda-beda pada setiap orang, tergantung pada luasnya
bagian paru yang terkena, ukuran gumpalan darah, serta kondisi jantung
dan paru-paru. Beberapa gejala dan tanda yang umumnya muncul akibat
emboli paru adalah:
 Sesak napas yang muncul secara tiba-tiba
 Nyeri dada yang bisa menjalar ke rahang, leher, bahu dan lengan
atau nyeri dada yang memberat saat menarik napas (nyeri
pleuritik)
 Batuk berdahak atau berdarah
 Pusing atau pingsan
 Sakit yang bisa disertai pembengkakan di kaki, khususnya betis
 Ujung jari atau bibir membiru (sianosis)
 Detak jantung yang cepat dan tidak teratur (aritmia)
 Sakit punggung
 Keringat berlebih
- Pneumonia : infeksi yang menyerang salah satu atau kedua paru-paru,
sehingga menyebabkan kantong udara di paru tersebut meradang dan
membengkak. Selain itu, kantong-kantong udara kecil yang berada di
ujung saluran pernapasan pengidap juga bisa dipenuhi dengan air atau
cairan lendir. Pneumonia yang masih ringan biasanya akan menimbulkan
gejala yang mirip flu, hanya saja biasanya berlangsung lebih lama. Selain
itu, berikut ini gejala lain yang bisa dialami oleh pengidap pneumonia:
● Demam dan menggigil;
● Berkeringat;
● Batuk kering atau batuk dengan dahak kental berwarna kuning,
hijau, atau disertai darah;
● Sesak napas;
● Nyeri dada ketika batuk atau menarik napas;
● Diare;
● Mual atau muntah;
● Lemas;
● Selera makan berkurang; dan
● Detak jantung meningkat.

Pengidap pneumonia yang berusia di atas 65 tahun mungkin tidak akan


mengalami demam, tetapi bisa mengalami penurunan kesadaran, seperti
tampak bingung atau kurang waspada.

LANGKAH 3

Analisis masalah/brain storming

Kecelakaan Sesak napas dan nyeri


dada Anamnesis Pemeriksaan fisik

Diagnosis :
Pencegahan penatalaksana Pemeriksaan penunjang
pneumoniathorax

LANGKAH 4 HIPOTESIS
Kemungkinan pria berumur 55 tahun tersebut menderita pneumothorax akibat kecelakaan yang
dialaminya.
LANGKAH 5
Daftar Pertanyaan
Daftar Pertanyaan
1. Apa saja penyebab pneumothorax?
2. Bagaimana terjadinya pneumothorax?
3. Mengapa bisa terjadi nyeri dada?
4. Apa artinya penurunan bunyi napas dan hiper resonansi?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang diagnosis?
6. Bagaimana tatalaksana pneumothorax?

LANGKAH 6
Learning Objective
1. Definisi Pneumothorax
2. Etiologi Pneumothorax
3. Patofisiologi Pneumothorax
4. Factor risiko
5. Penegakan Diagnosa Pneumothorax
6. Penanganan Pneumothorax
7. Pencegahan Pneumothorax

Anda mungkin juga menyukai