Anda di halaman 1dari 6

GNAPS

1. DEFINISI : Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan


proliferasi sel glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme
imunologis yang menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme yang
masih belum jelas.
2. ETIOLOGI :

 Infeksi. Glomerfulonefritis dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau virus. Infeksi yang
terjadi pada tubuh mengakibatkan reaksi kekebalan tubuh yang berlebihan sehingga
mengakibatkan peradangan pada ginjal dan terjadi glomerulonefritis. Contoh infeksi yang
dapat menyebabkan glomerulonefritis, antara lain adalah infeksi bakteri Streptococcus
pada tenggorokan, infeksi gigi, endokarditis bakteri, HIV, hepatitis B, dan hepatitis C.
 Kelainan sistem imun. Contohnya adalah penyakit lupus yang menyebabkan peradangan
pada berbagai organ tubuh, termasuk ginjal. Selain itu glomerulonefritis juga dapat
disebabkan oleh kelainan sistem imun lainnya, seperti sindrom Goodpasture yang
menyerupai pneumonia dan menyebabkan perdarahan di paru-paru dan ginjal, serta
nefropati IgA yang menyebabkan endapan salah satu protein sistem pertahanan tubuh
(IgA) pada glomerulus ginjal.
 Vaskulitis. Vaskulitis dapat terjadi pada berbagai organ, termasuk ginjal. Contoh
penyakit vaskulitis yang menyerang pembuluh darah ginjal dan mengakibatkan
glomerulonefritis adalah poliarteritis dan granulomatosis Wegener.

3. EPIDEMIOLOGI : Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dapat terjadi secara


epidemik atau sporadik,15 paling sering pada anak usia sekolah yang lebih muda, antara
5-8 tahun. 5 Perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan 2 : 1.3 Di Indonesia,
penelitian multisenter selama 12 bulan pada tahun 1988 melaporkan 170 orang pasien
yang dirawat di rumah sakit pendidikan, terbanyak di Surabaya (26,5%) diikuti oleh
Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Perbandingan pasien laki-laki
dan perempuan 1,3:1 danterbanyak menyerang anak usia 6-8 tahun (40,6%).
4. FAKTOR RESIKO :
Amyloidosis
Antiglomerular basement membrane antibody disease
Penyakit pembuluh darah, seperti vasculitis atau polyarteritis
Focal segmental glomerulosclerosis
Goodpasture syndrome
Penggunaan berat terhadap penawar rasa sakit, terutama NSAIDs
Henoch-Schönlein purpura
IgA nephropathy
Lupus nephritis
Membranoproliferative GN
5. KLASIFIKASI : Glomerulonefritis dapat menjadi sangat akut (serangan peradangan yang
mendadak) atau kronis (jangka panjang dan kambuhan). Jika glomerulonefritis terjadi
dengan sendirinya, kondisi ini disebut sebagai glomerulonefritis primer. Jika penyakit
lain, seperti lupus atau diabetes, adalah penyebabnya, kondisi disebut glomerulonefritis
sekunder. Inflamasi berat atau berkepanjangan yang terkait dengan glomerulonefritis
dapat merusak ginjal.
6. PATOFISIOLOGI : Faktor genetik diduga berperan dalam terjadinya penyakit dengan
ditemukannya HLA-D dan HLADR. 3 Periode laten antara infeksi streptokokus dengan
kelainan glomerulus menunjukkan proses imunologis memegang peran penting dalam
mekanisme penyakit. Diduga respon yang berlebihan dari sistim imun pejamu pada
stimulus antigen dengan produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan terbentuknya
kompleks Ag-Ab yang nantinya melintas pada membran basal glomerulus. Disini terjadi
aktivasi sistim komplemen yang melepas substansi yang akan menarik neutrofil.
7. MANIFESTASI KLINIS : Lebih dari 50 % kasus GNAPS adalah asimtomatik.11 Kasus
klasik atau tipikal diawali dengan infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua
minggu mendahului timbulnya sembab.1 Periode laten ratarata 10 atau 21 hari setelah
infeksi tenggorok atau kulit.10 Hematuria dapat timbul berupa gross hematuria maupun
mikroskopik.17,18 Gross hematuria terjadi pada 30-50 % pasien yang dirawat.2 Variasi
lain yang tidak spesifik bisa dijumpai seperti demam, malaise, nyeri, nafsu makan
menurun, nyeri kepala, atau lesu.1,4 Pada pemeriksaan fisis dijumpai hipertensi pada
hampir semua pasien GNAPS, biasanya ringan atau sedang.7,15 Hipertensi pada GNAPS
dapat mendadak tinggi selama 3-5 hari. Setelah itu tekanan darah menurun perlahan-
lahan dalam waktu 1-2 minggu. Edema bisa berupa wajah sembab, edem pretibial atau
berupa gambaran sindrom nefrotik.10,11 Asites dijumpai pada sekitar 35% pasien dengan
edem.1,4,13 Bendungan sirkulasi secara klinis bisa nyata dengan takipne dan dispne.2,3,5
Gejala gejala tersebut dapat disertai oliguria sampai anuria karena penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG).
8. DIAGNOSIS : Pemeriksaan urine. Pemeriksaan urine merupakan metode terpenting
dalam mendiagnosis glomerulonefritis karena dapat mendeteksi adanya kerusakan
struktur glomerulus. Beberapa parameter yang dianalisis melalui pemeriksaan urine,
antara lain adalah:
a. Keberadaan sel darah merah sebagai penanda adanya kerusakan glomerulus.

Keberadaan sel darah putih sebagai penanda adanya peradangan.

Menurunnya berat jenis urine.

Keberadaan protein sebagai penanda adanya kerusakan sel ginjal.

Tes darah. Tes darah dapat memberikan informasi tambahan terkait kerusakan ginjal.
Beberapa hal yang dapat diperiksa pada darah untuk melihat kerusakan ginjal, antara lain:

Menurunnya kadar hemoglobin (anemia).

Meningkatnya kadar zat sisa seperti ureum dan kreatinin.

Menurunnya kadar protein albumin dalam darah karena keluar melalui urine.

Tes Imunologi. Tes imunologi dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai kelainan


sistem imun. Pemeriksaan tersebut antara lain antinuclear antibodies (ANA),
komplemen, antineutrophil cytoplasmic antibody (ANCA), dan antiglomerular basement
membrane(anti-GBM).

Pencitraan. Pencitraan bertujuan untuk memperlihatkan gambaran kondisi ginjal secara


visual. Metode pencitraan yang dapat digunakan, antara lain adalah foto Rontgen, CT scan
dan USG.
Biopsi ginjal. Dilakukan dengan mengambil sampel jaringan ginjal dan diperiksa di bawah
mikroskop untuk memastikan pasien menderita Biopsi juga akan membantu dokter untuk
mencari penyebab dari glomerulonefritis tersebut.

9. TATALAKSANA

Langkah pengobatan untuk tiap penderita glomerulonefritis tentu berbeda-beda. Perbedaan ini
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu jenis glomerulonefritis yang diderita (kronis atau akut),
penyebabnya, serta tingkat keparahan gejala yang dialami.

Tujuan utama pengobatan glomerulonefritis adalah untuk mencegah kerusakan ginjal yang lebih
parah. Glomerulonefritis akut terkadang bisa sembuh dengan sendirinya tanpa membutuhkan
penanganan tertentu, biasanya yang diakibatkan oleh infeksi Streptokokus pada tenggorokan.

Beberapa jenis pengobatan glomerulonefritis yang dapat diberikan, antara lain adalah:

 Obat imunosupresan. Imunosupresan dapat diberikan untuk menangani


glomerulonefritis akibat gangguan sistem imun. Contoh obat ini
adalah kortikosteroid, cyclophosphamide, ciclosporin, mycophenolate
mofetil, dan azathioprine.
 Obat pengatur tekanan darah. Glomerulonefritis dapat menyebabkan tekanan darah
meningkat dan menimbulkan kerusakan ginjal yang lebih parah. Oleh karena itu, tekanan
darah penderita glomerulonefritis perlu diatur untuk mencegah kerusakan ginjal. Dua
golongan obat yang dapat digunakan untuk mengatur tekanan darah adalah ACE
inhibitors (contohnya captropil dan lisinopril) dan ARB (contohnya losartan dan
valsartan). Selain itu, kedua golongan obat tersebut juga dapat mengurangi kadar protein
yang bocor melalui urine, sehingga obat bisa tetap diberikan walaupun tekanan darah
tidak tinggi.
 Plasmapheresis. Dapat dilakukan pada penderita dengan hasil tes imunologi ANCA dan
anti-GBM positif. Protein sistem imun (antibodi) yang terdeteksi melalui pemeriksaan
imunologi biasanya terkandung dalam plasma darah. Untuk membuang antibodi tersebut,
dilakukan pembuangan plasma darah penderita, melalui sebuah prosedur yang disebut
plamapheresis. Plasma darah yang dibuang akan digantikan dengan plasma pengganti
atau cairan infus.
 Obat-obatan lain. Obat lain yang dapat diberikan, di antaranya adalah diuretik untuk
mengurangi bengkak, dan suplemen kalsium.

10. KOMPLIKASI : Glomerulonefritis akut terkadang bisa sembuh tanpa penanganan


tertentu. Tetapi secara umum, baik glomerulonefritis akut maupun kronis bila tidak
ditangani secara benar, bisa bertambah parah dan memicu penyakit lain. Beberapa
komplikasi yang mungkin terjadi adalah:

 Hipertensi.
 Sindrom nefrotik.
 Gagal ginjal akut.
 Penyakit ginjal kronis.
 Gagal jantung dan edema paru akibat cairan yang menumpuk dalam tubuh.
 Gangguan kesimbangan elektrolit seperti natrium dan kalium.
 Rentan terhadap infeksi.

11. PENCEGAHAN
 Batasi asupan garam untuk mencegah atau meminimalisir retensi cairan,
pembengkakan dan hipertensi
 Kurangi konsumsi protein dan kalium untuk menghambat penumpukkan zat sisa pada
darah
 Jaga berat badan yang sehat
 Kendalikan kadar gula darah jika memiliki diabetes
 Berhenti merokok.
12. PROGNOSIS : Berbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis GNAPS
antara lain umur saat serangan, derajat berat penyakit, galur streptokukus tertentu, pola
serangan sporadik atau epidemik, tingkat penurunan fungsi ginjal dan gambaran
histologis glomerulus.11,24 Anak kecil mempunyai prognosis lebih baik dibanding anak
yang lebih besar atau orang dewasa oleh karena GNAPS pada dewasa sering disertai lesi
nekrotik glomerulus.2,3 Perbaikan klinis yang sempurna dan urin yang normal
menunjukkan prognosis yang baik.25 Insiden gangguan fungsi ginjal berkisar 1-30%.
Kemungkinan GNAPS menjadi kronik 5-10 %; sekitar 0,5-2% kasus menunjukkan
penurunan fungsi ginjal cepat dan progresif dan dalam beberapa minggu atau bulan jatuh
ke fase gagal ginjal terminal.18 Angka kematian pada GNAPS bervariasi antara 0-7
%.2,21 Melihat GNAPS masih sering dijumpai pada anak, maka penyakit ini harus
dicegah karena berpotensi menyebabkan 62 kerusakan ginjal. Pencegahan dapat berupa
perbaikan ekonomi dan lingkungan tempat tinggal, mengontrol dan mengobati infeksi
kulit.26 Pencegahan GNAPS berkontribusi menurunkan insiden penyakit ginjal dan gagal
ginjal di kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Travis LB, Kalia. Acute nephritic syndrome. Dalam: Poslethwaite RJ, penyunting.
Clinical pediatric nephrology. Edisi ke-2. Oxford: Butterworth-Heinemann, 1994. h. 201-
9.
2. Sekarwana HN. Rekomendasi mutahir tatalaksana glomerulonefritis akut pasca streptokokus.
Dalam: Aditiawati, Bahrun D, Herman E, Prambudi R, penyunting. Buku naskah lengkap
simposium nefrologi VIII dan simposium kardiologi V. Ikatan Dokter Anak Indonesia
Palembang, 2001. h. 141-62.
3. Noer MS. Glomerulonefritis. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO,
penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2002. h. 345-53.
4. Gauthier B,Edelmann CM, Barnett HL. Clinical acute glomerulonephritis. Dalam: Nephrology
and urology for the pediatrician. Edisi ke-1. Boston: Little Brown & Co, 1982. h. 109-22.
5. Travis LB. Acute post infections glomerulonephritis. Dalam: Rudolph AM, Hoffman JIE,
Axelrod S, penyunting. Pediatrics. Edisi ke-18. Connecticut: Appleton & Lange, 1987. h. 1169-
71.

Anda mungkin juga menyukai