Disusun Oleh :
Kelompok 6
1. Wardayani (11020170072)
2. Anisa Suryani (11020170074)
3. Rifka Yusraeni (11020170075)
4. A.Ayu Pratiwi NZ (11020170076)
5. Murni Aswiranti Putri (11020170077)
6. M. Avizena Ilhami.S (11020170078)
7. Andi Nurul Hikmah R (11020170079)
8. Nadya Nur Aqilah (11020170080)
9. Sri Ainun Zainal Siddiq (11020170081)
10. Pryantama Saputra Tuna (11020170082)
TUTOR : dr.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga laporan hasil tutorial ini dapat terselesaikan dengan
baik. Dan tak lupa kami kirimkan salam dan shalawat kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam yang penuh kebodohan
ke alam yang penuh kepintaran. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada pihak yang telah membantu membuat laporan ini serta kepada tutor
yang telah membimbing kami selama proses tutorial berlangsung. Semoga
laporan hasil tutorial ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak yang telah
membaca laporan ini dan khusunya bagi tim penyusun sendiri. Semoga
setelah membaca laporan ini dapat memperluas pengetahuan pembaca
mengenai BERCAK PUTIH PADA KULIT
Kelompok 6
SKENARIO C
Seorang laki-laki umur 30 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan
muncul bercak putih di daerah lipat paha, berbentuk tidak merata disertai
gatal ringan. Bercak bulat kecil berdiameter 1–3 cm disertai sisik halus sejak
2 minggu yang lalu. Bercak putih ini dikelilingi bintik-bintik merah, tetapi
bagian tengah lesi kulit tampak tenang dan sisik halus.
A. KATA KUNCI
1. Seorang laki-laki umur 30 tahun
2. keluhan muncul bercak putih di daerah lipat paha
3. berbentuk tidak merata disertai gatal ringan
4. Bercak bulat kecil berdiameter 1–3 cm disertai sisik halus
5. Keluhan sejak 2 minggu yang lalu
6. Bercak putih ini dikelilingi bintik-bintik merah
7. Bagian tengah lesi kulit tampak tenang dan sisik halus.
B. PERTANYAAN
1. Definisi dari makula hipopigmentasi dan etiologinya
2. Patomekanisme makula hipopigmentasi, gatal dan central healing
3. Penyakit - penyakit infeksi tropis yang disebabkan oleh Jamur
4. Jelaskan langkah-langkah diagnosis sesuai skenario!
5. Apakah diagnosis banding pada skenario?
6. Bagaimana tindakan pencegahan pada skenario?
7. Apakah perspektif islam pada skenario ?
C. PEMBAHASAN
1. Definisi dari makula hipopigmentasi dan etiologinya
Etiologi bercak putih pada kulit
Ada beberapa penyebab terjadinya bercak putih, yaitu
1) Jamur
Beberapa jamur baik dermatofit dan nondermatofit dapat
menyebabkan bercak putih pada kulit. Jamur nondermatofit
seperti Malassezia furfur, yang dengan pemeriksaan morfologi
dan imunoflorensi indirek ternyata identik dengan Pityrosporum
orbiculare. Jamur ini dapat menyebaban penyakit Pityriasis
versicolor yang ditandai dengan adanya bercak putih dan gatal,
lebih tinggi (50%) di daerah tropis yang bersuhu hangat dan
lembab. Faktor-faktor yang dapat memicu pertumbuhan
abnormal M.furfur diantaranya adalah faktor eksogen meliputi
panas dan kelembaban. Hal ini merupakan penyebab sehingga
pitiriasis versicolor banyak di jumpai di daerah tropis dan pada
musim padan pada daerah subtropis. Faktor eksogen lain
adalah penutupan kulit oleh pakaian dan kosmetik. Faktor
endogen berupa malnutrisi, dermatitis seboroik, sindrome
chusing, terapi imunospuresan, hiperhidrosis dan riwayat
keluarga yang positif.
2) Bakteri
Pertumbuhan dan perkembangan bakteri dipengaruhi oleh tiga
faktor:
1. Port the entry dan fungsi pertahanan kulit
2. Pertahanan host dan respon inflamasi terhadap invasi
mikroba,
3. Zat-zat patogen yang dihasilkan oleh bakteri.
Patomekanisme Pruritus
Patogenesis
Mycobacterium leprae mempunyai patogenitas dan daya
invasi yang rendah karena penderita yang mengandung kuman
lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih berat,
bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat
infeksi dengan derajat penyakit disebabkan oleh respon imun
yang berbeda, yang menggugah reaksi granuloma setempat
atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif.
Oleh karena itu penyakit lepra dapat disebut sebagai penyebab
imunologik. Kelompok umur terbanyak terkena lepra adalah usia
25-35 tahun.
Onset lepra adalah membahayakan yang dapat
mempengaruhi saraf, kulit dan mata. Hal ini juga dapat
mempengaruhi mukosa (mulut, hidung dan faring), testis, ginjal,
otot-otot halus, sistem retikuloendotel dan endotelium pembuluh
darah.
Basil masuk kedalam tubuh biasanya melalui sistem
pernafasan, memiliki patogenisitas rendah dan hanya sebagian
kecil orang yang terinfeksi menimbulkan tanda-tanda penyakit.
Masa inkubasi M. leprae biasanya 3-5 tahun. Setelah memasuki
tubuh basil bermigrasi kearah jaringan saraf dan masuk kedalam
sel Schwann. Bakteri juga dapat ditemukan dalam makrofag,
sel-sel otot dan sel-sel endotel pembuluh darah.
Setelah memasuki sel Schwann atau makrofag, keadaan
bakteri tergantung pada perlawanan dari individu yang terinfeksi.
Basil mulai berkembangbiak perlahan (sekitar 12-14 hari untuk
satu bakteri membagi menjadi dua) dalam sel, dapat dibebaskan
dari sel-sel hancur dan memasuki sel terpengaruh lainnya. Basil
berkembang biak, peningkatan beban bakteri dalam tubuh dan
infeksi diakui oleh sistem imunologi serta limfosit dan histiosit
(makrofag) menyerang jaringan terinfeksi. Pada tahap ini
manifestasi klinis mungkin muncul sebagai keterlibatan saraf
disertai dengan penurunan sensasi dan atau skin patch. Apabila
tidak didiagnosis dan diobati pada tahap awal, keadaan lebih
lanjut akan ditentukan oleh kekuatan respon imun pasien.
Sitem Imun Seluler (SIS) memberikan perlindungan
terhadap penderita lepra. Ketika SIS spesifik efektif dalam
mengontrol infeksi dalam tubuh, lesi akan menghilang secara
spontan atau menimbulkan lepra dengan tipe Pausibasilar (PB).
Apabila SIS rendah, infeksi menyebar tidak terkendali dan
menimbulkan lepra dengan tipe Multibasilar (MB). Kadang-
kadang respon imun tiba-tiba berubah baik setelah pengobatan
atau karena status imunologi yang menghasilkan peradangan
kulit dan atau saraf dan jaringan lain yang disebut reaksi lepra
(tipe 1 dan 2).9
Klasifikasi Lepra
Menurut Kongres Internasional Madrid (1953), lepra
dibagi atas tipe Indeterminan(I), tipe Tuberculoid (T), tipe
Lepromatosa dan tipe Borderline (B). Ridley Jopling (1960)
membagi lepra kedalam berbagai tipe yaituIndeterminan (I),
Tuberculoid polar (TT), Borderline Tuberculoid (BT), Mid
Borderline (BB), Borderline Lepromatous (BL), dan
Lepromatosa polar (LL).
Tipe I tidak termasuk dalam spektrum. Tipe TT adalah
tipe tuberculoid polar yaitu tuberculoid 100% yang merupakan
tipe stabil sehingga tidak mungkin berubah tipe. Begitu juga
dengan tipe LL yang merupakan tipe lepromatosa polar, yaitu
lepramatosa 100% , mempunyai sifat stabil dan tidak mungkin
berubah lagi. BB merupakan tipe campuran yang terdiri atas
50% tuberculoid dan 50% lepromatosa. Pada tipe BT lebih
banyak tuberculoid, sedangkan pada tipe BL lebih banyak
lepromatosa. Tipe-tipe campuran ini adalah tipe yang labil yang
berarti bahwa dapat dengan bebas beralih tipe, baik ke arah tipe
TT maupun tipe LL.10
Menurut WHO pada 1981, lepra dibagi menjadi dua tipe
11
yaitu tipe Multibasilar (MB) dan tipe Pausibasilar (PB).
1. Lepra tipe PB ditemukan pada seseorang dengan SIS baik.
Pada tipe ini berarti mengandung sedikit kuman yaitu tipe
TT, tipe BT dan tipe I. Pada klasifikasi Ridley-Jopling
dengan Indeks Bakteri (IB) kurang dari 2+.
2. Lepra tipe MB ditemukan pada seseorang dengan SIS yang
rendah. Pada tipe ini berarti bahwa mengandung banyak
kuman yaitu tipe LL, tipe BL dan tipe BB. Pada klasifikasi
Ridley- Jopling dengan Indeks Bakteri (IB) lebih dari 2+.
Berkaitan dengan kepentingan pengobatan pada tahun 1987
telah terjadi perubahan yaitu lepra PB adalah lepra dengan BTA
negatif pada pemeriksaan kerokan jaringan kulit, yaitu tipe I, tipe
TT dan tipe BT menurut klasifikasi Ridley-Jopling. Apabila pada
tipe-tipe tersebut disertai BTA positif maka akan dimasukkan
kedalam lepra tipe MB. Sedangkan lepra tipe MB adalah semua
penderita lepra tipe BB, tipe BL dan tipe LL atau apapun
klasifikasi klinisnya dengan BTA positif, harus diobati dengan
regimen MDT (Multi Drug Therapy)-MB.
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala penyakit lepra tergantung pada
beberapa hal yaitu multiplikasi dan diseminasi kuman M. leprae,
respon imun penderita terhadap kuman M. leprae serta
komplikasi yang diakibatkan oleh kerusakan saraf perifer.
Karakteristik klinis kerusakan saraf tepi:
1. Pada tipe tuberculoid yaitu awitan dini berkembang dengan
cepat, saraf yang terlibat terbatas (sesuai jumlah lesi), dan
terjadi penebalan saraf yang menyebabkan gangguan
motorik, sensorik dan otonom.
2. Pada tipe lepromatosa yaitu terjadi kerusakan saraf
tersebar, perlahan tetapi progresif, beberapa tahun
kemudian terjadi hipoestesi (bagian-bagian dingin pada
tubuh), simetris pada tangan dan kaki yang disebutglove
dan stocking anaesthesia terjadi penebalan saraf
menyebabkan gangguan motorik, sensorik dan otonom
dan ada keadaan akut apabila terjadi reaksi tipe 2.
3. Tipe borderline merupakan campuran dari kedua tipe (tipe
tuberculoid dan tipe lepromatosa)
A B
TINEA CRURIS
I.1 Definisi
Dermatofitosis adalah sekelompok penyakit jamur kulit superfisial yang
menyerang jaringan dengan zat tanduk, misalnya stratum korneum pada
epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan oleh jamur golongan
dermatofita. Infeksi dermatofitosis dikenal dengan nama tinea dan dibagi
berdasarkan lokasi. Tinea kruris adalah salah satu dermatofitosis yang
ditemukan pada pangkal paha, genital, pubis, serta perineum dan kulit
perianal. Penyakit ini juga dikenal sebagai jock itch, crotch itch, dhobie itch,
eczema marginatum, dan ringworm of the groin.
I.2 Epidemologi
Tinea kruris menyebar melalui kontak langsung dan diperburuk oleh
lingkungan yang lembab. Tinea kruris tiga kali lebih sering terjadi pada pria
dibandingkan dengan wanita, dan orang dewasa lebih sering terkena
daripada anak-anak. Penyakit ini terjadi pada laki-laki dan perempuan, tetapi
lebih sering terlihat pada pria karena beberapa alasan yaitu skrotum membuat
lingkungan menjadi hangat dan lembab.Faktor predisposisi tinea kruris
lainnya termasuk obesitas dan keringat yang berlebihan.
I.3 Etiopatogenesis
Tinea kruris disebabkan oleh infeksi jamur golongan dermatofita.
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis.
Menurut Budimulja tahun 2010, dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti,
yang terbagi dalam tiga genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan
Epidermophyton, mempunyai sifat mencerna keratin. Penyebab tersering
tinea kruris adalah Epidermophyton floccosum, diikuti Tricophyton rubrum dan
Tricophyton mentagrophytes.
Infeksi dermatofita melalui tiga proses, yaitu perlekatan ke keratinosit,
penetrasi melewati dan di antara sel, dan perkembangan respon pejamu.
Pertama adalah berhasil melekatnya artrokonidia, spora aseksual yang
dibentuk dari hasil fragmentasi hifa, ke permukaan jaringan berkeratin setelah
melewati beberapa pertahanan pejamu, antara lain asam lemak yang
dihasilkan oleh kelenjar sebasea yang bersifat fungistatik dan kompetisi
dengan flora normal. Dalam beberapa jam, secara in vitro 2 jam setelah
terjadinya kontak, pertumbuhan dan invasi spora mulai berlangsung.
Proses kedua adalah invasi spora ke lapisan yang lebih dalam. Tahap
ini dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan enzim musinolitik, yang
menjadi nutrisi bagi jamur. Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi
jamur ke keratinosit. Selain itu, manans, suatu zat yang terkandung dalam
dinding sel dermatofita ini, dapat menghalangi proliferasi dari keratinosit dan
respon imunitas seluler yang memperlambat penyembuhan epidermis.
Proses ketiga adalah perkembangan respon pejamu. Derajat inflamasi di
pengaruhi oleh status imun penderita dan organisme yang terlibat. Reaksi
hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type Hipersensitivity (DHT) memegang
peranan yang sangat penting dalam melawan dermatofita. Respon inflamasi
dari reaksi hipersensitivitas ini berkaitan dengan penyembuhan pasien.
Respon imunitas seluler yang rusak akan mengakibatkan proses penyakit
yang kronis dan berulang. Pengaruh adanya atopi dan kadar IgE yang tinggi
juga diduga berpengaruh terhadap kronisitas.
Terdapat hipotesis menyatakan bahwa antigen dermatofita diproses
oleh sel Langerhans epidermis dan dipresentasikan dalam limfosit T di nodus
limfe. Sel Langerhans bekerja sebagai Antigen Presenting Cell (APC) yang
mampu melakukan fungsi fagosit, memproduksi IL-1, mengekspresikan
antigen, reseptor Fe dan reseptor C3. Sel Langerhans berkumpul di dalam
kulit membawa antigen ke dalam pembuluh getah bening dan
mempertemukannya dengan limfosit yang spesifik. Selain oleh sel
Langerhans, peran serupa dilakukan pula oleh sel endotel pembuluh darah,
fibroblast, dan keratinosit. Limfosit T yang telah aktif ini kemudian
menginfiltrasi tempat infeksi dan melepaskan limfokin. Limfokin inilah yang
mengaktifkan makrofag sehingga mampu membunuh jamur patogen.
Faktor host yang berperan pada dermatofitosis yaitu genetik, jenis
kelamin, usia, obesitas, penggunaan kortikosteroid dan obat-obat
imunosupresif. Kulit di lipat paha yang basah dan tertutup menyebabkan
terjadinya peningkatan suhu dan kelembaban kulit sehingga memudahkan
infeksi. Penjalaran infeksi dari bagian tubuh lain juga dapat menyebabkan
terjadinya tinea kruris, misalnya tinea pedis pada daerah kaki. Faktor
lingkungan, berupa higiene sanitasi dan lokasi geografis beriklim tropis,
merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit jamur.
I.4 Gambaran Klinis
Efloresensi terdiri atas macam-macam bentuk (polimorfik), baik primer
maupun sekunder.1 Tinea kruris mempunyai lesi yang khas berupa plak
eritematosa berbatas tegas meluas dari lipat paha hingga ke paha bagian
dalam dan seringkali bilateral (Gambar 1). Skrotum biasanya jarang terlibat.
Lesi disertai skuama selapis dengan tepi yang meninggi.
Gambar 2.
Gambaran klinis tinea kruris disertai hiperpigmentasi
I.5 Diagnosis
Penegakan diagnosis tinea kruris ditegakkan berdasarkan anamnesis,
gejala klinis dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis, tinea kruris
umumnya ditandai dengan adanya keluhan gatal. Sifat keluhan dapat terjadi
secara akut, namun umumnya subakut atau kronis, bahkan dapat merupakan
penyakit yang berlangsung seumur hidup.
Gejala klinis tinea kruris yang khas adalah gatal yang meningkat saat
berkeringat, dengan bentuk lesi polisiklik/bulat berbatas tegas, efloresensi
polimorfik, dan tepi lebih aktif. Dari pemeriksaan penunjang, terdapatnya hifa
pada sediaan mikroskopis pemeriksaan elemen jamur dengan KOH. Dan
pemeriksaan metode kuktur jamur dapat dilakukan, namun membutuhkan
waktu yang lama.
I.6 Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosis tinea kruris dibutuhkan uji diagnostik untuk
mengisolasi dan mengidentifikasi jamur. Gambaran klinis tinea kruris berupa
kelainan kulit yang berbatas tegas disertai peradangan dengan bagian tepi
lebih nyata daripada bagian tengah.
1. Pemeriksaan elemen jamur
Spesimen kerokan kulit diambil dari daerah pinggir lesi yang meninggi
atau aktif. Hasil pemeriksaan mikroskopik secara langsung dengan
KOH 10-20% didapatkan hifa (dua garis lurus sejajar transparan,
bercabang dua/dikotom dan bersepta) dengan atau tanpa artrospora
(deretan spora di ujung hifa) yang khas pada infeksi dermatofita
(Gambar 3). Pemeriksaan mikroskopik langsung untuk
mengidentifikasi struktur jamur merupakan teknik yang cepat,
sederhana, terjangkau, dan telah digunakan secara luas sebagai
teknik skrining awal. Teknik ini hanya memiliki sensitivitas hingga
40% dan spesifisitas hingga 70%. Hasil negatif palsu dapat terjadi
hingga pada l5% kasus, bahkan bila secara klinis sangat khas untuk
dermatofitosis.
Gambar 3. Gambaran hifa (tanda panah biru) disertai spora (tanda
panah merah)
2. Pemeriksaan kultur
Kultur jamur merupakan metode diagnostik yang lebih spesifik
namun membutuhkan waktu yang lebih lama dan memiliki sensitivitas
yang rendah, harga yang lebih mahal Pemeriksaan kultur tidak rutin
dilakukan pada diagnosis dermatofitosis. Biasanya digunakan hanya
pada kasus yang berat dan tidak berespon pada pengobatan
sistemik. Kultur dilakukan untuk mengetahui golongan ataupun
spesies dari jamur penyebab tinea kruris. Kultur perlu dilakukan untuk
menentukan spesiesnya karena semua spesies dermatofita tampak
identik pada sediaan langsung. Media biakan yang digunakan adalah
agar dekstrosa Sabourraud yang ditambah antibiotik, contohnya
kloramfenikol, dan sikloheksimid untuk menekan pertumbuhan jamur
kontaminan/ saprofit (contohnya jamur non-Candida albicans,
Cryptococcus, Prototheca sp., P.werneckii, Scytalidium sp.,
Ochroconis gallopava), disimpan pada suhu kamar 25-30 oC selama
tujuh hari, maksimal selama empat pekan dan dibuang jika tidak ada
pertumbuhan.
Tabel 1. Morfologi dan gambaran mikroskopis jamur penyebab tersering tinea
kruris
T. interdigitale
Tidak ada mikrokonidia,
beberapa dinding tipis dan tebal.
Makrokonidia berbentuk gada.
- Bersifat fungistatik
- Interaksi dengan obat lain cukup banyak
- Sediaan: Kapsul 100 mg, solusio oral
- flukonazol 10mg/ml
- Dosis: 100 mg/hari selama 2 pekan
(Dewasa)
- Dosis: 5 mg/kgBB/hari selama 1 pekan
(Anak)
- ketokonazol
- Bersifat fungistatik
- Sediaan: Tabel 100, 150, 200 mg, suspensi
oral 10 dan 40 mg/ml, injeksi 400 mg
- Dosis: 150 mg/pecan selama 4-6 pekan
Griseofulvin
- Bersifat fungistatik
- Dikonsumsi dengan makanan atau minuman
bersoda
- Bersifat hepatotoksik
- Sediaan: Tablet 200 mg
- Dosis: 200 mg/hari selama 10-14 hari
I.9 Prognosis
Prognosis tinea kruris baik jika diagnosis dan penanganannya tepat,
tapi penyakit ini dapat kambuh jika tidak dapat keadaan kering. Mortalitas
tidak ada kaitannya dengan tinea cruris. Tapi pruritus yang dialami pada
penderita tinea cruris dapat menyebabkan likenifikasi, infeksi bacterial
sekunder, dan iritasi serta dermatitis kontak alergi yang disebabkan oleh
pengobatan topikal.12
Pytiriasis versicolor
DEFINISI
Pitiriasis versikolor (PV) adalah penyakit jamur superfisial ringan akibat
infeksi kulit kronis oleh jamur lipofilik genus Malassezia spp. Manifestasi klinis
khas berupa bercak diskret atau konfluens dengan perubahan warna yang
tertutup skuama halus, terutama pada bagian atas dan ekstremitas proksimal.
Perubahan warna dapat berupa hipopigmentasi, hiperpigmentasi, dan
eritematosa.
EPIDEMIOLOGI
Pitiriasis versikolor banyak dijumpai di daerah tropis dikarenakan
tingginya suhu dan kelembaban lingkungan, diperkirakan 40-50% dari
populasi di negara tropis terkena penyakit ini. Penyakit ini dapat menyerang
semua usia, namun paling banyak pada usia 16-20 tahun.3 Di Indonesia
sendiri belum ada data mengenai angka kejadian pitiriasis versikolor, namun
di Asia dan Australia pernah dilakukan percobaan secara umum pada tahun
2008 dan didapatkan angka yang cukup tinggi karena mendukungnya iklim di
daerah Asia.
ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh organisme normal pada kulit berupa
jamur lipofilik yang dahulu disebut sebagai Pityrosporum orbiculare dan
Pityrosporum ovale, tetapi saat ini telah diklasifikasikan dalam satu genus
Malassezia. Awalnya dianggap hanya satu spesies, yakni M. furfur, namun
analisis genetik menunjukkan berbagai spesies yang berbeda dan dengan
teknik molekular saat ini telah diketahui 14 spesies yaitu M. furfur, M.
sympoidalis, M. globosa, M. obtusa, M. restricta, M. slooffiae, M. dermatis, M.
japonica, M. yamotoensis, M. caprae, M. nana, M. equine, M cuniculi, dan M.
pachydermatis.
PATOGENESIS
Pityriasis versicolor timbul bila Malassezia furfur berubah bentuk
menjadi bentuk miselia karena adanya faktor predisposisi, baik eksogen
maupun endogen.
a. Faktor eksogen meliputi suhu, kelembaban udara dan keringat. Faktor
eksogen lain adalah penutupan kulit oleh pakaian atau kosmetik
dimana akan mengakibatkan peningkatan konsentrasi CO2, mikroflora
dan pH.
b. faktor endogen meliputi malnutrisi, dermatitis seboroik, sindrom
cushing, terapi imunosupresan, hiperhidrosis, dan riwayat keluarga
yang positif. Disamping itu bisa juga karena Diabetes Melitus,
pemakaian steroid jangka panjang, kehamilan, dan penyakit – penyakit
berat lainnya yang dapat mempermudah timbulnya Pityriasis
versicolor.
Perubahan Pigmen pada Pitiriasis Versikolor
Malassezia spp. mampu menghalangi sinar matahari dan mengganggu
proses penggelapan kulit. Lesi hipopigmentasi yang terjadi diduga adanya
peran asam azeleat, suatu asam dikarboksilat metabolit Malassezia spp. yang
bersifat menghambat tirosinase dalam alur produksi melanin. Ukuran
melanosom yang lebih kecil dan hanya sedikit termelanisasi diproduksi, tetapi
tidak ditransfer ke keratinosit dengan baik, hal ini terjadi pada orang dengan
kulit lebih gelap. Hipopigmentasi akan menetap beberapa bulan bahkan tahun
dan menjadi lebih jelas pada musim panas dikarenakan kulit normal sekitar
menjadi lebih gelap karena paparan sinar matahari. Selain itu Malassezia
spp. menghasilkan sejumlah senyawa indol, metabolit tryptophan-dependent
yang diduga mengakibatkan hipopigmentasi tanpa gejala inflamasi yang
merupakan gambaran klinis PV pada umumnya.
GEJALA KLINIS
Kelainan pitiriasis versikolor sering ditemukan di bagian atas dada dan
meluas ke lengan atas, leher, punggung, dan tungkai atas atau bawah.
Penderita pada umumnya. Keluhan yang dirasakan penderita umumnya gatal
ringan saat berkeringat. Makula hipopigmentasi atau hiperpigmentasi,
berbentuk teratur sampai tidak teratur, berbatas tegas maupun difus.
Beberapa bentuk yang tersering yaitu:
a. Berupa bercak-bercak yang melebar dengan skuama halus diatasnya
dengan tepi tidak meninggi, ini merupakan jenis makuler.
b. Berupa bercak seperti tetesan air yang sering timbul disekitar folikel
rambut, ini merupakan jenis folikuler.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan
mikroskopis, dan pemeriksaan menggunakan lampu wood. Gambaran khas
berupa bercak hipopigmenasi sampai hiperpigmentasi dengan penyebaran
yang luas beserta batas tegas.
Pemeriksaan dengan lampu wood
Hasil dari pemeriksaan ini kulit yang terkena pitiriasis versikolor akan
berfluoresensi menjadi kuning keemasan. Fluoresensi ini dapat
menunjukkan batas lesi yang terlihat jelas, sehingga kita bisa
mengetahui luas lesi, selain itu dapat juga dipakai untuk evaluasi
pegobatan yang sebelumnya.
Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop cahaya
Preparat sediaan dibuat dari kerokan skuama pada lesi yang
diletakkan pada objek glass yang ditetesi dengan larutan KOH 20%
sebanyak 1-2 tetes. Pada pemeriksaan ditemukan hifa pendek tebal 2-
5μ dan bersepta, dikelilingi spora berukuran 1-2μ gambaran ini khas
sphageti and meatball atau banana and grapes.
PENGOBATAN
1. Pengobatan Topikal
Selenium sulfida 1,8% dalam bentuk shampoo 2-3 kali seminggu. Obat
digosokkan pada lesi dan didiamkan selama 15-30 menit sebelum
mandi
Salisil spiritus 10%. Turunan azol, misalnya : mikozanol, klotrimazol,
isokonazol dan ekonazol dalam bentuk topikal
Sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20%
Larutan Natrium Tiosulfas 25%, dioleskan 2 kali sehari sehabis mandi
selama 2 minggu.
2. Pengobatan Sistemik
Pengobatan sistemik diberikan pada kasus Pityriasis versicolor yang luas
atau jika pemakaian obat topikal tidak berhasil. Obat yang dapat diberikan
adalah :
Ketoconazole Dosis: 200 mg per hari selama 10 hari
Fluconazole Dosis: dosis tunggal 150-300 mg setiap minggu
Itraconazole Dosis: 100 mg per hari selama 2 minggu.
3. Terapi hipopigmentasi (Leukoderma)
Liquor carbonas detergent 5%, salep pagi/malam
Krim kortikosteroid menengah pagi dan malam
Jemur di matahari ±10 menit antara jam 10.00-15.00
PENCEGAHAN
Untuk mencegah terjadinya Pityriasis versicolor dapat disarankan
pemakaian 50% propilen glikol dalam air untuk pencegahan kekambuhan.
Pada daerah endemik dapat disarankan pemakaian ketokonazol 200 mg/hari
selama 3 bulan atau itrakonazol 200 mg sekali sebulan atau pemakaian
sampo selenium sulfid sekali seminggu.
Untuk mencegah timbulnya kekambuhan, perlu diberikan pengobatan
pencegahan, misalnya sekali dalam seminggu, sebulan dan seterusnya.
Warna kulit akan pulih kembali bila tidak terjadi reinfeksi. Pajanan terhadap
sinar matahari dan kalau perlu obat fototoksik dapat dipakai dengan hati-hati,
misalnya oleum bergamot atau metoksalen untuk memulihkan warna kulit
tersebut.
PROGNOSIS
Prognosisnya baik dalam hal kesembuhan bila pengobataan dilakukan
menyeluruh, tekun dan konsisten. Pengobatan harus di teruskan 2 minggu
setelah fluoresensi negatif dengan pemeriksaan lampu Wood dan sediaan
langsung negatif.13,14
Obat oral atau kombinasi obat oral dan topical diperlukan pada lesi yang
luas atau kronik rekurens. Anti jamur topical yang dapat diberikan yaitu
derivate imidazole, toksiklat, haloprogin dan tolnaftat. pengobatan lokal infeksi
jamur pada lesi yang meradang disertai vesikel dan eksudat terlebih dahulu
dilakukan dengan kompres basah secara terbuka . Pada keadaan
inflamasi menonjol dan rasa gatal berat,kombinasi antijamur dengan
kortikosteroid jangka pendek akan mempercepat perbaikan klinis dan
mengurangi keluhan pasien.
Peran Nutrisi Pada Sistem Integumen (Kulit)
Kulit merupakan organ terbesar sistem metabolik aktif yang berfungsi
untuk melindungi tubuh dari cedera dan infeksi, membantu mengontrol suhu
dan immunoregulation, dan bertindak sebagai reservoir penyimpanan nutrisi
tertentu .
1. Kesehatan kulit dipengaruhi oleh usia :
- Semakin meningkat degenerasi sel penuaan keriput/tidak elastis
- Selain faktor Usia ada juga faktor yang lain yaitu diet nutrisi,radikal
bebas ,iklim, sinar matahari dll.
- Karena kebutuhan metabolik yang tinggi, kulit memiliki kebutuhan
yang relatif tinggi akan energi, protein, dan nutrisi penting lainnya.
2. Ketidakseimbangan gizi dapat terjadi sebagai akibat dari:
Makan yang buruk atau nilai gizi tidak seimbang, atau
Gangguan fungsional organ yang mempengaruhi kemampuan untuk
mencerna dan menyerap, nutrisi digunakan gangguan metabolisme
3. Jenis nutrisi yang diperlukan untuk kesehatan kulit
Selenium - Membantu menjaga kesehatan rambut dan kuku,
meningkatkan imunitas, bekerja sama dengan vitamin E untuk
melindungi sel dari kerusakan. (Bawang putih, kacang brasil, daging,
telur, unggas, hasil laut).
Beta-carotene - memelihara kulit sehat, membantu mencegah infeksi
dan kebutaan malam, mendorong pertumbuhan dan perkembangan
tulang. (wortel, tomat, bayam, brokoli, kentang manis dan labu kuning)
Vitamin E - berguna sebagai pelindung dari esensi lemak dalam sel
darah merah dan membranes sel. merupakan antioksidan lain yang
bisa mencegah kerusakan kulit akibat sinar matahari. Vitamin ini juga
berperan sebagai antiperadangan dan menguatkan sistem kekebalan
tubuh. (Peanut butter, kacang-kacangan, biji-bijian, minyak nabati dan
mentega, gandum kuman, alpukat).
Vitamin C - menghancurkan radikal bebas di dalam dan di luar sel.
Membantu dalam pembentukan partikel jaringan, penyembuh luka dan
penyerapan zat besi. (Peppers, tomat, jeruk buah-buahan brokoli,
bayam, kubis, kentang, mangga, pepaya).
Vitamin A - kandungan antioksidannya membantu mencegah infeksi
serta mendukung pertumbuhan dan perbaikan sel-sel, jaringan kulit.
Membantu menjaga kelembaban lapisan kulit bawah. Kekurangan
vitamin A bisa menyebabkan kulit kering, gatal dan kehilangan
elastisitas.
Vitamin B Kompleks (riboflavin, niacin, B-6, B-12 dan biotin) -
Paling banyak terkandung di whole grain dan sereal whole grain, juga
produk-produk sereal serta biji-bijian yang diperkaya. Jika tidak terlalu
suka sereal Anda bisa juga mendapatkan vitamin ini pada beras,
oatmeal, biji bunga matahari, ikan, telur, hati dan produk susu rendah
lemak.Vitamin B Klompeks berguna untuk mengurangi rasa kering dan
gatal di kulit. Kekurangan vitamin B dapat menyebabkan kulit kering,
mengelupas dan sensitif.
Asam lemak esensial seperti omega-3 dan omega-6 membantu
memproduksi lapisan minyak pelindung alami kulit serta mencegah
munculnya jerawat. sumber lemak esensial ini dari minyak zaitun dan
canola oil, biji rami, kenari, serta jenis ikan seperti salmon, sarden dan
makarel.
Selain vitamin dan mineral, untuk mewujudkan kulit sehat tubuh juga
memerlukan nutrisi makro yang baik, di antaranya:
1. Karbohidrat
zat gizi ini dikandung dalam roti, beras (sebaiknya beras merah) dan
oatmil. Karbohidrat penting untuk energy
2. Protein
Daging, unggas, telur, ikan, kacang-kacangan dan tahu adalah
sumber protein terbaik. Protein dibutuhkan kulit khususnya dan
tubuh secara keseluruhan untuk energi, serta memperbaiki jaringan
dan sel tubuh.
3. Lemak
Terdapat pada minyak sayur, lemak unggas, minyak kedelai,
kacang-kacangan dan biji-bijian. Lemak cukup penting untuk
menjaga agar kulit tetap sehat dan lembab.
Kekurangan lemak dapat menyebabkan kulit yang kering, bersisik
dan terkelupas serta rontoknya rambut.
4. Air
Air putih adalah sumber terbaik.Namun asupan cairan yang baik
juga didapat dari buah-buahan, sayur-sayuran dan produk susu. Air
sangat penting untuk hidrasi sel, serta berperan dalam meregulasi
suhu tubuh. Air juga bertugas membawa nutrisi ke sel-sel dan
sampah hasil metabolisme keluar dari sel.
8. Perspektif Islam yang sesuai pada scenario
HR. Bukhari dan Muslim
”At-Tha’un (penyakit menular) adalah na’jis yang dikirimkan kepada suatu
golongan dari golongan orang israil dan kepada orang-orang sebelummu.
Maka apabila kamu mendengar penyakit menular tersebut terjangkit
disuatu tempat, janganlah kamu memasuki daerah tersebut . dan apabila di
suatu tempat berjangkit penyakit menular tersebut sedang kamu sedang
kamu berada di dalamnya janganlah kamu keluar atau lari dari
padanya.”(HR. Bukhari dan Muslim).
Q.S Asy-Syu’ara ayat 79-82
(yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki
aku, dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan
apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, dan Yang akan
mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan Yang
amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat.”(Q.S
Asy-Syu’ara ayat 79-82)