Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 12

Tutor : dr. Rusmiyati, SpPk, M.Sc.


Disusun oleh: Kelompok B2
Kelas Beta 2016
Clarisya Resky Vania 04011181621006
Muhammad Iqbal fadhilah 04011181621007
Muhammad Syahril 04011181621018
Oktavianti Wella Savitri 04011181621019
Nur Akila 04011181621036
Iza Netiasa H 04011181621060
Melissa Shalimar Lavinia 04011281621107
Princessilia Edsha 04011281621136
Muhammad Daffa 04011281621143
Biaggi Prawira Nugraha 04011281621156
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN AJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan
Tutorial Skenario A Blok 12” sebagai tugas kompetensi kelompok.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan dan saran.
Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih kepada :

1. Tuhan yang Maha Esa, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,
2. dr. Rusmiyati, SpPk, M.Sc. selaku tutor kelompok B2
3. Teman-teman sejawat FK Unsri, terutama kelas PSPD Beta 2016
Semoga Tuhan memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada
semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi kita
dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Tuhan.

Palembang, 11 Januari 2018

Kelompok B2
DAFTAR ISI

Cover

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

Kegiatan Diskusi 1

Skenario 2

I. Klarifikasi Istilah 2

II. Identifikasi Masalah 3

III. Analisis Masalah 5

IV.Keterbatasan Ilmu Pengetahuan 24

V. Sintesis 26

VI. Kerangka Konsep 75

VII. Kesimpulan 76

Daftar Pustaka
KEGIATAN DISKUSI

Tutor : dr. Rusmiyati, SpPk, M.Sc.


Moderator : Iza Netiasa H
Sekretaris 1 : Princessilia Edsha
Sekretaris 2 : Oktavianti Wella Savitri
Pelaksanaan : 10 Januari 2018 dan 11 Januari 2018
Pukul 13.00 – 15.00 WIB

Peraturan selama tutorial :


 Semua peserta wajib aktif dalam kegiatan diskusi
 Mengangkat tangan sebelum menyampaikan pendapat.
 Menjawab dan menyampaikan pendapat apabila telah diizinkan oleh moderator.
 Tidak langsung menyanggah pendapat orang lain.
 Tidak diperbolehkan mengoperasikan hp setelah tahap klarifikasi istilah.
 Meminta izin terlebih dahulu dari moderator jika hendak keluar
SKENARIO A BLOK 12 TAHUN 2018

Ayu, anak umur 12 tahun datang ke IRD dengan keluhan sesak nafas dan anak gelisah.
Sejak 2 blan ini ayu terlihat sering buang air kecil saat malam, tetapi dianggab biasa karena
cuaca panas dan ayu sering minum. Makan seperti biasa saja tetapi yu terlhat sangat kurus. Tidak
didapatkan keluhan demam atau sakit yang berat sebelumnya. Batuk pilek tidak di jumpai. BAK
tidak nyeri. Sebulan yang lalu berat badan ayu 39 kg. sejak 3 bulan yang lalu ayu sudah
menarche.

Sehari sebelum dibawa ke IRD ayu mengeluh nyeri perut dan muntah – muntah, kemudian naas
mulai terlihat cepat.

Ayu terlihat kehausan terus dan masih sering kencing.

Tidak ada riwayat kencing manis di keluarga

Pemriksaan fisik :

Anak gelisah, tidak ada anemia, icterus maupun cyanosis

Tekanan darah 1000 mmHg; Frekuensi Nadi 108 kalimenit kuat; suhu 37,0C

Frekuensi napas 54 kali/ menit, cepat dan dalam

Tinggi badan 150cm, berat badan 35kg

Status pubertas P2M3

Pemeriksaan paru dan jantung tidak dapat kelainan

Ada nyeri tekan abdomen yang tidak khas pada daerah gaster dan Mc Burner

Acral masih hangat

Pada pemeriksaan cito di IRD kadar gula darah acak 680mg%, urin menunjkan reduksi +4 dan
keton urine +3

Darah rutin Hb 13,8 mg%, leukosit 20.100mm3, trombosit 230.000/mm3

Hasil analisa gas darah PH 7.05 dengan HCO3 12 mmol/L

HbA1C 12% dengan C peptide <0,5


I. Klarifikasi Istilah

1. IRD Instalasi rawat darurat adalah salah satu bagian rumah sakit yang
menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan
cedera, yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya.
2. Menarche Pembentukan atau permulaan fungsi menstruasi
3. Kencing Penyakit kronis yang terkait dengan kadar gula glukosa dalam darah
manis yang tidak normal
4. Pemeriksaan Pemriksaan Lab untuk keadaan darurat
Cito
5. Status P2 pertumbuhan rambut di daerah pubis tahap 2 dan M3 perkembangan
pubertas payudara pada tahap 3
P2M3
6. Acral Berkenaan dengan atau memengaruhi tungka atau ekstremitas lain
7. Icterus Warna kuning yang dapat terlihat pada sclera selaput lendir kulit atau
organ lain akibat penumpukan bilirubin.
8. keton urin +3 terdapat benda keton di dalam urine
9. Hba1c Hb merupakan komponen minor dari Hb yang berkatan dari glukosa

10. C peptide Peptide yang terdiri dari 31 asam amino dan di lepaskan dari sel beta
pangkreas selama pebelahan insulin dari pro insulin.
11. Sianosis Tanda fisik berupa kebiruan pada kulit dan selaput lendi seperti pada
mulut atau bibir yang terjadi akibat rendahnya kadar O2 dalam sel darah
merah.
12. Analisa gas Merupakan sekelompok pemeriksaan yang mengukur derajat keasamaan
darah pH jumlah oksigen sedar karbon dioksida dlam darah
13. Pemeriksaan Meliputi 6 jnis pemeriksaan berupa Hb, ht, leukosit, LED dll
darah rutin
Hb
14. Reduksi penambahan hydrogen pada substansi tertentu
II. Identifikasi Masalah

1. Ayu, anak umur 12 tahun datang ke IRD dengan keluhan sesak nafas dan gelisah. Sejak 2
blan ini ayu terlihat sering buang air kecil saat malam, tetapi dianggab biasa karena cuaca
panas dan ayu sering minum. Makan seperti biasa saja tetapi yu terlhat sangat kurus.
2. Tidak didapatkan keluhan demam Batuk pilek atau sakit berat sebelumnya. BAK tidak
nyeri. Sebulan yang lalu berat badan ayu 39 kg. sejak 3 bulan yang lalu ayu sudah
menarche.
3. Sehari sebelum dibawa ke IRD ayu mengeluh nyeri perut dan muntah – muntah,
kemudian nafas mulai terlihat cepat. Ayu terlihat kehausan terus dan masih sering
kencing. Tidak ada riwayat kencing manis di keluarga
4. Pemriksaan fisik :

Anak gelisah, tidak ada anemia, icterus maupun cyanosis

Tekanan darah 1000 mmHg; Frekuensi Nadi 108 kalimenit kuat; suhu 37,oC

Frekuensi napas 54 kali/ menit, cepat dan dalam

Tinggi badan 150cm, berat badan 35kg

Status pubertas P2M3

Pemeriksaan paru dan jantung tidak dapat kelainan

Ada nyeri tekan abdomen yang tidak khas pada daerah gaster dan Mc Burner

Acral masih hangat

5. Pada pemeriksaan cito di IRD kadar gula darah acak 680mg%, urin menunjkan reduksi
+4 dan keton urine +3

Darah rutin Hb 13,8 mg%, leukosit 20.100mm3, trombosit 230.000/mm3

Hasil analisa gas darah PH 7.05 dengan HCO3 12 mmol/L

HbA1C 12% dengan C peptide <0,5


III. Analisis masalah

1. Ayu, anak umur 12 tahun datang ke IRD dengan keluhan sesak nafas dan gelisah. Sejak 2
blan ini ayu terlihat sering buang air kecil saat malam, tetapi dianggab biasa karena cuaca
panas dan ayu sering minum. Makan seperti biasa saja tetapi yu terlhat sangat kurus.
a. apa hubungan usia dengan keluhan pada kasus?
Pada kasus diduga Ayu menyandang DM tipe 1 yang biasanya dialami oleh usia
muda. Keluhan yang dialami ayu adalah manifestasi klinis DM yaitu poliuria
(peningkatan pengeluaran urin), polidipsia ( timbul rasa haus), penurunan berat badan
(akibat kehilangan glukosa bersama urin, polofagia ( rasa lapar terus menerus karena
kehilangan kalori)

b. Bagaimana mekanisme penurunan berat badan yang terjadi pada ayu?


Pada penyandang diabetes, penurunan berat badan seringkali terjadi. Hal ini
dikarenakan insulin yang kurang atau pun tidak dapat berfungsi dengan baik, yang
menyebabkan glukosa tidak dapat menembus sel yang membutuhkan. Karena sel sel
tidak mendapat asupan glukosa yang cukup, maka sebagai kompensasi, tubuh
memberikan respon aktivitas glikogenolisis dan lipolisis agar sel memperoleh cukup
glukosa. Hal ini membuat sel otot dan sel adiposa kehabisan cadangan makanan dan
mengecil, maka berat badan pun menurun.

c. Bagaimana mekanisme buang air kecil saat malam pada kasus ini?
Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung dan
delanjutkan ke usus. Di dalam saluran pencernaan, makanan yang terdiri atas
karbohidrat, protein, dan lemak akan diproses sehingga dapat dimanfaatkan bagi
kebutuhan tubuh. Seperti karbohidrat akan di pecah menjadi glukosa, protein dipecah
menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Setelah semuanya menjalani
proses pemecahan, ketiga zat makanan itu diedarkan keseluruh tubuh untuk
dipergunakan oleh organ organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Sebelum dapat
dipergunakan bagi tubuh, zat makanan tersebut harus diolah terlebih dahulu. Pengolahan
ini disebut dengan metabolism yaitu proses pembakaran glukosa secara kimia sehingga
dapat menghasilkan energy (Misnadiarly, 2006).
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peran penting yaitu memasukan
glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau
hormone yang dihasilkan oleh sel beta di pancreas yang sangat berperan dalam mengatur
kadar glukosa darah. Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta dapat diibaratkan sebagai
anak kunci yang dapt membuka pintu masuknya glukosa kedalam sel, yang selanjutnya
glukosa dimetabolismekan menjadi energy di dalam sel. Apabiila insulin tidak ada maka
glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dengan akibat glukosa tetap berada di pembuluh
darah yang artinya kadar gluosa di dalam darah meningkat. Pada DM tipe 1, terjadi
kelainan sekresi insulin oleh sel beta pancreas. Pasien diabetes mellitus tipe ini mewarisi
kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta
pancreas. Respon autoimun dipacu oleh aktifitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau
langerhans dan terhadap insulin itu sendiri. Pada DM tipe 2, jumlah insulin normal tetapi
jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor insulin
ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk kedalam sel. Meskipun jumlah
insulinya banyak tapi jika reseptornya sedikit maka insulin yang masuk kedalam sel akan
sedikit sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit, sehingga sel akan kekurangan
energi dan glukosa dalam darah menjadi meningkat (Suyono, 2005).
Keadaan ini sama dengan DM tipe 1, tetapi bedanya pada DM tipe 2 disamping kadar
glukosa darah tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal dan reseptor insulinya yang
kurang atau sedikit. Baik pada DM tipe 1 atau tipe 2 kadar glukosa dalam darah akan
meningkat dan apabila keadaan ini terjdi terus menerus dan melebihi ambang ginjal maka
glukosa tersebut akan dikeluarkan melalui urin sehingga urin akan manis dan cepat
dikerumuni semut. Mungkin keadaan inilah sebabnya penyakit ini disebut juga dengan
penyakit kencing manis (Misnadiarly, 2006).
Tingginya kadar glukosa darah (kadang – kadang mencapai 8 sampai 10 kali,
normal pada pasien diabetes yang parah) dapat menyebabkan dehidrasi berat pada sel
diseluruh tubuh. Hal ini terjadi sebagian karena glukosa tidak dapat dengan mudah
berdifusi melewati pori – pori membran sel , dan naiknya tekanan osmotik dalam cairan
ekstrasel yang menyebabkan timbulnya perpindahan air secara osmosis keluar dari sel.
Selain efek dehidrasi sel langsung akibat glukosa yang berlebihan, keluarnya glukosa
kedalam urin akan menimbulkan keadaan deuresis osmotik. Gambaran klasik dari
diabetes adalah poliuria (kelebihan ekskresi urin), dehidrasi ekstrasel dan dehidrasi
intrasel, dan bertambahnya rasa haus (Guyton & Hall, 2008).
Pergeseran metabolisme karbohidrat ke metabolisme lemak pada pasien diabetes
akan meningkatkan pelepasan asam – asam keto seperti asam asetoasetat dan asam β –
hidroksibutirat kedalam plasma melebihi kecepatan ambilan dan oksidasinya oleh sel –
sel jaringan. Akibatnya, pasien mengalami asidosis metabolik berat akibat asam keto
yang berlebih, yang terkait dengan dehidrasi akibat pembentukan urin yang berlebihan,
dapat menimbulkan asidosis yang berat. Hal ini cepat berkembang menjadi koma
diabetikum dan kematian kecuali pasien segera diobati dengan sejumlah besar insulin
(Sidartawan, 2006).
Kegagalan untuk menggunakan glukosa sebagai sumber energi berakibat peningkatan
mobilisasi protein dan lemak. Oleh karena itu, seseorang dengan diabetes mellitus berat
yang tidak obati akan mengalami penurunan berat badan yang cepat dan asthenia
(kurangnya energi) meskipun pasien memakan sejumlah besar makanan (polifagi). Tanpa
pengobatan, kelainan metabolisme ini dapat menyebabkan kehilangan jaringan tubuh dan
kematian dalam waktu beberapa minggu (Guyton & Hall, 2008).
d. Bagaimana mekanisme munculnya keluhan sesak nafas dan gelisah pada kasus?
Mekanisme munculnya keluhan sesak napas dan gelisah pada kasus diawali dari
terjadinya gangguan pada sel beta pankreas untuk memproduksi insulin yang diduga
disebabkan oleh autoimun atau idiopatik sehingga tidak dapat memproduksi insulin
sesuai keadaan normal. Akibat dari sekresi insulin yang rendah atau bahkan tidak ada
sama sekali, di dalam darah kadar glukosa meningkat. Akibat ketidakmampuan tubuh
untuk memproduksi insulin untuk membawa glukosa dari sirkulasi menuju sel otot
dan adiposa secara terus-menerus terjadilah komplikasi berupa ketoasidosis. Pada
proses lipolisis saat lemak dipecah menjadi asam-asam lemak, hati kemudian
menghasilkan benda-benda keton seperi beta hidroksibutirat dan asam asetoasetat
yang dapat digunakan tubuh untuk mendapatkan energi. Akan tetapi dari proses
tersebut membuat pH darah menjadi turun, dan memicu terjadinya asidosis metabolik.
Akibat dari pH darah yang asam kemudian muncullah gejala seperti sesak napas atau
lebih tepatnya pernapasan kussmaul (pernapasan cepat dan dalam yang menunjukkan
adanya hiperventilasi kompensatorik) dan gangguan pada kardiovaskular, neurologis,
dan fungsi tulang. Gejala neurologis dapat berupa kelelahan hingga koma yang
disebabkan oleh penurunan pH cairan serebrospinal. Keadaan gelisah yang dialami
oleh Ayu menunjukkan bahwa ia telah mengalami gangguan neurologis dan mulai
terjadi penurunan kesadaran delirium, gelisah. Gejala lain yang juga dapat terjadi
adalah mual dan muntah.

2. Tidak didapatkan keluhan demam Batuk pilek atau sakit berat sebelumnya. BAK tidak
nyeri. Sebulan yang lalu berat badan ayu 39 kg. sejak 3 bulan yang lalu ayu sudah
menarche.
a. Apa hubungan penurunan berat badan dengan keluhan yang di alami?
Pada penyakit Diabetes Melitus Tipe 1, terjadi defisiensi insulin. Oleh karena terjadi
defek sekresi insulin (insulin kurang) mengakibatkan glukosa darah tidak dapat masuk ke
dalam sel otot dan jaringan lemak. Akibatnya untuk memperoleh sumber energi
untuk kelangsungan hidup dan menjalankan fungsinya, maka otot dan jaringan lemak akan
memecahkan cadangan energi yang terdapat dalam dirinya sendiri melalui prosesg
likogenolisis dan lipolisis. Proses glikogenolisis dan lipolisis yang berlangsung terus menerus
pada akhirnya menyebabkan massa otot dan jaringan lemak akan berkurang dan terjadilah
penurunan berat badan.

b. Adakah hubungan menarche dengan keluhan yang di alami?


Tidak ada hubungan, karena pernyataan menarche disitu hanya memberitahu
bahwa tidak terjadi gangguan pada hormon perkembangan dalam artian normal.

c. Apa makna dari tidak di dapatkan keluhan demam btuk pilek dan BAK tidak
nyeri?
Interpretasi dari pernyataan tersebut adalah tidak terjadi infeksi virus dari luar
yang mempengaruhi keadaan Ayu dan mempertegas bahwa yang dialami
merupakan diabetes melitus tipe 1.

3. Sehari sebelum dibawa ke IRD ayu mengeluh nyeri perut dan muntah – muntah,
kemudian nafas mulai terlihat cepat. Ayu terlihat kehausan terus dan masih sering
kencing. Tidak ada riwayat kencing manis di keluarga
a. Mengapa dia terlihat kehausan namun sering BAK?
Mekanisme poliuria dan polidipsia berkaitan erat. Tingginya kadar glukosa darah
menyebabkan dehidrasi berat pada sel tubuh akibat tekanan osmotik, yang
menyebabkan cairan dalam sel keluar. Keluarnya glukosa dalam urin akan
menimbulkan keadaan diuresis osmotik. Efek keseluruhannya adalah kehilangan
cairan yang sangat besar dalam urin. Karena itulah kemudian timbul polidipsia
(Guyton and Hall, 2007).

b. Adakah hubungan di antara nyeri perut, muntah – muntah dan nafas mulai terlihat
cepat?
Glikogenolisis dan lipolisis yang berlangsung terus menerus pada penyandang
diabetes, menyebabkan zat sisa berupa asam laktat dan badan keton pada darah.
Banyaknya badan keton pada darah menyebabkan terjadinya ketoacidosis
diabetic. Tingginya asam pada darah membuat pH darah menurun, maka muncul
respon mual-muntah. Banyaknya asam pada darah menimbulkan banyak CO2
asam pada darah. Tubuh memberikan kompensasi dengan mencoba membuang
CO2 melalui saluran pernafasan sehingga nafas dalam dan cepat (kussmaul) agar
menurunkan kadar asam darah. Lalu sakit perut terjadi biasanya disebabkan oleh
komplikasi DM pada lambung yaitu gastroparesis. Banyaknya glukosa darah pada
penyandang diabetes menyebabkan lambung menahan penguraian makanan yang
masuk. Makanan yang terlalu lama tersimpan pada lambung menyebabkan
gastroparesis dan menimbulkan rasa nyeri pada daerah perut

c. Apa makna dari tidak ada riwayat kencing manis di keluarga?

Dengan tidak ada riwayat kencing manis di keluarga kemungkinan penyakit ayu
bukan penyakit yang diturunkan secara genetic seperti DM tipe 2 melainkan DM
tipe 1 yang mengalami mutasi pada sel beta pancreas pada infant atau DM tipe 1
karena autoimmune

4. Pemriksaan fisik :

Anak gelisah, tidak ada anemia, icterus maupun cyanosis


Tekanan darah 1000 mmHg; Frekuensi Nadi 108 kalimenit kuat; suhu 37,oC

Frekuensi napas 54 kali/ menit, cepat dan dalam

Tinggi badan 150cm, berat badan 35kg

Status pubertas P2M3

Pemeriksaan paru dan jantung tidak dapat kelainan

Ada nyeri tekan abdomen yang tidak khas pada daerah gaster dan Mc Burner

Acral masih hangat

a. Interpretasi dari Pemeriksaan fisik?


 TD : 100/70 (normal)

Normal: 110-125/60-70 mmHg

 Frekuensi nadi : 108 kali/ menit (takikardi)


Normal : 70-80 x/mnt
 Suhu : 37 C (normal)
Normal : 36,6 -37,2 derjat celsius.
 Frekuensi napas 54 kali/ menit, cepat dan dalam (kussmaul)
Normal : 16-20 x per menit
 TB 150 cm BB 35 kg anak 12 tahun : kurus
Normal : BB : 43-47 kg
 Status pubertas P2M3
Normal pada usia 12 tahun
 Paru dan jantung dalam batas normal
 Nyeri tekan (+) tidak khas daerah gaster dan Mc Burney : kemungkinan ada
infeksi
 Acral masih hangat : ujung-ujung ekstrimitas masih disuplay darah oleh
pembuluh darah

b. Apa hubngan ketidak normalan hasil interpretasi terhadap keluhan yang di derita?
Hubungan ketidaknormalan hasil frekuensi napas 54 kali/menit terhadap keluhan
yang diderita oleh Ayu menunjukkan bahwa Ayu mengalami asidosis metabolik
karena pH darah yang menurun dan kompensasi tubuh untuk menormalkan kembali
keadaannya adalah dengan meningkatkan frekuensi napas (pernapasan kussmaul).
Respons tubuh pada keadaan asidosis metabolik adalah dengan melakukan
mekanisme buffer cairan ekstra sel oleh bikarbonat sehinggan mengurangi HCO3
plasma. H+ yang berlebihan juga memasuki sel dan dibufer oleh protein dan fosfat.
Untuk mempertahankan muatan listrik netral, masuknya H+ ke dalam sel diikuti oleh
keluarnya K+ dari sel menuju cairan ekstra sel. Dengan demikian K+ serum
meningkat pada keadaan asidosis. Mekanisme berikutnya adalah kompensasi
pernapasan. Konsentrasi H+ arteri yang meningkat merangsang kemoreseptor yang
terdapat dalam badan karotis kemudian merangsang peningkatan ventilasi alveolar
(hiperventilas) yang membuat Ayu mengeluhkan sesak napas, sehingga harus
melakukan pernapasan secara cepat dan dalam.

5. Pada pemeriksaan cito di IRD kadar gula darah acak 680mg%, urin menunjkan reduksi
+4 dan keton urine +3

Darah rutin Hb 13,8 mg%, leukosit 20.100mm3, trombosit 230.000/mm3

Hasil analisa gas darah PH 7.05 dengan HCO3 12 mmol/L

HbA1C 12% dengan C peptide <0,5

a. Bagaimana nilai normal yang di dapatkan pada kasus?


Nilai Normal
HB o
Komponen Penilain Hasil Laboratorium Nilai Normal (Anak)
Hb 13,8 mg% 10-16 gr/dL
Leukosit 20.100 mm3 9000-12.000/mm3
Trombosit 230.000/mm3 200.000-400.000
pH 7.05 7,35-7,45
HCO3 12 mmol/L 22-26 mmol/L
HbA1C 12% <6,5%
C-peptide <0,5 0,5-2

b. Bagaimana interprtasinya?
Gula darah acak  tinggi (diabetes mellitus)
Reduksi urin  +4 merah bata  sudah sangat tinggi
Keton urin  +3 valid mengandung keton yg tinggi ketonuria
Hb  normal
Leukosit  tinggi
Trombosit  normal
PH  asam
HCO3 
HbA1C  tinggi
C-peptide  rendah
c. Bagaimana hubungan hasil dari interpretasi dengan keluhan yang di derita?
Keton urin ada karna tubuh kekurangan insulin untuk memetabolisme karbohidrat jadi
digantikan dengan lemak dimana lemak itu sendiri menghasilkan keton urine.

d. Berdasarkan pemeriksaan yang di lakukan kemungkinan penyakit apa yang di derita


pada ayu?
Kemungkinan penyakitnya adalah diabetes melitus tipe 1 dan ketoasidosi

e. Bagaimana tata laksana farmakologi untuk penyakit tersebut?

Tujuan terapi

1. Untuk mendapatkan level glukosa darah antara 80 -120 mg/dl pada siang
hari
2. Mendapatkan kadar glukosa darah antara 100-140 mg/dl saat malam hari
3. Mengontrol HbA1C kurang < 7%

Insulin dibutuhkan pada semua pasien dengan DM tipe 1 jika terdapat ketoasidosis sebelum
penyuntikanya. Pergantian insulin harus secara ideal meniru fungsi sel β menggunakan 2 tipe
insulin untuk memenuhi kebutuhan basal dan prandial; pendektan ini membutuhkan perhatian
pada diet dan olahraga serta waktu penyuntikan insulin dan dosisnya. Kebanyakan persiapan
insulin pada saat ini banyak menggunakan rekombinan dari manusia, yang dapat megeliminasi
reaksi alergi yang pernah terjadi ketika insulin tersebut diekstrak dari hewan. Kecuali untuk
penggunakan insulin regular intravena pada pasien di rumah sakit insulin biasanya diberikan
dengan injeksi subkutan.

Tipe-tipe insulin

Table 99-3. onset, peak, and duration of action of human insulin preparation

Insulin Onset Peak Duration


Preparation Action action Of action
Rapid-action 5-15 min 45-75 min 3-5 h
lispro, aspart,glulisine
Short-action regular 30-60 min 2-4 h 6-8 h
Intermediate-acting About 2 h 4-12 h 18-26 h
NPH
Loang-acting
Glargine 1-2 h No peak 24 h
detemir 1-2 h No peak 14-24 h
Premixed
70% NPH/30% 30-60 min Dual (NPH 7 R) 10-16 h
regular 30-60 min Dual (NPH & R) 10-16 h
50% NPH/50% 5-15 min Dual (NPL & lispro) 10-16 h
regular 5-15 min Dual (NPA & aspart) 10-16 h
75% NPH/25% lispro
70% NPH/30% aspart

Tipe insulin yang berbeda dapat ditarik kedalam jarum suntik yang sama untuk injeksi
tapi tidak boleh dicampur didalam botol kecuali oleh pabrik. Pada beberapa kasus pencampuran
insulin dapat berefek pada daya penyerapan insulin, menghasilkan efek-efek yang berfariasi dan
membuat control glikemik sulit diprediksi, terutama jika telah dicampur lebih dari 1 jam sebelum
digunakan. Insulin glargine tidak boleh dicampur dengan insulin jenis apapun

Banyak alat pena yang telah di isi insulin tersedia sebagai alternative dari metode vial dan
jarum konvensional. Pena insulin dapat lebih nyaman digunakan saat jauh dari rumah dan lebih
sering di pilih pada pasien yang pengelihatan terbatas. Sprin-loaded self-injection (untuk
penggunaan dengan jarum dapat berguna pada beberapa pasien yang takut injeksi, dan pembesar
jarum tesedia untuk pasien dengan pengelihatan rendah.

Lispro, aspart atau insulin regular juga dapat diberika secara kontinyu menggunakan
pompa insulin. pompa Infusi insulin subkutaneus kontinus dapat mengeliminasi kebutuhan untuk
injeksi perhari secara multi pel .

Kerugian termasuk biaya yang mahal kegagalan mekanis yang dapat mengakibatkan
interupsi pada suplai insulin dan ketidaknyamanan dalam pemakaian alat eksternal.
Self-monitrong yang serig dan sangat diperhatikan untuk fungsi pompa sangat diperlukan
untuk penggunaan pompa insulin yang aman dan efektif.

Komplikasi terapi insulin

Hipoglikemia adalah komplikasi yang paling umum dari pengobatan insulin, tejadi
sesering pasien yang mencoba untuk mencapai control glukosa yang ketat dan mendekati
normoglikemia. Gejala dari hipoglikemia ringan atau moderat termasuk sakit kepala,
diaphoresis, palpitasi, pengelihatan kabur, agitasi dan kebingungan. Gejala dan hipoglikemia
yang lebih parah termasuk kejang dan kehilangan kesadaran. Namun pada pasien yang lebih tua,
hipoglikemia dapat menyebabkan gejala mirip strok seperti afasia atau hemiparesis dan lebih
mungkin menjadi strok, miokard infark dan kematian tiba-tiba. Pasien DM tipe 1 dengan durasi
sakit yang lama mungkin tidak menyadari episode hipoglikemi karena mereka sudah tidak lagi
mengalami gejala otonomik (hypoglycemia unwareness).

Pasien harus di ajarkan untuk mengenali gejala hipoglikemia, yang mana biasanya
direspon secara cepat dengan ingesti glukosa (gula), termasuk permen, jus dam tablet glukosa. 15
gr glukosa atau sukrosa harus ingesti dan pasien harus memakan tambahan 15 gr jika level
glukosa mereka > 80 mg/dL untuk pasien yang tidak sadar atau tidak bias menelan, hipoglikemia
dapat diobati secara cepat dengan glukoagon 1 mg atau intramuskular atau memakai 50% larutan
dekstrosa 50 ml intravena (25 g jika diperlukan, dengan infus intravena dari larutan dektrosa 5%
atau 10% untuk menjaga level glukosa plasma yang adekuat.

Hiperglikemia dapat memngikuti hipoglikemia baik karena terlalu banyak gula yang di
ingesti atau karena hipoglikemia menyebabkan perangsangan hormon-hormon tertentu
(glikagon, epinefrin, kortisol, dan hormon pertumbuhan).

Dosis insulin untuk waktu tidur yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kadar glukosa
menurun dan menyebabkan stimulasi hormon-hormon diatas yang pada akhirnya menyebabkan
hiperglikemia pada pagi hari (fenomena Somogyi). Penyebab yang lebih sering dari
hiperglikemia pagi hari yang tidak dapat dijelakskan adalah peningkatan hormon pertumbuhan
pada waktu subuh (dawn phenomenon). Dalam kasus ini dosis insulin malam hari harus
ditingkatkan.
Hipokalemia dapat disebabkan oleh pergeseran intraseluler dari kalium akibat stimulasi
terinduksi insulin dari pompa Na-K tapi ini merupakan kejadian yang jarang. Hipokalemi lebih
sering terjadi pada pengaturan perawatan akut dimana insulin intravena digunakan .

Reaksi alergi 17ulti pada tempat penyuntikan insulin sangat jarang terjadi, khususnya
dengan penggunaan insulin manusia, tapi masi dapat terjadi pada dengan alergi latex karena
kandungan latex pada penutup fial. Reaksi ini dapat menyebabkan rasa terbakar atau nyeri secra
cepat diikuti dengan eritema, pruritus dan indurasi ang dapat berahan selama berhari-hari.

Resimen pemberian insulin untuk DM tipe 1

Range resimen mulai dari 2x sehari split-mixed (misalnya dosis terpisah dari rapid dan
intermediate-Acting insulin) sampai resimen basal fisiologis yang menggunakan injeksi multipel
setiap hari (misalnya dosis tunggal[basal] dari long-ackting dan fariasi prandial [bolus]) dari
rapid acting insulin atau dengan pompa insulin. Pengobatan intensif definisikan ketika
monitoring glukosa ≥ 4x / hari dan ≥ 3 injeksi /hari atau infus insulin continu, lebih efektif dari
pengobatan komfensional (satu sampai dua injeksi insulin /hari dengan atau tampa monitoring)
untuk mencegah diabetik retinopathy, nephrophty dan neurophty. Bagaimana pun juga terapi
intensif dapat meghasilkan episode yang lebih sering dari hipoglikemia dan peningkatan berat
badan serta secara umum hanya efektif pada pasien yang mamapu dan bersedia untuk mengambil
peran aktif dalam perawatan diri mereka sendiri.

Secara umum kenbanyakan paien dengan DM tipe 1 dapat memulai terapi dengan dosis ttol 0,2-
0,8 unit insulin /kg/hari pasien dengan obesitas mungkin membutuhkan dosis yang lebih tinggi.
Terlibatnya pengantian fisiologis memberikan 40-60% dari dosis insulin / hari sebagai
intermediet atau long-acting preparasi untuk menutupi kebutuhan basal, dengan sisisnya
diberikan sebagai rapid atau preparasi short-acting untuk menutupi peningkatan post prandial.
Pendekatan in lebih efektif ketika dosis dari rapid atau insulin short-acting ditentukan dengan
menggeser timbanagan yang menghitung glukosa darah preprandial dan mengatisipasi
kandungan makanan. Dosis dapat disesuaikan satu-dua unit untuk setiap 50 mg/dL diatas atau
dibawah level glukosa target. Resimen fisologis inoi menginjinkan kebebasan gaya hidup yang
lebih besar karena pasien dapat melewatkan atau mengganti waktu makan dan mempertaghankan
normoglikemi. Bagaimanapun juga, tidak ada resimen insulin spesifik yang telah dibuktikan
lebih efektif dari nilainya, dan rekomendasi ini diperlukan untuk inisiasi terapi; karena itu
pemilihan resimen secara umum terletak pada respon fisiologis dan pasien serta pilihan dan
pengetahuan dokter.
f. Bagaiaman pathogenesis pada kasus?
Patogenesis DM tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1 adalah penyakit autoimun kronis yang terkait dengan
penghancuran sel-sel pankreas insulinproducing pankreas secara selektif. Permulaan penyakit
klinis merupakan tahap akhir dari kerusakan sel β yang mengarah ke diabetes melitus tipe 1.
Al Homsi dan Lukic (1992) menjelaskan bahwa beberapa ciri ciri diabetes mellitus tipe 1
sebagai penyakit autoimun:
a. Adanya sel imun dan sel yang tidak kompeten pada pulau pankreas yang direndam;
b. Asosiasi kerentanan terhadap penyakit dengan gen kelas II (respon imun) kompleks
histokompatibilitas utama (MHC; antigen antigen leukosit manusia HLA);
c. Kehadiran autoantibodi sel islet tertentu;
d. Perubahan imunisasi pada sel T dimediasi, khususnya di kompartemen sel CD4 +;
e. Keterlibatan sel monokin dan TH1 yang memproduksi interleukin dalam proses
penyakit;
f. Respon terhadap imunoterapi dan;
g. Sering terjadi penyakit autoimun spesifik organ lain pada individu yang terkena atau
pada anggota keluarga mereka.

Patogenesis kerusakan sel β selektif di pulau kecil pada DM tipe 1 sulit diikuti karena
heterogenitas lesi pankreas yang ditandai. Pada permulaan hiperglikemia yang terbuka,
campuran pulau pseudoatrofik dengan sel yang memproduksi glikogen (sel), somatostatin (sel d)
dan pankreas pankreas (sel PP), pulau normal, dan pulau kecil yang mengandung sel b dan
limfosit infiltrasi dan monosit dapat dilihat (Al-Homsi dan Lukic, 1992). Infiltrasi limfosfik
hanya ditemukan di pulau kecil yang mengandung sel β residual dan kemungkinan bahwa
kronisitas DM tipe 1 berkembang mencerminkan heterogenitas lesi pulau kecil (Al-Homsi dan
Lukic, 1992). Berbeda dengan kronisitas ini dalam sejarah alami penyakit ini, sel β cepat hancur
saat pankreas ditransplantasikan dari donor kembar identik ke pasangan kembar diabetes jangka
panjang mereka tanpa adanya penekanan kekebalan. Dalam kasus ini, insulin besar berkembang
dengan cepat dengan limfosit T yang menginfiltrasi yang mengindikasikan reaksi autoimun
anamnestic (Al Homsi dan Lukic, 1992). Selain itu, pengamatan ini juga menunjukkan bahwa
waktu kronis pada DM tipe 1 (tapi tidak pada pankreas yang ditransplantasikan) adalah
konsekuensi dari fenomena regulasi bawah yang mengambil bagian dalam imunopatogenesis
penyakit (Al Homsi dan Lukic, 1992). Aktivasi sel CD4 + T spesifik antigen merupakan
prasyarat mutlak untuk pengembangan diabetes pada semua model hewan DM tipe 1 (Gill dan
Haskins, 1993). Klon sel T spesifik CD4 + yang berasal dari tikus NOD diabetes, saat
disuntikkan ke tikus Flan prediabetik atau non diabetes, menyebabkan insulitis dan diabetes.
Juga dilaporkan bahwa sel CD4 + T cukup untuk menginduksi insulitis sedangkan sel CD8 + T
berkontribusi terhadap tingkat keparahan kerusakan (Yagi et al., 1992). Temuan ini bersama
dengan bukti bahwa insulitis dalam penyakit graft versus host kronis dapat terjadi tanpa adanya
sel CD8 + T yang menunjukkan bahwa sel CD4 + T mungkin satu-satunya sel imunokompeten
yang dibutuhkan dalam proses penyakit. Namun, tampaknya hanya satu subset sel CD4 + T yang
bertanggung jawab untuk induksi penyakit.

CD4 + T yang mengandung alloantigen RT6 tidak ada pada tikus BB yang rawan diabetes
dan tampaknya melindungi tikus AO dari diabetes yang diinduksi MLD-STZ (Greineh et al.,
1987). Down-regulasi respon autoimun diabetes oleh sel limpa yang berasal dari hewan yang
diobati dengan bahan ajuvan juga dapat dijelaskan oleh subset sel CD4 + sela (Ulaeto et al.,
1992). Tingkat tinggi sitokin tipe THI IL-2 dan interferon g ditemukan berkorelasi atau / dan
untuk meningkatkan induksi diabetes autoimun pada model eksperimen (Fowell et al., 1991;
Campbell et al., 1991). Sel tipe TH-1, dan khususnya produk mereka IFN-g, mengaktifkan
makrofag. Pada hewan, model studi mikroskop elektron DM tipe 1 dari pankreata menunjukkan
bahwa makrofag adalah tipe sel pertama yang menyerang pulau kecil (Kolb-Bachofen et al.,
1988). Penelitian in vitro dan studi tentang pankreas perfusi menunjukkan bahwa Interleukin 1
(IL-1) dan tumor necrosis factor (TNFa), dua sitokin yang terutama diproduksi oleh makrofag,
menginduksi perubahan struktural sel β dan penekanan kapasitas melepaskan insulin mereka
(Mandrup-Poulsen et al., 1987). Namun, tampaknya IL-1 dan TNF tidak berkontribusi secara
lumayan terhadap aktivitas sitotoksik makrofag (Kroncke et al., 1991). Interferon g juga
merupakan aktivator makrofag yang kuat untuk sintesis oksida nitrat. Baru-baru ini, bukti telah
diberikan yang menunjukkan bahwa aktivitas NO synthase terlibat dalam pengembangan
diabetes (Lukic et al., 1991). Data ini menunjukkan, untuk pertama kalinya, oksida nitrat dapat
menjadi faktor patogen dalam autoimunitas dan menyarankan suatu kemungkinan bahwa agen
imunofarmakologis kelas baru, yang mampu memodulasi sekresi oksida nitrat dapat diuji dalam
pencegahan pengembangan DM tipe 1 (Kolb dan KolbBachofen, 1992).

Patogenesis KAD

Kombinasi dari defisiensi insulin absolute atau relatif dan peningkatan kadar hormon kontra
regulator (glucagon, katekolamin, kortisol, hormon pertumbuhan, dan somatostatin) akan
mengakibatkan akselerasi kondisi katabolik dan inflamasi berat dengan akibat peningkatan
produksi glukosa oleh hati dan ginjal (via glikogenolisis dan glukoneogenesis) dan gangguan
utulisasi glukosa di perifer yang berakibat hiperglikemia dan hiperosmolaritas. Defisiensi insulin
dan peningkatan hormone kontra regulator terutama epinefrin juga mengaktivasi hormone lipase
sensitif pada jaringan lemak yang mengakibatkan peningkatan lipolisis. Peningkatan lipolisis dan
ketogenesis akan memicu ketonemia dan asidosis metabolik. Populasi benda keton utama terdiri
dari 3-Beta hidroksibutirat, asetoasetat dan aseton. Sekitar 75-85% benda keton terutama adalah
3-Beta hidroksibutirat, sementara aseton sendiri sebenarnya tidak terlalu penting. Walaupun
sudah dibentuk benda keton untuk sumber energi, sel-sel tubuh tetap masih lapar dan terus
membentuk glukosa.

Hiperglikemia dan hiperketonemia menyebabkan diuresis osmotic, dehidrasi, dan kehilangan


elektrolit. Perubahan tersebut akan memicu lebih lanjut hormone stress sehingga akan terjdi
perburukan hiperglikemia dan hiperketonemia. Jika lingkaran setan tersebut tidak diinterupsi
dengan pemberian insulin dan cairan, maka akan terjadi dehidrasi berat dan asidosis metabolik
yang fatal. Ketoasidosis akan diperburuk oleh asidosis laktat akibat perfusi jaringan yang buruk.

Defisiensi insulin relatif terjadi akibat konsentrasi hormone kontra regulator yang mengikat
sebagai reseptor terhadap kondisis stres seperti sepsis, trauma, penyakit gastrointestinal yang
berat, infark miokard akut, stroke, dan lain-lain. Dengan adanya kondisi stres metabolic tertentu,
keberadaan insulin yang biasanya cukup untuk menekan lipolisis menjadi tidak cukup secara
relative karena dibutuhkan lebih banyak insulin untuk metabolisme dan menekan lipolisis.

g. Apa komplikasi yang mungkin akan ditimbulkan oleh penyakit tersebut?

Komplikasi DM tipe-1 dapat digolongkan sebagai komplikasi akut dan komplikasi kronik baik
reversibel maupun ireversibel. Sebagian besar komplikasi akut atau jangka pendek bersifat
reversibel sedangkan yang kronik bersifat ireversibel, tetapi perjalanan penyakitnya dapat
diperlambat melalui tata laksana yang optimal. Berdasarkan hasil DCCT, dapat disimpulkan
bahwa komplikasi kronik pada penderita DM tipe-1 dapat dihambat secara bermakna dengan
kontrol metabolik yang baik. Perbedaan HbA1c sebesar 1% sudah mengurangi risiko komplikasi
sebanyak 25-50%.
Komplikasi jangka pendek
Komplikasi jangka pendek yang sering terjadi adalah hipoglikemia dan ketoasidosis diabetik.
Komplikasi jangka panjang
Komplikasi diabetes pada sistem pembuluh darah dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas
yang berarti. Komplikasi jangka panjang ini terjadi akibat perubahan mikrovaskuler dan
makrovaskular. Komplikasi mikrovaskular meliputi retinopati, nefropati yang diawali dengan
mikroalbuminuria, dan neuropati. Sedangkan yang termasuk komplikasi makrovaskular adalah
penyakit arteri koroner, penyakit serebrovaskular, dan penyakit pembuluh darah perifer.

h. Apa saja pemeriksaan Gold standar untuk mendiagnosis penyakit pada kasus?

Penderita DM dapat kadar glukosa darah demi mencari keberhasilan terapi dengan menggunakan
alat Glukometer. Pemeriksaan kadar glukosa darah dapat dilakukan dengan berbagai metode
heksokinase, glukosa oksidase dan glukosa dehidrogenase. Metode hexokinase, Yang merupakan
standar emas pemeriksaan kadar glukosa darah, menggunakan bahan pemeriksaan dan vena dan
sering dilakukan di laboratorium.

i. Apa saja faktor rsiko pada kasus ini?

Faktor risiko DM tipe 1

Usia dan jenis kelamin


DM tipe 1 paling banyak terjadi pada usia 2,4,-6, dan 10-14 tahun.. insidens DM tipe 1 menurun
pada penduduk usia 30 tahun ke atas, Menurut kelompok usia, DM Tipe1 lebih banyak terjadi
pada laki-laki

Factor genetic

Riwayat keluarga

Di Amerika Serikat risiko terkena DM tipe 1 pada penduduk usia 15 tahun adalah 1:400. Risiko
ini meningkat menjadi 1:40 pada penduduk yang ayahnya menderita DM tipe 1. Risiko
penduduk yang saudara kandungnya menderita DM tipe 1 adalah 1:!2 sampai 1:35

Gen kandidat

Risiko terkena DM tipe 1 meningkat pada individu yang memiliki genotop HLA-DR3/4,
DQB1*0302. Diperkirakan sebanyak 30-40 penderita DM tipe 1 dan 2,2% populasi mempunyai
genotip ini (inzucchi, Porte, Sherwin, dam Baron, 2005)

Adanya kecenderungan genetic untuk mengidap DM tipe 1 disebabkan oleh lokus genetic
tertentu yang merupakan bagian dari gen kompleks histokompatibilitas, hal tersebut
mengendalikan pengenalan antigen oleh sistem imun. Pembentukan antibody menyebabkan
terjadi destruksi sel beta disebabkan oleh hilangnya toleransi terhadap diri sendiri (Corwin,2008)

Virus

salah satu factor penyebab yang mungkin adalah infeksi virus seperti gondongan, rubella, atau
sitomegalovirus (Corwin,2008)

Obat

Pajanan obat tertentu dapat memicu terjadi reaksi autoimmune pada penderita DM tipe 1
(Corwin,2008)

j. Bagaimana diagnosis banding terhadap kasus (DM1 dan DM2)?

- kistik fibrosis

- DM tipe 1

- Ketoacidosis diabetic
- drug-induced glucose intolerance

- gestational diabetic

- glucose intolerance

- pancreatitis
IV.Keterbatasan Ilmu Pengetahuan

What I Don’t What I Have To


No Pokok Bahasan What I Know
Know Prove
 Definition - - penyebab DM tipe
 Etiologi 1
 Factor
resiko
DM tipe 1  Patofisiolo
1.
gi
 Gejala
klinis
 Tatalaksan
a
 Interpretas  -  Hubungan hasil
Pemeriksaan i pemeriksaan
2.
Fisik fisik dengan
DM tipe 1
 Interpretas -  Hubungan hasil
Pemeriksaan i pemeriksaan
3.
Lab lab dengan DM
tipe 1
V. Sintesis

1. DM tipe 1

Definisi

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang dapat disebabkan berbagai macam
etiologi, disertai dengan adanya hiperglikemia kronis akibat gangguan sekresi insulin atau
gangguan kerja dari insulin, atau keduanya. Sedangkan Diabetes Mellitus tipe 1 lebih
diakibatkan oleh karena berkurangnya sekresi insulin (defisiensi insulin) akibat kerusakan sel β-
pankreas yang didasari proses autoimun.Gambaran sentral adalah insulinopenia. Reseptor insulin
pada umumnya normal, bahkan mungkin kualitas dan efektivitasnya lebih baik (up-regulated),
tetapi tanpa insulin, maka glukosa tidak dapat masuk ke intraseluler. Istilah diabetes mellitus
berasal dari bahasa Yunani yaitu diabetes yang berarti “sypon” menunjukan pembentukan urine
yang berlebihan, dan mellitus berasal dari kata “meli” yang berarti madu.

Etiologi

Etiologi DM tipe 1 diakibatkan oleh kerusakan sel beta pankreas karena paparan agen
infeksi atau lingkungan, yaitu racun, virus (rubella kongenital, mumps, coxsackievirus dan
cytomegalovirus) dan makanan (gula, kopi, kedelai, gandum dan susu sapi). Beberapa teori
ilmiah yang menjelaskan penyebab diabetes mellitus tipe 1 sebagai berikut:

1. Hipotesis sinar matahari


Teori yang paling terakhir adalah "hipotesis sinar matahari," yang menyatakan
bahwa waktu yang lama dihabiskan dalam ruangan, dimana akan mengurangi paparan
sinar matahari kepada anak-anak, yang akan mengakibatkan berkurangnya kadar vitamin
D. Bukti menyebutkan bahwa vitamin D memainkan peran integral dalam sensitivitas
dan sekresi insulin (Penckofer, Kouba, Wallis, & Emanuele, 2008). Berkurangnya kadar
vitamin D, dan jarang terpapar dengan sinar matahari, dimana masing-masing telah
dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes mellitus tipe 1.

2. Hipotesis higiene "Hipotesis kebersihan"


Teori ini menyatakan bahwa kurangnya paparan dengan prevalensi patogen,
dimana kita menjaga anak-anak kita terlalu bersih, dapat menyebabkan hipersensitivitas
autoimun, yaitu kehancuran sel beta yang memproduksi insulin di dalam tubuh oleh
leukosit. Dalam penelitian lain, peneliti telah menemukan bahwa lebih banyak eksposur
untuk mikroba dan virus kepada anak-anak, semakin kecil kemungkinan mereka
menderita penyakit reaksi hipersensitif seperti alergi. Penelitian yang berkelanjutan
menunjukkan bahwa "pelatihan" dari sistem kekebalan tubuh mungkin berlaku untuk
pencegahan tipe 1 diabetes (Curry, 2009). Kukrija dan Maclaren menunjukkan bahwa
pencegahan diabetes tipe 1 mungkinyang akan datang melalui penggunaan
imunostimulasi, yakni memaparkankan anak-anak kepada bakteri dan virus yang ada di
dunia, tetapi yang tidak menyebabkan efek samping imunosupresi.

3. Hipotesis Susu Sapi


Teori ini menjelaskan bahwa eksposur terhadap susu sapi dalam susu formula
pada 6 bulanpertama pada bayi dapat menyebabkan kekacauan pada sistem kekebalan
tubuh dan meningkatkan risiko untuk mengembangkan diabetes mellitus tipe 1 di
kemudian hari. Dimana protein susu sapi hampir identik dengan protein pada permukaan
sel beta pankreas yang memproduksi insulin, sehingga mereka yang rentan dan peka
terhadap susu sapi maka akan direspon oleh leukosit, dan selanjutnya akan menyerang sel
sendiri yang menyebabkan kerusakan sel beta pankreas sehingga terjadi dibetes mellitus
tipe 1. Peningkatan pemberian ASI di 1980 tidak menyebabkan penurunan terjadinya
diabetes tipe 1, tetapi terjadi peningkatan dua kali lipat diabetes mellitus tipe 1. Namun,
kejadian diabetes tipe 1 lebih rendah pada bayi yang diberi ASI selama 3 bulan (Ekoe,
Zimmet, &Williams, 2001).

4. Hipotesis POP
Hipotesis ini menjelaskan bahwa eksposur terhadap polutan organik yang
persisten (POP) meningkatkan risiko kedua jenis diabetes. Publikasi jurnal oleh Institut
Nasional Ilmu Kesehatan Lingkungan menunjukkan peningkatan yang signifikan secara
statistik dalam tingkat rawat inap untuk diabetes dari populasi yang berada di tempat
Kode ZIP yang mengandung limbah beracun (Kouznetsova, Huang, Ma, Lessner, &
Carpenter, 2007).

5. Hipotesis Akselerator
Sebuah teori yang menunjukkan bahwa tipe 1 diabetes merupakan bagian
sederhana dari kontinum yang sama dari tipe 2, tetapi muncul lebih dulu. Hipotesis
akseleratormenyatakan bahwa peningkatan berat dan tinggi anak-anak pada abad
terakhir ini telah "dipercepat", sehingga kecenderungan mereka untuk mengembangkan
tipe 1 dengan menyebabkan sel beta di pankreas di bawah tekanan untuk produksi
insulin. Beberapa kelompok mendukung teori ini, tetapi hipotesis ini belum merata
diterima oleh profesional diabetes (O'Connell, Donath, & Cameron, 2007).

Faktor Risiko
Faktor risikodiabetes mellitus tipe 1 yang diketahui, antara lain:
1. Riwayat keluarga.
Orang-orang yang memiliki orang tua atau saudara kandung dengan riwayat diabetes tipe
1 memiliki sedikit peningkatan risiko untuk mengembangkan kondisi yang sama.
2. Gen.
Kehadiran gen tertentu menunjukkan peningkatan risiko untuk mengembangkan diabetes
tipe 1. Dalam beberapa kasus biasanya melalui uji klinis. Pengujian genetik dapat
dilakukan untuk menentukan apakah seorang anak dengan riwayat keluarga diabetes tipe
1 memiliki peningkatan risiko untuk mengembangkan kondisi yang sama.
3. Viral eksposur (paparan terhadap virus).
Paparan virus Epstein-Barr, coxsackievirus, gondok atau sitomegalovirus dapat memicu
kerusakan autoimun pada sel-sel islet, atau virus dapat secara langsung menginfeksi sel-
sel islet.
4. Tingkat vitamin D yang rendah.
Penelitian menunjukkan bahwa vitamin D dapat memberi perlindungan terhadap diabetes
tipe 1. Namun, asupan susu sapi yang terlalu dini – yang merupakan sumber umum dari
vitamin D - telah dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes tipe 1.
5. Faktor makanan lain.
Meminum air yang mengandung nitrat dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 1. Masa
pengenalan sereal ke dalam menu makanan bayi juga dapat mempengaruhi risiko
diabetes tipe 1. Suatu percobaan klinis menemukan bahwa usia antara 4 - 7 bulan
tampaknya menjadi waktu yang paling optimal untuk memperkenalkan sereal. Studi lain
menemukan bahwa jenis susu formula bayi yang dikonsumsi juga dapat mempengaruhi
risiko diabetes terhadap anak tersebut. Penelitian ini menunjukkan bahwa jika bayi diberi
susu formula khusus –yang lebih mudah dicerna- (hydrosolate) ketika mereka berusia
antara 6 dan 8 bulan, daripada jenis susu formula sapi standar, maka risiko diabetes tipe 1
pada anak tersebut mungkin berkurang. Namun, studi ini tidak menemukan kaitan antara
susu formula sapi standar dengan perkembangan diabetes tipe 1.

Patofisiologi
Gejala Klinis
- Polidipsi, poliuria, polifagia, berat badan turun
- Hiperglikemia (≥ 200 mg/dl), ketonemia, glukosuria
Anak dengan DM tipe 1 cepat sekali menjurus ke dalam ketoasidosis diabetik yang disertai
atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik. Oleh
karena itu, pada dugaan DM tipe 1, penderita harus segera dirawat inap.

Diagnosis
- Anamnesis
- Gejala klinis
- Pemeriksaan Laboratorium :
 Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl dan 2 jam setelah makan > 200 mg/dl.
 Ketonemia, ketonuria.
 Glukosuria
Bila hasil meragukan atau asimtomatis, perlu dilakukan uji toleransi glukosa oral
(oral glucosa tolerance test).
 Kadar C-peptide.
 Marker imunologis : ICA (Islet Cell auto-antibody), IAA (Insulin auto-antibody),
Anti GAD (Glutamic decarboxylase auto-antibody).

Diagnosis Banding (Kausa) Diabetes Mellitus Tipe 1 (DMT1) meliputi sebagai berikut :
1. Destruksi otoimun. Adanya tipe HLA tertentu dan koinsidensi dengan penyakit otoimun
mendukung mekanisme patofisiologik DMT1.
2. Mediasi-virus. Diduga mekanismenya terjadi secara tidak langsung. Antibodi yang
ditujukan menyerang virus (biasanya paramyxovirus), bereaksi dengan dan menyebabkan
kerusakan sel B-pankreas.
3. Pankreatitis berulang. Pankreatitis rekuren akan menyebabkan kerusakan pada eksokrin
dan endokrin pankreas.
Penatalaksanaan

- Pada dugaan DM tipe-1 penderita harus segera rawat inap.


- Insulin
Dosis total insulin adalah 0,5 - 1 UI/kg BB/hari.
Selama pemberian perlu dilakukan pemantauan glukosa darah atau reduksi air kemih.
Gejala hipoglikemia dapat timbul karena kebutuhan insulin menurun selama fase
”honeymoon”. Pada keadaan ini, dosis insulin harus diturunkan bahkan sampai kurang
dari 0,5 UI/kg BB/hari, tetapi sebaiknya tidak dihentikan sama sekali.

- Diet
 Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usiapubertas
dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
1000 + (usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari
 Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55% karbohidrat,
10-15% protein (semakin menurun dengan bertambahnyaumur), dan 30-35%
lemak.
 Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan
kecil sebagai berikut :
 20% berupa makan pagi.
 10% berupa makanan kecil
 25% berupa makan siang.
 10% berupa makanan kecil.
 25% berupa makan malam.
 10% berupa makanan kecil.
 Pengobatan penyakit penyerta seperti infeksi dan lain-lain.

Komplikasi

Komplikasi jangka pendek (akut) yang sering terjadi : hipoglikemia dan ketoasidosis.
Komplikasi jangka panjang biasanya terjadi setelah tahun ke-5, berupa : nefropati, neuropati, dan
retinopati. Nefropati diabetik dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe 1.

Komplikasi Diabetes tipe 1 dapat mempengaruhi hampir setiap organ utama dalam tubuh anak
anda, termasuk jantung, pembuluh darah, saraf, mata dan ginjal. Kabar baiknya adalah bahwa
menjaga gula darah anak anda agar tetap dalam kisaran normal dapat mengurangi risiko
komplikasi.

Komplikasi jangka panjang dari diabetes tipe 1 biasanya berkembang secara bertahap. Akhirnya,
jika kadar gula darah tidak terkontrol dengan baik, maka komplikasi diabetes dapat
menimbulkan kegagalan organ atau bahkan mengancam jiwa.

1. Penyakit jantung dan pembuluh darah.


Diabetes akan meningkatkan risiko anak anda terhadap berbagai masalah kardiovaskular
di kemudian hari, termasuk penyakit arteri koroner yang disertai nyeri dada (angina),
serangan jantung, stroke, penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis) dan tekanan
darah tinggi.
2. Kerusakan saraf (neuropati).
Kelebihan gula bisa melukai dinding pembuluh darah kecil (kapiler) yang mensuplai
saraf anak anda, terutama di area kaki. Hal ini dapat menyebabkan kesemutan, mati rasa,
rasa terbakar atau nyeri. Kerusakan saraf biasanya terjadi secara bertahap, dan dalam
jangka waktu yang panjang.
3. Kerusakan ginjal (nefropati).
Diabetes dapat merusak sekelompok pembuluh darah kecil yang memfilter limbah dari
darah anak anda. Kerusakan pembuluh darah yang parah dapat menyebabkan gagal ginjal
atau penyakit ginjal (irreversible) stadium akhir, yang umumnya memerlukan dialisis
atau transplantasi ginjal.
4. Kerusakan mata.
Diabetes dapat merusak pembuluh darah pada retina (retinopati diabetik). Diabetic
retinopathy dapat menyebabkan kebutaan. Diabetes juga dapat menyebabkan katarak dan
peningkatan risiko glaukoma. • Kerusakan kaki. Kerusakan saraf pada kaki atau buruknya
aliran darah ke kaki dapat meningkatkan risiko berbagai komplikasi kaki. Jika tidak
diobati, (bahkan) luka dan lecet dapat berkembang menjadi infeksi yang serius.
5. Kondisi kulit.
Diabetes menyebabkan anak anda lebih rentan terhadap masalah kulit, termasuk infeksi
bakteri, infeksi jamur dan gatal-gatal.
6. Osteoporosis. Diabetes dapat menyebabkan kepadatan mineral tulang yang lebih rendah
dari kondisi normal, sehingga meningkatkan risiko anak anda terhadap osteoporosis
ketika ia tumbuh dewasa.
7. Masalah pada otak.
Meskipun alasan untuk keterkaitannya tidak jelas, namun orang dengan diabetes
memiliki peningkatan risiko terkena demensia dan penyakit Alzheimer.

Diagnosis dini dan pengobatan dini penting sekali untuk :

1. Mengurangi terjadinya gagal ginjal berat, yang memerlukan dialisis.


2. Menunda ”end stage renal disease” dan dengan ini memperpanjang umur penderita.

Adanya ’mikroalbuminuria’ merupakan parameter yang paling sensitif untuk identifikasi


penderita resiko tinggi untuk nefropati diabetik. Mikroalbuminuria mendahului
makroalbuminuria. Pada anak dengan DM tipe-1 selama > 5 tahun, dianjurkan skrining
mikroalbuminuria 1x/tahun. Bila tes positif, maka dianjurkan lebih sering dilakukan
pemeriksaan. Bila didapatkan hipertensi pada penderita DM tipe-1, biasanya disertai terjadinya
nefropati diabetik.

Tindakan : pengobatan hiperglikemia dan hipertensi (bila ada)

Pemantauan

Ditujukan untuk mengurangi morbiditas akibat komplikasi akut maupun kronis, baik dilakukan
selama perawatan di rumah sakit maupun secara mandiri di rumah, meliputi :

 Keadaan umum, tanda vital.kemungkinan infeksi.


 Kadar gula darah (juga dapat dilakukan di rumah dengan menggunakan glukometer)
setiap sebelum makan utama dan menjelang tidur malam hari.
 Kadar HbA1c (setiap 3 bulan).
 Pemeriksaan keton urine (terutama bila kadar gula > 250 mg/dl).
 Mikroalbuminuria (setiap 1 tahun).
 Fungsi ginjal.
 Funduskopi untuk memantau terjadinya retinopati (biasanya terjadi setelah 3-5 tahun
menderita DM tipe-1, atau setelah pubertas).
 Tumbuh kembang

Edukasi

Tujuan :

- Pengertian dan pemahaman


- Motivasi
- Skill penanganan DM tipe 1
- Sikap positif
- Kontrol metabolik yang baik
- Keputusan logis pada pengelolaan sehari – hari

Edukasi pertama -> di rumah sakit


Edukasi kelanjutan :
- Perkemahan
- Sekolah

Nasehat pada :
- Perjalanan jauh
- Alkoholik dan perokok

Aspek Psikososial
- Edukasi keluarga terhadap anak yang didiagnosis DMtipe I
- Pelatihan orangtua dalam merawat anak dengan DMtipe I
Nasehat pada keluarga penderita untuk tidak memberiperlindungan berlebih

Dasar kerja insulin

Insulin berperan penting pada berbagai proses biologis dalam tubuh terutama metabolisme
karbohidrat. Hormon ini sangat krusial perannya dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir
seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak, dan hepar.

Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor
(insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membran sel. Ikatan antara insulin dan
reseptor akan menghasilkan semacam signal yang berguna bagi proses regulasi atau metabolisme
glukosa di dalam sel otot dan lemak, meskipun mekanisme kerja yang sesungguhnya belum
begitu jelas. Setelah berikatan, transduksi siyal berperan dalam meningkatkan kuantitas GLUT-4
( glucose transporter-4 ) dan selanjutnya juga mendorong penempatannya pada membran sel.
Proses sintesis dan translokasi GLUT-4 inilah yang bekerja memasukkan glukosa dari ekstra ke
intrasel untuk selanjutnya mengalami metabolism. Untuk mendapatkan proses metabolisme
glukosa normal, selain diperlukan mekanisme serta dinamika sekresi yang normal, dibutuhkan
pula aksi insulin yang berlangsung normal. Rendahnya sensitivitas atau tingginya resistensi
jaringan tubuh terhadap insulin merupakan salah satu faktor etilogi terjadinya diabetes,
khususnya diabetes tipe 2.

Baik atau buruknya regulasi glukosa darah tidahk hanya berkaitan dengan metabolisme glukosa
di jaringan perifer, tapi juga di jaringan di mana GLUT-2 berfungsi sebagai kendaraan
pengangkut glukosa melewati membrana sel ke dalam sel. Dalam hal inilah jaringan hepar ikut
berperan daiam mengatur homeostasis glukosa tubuh. Peninggian kadar glukosa darah puasa,
lebih ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa secara endogen yang berasal dari proses
glukoneogenesis dan glikogenolisis di jaringan hepar, Kedua proses ini berlangsung secara
normal pada orang sehat karena dikontrol oleh hormon insulin. Manakala Jaringan (hepar)
resistensi terhadap insulin, maka efek inhibisi tersebut terhadap mekanisme produk glukosa
endgen secara berlebihan menjadi tidak optimal. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin,
semakin rendah kemampuan inhibsinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan
semakin tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar.

Kombinasi dari defisiensi insulin absolute atau relatif dan peningkatan kadar hormon kontra
regulator (glucagon, katekolamin, kortisol, hormon pertumbuhan, dan somatostatin) akan
mengakibatkan akselerasi kondisi katabolik dan inflamasi berat dengan akibat peningkatan
produksi glukosa oleh hati dan ginjal (via glikogenolisis dan glukoneogenesis) dan gangguan
utulisasi glukosa di perifer yang berakibat hiperglikemia dan hiperosmolaritas. Defisiensi insulin
dan peningkatan hormone kontra regulator terutama epinefrin juga mengaktivasi hormone lipase
sensitif pada jaringan lemak yang mengakibatkan peningkatan lipolisis. Peningkatan lipolisis dan
ketogenesis akan memicu ketonemia dan asidosis metabolik. Populasi benda keton utama terdiri
dari 3-Beta hidroksibutirat, asetoasetat dan aseton. Sekitar 75-85% benda keton terutama adalah
3-Beta hidroksibutirat, sementara aseton sendiri sebenarnya tidak terlalu penting. Walaupun
sudah dibentuk benda keton untuk sumber energi, sel-sel tubuh tetap masih lapar dan terus
membentuk glukosa.

Hiperglikemia dan hiperketonemia menyebabkan diuresis osmotic, dehidrasi, dan kehilangan


elektrolit. Perubahan tersebut akan memicu lebih lanjut hormone stress sehingga akan terjdi
perburukan hiperglikemia dan hiperketonemia. Jika lingkaran setan tersebut tidak diinterupsi
dengan pemberian insulin dan cairan, maka akan terjadi dehidrasi berat dan asidosis metabolik
yang fatal. Ketoasidosis akan diperburuk oleh asidosis laktat akibat perfusi jaringan yang buruk.

Defisiensi insulin relatif terjadi akibat konsentrasi hormone kontra regulator yang mengikat
sebagai reseptor terhadap kondisis stres seperti sepsis, trauma, penyakit gastrointestinal yang
berat, infark miokard akut, stroke, dan lain-lain. Dengan adanya kondisi stres metabolic tertentu,
keberadaan insulin yang biasanya cukup untuk menekan lipolisis menjadi tidak cukup secara
relative karena dibutuhkan lebih banyak insulin untuk metabolisme dan menekan lipolisis.

Keluhan
Manifestasi klinis
 Dehidrasi, dengan derajat yang bervariasi. Dapat ditemukan takikardi, hipotensi, turgor
kulit menurun dan syok.
 Perubahan kesadaran dengan derajat yang bervariasi, mulai dari bingung sampai koma.
 Mual, muntah, nyeri perut.
 Pola napas Kussmaul.
 Gejala klasik DM berupa poliuria, polidipsi, serta penurunan berat badan.

Komplikasi

Komplikasi DM tipe-1 dapat digolongkan sebagai komplikasi akut dan komplikasi kronik baik
reversibel maupun ireversibel. Sebagian besar komplikasi akut atau jangka pendek bersifat
reversibel sedangkan yang kronik bersifat ireversibel, tetapi perjalanan penyakitnya dapat
diperlambat melalui tata laksana yang optimal. Berdasarkan hasil DCCT, dapat disimpulkan
bahwa komplikasi kronik pada penderita DM tipe-1 dapat dihambat secara bermakna dengan
kontrol metabolik yang baik. Perbedaan HbA1c sebesar 1% sudah mengurangi risiko komplikasi
sebanyak 25-50%.

Komplikasi jangka pendek


Komplikasi jangka pendek yang sering terjadi adalah hipoglikemia dan ketoasidosis diabetik.

Komplikasi jangka panjang


Komplikasi diabetes pada sistem pembuluh darah dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas
yang berarti. Komplikasi jangka panjang ini terjadi akibat perubahan mikrovaskuler dan
makrovaskular. Komplikasi mikrovaskular meliputi retinopati, nefropati yang diawali dengan
mikroalbuminuria, dan neuropati. Sedangkan yang termasuk komplikasi makrovaskular adalah
penyakit arteri koroner, penyakit serebrovaskular, dan penyakit pembuluh darah perifer. Masa
anak dan remaja merupakan perioda yang dapat digunakan untuk endukasi dan tata laksana
intensif untuk mencegah dan menunda komplikasi.
Komplikasi mikrovaskular
Retinopati menyebabkan kebutaan. Nefropati diabetik menyebabkan hipertensi dan gagal ginjal,
sedangkan neuropati menyebabkan nyeri, parestesia, kelemahan otot, dan disfungsi otonom.
Penapisan untuk mendeteksi komplikasi diabetes subklinis perlu dilakukan untuk mencegah
berlanjutnya komplikasi tersebut.
Prinsip utama untuk mencapai hasil yang baik adalah dengan mengusahakan kontrol glikemik
sedapat mungkin mendekati normal.
Penelitian the Diabetes Control and Complications Trial(DCCT) menemukan penurunan
kejadian komplikasi mikrovaskular secara signifikan pada pasien-pasien yang melakukan terapi
intensif dibandingkan dengan yang menjalani terapi konvensional.

Tabel 3. Tahapan Pemeriksaan Penapisan Komplikasi Mikrovaskular


Komplikasi

Tabel 4. Tahapan Pemeriksaan Penapisan Komplikasi Mikrovaskular


berdasarkan ISPAD dan IDF.
• Tekanan darah antara persentil ke 90-95 dianggap sebagai pra-hipertensi (Tabel 5). Dalam
menentukan hipertensi pada anak digunakan table tekanan darah menurut tinggi badan dan jenis
kelamin seperti pada Tabel 5.
• ACE inhibitor direkomendasikan sebagai terapi hipertensi pada anak dan remaja. Dosis awal
kaptopril adalah 6,25 mg (dinaikkan sampai 12,5-25-75 mg sehari dalam dosis terbagi 2 atau 3
kali sehari) dan enalapril 5 mg (dinaikkan sampai 10-40 mg/ haridalam dosis terbagi 1atau 2 kali
sehari).

Tabel 5. Tekanan darah berdasar tinggi badan dan jenis kelamin


berdasarkan ISPAD dan IDF
Tabel 6. Tahapan Pemeriksaan Komplikasi Makrovaskular
berdasarkan ISPAD dan IDF

2. Pemeriksaan Fisik
a. Interpretasi

a. Anak gelisah  tidak normal, dapat disebabkan oleh takikardi dan pernapasan
kussmaul

b. tidak ada anemia, icterus maupun cyanosis  normal


c. Tekanan darah 100/70 mmHg;  tekanan darah (sistol) rendah, normal :
120/80 mmHg hingga 110/70 mmHg masih normal

d. Frekuensi Nadi 108 kali/menit  cepat—tidak normal, normal : 60-100


kali/menit

e. Kuat suhu 37,oC  normal (36,5-37,2o C)

f. Frekuensi napas 54 kali/ menit, cepat dan dalam  tidak normal, cepat dan
dalam (pernapasan kussmaul).

g. Tinggi badan 150cm, berat badan 35 kg  tidak normal, kurus

h. Perhitungan berat badan ideal (BBI) pada anak berusia 6-12 tahun : Menurut
(Arisman, 2004) BBI= (Usiax7 – 5) /2BBI = (12x7 – 5)/2 = 79/2= 39,5 kg

i. Status pubertas P2M3  normal, pada anak berusia 12 tahun P2 menunjukkan


pertumbuhan rambut di daerah pubis tahap 2 (Tahap II – rambut berbulu halus
yang jarang, panjang, berpigmen, lurus atau hanya sedikit keriting, muncul.
Rambut ini muncul di sepanjang labia). M3 menunjukkan perkembangan
payudara pada tahap 3 (Tahap III – Payudara dan areolae terus memperbesar,
meskipun mereka tidak menunjukkan pemisahan kontur.)

j. Pemeriksaan paru dan jantung tidak dapat kelainan  normal

k. Ada nyeri tekan abdomen yang tidak khas pada daerah gaster dan Mc Burner

l. Acral masih hangat  normal

b. Patofisologi
i. Takikardi

Hiperglikemia meningkatkan osmolalitas ekstraselular. Air diambil dari sel ke kompartemen


ekstraselular dan dehidrasi intraselular berikut. Hyperosmolality adalah penyumbang utama
status mental yang berubah, yang dapat menyebabkan koma1. Dehidrasi seluler dan kelebihan
asam juga bisa mempengaruhi status mental. Perkembangan dehidrasi total tubuh dan deplesi
natrium adalah hasil peningkatan output urin dan kehilangan elektrolit. Dengan hiperglikemia
yang ditandai, ambang glukosa serum untuk reabsorpsi glukosa pada ginjal 10mmol / L
terlampaui, dan glukosa diekskresikan dalam urin (glukosuria6). Glucosuria menyebabkan
kerugian air dan elektrolit yang wajib seperti sodium, potasium, magnesium, kalsium dan fosfat
(diuresis osmotik). Ekskresi anion keton juga berkontribusi pada diuresis osmotik6, dan
menyebabkan kerugian wajib tambahan kencing (garam natrium, kalium dan amonium).
Defisiensi insulin per se mungkin juga berkontribusi terhadap hilangnya air dan elektrolit ginjal,
karena insulin merangsang reabsorpsi garam dan air oleh reabsorpsi nefron dan fosfat di tubulus
proksimal. Asidosis dapat menyebabkan mual dan muntah dan ini menyebabkan hilangnya
cairan lebih lanjut. Ada peningkatan kehilangan cairan insidentil melalui respirasi Kussmaul.
Dehidrasi berat mengurangi aliran darah ginjal dan menurunkan filtrasi glomerulus8, dan
mungkin berlanjut pada syok hipovolemik. Untuk mempertahankan cardiac output maka jantung
memberikan kompensasi berupa meningkatkan kontraktilitas otot jantung dan detak jantung
menjadi lebih cepat. Detak jantung yang lebih cepat itulah yang disebut Takikardi.

ii. Kusmaul/napas cepat

Pernapasan Kussmaul adalah pola pernapasan yang sangat dalam dengan frekuensi yang normal
atau semakin kecil. , dan sering ditemukan pada penderita asidosis. Pernapasan ini merupakan
salah satu bentuk hiperventilasi. Pernapasan Kussmaul merupakan kompensasi pernapasan pada
asidosis metabolik, yang sering terjadi pada pasien diabetes pada ketoasidosis diabetikum.
Tekanan parsial karbon dioksida di dalam tubuh menurun karena adanya tekanan yang
meningkat pada pernapasan. Pola pernapasan ini membuang banyak karbon dioksida. Pasien
akan merasa ingin cepat untuk menarik napas secara mendalam, dan tampaknya terjadi secara tak
sadar. Kelak, asidosis metabolik akan menyebabkan hiperventilasi, namun sebelumnya
pernapasan akan cenderung cepat dan dangkal. Pernapasan Kussmaul akan muncul ketika
asidosis semakin parah. Jadi, pernapasan ini juga dapat menandakan tingkat keparahan penyakit,
terutama pada pasien diabetes, ketika pasien mengalami ketoasidodis diabetikum.

3. Pemeriksaan Lab
a. Interpretasi

Kadar gula darah acak:


urin reduksi +4: urin yang mengandung glukosa lebih dari 300 mg/dl atau besar dari 3,5%
glukosa. Warnanya merah bata
Keton urin +3: sangat valid mengandung keton
Hb: normal
Leukosit: naik
Trombosit: normal
Analisa gas darah pH: asidosis
HCO3-: ketoasidosis
HbA1C: diabetes

b. Patofisiologi
i. Gula darah naik

Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan Diabetic Ketoacidosis (DKA)
adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan
gangguan metabolik yang ditemukan pada DKA (diabetic ketoacidosis) adalah tergolong
konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin diantaranya akan dikonversi
(dirubah) menjadi ketone, menimbulkan ketonnaemia, asidosis metablik dan ketonuria.
Glycosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan
elektrolite-seperti sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrasi, bila
terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan shock
hypofolemik. Asidodis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan
derajad ventilasi (peranfasan Kussmaul). Muntah- muntah juga biasanya sering terjadi dan akan
mempercepat kehilangan air dan elektrolite. Sehingga, perkembangan DKA adalah merupakan
rangkaian dari iklus interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu
pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid normal.

ii. Keton urine

Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan Diabetic Ketoacidosis (DKA)
adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan
gangguan metabolik yang ditemukan pada DKA (diabetic ketoacidosis) adalah tergolong
konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin diantaranya akan dikonversi
(dirubah) menjadi ketone, menimbulkan ketonnaemia, asidosis metablik dan ketonuria.
Glycosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan
elektrolite-seperti sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrasi, bila
terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan shock
hypofolemik. Asidodis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan
derajad ventilasi (peranfasan Kussmaul). Muntah- muntah juga biasanya sering terjadi dan akan
mempercepat kehilangan air dan elektrolite. Sehingga, perkembangan DKA adalah merupakan
rangkaian dari iklus interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu
pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid normal.

iii. Leukosit

Berdasarkan skenario hasil lab Ayu menunjukkan kadar leukosit 20.100mm3, kadar leukosit
normal pada anak-anak adalah 9000-12.000/mm3 (Sumber.Laboratorium Kesehatan).
Terjadinya peningkatan kadar leukosit yang dialami oleh Ayu bisa menandakan bahwa didalam
tubuhnya sedang terjadi proses infalamasi untuk melawan gangguan yang terjadi, dalam hal ini
gangguan tersebut adalah ketidakmampuan pankreas untuk memproduksi insulin sesuai kadar
normal. Ketidakmampuan produksi tersebut diduga akibat telah terjadi kerusakan pada sel beta
pankreas yang dapat disebabkan oleh gangguan autoimun maupun idiopatik tergantung dari
pemeriksaan lebih lanjut dan sesuai dengan kondisi Ayu. Gangguan autoimun tersebut memicu
tubuh untuk melakukan upaya pertahanan dengan meningkatkan kadar leukosit. Adapaun
autoantibodi yang berkaitan dengan diabetes diantaranya, glutamicacid decarboxylase 65
autoantibodies (GAD); tyrosine phosphatase-like insulinoma antigen 2 (IA2); insulin
autoantibodies (IAA); dan beta-cell-specific zinc transporter 8 autoantibodies (ZNT8).

iv. HCO3

Berdasarkan skenario hasil lab Ayu menunjukkan kadar HCO3 12 mmol/L, kadar normal
seharusnya adalah dalam rentang 22-26 mmol/L.
Hasil analisa gas darah HCO3 biasanya dilakukan untuk menggambarkan apakah telah terjadi
gangguan metabolisme, seperti ketoasidosis. Nilai yang rendah menggambarkan asidosis
metabolik dan nilai yang tinggi menandakan alkalosis metabolik. HCO3 juga dapat menjadi
abnormal ketika ginjal mengkompensasi gangguan pernapasan agar pH kembali dalam rentang
yang normal.
Terjadinya penurunan kadar HCO3 yang dialami oleh Ayu menandakan bahwa Ia telah
mengalami asidosis metabolik. Penyebab asidosis metabolik umumnya dibagi menjadi 2
kelompok yaitu selisih anion yang normal atau meningkat. Penyebab asidosis metabolik dengan
selisih anion yang tinggi adalah peningkatan anion tak terukur seperti asam sulfat, asam fosfat,
asam laktat, dan asam-asam organik lainnya. Apabila asidosis disebabkan oleh kehilangan
bikarbonat (seperti diare), atau bertambahnya asam klorida maka selisih anion akan normal.
Sebaliknya, jika asidosis disebabkan oleh peningkatan produksi asam organik (seperti asam
laktat pada syok sirkulasi) atau retensi asam sulfat dan asam fosfat maka selisih anion akan
meningkat. Berdasarkan skenario, penyebab asidosi metabolik tersebut adalah selisih anion
meningkat karena peningkatan produksi asam, yang memicu terjadinya ketoasidosis diabetik
karena tubuh memproduksi ketone bodies berupa beta hydroxibutirat.

v. HbA1C

HbA1c (Hemoglobin Adult 1c) adalah HbA1 yang terikat secara spesifik dengan glukosa pada
N-terminal valin dari rantai β membentuk pre-HbA1c yang tidak stabil (basa schiff) dan
selanjutnya melalui penyusunan kembali dengan reaksi “Amadori” membentuk HbA1c
(ketoamin) yang stabil (Hardjoeno, 2003)

Mekanisme pembentukan HbA1c yaitu dengan reaksi non enzimatik dari glukosa dengan
Hb di dalam sel darah merah (Reaksi Maillard), Membran eritrosit permeabel terhadap glukosa
dan pembentukan HbA1c tergantung konsentrasi glukosa darah Hilangnya HbA1c tergantung
umur eritrosit.
Proses glikosilasi non enzimatik, meliputi :

1. Glycated Hb disebut Glycohemoglobin, waktu paruhnya 120 hari.

2. Glycated albumin disebut Fructosamine, waktu paruhnya 7-23 hari.

3. Glycated fibrinogen, waktu paruhnya 4 hari.

4. Glycated lipoprotein.

Bila hasil HbA1c tidak sesuai dengan yang diharapkan perlu diingat adanya kemungkinan
Hbpathi, pada keadaan ini dianjurkan pemeriksaan fruktosamin (Martina, 2003).

Manfaat HbA1c selama ini digunakan untuk :

1. Monitoring kontrol glikemik jangka panjang.

2. Penyesuaian terapi.

3. Menilai kualitas perawatan Diabetes Melitus.

4. Memprediksi resiko komplikasi.

Kadar normal HbA1c antara 4 – 6 % dari total hemoglobin. Setiap kenaikan persentasi kadar
HbA1c seiring dengan kenaikan kadar glukosa darah sekitar 30 mg/dl atau 1.7 mmol/L. Bagi
penderita Diabetes kadar HbA1c antara 6.5 % - 7.5 % dinilai kontrol glukosa nya masih baik.
Jika nilai HbA1c melebhi batas normal, akan meningkatkan risiko terhadap komplikasi diabetes.
HbA1c sangat bermanfaat untuk memantau kadar glukosa darah dalam jangka panjang, sehingga
komplikasi DM dapat dikurangi (Santiago, 2003).

Data hasil penelitian Diabetes Control and Complication Trials (DCCT) 1993-2008
menunjukkan bahwa terapi intensif dengan menjaga rata rata kadar HbA1c < 7%, mengurangi
perkembangan komplikasi, diantaranya :

Retinopati 54% – 76 %

Nefropati 56%

Nefropati klinis 60%


UK Prospective Diabetes Study (UKPDS) 2008, menunjukkan hasil :

12% penurunan insiden yang terkait diabetes

10%penurunan insiden kematian yang terkait diabetes

6% penurunan semua penyebab mortality

25% penurunan risiko mikroalbuminuria

(American Diabetes Association, 2008)

Namun untuk saat ini manfaat HbA1c digunakan sebagai :

- Skrining maupun diagnosis Diabetes Melitus.

- Menghitung estimated average glucose (eAG). (Prodia, 2011).

Pemeriksaan glukosa darah hanya mencerminkan kadar glukosa darah pada saat diabetisi
diperiksa, tetapi tidak menggambarkan pengendalian diabetes jangka panjang (± 3 bulan). Meski
demikian, pemeriksaan glukosa darah tetap diperlukan dalam pengelolaan diabetes, terutama
untuk mengatasi permasalahan yang mungkin timbul akibat perubahan kadar glukosa darah
secara mendadak. Sehingga pemeriksaan HbA1c tidak dapat menggantikan maupun digantikan
oleh pemeriksaan glukosa darah, tetapi pemeriksaan ini saling menunjang untuk memperoleh
informasi yang tepat mengenai kualitas pengendalian diabetes seseorang (Tandra, 2008).

Adapun kadar rata-rata glukosa darah dapat dihitung dengan rumus Nathan & Singer, yaitu :

Kadar rata-rata glukosa(mg/dl) = 33,3 x Hba1c(%) – 86

(Rumus ini hanya digunakan bila kadar HbA1c lebih dari normal) (Hardjeono, 2003). Korelasi
HbA1c dengan kontrol metabolik hanya sesuai pada keadaan normal red cell. Perdarahan
akut/kronik meningkatkan produksi sel darah merah muda sehingga HbA1c menurun (Martina,
2003).

Hal-hal yang mempengaruhi kadar HbA1c :


Pematangan eritrosit dalam sumsum tulang berlangsung sekitar 7 hari. Dalam peredaran darah
perifer inti umumnya sudah hilang. Eritrosit yang bersirkulasi mempunyai waktu paruh sekitar
120 hari (Kosasih, 2008). Pada tes HbA 1c, kadar glukosa tidak dipengaruhi oleh fluktuasi
glukosa harian (Hardjoeno, 2003).

Adapun hal-hal yang menyebabkan penurunan kualitas hidup eritrosit dapat juga menurunkan
presentasi kadar HbA1c seperti anemia hemolitik atau penyebab hemolitik lain, kehamilan,
perdarahan akut dan kronik, dll Pada tes HbA1c ini hindari sampel yang hemolisis, sampel
hemolisis dengan kadar > 3 g/100ml akan mempengaruhi tes (Hardjoeno, 2003).

Pemeriksaan ini mungkin akan menunjukkan hasil yang abnormal pada orang dengan penyakit
yang mempengaruhi hemoglobin, seperti anemia. Kondisi lain yang dapat mempengaruhi
hasil pemeriksaan HbA1c termasuk konsumsi suplemen seperti vitamin C dan E serta seseorang
yang memiliki kadar kolesterol tinggi, penyakit ginjal dan penyakit hati.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan HbA1c secara umum, meliputi :

1. Hiperglikemia akut.

2. Anemia

3. Gestational diabetes

4. Waktu paruh eritrosit.

5. Hemoglobin abnormal (Hb-S, Hb-C)

6. Lipemik serum, meningkatnya trigliserida

7. Pemilihan metode

Namun suatu keadaan hiperglikemia akibat stess, misalnya pada infark jantung atau stroke sering
sulit dibedakan dari hiperglikemia akibat Diabetes Mellitus tetapi dengan data pemeriksaan
HbA1c dapat diketahui hiperglikemia karena stress tidak diikuti dengan peningkatan kadar
HbA1c. Adapun hasil pemeriksaan HbA1c tidak dipengaruhi oleh asupan makanan, obat maupun
olahraga, maka pemeriksaan dapat dilakukan kapan saja tanpa perlu persiapan
khusus. (Human,2011).

Keterkaitan HbA1c dengan Diabetes Mellitus

Kegiatan pemeriksaan laboratorium dalam perannya untuk mendukung pengelolaan


diabetes melitus dapat berfungsi sebagai penyaring penyakit (screening), diagnostik dan
pemantauan pengendalian. Diagnosis diabetes melitus harus didasarkan atas pemeriksaan kadar
glukosa darah dan tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam
menentukan diagnosis diabetes melitus harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan
cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis diabetes melitus, pemeriksaan yang dianjurkan
adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan serum (plasma vena).
Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole
blood), vena atau kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda
sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk tes saring (screening) dan pemantauan hasil pengobatan
(pengendalian diabetes melitus) dapat menggunakan bahan darah kapiler (Soegondo, S., 2007).

Adapun kriteria Pre-Diabetes yaitu :

1. Glukosa Darah Puasa Terganggu :

Kadar Glukosa Darah Puasa 100-125 mg/dl.

2. Toleransi Glukosa Terganggu :

Kadar Glukosa 2 jam PP 140-199 mg/dl

Belum
Bukan
Pasti DM
Tes DM
DM
(mg/dl)
(mg/dl)
(mg/dl)

GDS

- < 110 110 - ³ 200


Plasma < 90 199 ³ 200
vena
90 - 99
- Darah
kapiler

GDP

-
Plasma 110 -
< 100 ³ 126
vena 125
< 90 ³ 110
- Darah 90 - 109
kapiler

(Persatuan Endokrinologi Indonesia., 2006)

vi. C peptide
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan
oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan
pada sei beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan ke dalam darah
sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Sintesis
insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin ) pada
retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase,
preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang
kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (ecretory vesicles ) dalam
sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin
diurai menjadi insulin dan peptida—C (C-peptide) yang keduanya sudah siap
untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel. Pada penyandang
Diabetes Melitus Tipe 1, sel Beta Pankreas tidak mampu memproduksi insulin
dari proinsulin maka C peptide pun tidak terbentuk atau hanya sedikit
terbentuk. Jumlahnya ekuivalen dengan jumlah insulin.
VI. Kerangka Konsep
VII. Kesimpulan
Ayu anak usia 12 tahun mengalami KAD.

Daftar Pustaka

IDAI. 2015. Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe I. http://www.idai.or.id/wp-


content/uploads/2016/06/Konsensus%20Endokrin%20DM%20tipe%201%20(2015).pdf, diakses
pada 11 Januari 2018, pk. 09.22 WIB.

NICE Guideline 18. 2015. Diabetes (type 1 and type 2) in children and young people: Diagnosis
and management. RCOG Press: London

IDAI. 2017. Diagnosis dan Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak dan Remaja.
Diakses pada laman [http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-
content/uploads/2017/03/Panduan-Praktik-Klinis-Diagnosis-dan-Tata-Laksana-
Diabetes-Melitus-tipe-1-Anak-Remaja.pdf] tanggal 10 Januari 2018
Info Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. 2014. “Waspada Diabetes: Eat Well Live Well”
diakses pada laman
[http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
diabetes.pdf] tanggal 10 Januari 2018
Price, Sylvia A. dan Lorraine M.Wlison. 2014. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.
UKK Endokrinologi Anak dan Remaja IDAI. 2015. “Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes
Mellitus Tipe 1”. Diakses pada laman [http://www.idai.or.id/wp-
content/uploads/2016/06/Konsensus%20Endokrin%20DM%20tipe%201%20(2015).
pdf] tanggal 10 Januari 2018
Gotera, W. 2010. Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetikum (KAD).
https://ojs.unud.ac.id/index.php/jim/article/view/3948/2940, diakses pada 11 Januari 2018, pk. 10.50
WIB

Homenta, H. 2012. Diabetes Mellitus tipe I.


http://aulanni.lecture.ub.ac.id/files/2012/04/MAKALAH-DIABETES-MELITUS-TIPE-I.pdf,
diakses pada 11 Januari 2018, pk. 09.12 WIB

Anda mungkin juga menyukai