Infeksi. Glomerfulonefritis dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau virus. Infeksi yang
terjadi pada tubuh mengakibatkan reaksi kekebalan tubuh yang berlebihan sehingga
mengakibatkan peradangan pada ginjal dan terjadi glomerulonefritis. Contoh infeksi yang
dapat menyebabkan glomerulonefritis, antara lain adalah infeksi bakteri Streptococcus
pada tenggorokan, infeksi gigi, endokarditis bakteri, HIV, hepatitis B, dan hepatitis C.
Kelainan sistem imun. Contohnya adalah penyakit lupus yang menyebabkan peradangan
pada berbagai organ tubuh, termasuk ginjal. Selain itu glomerulonefritis juga dapat
disebabkan oleh kelainan sistem imun lainnya, seperti sindrom Goodpasture yang
menyerupai pneumonia dan menyebabkan perdarahan di paru-paru dan ginjal, serta
nefropati IgA yang menyebabkan endapan salah satu protein sistem pertahanan tubuh
(IgA) pada glomerulus ginjal.
Vaskulitis. Vaskulitis dapat terjadi pada berbagai organ, termasuk ginjal. Contoh
penyakit vaskulitis yang menyerang pembuluh darah ginjal dan mengakibatkan
glomerulonefritis adalah poliarteritis dan granulomatosis Wegener.
Tes darah. Tes darah dapat memberikan informasi tambahan terkait kerusakan ginjal.
Beberapa hal yang dapat diperiksa pada darah untuk melihat kerusakan ginjal, antara lain:
Menurunnya kadar protein albumin dalam darah karena keluar melalui urine.
9. TATALAKSANA
Langkah pengobatan untuk tiap penderita glomerulonefritis tentu berbeda-beda. Perbedaan ini
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu jenis glomerulonefritis yang diderita (kronis atau akut),
penyebabnya, serta tingkat keparahan gejala yang dialami.
Tujuan utama pengobatan glomerulonefritis adalah untuk mencegah kerusakan ginjal yang lebih
parah. Glomerulonefritis akut terkadang bisa sembuh dengan sendirinya tanpa membutuhkan
penanganan tertentu, biasanya yang diakibatkan oleh infeksi Streptokokus pada tenggorokan.
Beberapa jenis pengobatan glomerulonefritis yang dapat diberikan, antara lain adalah:
Hipertensi.
Sindrom nefrotik.
Gagal ginjal akut.
Penyakit ginjal kronis.
Gagal jantung dan edema paru akibat cairan yang menumpuk dalam tubuh.
Gangguan kesimbangan elektrolit seperti natrium dan kalium.
Rentan terhadap infeksi.
11. PENCEGAHAN
Batasi asupan garam untuk mencegah atau meminimalisir retensi cairan,
pembengkakan dan hipertensi
Kurangi konsumsi protein dan kalium untuk menghambat penumpukkan zat sisa pada
darah
Jaga berat badan yang sehat
Kendalikan kadar gula darah jika memiliki diabetes
Berhenti merokok.
12. PROGNOSIS : Berbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis GNAPS
antara lain umur saat serangan, derajat berat penyakit, galur streptokukus tertentu, pola
serangan sporadik atau epidemik, tingkat penurunan fungsi ginjal dan gambaran
histologis glomerulus.11,24 Anak kecil mempunyai prognosis lebih baik dibanding anak
yang lebih besar atau orang dewasa oleh karena GNAPS pada dewasa sering disertai lesi
nekrotik glomerulus.2,3 Perbaikan klinis yang sempurna dan urin yang normal
menunjukkan prognosis yang baik.25 Insiden gangguan fungsi ginjal berkisar 1-30%.
Kemungkinan GNAPS menjadi kronik 5-10 %; sekitar 0,5-2% kasus menunjukkan
penurunan fungsi ginjal cepat dan progresif dan dalam beberapa minggu atau bulan jatuh
ke fase gagal ginjal terminal.18 Angka kematian pada GNAPS bervariasi antara 0-7
%.2,21 Melihat GNAPS masih sering dijumpai pada anak, maka penyakit ini harus
dicegah karena berpotensi menyebabkan 62 kerusakan ginjal. Pencegahan dapat berupa
perbaikan ekonomi dan lingkungan tempat tinggal, mengontrol dan mengobati infeksi
kulit.26 Pencegahan GNAPS berkontribusi menurunkan insiden penyakit ginjal dan gagal
ginjal di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
1. Travis LB, Kalia. Acute nephritic syndrome. Dalam: Poslethwaite RJ, penyunting.
Clinical pediatric nephrology. Edisi ke-2. Oxford: Butterworth-Heinemann, 1994. h. 201-
9.
2. Sekarwana HN. Rekomendasi mutahir tatalaksana glomerulonefritis akut pasca streptokokus.
Dalam: Aditiawati, Bahrun D, Herman E, Prambudi R, penyunting. Buku naskah lengkap
simposium nefrologi VIII dan simposium kardiologi V. Ikatan Dokter Anak Indonesia
Palembang, 2001. h. 141-62.
3. Noer MS. Glomerulonefritis. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO,
penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2002. h. 345-53.
4. Gauthier B,Edelmann CM, Barnett HL. Clinical acute glomerulonephritis. Dalam: Nephrology
and urology for the pediatrician. Edisi ke-1. Boston: Little Brown & Co, 1982. h. 109-22.
5. Travis LB. Acute post infections glomerulonephritis. Dalam: Rudolph AM, Hoffman JIE,
Axelrod S, penyunting. Pediatrics. Edisi ke-18. Connecticut: Appleton & Lange, 1987. h. 1169-
71.