Anda di halaman 1dari 40

Wrap Up

"Bercak Merah dan Gatal di Selangkangan”

Kelompok A-2

Ketua : Iqbal Musyaffa (1102015100)

Sekretaris : Deybi Eri Cahyani Ritonga (1102015058)

Anggota : Ayu Aprilita Bastari (1102014052)

Desy Indriani (1102014069)

Ayu Suci Nurmalasari (1102015041)

Dinera Anjani Arsad (1102015062)

Fathir Rizki Suwandi (1102015076)

Annisa Amalia Damiri (1102014028)

Mahek Monawar Patel (1102015125)

Firdaus Pratama (1102014101)

FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM UNIVESITAS YARSI


JL. LET. JEND .SUPRAPTO CEMPAKA PUTIH
JAKARTA PUSAT, 10510
MARET, 2018
Skenario 3

BERCAK MERAH DAN GATAL DI SELANGKANGAN


Seorang wanita berusia 28 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan bercak
merah dan gatal terutama bila berkeringat di selangkangan sejak 1 minggu yang
lalu. Keluhan disertai dengan beruntus dan kulit yang menebal berwarna gelap.
Kelainan ini hilang timbul selama 6 bulan, hilang apabila diobati dan timbul saat
menstruasi atau menggunakan celana berlapis. Riwayat keputihan disangkal.
Kelainan ini dirasakan setalah berat badan penderita bertambah.
Pada pemeriksaan generalis : dalam batas normal.
Pada pemeriksaan dermatologis : regioner, bilateral pada ke-2 sisi medial paha
atas tampak lesi multipel, berbatas tegas, bentuk beraturan, ukuran bervariasi dari
diameter 0,03 cm sp 0,1 cm, kering, permukaan halus dengan efloresensi berupa
plak eritem, sebagian likhenifikasi yang hiperpigmentasi, pada bagian tengah
tampak central healing dengan ditutupi skuama halus.
Setelah mendapatkan terapi, penderita diminta untuk kontrol rutin dan menjaga
serta memelihara kesehatan kulit sesuai tuntutan ajaran islam.

1
Kata- Kata Sulit
1. Efloresensi :
Kelainan kulit yang dapat dilihat dengan mata secara langsung.

2. Likhenifikasi :
Daerah kulit dengan garis- garis nyata disertai dengan penebalan akibat
garukan dan gosokan .

3. Central healing :
Lesi dimana proses penyembuhan berada di bagian tengah lesi sedangkan
bagian aktif terdapat di pinggir lesi dan merupakan ciri khas dari infeksi
jamur.

4. Skuama :
Lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit.

5. Lesi multiple :
Lesi dengan berbagai bentuk dan ukuran.

6. Bruntus :
Lesi dengan bentuk makulopapular

2
Pertanyaan :
1. Mengapa keluhan gatal dan bercak merah timbul saat pasien berkeringat ?

2. Adakah hubungan antara pasien menstruasi, memakai celana berlapis,


berat badan yang meningkat dengan gejala pasien ?

3. Apa yang menyebabkan kulit bruntus ?

4. Apa diagnosis pasien ?

5. Mengapa kelainan ini terjadi bilateral ?

6. Apakah penyakit ini bisa menular ?

7. Apa pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan ?

8. Bagaimana tata laksana penyakit ini ?

9. Mengapa terjadi hiperpigmentasi ?

10. Bagaimana proses terjadinya central healing ?

11. Faktor apa saja yang menyebabkan penyakit ini ?

12. Apa tujuan dari kontrol rutin pada kasus ini dan mengapa setelah diobati
gejala dapat timbul kembali ?

13. Sebutkan apa yang dimaksud dengan menjaga kesehatan kulit sesuai
ajaran islam ?

3
Jawaban

1. Ketika berkeringat akan terjadi peningkatan kelembaban, dimana semakin


tinggi tingkat kelembaban semakin tinggi pula kemungkinan
mikroorganisme dapat berkembang dengan baik sehingga terjadi keluhan
tersebut.

2. Ada. Karena ketika menstruasi dimana pemakaian pembalut serta ketika


memakai celana yang berlapis akan menyebabkan kelembaban meningkat.
Begitu pula jika berat badan yang tidak terkontrol, dimana terdapat lemak
berlebihan di paha yang menyebabkan terjadinya perlipatan kulit yang
juga akan menyebabkan peningkatan kelembaban. Dimana kondisi untuk
mikroorganisme dapat berkembang baik jika kondisi lingkungan
mendukung, yaitu salah satunya kelembabaan yang baik.

3. Infeksi mikroorganisme akan memicu proses peradangan yang


menyebabkan terjadinya kerusakan pada lapisan kulit.

4. Dermatofitosis

5. Dapat diakibatkan karena adanya gesekan dari antar paha pada saat pasien
beraktifitas sehingga mencetuskan penyebaran yang bilateral.

6. Bisa, jika terjadi kontak fisik ataupun seperti pemakaian baju dan handuk
yang sama, dan sebagainya.

7. Pemeriksaan mikroskopis, kultur, pemeriksaan dengan lampu wood,


pemeriksaan dengan KOH 10-20%.

8. Antijamur seperti mikonazol. Serta dengan menghindari faktor risiko


seperti dengan menjaga kebersihan serta penggunan pakaian dalam yang
baik dan bersih.

9. Akibat garukan yang menyebabkan melanosit meningkat sehingga


terjadilah hiperpigmentasi.

10. Jamur menginfeksi dari central ke perifer, sehingga jika bagian perifer
mulai terinfeksi maka bagian central sudah mengalami penyembuhan
terlebih dahulu, sehingga timbullah central healing. Dimana, central
healing ini merupakan ciri khas dari infeksi akibat jamur.

11. Kurang menjaga kebersihan, berat badan yang tidak terkontrol, serta
penggunaan pakaian dalam yang kurang baik dan bersih.

4
12. Karena penyakit ini akan terus timbul jika masih melakukan faktor
pencetusnya.

13. Dengan cara : berwudhu, istinja, serta menutup aurat.

HIPOTESIS

Kurang menjaga kebersihan, berat badan yang tidak terkontrol, serta


penggunaan pakaian dalam yang kurang baik dan bersih dapat menyebabkan gatal
serta bercak merah, kulit bruntus, hiperpigmentasi, serta central healing. Pada
keluhan seperti ini dapat dilakukan pemeriksaan berupa pemeriksaan mikroskopis
ataupun dengan lampu wood. Lalu, dapat ditegakkan diagnosis dermatofitosis,
yaitu penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk yang disebabkan jamur
dermatofita. Penyakit ini dapat ditangani dengan menghindari faktor risiko, serta
pengobatan menggunakan anti jamur seperti mikonazol. Dalam islam, menjaga
kebersihan kulit dapat dilakukan dengan berwudhu, istinja, serta menutup aurat.

5
SASARAN BELAJAR

LI 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Kulit

1.1 Mikroskopis

LI 2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Kulit

LI 3 Memahani dan Menjelaskan Dermatofitosis

3.1 Definisi

3.2 Etiologi

3.3 Epidemiologi

3.4 Klasifikasi

3.5 Patofisiologi

3.6 Manifestasi Klinis

3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding

3.8 Tatalaksana

3.9 Komplikasi

3.10 Prognosis

3.11 Pencegahan

LI 4 Memahami dan Menjelaskan Menjaga dan Memelihara Kesehatan


Kulit dalam Pandangan Islam

6
LI 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Kulit

1.1 Mikroskopis

Kulit merupakan organ terbesar pada manusia. Dalam struktur


mikroskopis, kulit terbagi menjadi 3 lapisan, yaitu :

1. Epidermis
2. Dermis
3. Subkutis
1. Epidermis

Lapisan epidermis adalah lapisan kulit dinamis, senantiasa beregenerasi,


bersepons terhadap rangsangan dari luar maupun dalam tubuh manusia.
Tebalnya bervariasi antara 0,4 – 1,5 mm. Epidermis ini epitel berlapis gepeng
dengan lapisan tanduk , memiliki 4 macam sel, yaitu :

7
a. Keratinosit
Keratinosit adalah materi yang membentuk lapisan terluar kulit dan
memproduksi keratin,protein keras yang menjadi bahan utama rambut,
kulit, dan kuku. Mereka dihasilkan pada lapisandasar epidermis, yang
secara bertahap naik melalui berbagai lapisan epidermis yang berbeda
danakhirnya tanggal.
b. Melanosit
Sel melanosit adalah sel penghasil pigmen (melanin) yang paling banyak
terdapat di daerahanogenital, ketiak, dan puting susu. Terbanyak kedua
adalah daerah wajah. Sedangkan yangpaling sedikit ada di lengan atas
bagian dalam. Kulit yang gelap menandakan kandungan melanindalam
jumlah banyak, begitu juga sebaliknya.
c. Sel Langerhans
Sel Langerhans berbentuk bintang terutama ditemukan dalam stratum
spinosum dari epidermis.Sel langerhans merupakan makrofag turunan
sumsum tulang yang mampu mengikat, mengolah,dan menyajikan antigen
kepada limfosit T, yang berperan dalam perangsangan sel limfosit T.
d. Sel Merkel
Sel Merkel bentuknya mirip dengan keratinosit yang juga memiliki
desmosom biasanya terdapatdalam kulit tebal telapak tangan dan kaki.juga
terdapat di daerah dekat anyaman pembuluh darahdan serabut syaraf.
Berfungsi sebagai penerima rangsang sensoris.

Epidermis ini terdiri dari 5 lapisan, yaitu :

1. Stratum germinativum / stratum basale

Selapis sel torak sampai kubis


Terletak pada Lamina Basalis
Mempunyai tonjolan sitoplasma yang pendek dan tipis yg tertanam pada
Lamina Basalis
Sering terlihat mitosis
Akan memperbaharui sel sel epidermis
Lapisan terbawah dari epidermis

8
2. Stratum spinosum / lapisan malphigi

Makin ke permukaan sel- sel makin gepeng


Sel-sel mempunyai tonjolan- tonjolan sitoplasma seperti SPINA, bertemu
dengan tonjolan- tonjolan sitoplasma sel di sebelahnya, membentuk
jembatan interseluler
Dengan jembatan ini membentuk kontak dengan desmosom
Lapisan epidermis yang paling tebal
Terdiri dari sel polygonal, besarnya berbeda-beda karena ada proses
mitosis
Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen dan inti
terletak di tengah
Perlekatan antar jembatan membentuk nodulus Bizzozero

3. Stratum Granulosum

Terdiri dari 3-5 lapis sel gepeng, panjang sejajar permukaan kulit
Sitoplasma mengandung granula keratohialin
Sitoplasma berbutir kasar yang terdiri atas keratohialin dan terdapat inti
diantaranya
Mukosa tidak mempunyai lapisan ini

9
4. Stratum Lucidum

Merupakan lapisan jernih translusen terdiri dari 3-5 lapis sel gepeng yang
tersusun sangat rapat
Batas- batas sel tidak jelas
Sitoplasma mengandung substansi semifluid  keratohialin, yg bersifat
eosinofil. Diduga dihasilkan oleh granula keratohialin

5. Stratum Korneum

Terdiri dari sel jernih , mati seperti sisik yg semakin menggepeng dan
menyatu
Inti sel tidak ada
Sitoplasma diganti keratin
Sel- sel tersusun padat tanpa batas yg tegas
Lapisan paling luar selalu mengelupas  STRATUM DISJUNCTUM

2. Dermis

Tebal rata- rata 0,5-3 mm atau lebih


Anyaman padat tersusun tak teratur

10
Terdiri dari 2 lapisan :
- Stratum Papilare
 Bagian yang menonjol ke epidermis
 Berisi ujung serabut saraf dan pembuluh

- Stratum Retikulare
 Bagian yang menonjol ke subkutan
 Terdiri atas: serabut-serabut penunjang (kolagen, elastin,
retikulin), matiks (cairan kental asam hialuronat dan
kondroitin sulfat serta fibroblas)
 Terdiri dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen
dan retikularis yang terdapat banyak p. darah, limfe, akar
rambut, kelenjar kerngat dan k. sebaseus.

Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis :


a) Folikel rambut
b) Kelenjar keringat
c) Kelenjar sebacea

Fibroblas, makrofag, dan sel mast rutin ditemukan di dermis. Fibroblast adalah sel
yang memproduksi protein matriks jaringan ikat dan serabut kolagen serta elastik
di dermis.

3. Subkutis/ Hipodermis

Terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Pada
lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah
bening.
a. Sel lemak
o Sel lemak dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan terdalam
yang banyak mengandung sel liposit yang menghasilkan banyak lemak.
Disebut juga panikulus adiposa yang berfungsi sebagai cadangan
makanan

11
- Berfungsi juga sebagai bantalan antara kulit dan setruktur internal
seperti otot dan tulang. Sebagai mobilitas kulit, perubahan kontur
tubuh dan penyekatan panas. Sebagai bantalan terhadap trauma.
Tempat penumpukan energi

2) Vaskularisasi

Dikulit diatur oleh 2 pleksus:

 Pleksus superfisialis
 Pleksus profunda
Kulit memiliki 2 jenis kelenjar keringat:
a. kelenjar keringat apokrin
b. kelenjar keringat merokrin

Di samping itu, kelenjar serumen, yang memproduksi kotoran telinga, dan


kelenjar susu, sering dianggap sebagai modifikasi kelenjar keringat.

2.) Turunan Kulit


A. Kelenjar Kulit
1. Kelenjar Sebasea
Kelenjar sebasea terdapat pada dermis. Paling banyak terdapat pada wajah,
dahi, dan kulitkepala. Kelenjar ini bermuara pada leher folikel rambut dan
sekret yang dihasilkan berlemak (sebum). Berguna untuk meminyaki
rambut dan permukaan kulit. Kelenjar ini bersifat holokrin,karena produk
sekresinya dilepaskan dengan sisa sel mati. Kelenjar sebasea biasanya
disertaidengan folikel rambut kecuali pada palpebra, papila mammae, labia
minora.
2. Kelenjar Keringat
Manusia memiliki 3 juta kelenjar keringat. Kelenjar keringat dapat
ditemukan di dermis.Tersebar pada hampir seluruh kulit, kecuali pada
bagian tertentu seperti glans penis. Palingbanyak terdapat di permukaan
tangan dan kaki. Ada 2 macam kelenjar keringat yaitu kelenjarekrin yang
kecil-kecil, terletak dalam dangkal dermis dengan sekret yang encer dan
kelenjarapokrin yang lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih
kental.
B. Kuku
Kuku adalah bagian terminal lapisan tanduk yang menebal. Kuku antara lain
terbentuk darikeratin protein yang kaya akan sulfur. Pada kulit di bawah kuku
terdapat banyak pembuluhkapiler yang memiliki suplai darah kuat sehingga
menimbulkan warna kemerah-merahan. Sepertitulang dan gigi, kuku
merupakan bagian terkeras dari tubuh karena kandungan airnya sangatsedikit.
Pertumbuhan kuku jari tangan dalam satu minggu rata-rata 0,5 - 1,5 mm,
empat kalilebih cepat dari pertumbuhan kuku jari kaki.

12
C. Rambut
Merupakan struktur berkeratin panjang yang berasal dari invaginasi epitel
epidermis. Rambutditemukan diseluruh tubuh kecuali pada telapak tangan,
telapak kaki, bibir, glans penis, klitorisdan labia minora. Pertumbuhan rambut
pada daerah-daerah tubuh seperti kulit kepala, muka, danpubis sangat
dipengaruhi tidak saja oleh hormon kelamin-terutama androgen-tetapi juga
olehhormon adrenal dan hormon tiroid. Setiap rambut berkembang dari
sebuah invaginasi epidermal,yaitu folikel rambut yang selama masa
pertumbuhannya mempunyai pelebaran pada ujungdisebut bulbus rambut.
Pada dasar bulbus rambut dapat dilihat papila dermis. Papila
dermismengandung jalinan kapiler yang vital bagi kelangsungan hidup folikel
rambut. Ada dua macamtipe rambut, yaitu rambut lanugo dan rambut
terminal. Komposisi rambut terdiri atas karbon50-60%, hidrogen 6,36%,
nitrogen 17,14%, sulfur 5,0%, dan oksigen 20,80%. Rambt dapatdibentuk
dengan mempengaruhi gugus disulfida misalnya dengan panas atau bahan
kimia.

Reseptor saraf di kulit (sensorik)

LI 2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Kulit

Kulit menjalankan berbagai tugas dalam memelihara kesehatan manusia


secara utuh yang meliputi fungsi, yaitu :

1. Fungsi Proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis,
misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi, misalnya zat-zat kimia
terutama yang bersifat iritan, contohnya lisol, karbol, asam, alkali kuat
lainnya; gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar ultra

13
violet; gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun jamur. Hal
diatas dimungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan
serabut-serabut jaringan penunjang yang berperanan sebagai pelindung
terhadap gangguan fisis. Melanosit turut berperanan dalam melindungi kulit
terhadap pajanan sinar matahari dengan mengadakan tanning.
Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang
impermeabel terhadap berbagai zat kimia dan air, disamping itu terdapat
lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat-zat kimia dan kulit.
Lapisan keasaman kulit ini mungkin terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan
sebum, keasaman kulit menyebabkan pH kulit berkisar pada pH 5 - 6,5
sehingga merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri maupun
jamur. Proses kreatinisasi juga berperan sebagai sawar (barrier) mekanis
karena sel-sel mati melepaskan diri secara teratur.

2. Fungsi Absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air,larutan dan benda padat, tetapi
cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut
lemak. Permeabilitas kulit terhadap oksigen dan karbondioksida dan uap air
memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi.
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi,
kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung
melalui celah antar sel, menembus sel-sel epidermis atau melalui muara
saluran kelenjar; tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada
yang melalui muara kelenjar.

3. Fungsi Ekskresi
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak beguna lagi atau
sisa metabolisme dalam tubuhberupa NaCl, urea, asam urat, dana amonia.
Kelenjar lemak pada fetus atas pengaruh hormon androgen dari ibunya
memproduksi serum untuk melindungi kulitnya terhadap cairan amonion,
pada waktu lahir dijumpai sebagai vernix caseosa. Sebum yang diproduksi
melindungi kulit karena lapisan sebum ini selain meminyaki kulit juga
menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering.
Produksi kelenjar lemak dan keringat di kulit menyebabkan keasaman kulit
pada pH 5 - 6.5.

4. Fungsi Persepsi/ pengindera


Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan ruffini di dermis
dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan krause yang
terletak di dermis. Badan taktil meissner terletak di papilla dermis berperan
terhadap rabaan, demikian pula badan markel ranvier yang terletak di
epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan paccini di
epidemis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yang
erotik.

14
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh, (termoregulasi)
Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan
mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan
pembuluh darah sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup
baik. Tonus vaskuler dipengaruhi oleh saraf simpatis. Pada bayi biasannya
dinding pembuluh darah belum terbentuk sempurna, sehingga terjadi
ekstravasasi cairan, karena itu kulit bayi tampak lebih edematosa karena lebih
banyak mengandung air dan Na.

6. Fungsi Pembentukan Pigmen


Sel pembentuk pigmen (melanosit), terletak di lapisan basal dan sel ini
berasal dari rigi saraf. perbandingan jumlah sel basal : melanosit adalah 10 : 1.
Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosomes)
menentukan warna kulit ras maupun individu. Pada pulasan H.E sel ini jernih
berbentuk bulat dan merupakan sel dendrit, disebut pula sebagai clear cell.
Melanosum dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan enzim tirosinase, ion
Cudan oksigen. Pajanan terhadap sinar matahari mempengaruhi produksi
melanosom. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-tangan dendrit
sedangkan ke lapisan kulit dibawahnya dibawa oleh sel
melanofag(melanofor). Warna kulit tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh
pigmen kulit, melainkan juga oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb dan karoten.

7. Fungsi Keratinisasi
Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan, sel basal
yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel
spinosum, makin ke atas sel menjadi semakin gepeng dan bergranula menjadi
sel granulosom. Makin lama inti makin menghilang dan keratinosit menjadi
sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung 14- 21 hari dan memberi
perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologis.

8. Fungsi Pembentukan Vit.D


Dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan
pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan tubuh akan vitamin D tidak
cukup hanya dari hal tersebut, sehingga pemberian vitamin D sistemik masih
tetap diperlukan. Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi
karena adanya pembuluh darah, kelenjar keringat dan otot-otot di bawah kulit.

9. Fungsi Kosmetis

LI 3 Memahani dan Menjelaskan Dermatofitosis

Mikosis ialah penyakit yang disebabkan jamur. Terdapat 2 klasifikasi dri


mikosis, yaitu :
1. Mikosis Profunda
Mikosis profunda adalah penyakit yang terdiri dari beberapa penyakit
yang disebabkan oleh jamur yang biasanya menyerang alat dibawah kulit,

15
misalnya traktus intestinal, respiratorius, urogenital dan lain lain. Dikenal
bebrapa penyakit jamur profunda dengan klinis dan manifestasi yang
berbeda diantaranya, Aktinomikosis, Nekardiosis, Blastomiksis,
Histoplasmosis, Kandidosis, Kromoblastomikosis dan lainnya.
2. Mikosis superfisialis
Mikosis superfisialis dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
- Dermatofitosis
- Nondermatofitosis (ptiriasis versicolor, piedra hitam, piedra putih,
tinea nigra palmaris, otomikosis, keratomikosis)
- Kandidiasis kutis

3.1 Definisi

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk,


misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan
golongan jamur dermatofita. Jamur ini dapat menginvasi seluruh lapisan stratum
korneum dan menghasilkan gejala melalui aktivasu respons imun penjamu.

3.2 Etiologi

Dermatofita ialah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan


jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita terbagi menjadi 3
genus, yaitu :

a) Microsporum
b) Trichophyton
c) Epidemophyton

Selain sifat keratofilik masih banyak sifat yang sama diantara dermatofita,
misalnya sifat faali, taksonomis, antigenik, kebutuhan zat makanan dan penyebab
penyakit. Hingga kini terdapat 41 spesies dermatofita, masing masing 2 spesies
Epidermophyton, 17 spesies Microsporum, dan 21 spesies Tricophyton.

3.3 Epidemiologi

Tinea kruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah
tropis. Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki- laki
dibandingkan perempuan. Tidak ada kematian yang berhubungan dengan tinea
kruris. Jamur ini sering terjadi pada orang yang kurang memperhatikan kebersihan
diri atau lingkungan sekitar yang kotor dan lembab. Adanya maserasi dan oklusi
kulit pada lipat paha menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban yang akan
memudahkan infeksi. Tinea kruris biasanya timbul akibat penjalaran infeksi dari
tubuh lain.

16
Sebuah penelitian retrospektif yang dilakukan pada penderita
dermatomikosis yang dirawat di IRNA Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dr.
Soetomo Surabaya dalam kurun waktu antara 2 Januari 1998 sampai dengan 31
Desember 2002. Dari pengamatan selama 5 tahun didapatkan 19 penderita
dermatomikosis. Kasus terbanyak terjadi pada usia antara 15-24 tahun (26,3%),
penderita wanita hampir sebanding dengan laki-laki(10:9). Dermatomikosis
terbanyak ialah Tinea Kapitis, Aktinomisetoma, Tinea Kruris et Korporis,
Kandidiasis Oral, dan Kandidiasis Vulvovaginalis.
Jenis organisme penyebab dermatomikosis yang berhasil dibiakkan pada
beberapa rumah sakit tersebut yakni: T.rubrum, T.mentagrophytes, M.canis,
M.gypseum, M.tonsurans, E.floccosum, Candida albicans, C.parapsilosis,
C.guilliermondii, Penicillium, dan Scopulariopsis. Menurut Rippon tahun 1974
ada 37 spesies dermatofita yang menyebabkan penyakit di dunia.
3.4 Klasifikasi

Dermatofitosis dibagi menjadi beberapa bentuk :


a) Tinea kapitis : dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala
b) Tinea barbe : dermatofitosis pada dagu dan jenggot
c) Tinea kruris : dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar
anus, bokong, dankadang- kadang sampai perut bagian bawah.
d) Tinea pedis et manum : dermatofitosis pada kaki dan tangan
e) Tinea ungium : dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki
f) Tine korporis : dermatofitosis pada kulit glabrosa pada bagian lain
yang tidak termasuk bentuk 5 tine di atas.

Selain 6 bentuk tinea masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus,
yaitu :
a) Tinea imbrikata : dermatofitosis dengan susunan skuama yang
konsentris dan disebabkani Trichophyton concentricum
b) Tinea favosa atau favus : dermatofitosis yang terutama
disebabakan Tricophyton schoenleini; secara klinis antara lain
terbentuk skutula dan berbagai seperti tikus (mousy odor)
c) Tinea fasialis, tinea aksilaris, yang juga menunjukan daerah
kelainan.
d) Tinea sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskripif
morfologis.

3.5 Patofisiologi

Sifat jamur keratinofilik, untuk hidup membutuhkan keratin.


Sumberpenularan dapat berasal dari manusia (anthropophilic), binatang
(zoophilic), dan tanah (geophilic).

17
Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung.
Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur
baik dari manusia, binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui
tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, pakaian debu. Agen penyebab juga dapat
ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita atau
autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan tinea manum.
Jamur ini menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat
memudahkan invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa
atau cabang-cabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan
enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi
peradangan. Pertumbuhannya dengan pola radial di stratum korneum
menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi
(ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi
suatu reaksi peradangan.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah:
a. Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik,
zoofilik, geofilik. Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu
dengan yang lain dalam hal afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian
dari tubuh misalnya: Trichopyhton rubrum jarang menyerang
rambut, Epidermophython fluccosum paling sering menyerang liapt paha
bagian dalam.
b. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
c. Faktor suhu dan kelembapan
Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada
lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela
jari paling sering terserang penyakit jamur.
d. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat
insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah
sering ditemukan daripada golongan ekonomi yang baik
e. Faktor umur dan jenis kelamin (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003)
Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama: perlekatan ke keratinosit,
penetrasi melalui dan diantara sel, dan perkembangan respon host.
1. Perlekatan.

18
Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada
jaringan keratin diantaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan
flora normal dan sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Asam lemak
yang diproduksi oleh glandula sebasea juga bersifat fungistatik.
2. Penetrasi.
Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan menembus stratum
korneum pada kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi.
Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan enzim mucinolitik,
yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga
membantu penetrasi jamur kejaringan. Fungal mannan didalam dinding sel
dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit.
Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam dari
epidermis.
3. Perkembangan respons host.
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang
terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type Hipersensitivity
(DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatofita.
Pada pasien yang belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya, infeksi
primer menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin tes hasilnya
negative.infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan
oleh peningkatan pergantian keratinosit.
Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans
epidermis dan dipresentasikan dalam limfosit T di nodus limfe. Limfosit T
melakukan proliferasi dan bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk
menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi, dan barier
epidermal menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi.
Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh
3.6 Manifestasi Klinis

Keluhan utama adalah rasa gatal yang dapat hebat, lesi berbatas tegas, tepi
meninggi yang dapat berupa bintil- bintil atau kemerahan atau lenting lenting
kemerahan (papul), atau kadang terlihat lenting lentik yang berisi nanah (pustul).
Daerah tengah menyembuh berupa daerah coklat kehitaman bersisik. Garukan
yang terus menerus dapat menyebabkan gambaran penebalan kulit. Dapat ditarik
kesimpulan bahwa tanda khas dari dermatofitosis adalah terdapat skuama, papula
yang tersusun melingkar dengan bagian tepi lebih aktif atau eritem sedangkan di
bagian tengah tampak menyembuh disertai gejala yang terasa gatal terutama bila
berkeringat.

19
A. TINEA KAPITIS (Scalp ring worm;Tinea Tonsurans)

Biasanya penyakit ini banyak menyerang anak-anak dan sering ditularkan


melalui binatang- binatang peliharaan seperti kucing, anjing dan
sebagainya.Berdasarkan bentuk yangkhas Tinea Kapitis dibagi dalam 4
bentuk:
1. Gray patch ring worm
Penyakit ini dimulai dengan papula merah kecil yang melebar ke sekitarnya
dan membentuk bercak yang berwarna pucat dan bersisik. Warna rambut jadi
abu-abu dan tidak mengkilat lagi, serta mudah patah dan terlepas dari akarnya,
sehingga menimbulkan alopesia setempat. Dengan pemeriksaan sinar wood
tampak flouresensi kekuning-kuningan pada rambut yang sakit melalui batas
"Grey patch" tersebut. Jenis ini biasanya disebabkan spesies Microsporum dan
Trichophyton.
2. Black dot ring worm
Terutama disebabkan oleh T. tonsurans, T. violaseum, mentagrofites. infeksi
jamur terjadi di dalam rambut (endotrik) atau luar rambut (ektotrik) yang
menyebabkan rambut putus tepat pada permukaan kulit kepala. Ujung rambut
tampak sebagai titik-titik hitam diatas permukaan ulit, yang berwarna kelabu
sehingga tarnpak sebagai gambaran ” back dot". Biasanya bentuk ini terdapat
pada orang dewasa dan lebih sering pada wanita. Rambut sekitar lesi juga jadi
tidak bercahaya lagi disebabkan kemungkinan sudah terkena infeksi penyebab
utama adalah T. tonsusurans dan T.violaseum.
3. Kerion
Bentuk ini adalah yang serius, karena disertai dengan radang yang hebat yang
bersifat lokal, sehingga pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil yang
berkelompok dan kadang-kadang ditutupi sisik-sisik tebal. Rambut di daerah
ini putus-putus dan mudah dicabut. Bila kerion ini pecah akan meninggalkan
suatu daerah yang botak permanen oleh karena terjadi sikatrik. Bentuk ini
terutama disebabkan oleh Mikosporon kanis, M. gipseum, T.tonsurans dan T.
Violaseum.
4. Tinea favosa
Kelainan di kepala dimulai dengan bintik-bintik kecil di bawah kulit yang
berwarna merah kekuningan dan berkembang menjadi krusta yang berbentuk
cawan (skutula), serta memberi bau busuk seperti bau tikus "moussy odor".
Rambut di atas skutula putus-putus dan mudah lepas dan tidak mengkilat lagi.
Bila menyembuh akan meninggalkan jaringan parut dan alopesia yang
permanen. Penyebab utamanya adalah Trikofiton schoenleini, T. violasum dan
T. gipsum.
Oleh karena Tinea kapitis ini sering menyerupai penyakit-penyakit kulit yang
menyerang daerah kepala, maka penyakit ini harus dibedakan dengan penyakit-
penyakit bukan oleh jamur seperti: Psoriasis vulgaris dan Dermatitis seboroika.

B. TINEA KORPORIS (Tinea circinata, Tinea glabrosa)

20
Penyakit ini banyak diderita oleh orang-orang yang kurang mengerti
kebersihan dan banyak bekerja ditempat panas, yang banyak berkeringat serta
kelembaban kulit yang lebih tinggi. Predileksi biasanya terdapat dimuka,
anggota gerak atas, dada, punggung dan anggota gerak bawah.Bentuk yang
klasik dimulai dengan lesi-lesi yang bulat atau lonjong dengan tepi yang aktif.
Dengan perkembangan ke arah luar maka bercak-bercak bisa melebar dan
akhirnya dapat memberi gambaran yang polisiklis, arsiner, atau sirsiner. Pada
bagian tepi tampak aktif dengan tanda-tanda eritema, adanya papula-papula
dan vesikel, sedangkan pada bagian tengah lesi relatif lebih tenang. Bila tinea
korporis ini menahun tanda-tanda aktif jadi menghilang selanjutnya hanya
meningggalkan daerah-daerah yang hiperpigmentasi saja. Kelainan-kelainan
ini dapat terjadibersama-sama dengan Tinea kruris.
Penyebab utamanya adalah: T.violaseum, T.rubrum, T.metagrofites. M.
gipseum, M. kanis, M. audolini. Penyakit ini sering menyerupai:
1. Pitiriasis rosea
2. Psoriasis vulgaris
3. Morbus hansen tipe tuberkuloid
4. Lues stadium II bentuk makulo-papular.

C. TINEA KRURIS (Eczema marginatum."Dhobi itch", "Jockey itch")

Penyakit ini memberikan keluhan perasaan gatal yang menahun, bertambah


hebat bila disertai dengan keluarnya keringat. Kelainan yang timbul dapat
bersifat akut atau menahun. Kelainan yang akut memberikan gambaran yang
berupa makula yang eritematous dengan erosi dan kadang-kadang terjadi
ekskoriasis. Pinggir kelainan kulit tampak tegas dan aktif.Apabila kelainan
menjadi menahun maka efloresensi yang nampak hanya makula yang
hiperpigmentasi disertai skuamasi dan likenifikasi. Gambaran yang khas adalah
lokalisasi kelainan, yakni daerah lipat paha sebelah dalam, daerah perineum
dan sekitar anus. Kadang-kadang dapat meluas sampai ke gluteus, perot bagian
bawah dan bahkan dapat sampai ke aksila.
Penyebab utama  Epidermofiton flokkosum, T. rubrum dan T. mentografites.
Diagnosa Banding:
1. Kandidiasis inguinalis
2. Eritrasma
3. Psoriasis vulgaris
4. Pitiriasis rosea

D. TINEA MANUS DAN TINEA PEDIS

Tinea pedis disebut juga Athlete's foot = "Ring worm of the foot". Penyakit ini
sering menyerang orang-orang dewasa yang banyak bekerja di tempat basah
seperti tukang cuci, pekerja-pekerja di sawah atau orang-orang yang setiap hari
harus memakai sepatu yang tertutup seperti anggota tentara. Keluhan subjektif
bervariasi mulai dari tanpa keluhan sampai rasa gatal yang hebat dan nyeri bila
ada infeksi sekunder.

21
Ada 3 bentuk Tinea pedis:
1. Bentuk intertriginosa
Keluhan yang tampak berupa maserasi, skuamasi serta erosi, di celah-celah
jari terutama jari IV dan jari V. Hal ini terjadi disebabkan kelembaban di
celah-ceIah jari tersebut membuat jamur-jamur hidup lebih subur. Bila
menahun dapat terjadi fisura yang nyeri bila kena sentuh. Bila terjadi infeksi
dapat menimbulkan selulitis atau erisipelas disertai gejala-gejala umum.
2. Bentuk hyperkeratosis
Terjadi penebalan kulit disertai sisik terutama ditelapak kaki, tepi kaki dan
punggung kaki. Bila hiperkeratosisnya hebat dapat terjadi fisura-fisura yang
dalam pada bagian lateral telapak kaki.
3. Bentuk vesikuler subakut
Kelainan-kelainan yang timbul di mulai pada daerah sekitar antar jari,
kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki. Tampak ada vesikel
dan bula yang terletak agak dalam di bawah kulit, diserta perasaan gatal
yang hebat. Bila vesikel-vesikel ini memecah akan meninggalkan skuama
melingkar yang disebut Collorette. Bila terjadi infeksi akan memperhebat
dan memperberat keadaan sehingga dapat terjadi erisipelas. Semua bentuk
yang terdapat pada Tinea pedis, dapat terjadi pada Tinea manus, yaitu
dermatofitosis yang menyerang tangan. Penyebab utamanya ialah: T
.rubrum, T .mentagrofites, dan Epidermofiton flokosum.
Tinea manus dan Tinea pedis harus dibedakan dengan:
1. Dermatitis kontak akut alergis
2. Skabiasis
3. Psoriasispustulosa

E. TINEA UNGUIUM (Onikomikosis = ring worm of the nails)

Penyakit ini dapat dibedakan dalam 3 bentuk tergantung jamur penyebab dan
permulaan dari dekstruksi kuku. Subinguinal proksimal bila dimulai dari
pangkal kuku, Subinguinal distal bila di mulai dari tepi ujung dan Leukonikia
trikofita bila di mulai dari bawah kuku. Permukaan kuku tampak suram tidak
mengkilat lagi, rapuh dan disertai oleh subungual hiperkeratosis. Dibawah
kuku tampak adanya detritus yang banyak mengandung elemen
jamur.Onikomikosis ini merupakan penyakit jamur yang kronik sekali,
penderita minta pertolongan dokter setelah menderita penyakit ini setelah
beberapa lama, karena penyakit ini tidak memberikan keluhan subjektif, tidak
gatal, dan tidak sakit. Kadang-kadang penderita baru datang berobat setelah
seluruh kukunya sudah terkena penyakit.
Penyebab utama  T. rubrum, T. mentagrophytes
Diagnosis banding:
1. Kandidiasis kuku
2. Psoriasis yang menyerang kuku
3. Akrodermatitis persisten

22
F. TINEA BARBE

Penderita Tinea barbe ini biasanya mengeluh rasa gatal di daerah jenggot,
jambang dan kumis, disertai rambut-rambut di daerah itu menjadi putus. Ada 2
bentuk yaitu superfisialis dan kerion
1) Superfisialis
Kelainan-kelainan berupa gejala eritem, papel dan skuama yang mula-
mula kecil selanjutnya meluas ke arah luar dan memberi gambaran
polisiklik, dengan bagian tepi yang aktif. Biasanya gambaran seperti ini
menyerupai tinea korporis.
2) Kerion
Bentuk ini membentuk lesi-lesi yang eritematous dengan ditutupi krusta
atau abses kecil dengan permukaan membasah oleh karena erosi.
Tinea barbae ini didiagnosa banding dengan:
1. Sikosis barbae (folikulitis oleh karena piokokus)
2. Karbunkel
3. Mikosis dalam

G. TINEA IMBRIKATA

Penyakit ini adalah bentuk yang khas dari Tinea korporis yang disebabkan oleh
Trikofiton konsentrikum. Gambaran klinik berupa makula yang eritematous
dengan skuama yang melingkar.Apabila diraba terasa jelas skuamanya
menghadap ke dalam. Pada umumnya pada bagian tengah dari lesi tidak
menunjukkan daerah yang lebih tenang, tetapi seluruh makula ditutupi oleh
skuama yang melingkar. Penyakit ini sering menyerang seluruh permukaan
tubuh sehingga menyerupai:
1. Eritrodemia
2. Pempigus foliaseus
3. Iktiosis yang sudah menahun

3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Anamnesis
Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dan
dapat meluas ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas
ke supra pubis dan abdomen bagian bawah. Rasa gatal akan semakin
meningkat jika banyak berkeringat. Riwayat pasien sebelumnya adalah pernah
memiliki keluhan yang sama. Pasien berada pada tempat yang beriklim agak
lembab, memakai pakaian ketat, bertukar pakaian dengan orang lain, aktif
berolahraga, menderita diabetes mellitus. Penyakit ini dapat menyerang pada
tahanan penjara, tentara, atlit olahraga dan individu yang beresiko terkena
dermatophytosis.

23
Pemeriksaan Fisik dan Lab.
Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan
sekunder. Makula eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri
dari papula atau pustula. Jika kronis atau menahun maka efloresensi yang
tampak hanya makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan
disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat menimbulkan gambaran
likenifikasi.

1. Dengan Lampu Wood (Wood’s Lamp)


 Suatu lampu UV (3500 Ao) yang dilengkapi dengan filter khusus
terbuat dari nickel oxyde &silica, shg. sinar yang keluar hanya
mempunyai gelombang 320-400 nm
 Kalau sinar tsb. mengenai kulit yang mengandung jamur / miselium
maka kulit tersebut akan timbul fluoresensi.
Cara: kulit atau rambut yg akan diperiksa harus bersih, pemeriksaan
dilakukan di kamar gelap, lampu Wood diletakkan dg jarak 10-15 cm
dari permukaan kulit.

2. Dengan mikroskopis
 Untuk melihat elemen jamur (skuama, kuku & rambut)
 Menggunakan KOH 10-20 %
 Bahan pemeriksaan: kulit, kuku & rambut , dibersihkan dg alkohol
70% utk mengangkat kotoran.
 Bahan pemeriksaan kulit: skuama diambil dari daerah pinggir lesi yg
> aktif, bukan dari tengah lesi
 Bahan pemeriksaan kuku: diambil dari bagian kuku yg diduga
terinfeksi dg skalpel / kuret kulit, diambil fragmen kuku
 Bahan pemeriksaan rambut: dipilih rambut yg tidak mengkilap atau
kusam
Skuama :
 Skuama + KOH 20% biarkan 5` - 10`
 Dilihat dibawah mikroskop dengan pembesaran lemah dan
diapragma ditutup atau dikecilkan
 (+) : berarti ada jamurnya

24
Terlihat :
- batang-batang seperti pita panjang
- beruas-ruas
- bercabang
- pada ujungnya ada budding
- fluorescensi kuning kehijauan
- tidak terikat pada batas2 sel str. Corneum
Rambut
 Potongan rambut + KOH 10% biarkan 10` - 15`
 sesudah 15` dilihat dibawah mikroskop dengan pembesaran lemah
diapragma ditutup atau dikecilkan.
 Kalau (+) akan tampak spora :
- Endothrix spora berderet-deret diantara cuticula dalam
rambut.
- Ectothrix spora menempel pada rambut.
Kuku
 Potongan-potongan kuku direndam dengan KOH 20 % dalam tabung
kecil, biarkan selama 48 jam dalam suhu kamar, kuku akan hancur
jadi bubur.
 Dilihat dibawah mikroskop dengan pembesaran lemah dan
diapragma ditutup / dikecilkan.
 Kalau (+) : didapat spora dan atau mycelium

3. Dengan cara kultur/biakan


 Biakan diperlukan untuk identifikasi > akurat
 Skuama, kuku & rambut yang telah dipotong kecil, diletakkan media
dengan alat (ose) kemudian tempatkan dalam ruang dengan suhu
kamar (udara kamar), kalau (+) akan ada koloni dengan bentuk &
warna yang berbeda tergantung dermatofitanya.
 Kemudian koloni diambil sedikit dilihat dengan mikroskop untuk
mencari makrospora.

25
 Spesifisitas mencapai 98%.
Untuk mengetahui jenis jamurnya dapat dilakukan biakan pada
media agar Sabouraud yang telah ditambahkan antibiotik
(kloramfenikol) untuk menghindari kontaminasi bakteri.

4. Dengan biopsi  histopatologi


 Dilakukan untuk penyakit jamur yang mengenai kulit & jaringan di
bawah kulit, seperti misetoma, kromomikosis & fimomikosis
subkutis
 Kulit berpenyakit dibiopsi, kemudian dikirim ke PA
 Dengan pulasan hematoksilin eosin dapat dilihat adanya spora atau
miselium dalam stratum korneum

5. Dengan tes kulit


 Bahannya untuk test : Trichophytin
 disuntikkan secara intra kutan
 Hasil :
(-) berarti tidak menderita atau baru saja terkena infeksi
(+) berarti menderita penyakit atau baru saja sembuh
 Tanda (+) : ada urtika pada tempat suntikan

Diagnosis Banding

Gejala Tinea capitis Allopecia Trikotilomania Dermatitis


Areata Seboroik
Allopecia + + + +
(pd kepala) (Pd kepala,
alis, janggut)
Batas Tegas, Tegas, Tidak tegas Tegas, tidak
eromatous bulat/lonjong erimatous
Rambut Kusam, patah putus tidak tepat Tidak patah
mudah patah pd kulit kepala
Skuama + - - Berminyak
dan
kekuningan

26
Nyeri -/+ - - -
Gatal + - - -
Papul + - - eritema
eritem

1. Allopecia Areata kebotakan rambut yang penyebabnya belum


diketahui. Dengan gejala adanya bercak kerontokan/kebotakan rambut
pada daerah kulit kepala, alis, janggut. Batasnya tegas bulat/lonjong, tapi
tidak ada sisik/skuama.
2. Trikotilomania kelainan berupa keinginan atau kesenangan menarik
rambut sendiri sehingga terjadi kebotakan rambut. Hal ini diduga
dipengaruhi oleh faktor psikis.
3. Dermatitis Seboroik  peradangan kulit pada daerah yang banyak
terdapat kelenjar sebasea. Gejalanya dapat berupa eritema, skuama yang
berminyak berwarna kekuningan, dan batasnya tidak tegas.
3.8 Tatalaksana

Menghilangkan faktor risiko penting dengan memperbaiki kebersihan,


mengusahakan lesi selalu kering dan memakai baju yang menyerap keringat serta
mengganti pakaian, menghindari mengenakan celana ketat untuk mencegah
kelembaban daerah antar paha, serta menjaga berat badab ideal.

Pilihan terapi oral untuk infeksi jamur pada kulit


I. OBAT ANTI JAMUR TOPIKAL

Obat anti jamur topikal digunakan untuk pengobatan infeksi lokal pada kulit
tubuh yang tidak berambut (glabrous skin), namun kurang efektif untuk
pengobatan infeksi pada kulit kepala dan kuku, infeksi pada tubuh yang kronik
dan luas, infeksi pada stratum korneum yang tebal seperti telapak tangan dan kaki.

Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh obat anti jamur topikal lebih sedikit
dibandingkan obat anti jamur sistemik.

GOLONGAN AZOL – IMIDAZOL

Golongan azol – imidazol ditemukan setelah tahun 1960, relatif berspektrum luas,
bersifat fungistatik dan bekerja dengan cara menghambat sintesis ergosterol jamur
yang mengakibatkan timbulnya defek pada membran sel jamur. Obat anti jamur
golongan azol seperti klotrimazol, ketokonazol, ekonazol, oksikonazol,
sulkonazol dan mikonazol, mempunyai kemampuan menggangu kerja enzim
sitokrom P-450 lanosterol 14-demethylase yang berfungsi sebagai katalisator
untuk mengubah lanosterol menjadi ergosterol.

27
Klotrimazol

Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan klotrimazol cream 1%,
dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan
selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari.

Ekonazol

Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan ekonazol cream 1%, dosis
dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan
selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari.

Mikonazol

Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan mikonazol cream 2%, dosis
dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan
selama 2-4 minggu dan dioleskan 2 kali sehari.

Ketokonazol

Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan ketokonazol 1% cream,


dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya diberikan
selama 2-4 minggu dan dioleskan sekali sehari.

Sulkonazol

Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan sulkonazol 1% cream Dosis
dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya untuk
pengobatan tinea korporis, tinea kruris dioleskan 1 atau 2 kali sehari selama 3
minggu dan untuk tinea pedis dioleskan 2 kali sehari selama 4 minggu.

Oksikonazol

Untuk pengobatan infeksi jamur pada kulit digunakan oksikonazol 1% cream


ataau lotion. Dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien,
biasanya untuk pengobatan tinea korporis dan tinea kruris dioleskan 1 atau 2 kali
sehari selama 2 minggu, untuk tinea pedis dioleskan 1 tatau 2 kali sehari selama 4
mingggu.

Tiokonazol

Untuk infeksi pada kulit digunakan tiokonazol 1% cream, dosis dan lamanya
pengobatan tergantung dari kondisi pasien, biasanya untuk pengobatan tinea
korporis dioleskan 2 kali sehari selama 2-4 minggu, untuk tinea pedis dioleskan 2
kali sehari selama 6 minggu, untuk tinea kruris dioleskan 2 kali sehari selama 2
minggu.

28
GOLONGAN ALILAMIN / BENZILAMIN

Golongan alilamin yaitu naftifin, terbinafin dan golongan benzilamin yaitu


butenafin, bekerja dengan cara menekan biosentesis ergosterol pada tahap awal
proses metabolisme dan enzim sitokrom P-450 akan mengambat aktifitas squalene
eposidase. Dengan berkurangnya ergosterol, akan menyebabkan penumpukan
squalene pada sel jamur dan akan mengakibatkan kematian sel jamur. Alilamin
dan benzilamin bersifat fungisidal terhadap dermatofit.

Naftifine

Untuk pengobatan digunakan naftifine hydrochloride 1% cream dioleskan 1 kali


sehari selama 1 minggu.

Terbinafin

Digunakan terbinafin 1% cream yang dioleskan 1 atau 2 kali sehari, untuk


pengobatan tinea korporis dan tinea kruris digunakan selama 1-2 minggu, untuk
tinea pedis selama 2-4 minggu, untuk kandidiasis kutaneus selama 1-2 minggu.

Butenafin

Butenafin merupkan golongan benzilamin dimana struktur kimia dan aktifitas anti
jamurnya sama dengan golongan alilamin. Butenafine bersifat fungisidal terhadap
dermatofit dan dapat digunakan untuk pengobatan tinea korporis, tinea kruris dan
tinea pedis dan bersifat fungisidal. Dioleskan 1 kali sehari selama 4 minggu.

II. OBAT ANTI JAMUR SISTEMIK

Pemberian obat anti jamur sistemik digunakan untuk pengobatan infeksi jamur
superfisial dan sistemik (deep mikosis), obat-obat tersebut yaitu :

1. GRISEOFULVIN


 Griseofulvin merupakan antibiotik antijamur yang berasal dari spesies

Penicilium mold. Pertama kali diteliti digunakan sebagai anti jamur pada
tumbuhan dan kemudian diperkenalkan untuk pengobatan infeksi dermatofita
pada hewan. Pada tahun 1959, diketahui griseofulvin ternyata efektif untuk
pengobatan infeksi jamur superfisial pada manusia. Griseofulvin merupakan obat
anti jamur yang pertama diberikan secara oral untuk pengobatan dermatofitosis.

Mekanisme kerja


Griseofulvin merupakan obat anti jamur yang bersifat fungistatik, berikatan

dengan protein mikrotubular dan menghambat mitosis sel jamur.

29
Aktifitas spektrum


Griseofulvin mempunyai aktifitas spektrum yang terbatas hanya untuk spesies


Epidermophyton floccosum, Microsporum spesies dan Trichophyton spesies, yang
merupakan penyebab infeksi jamur pada kulit, rambut dan kuku.

Farmakokinetik

Pemberian griseofulvin secara oral dengan dosis 0,5 - 1 gr, akan menghasilkan
konsentrasi puncak plasma sebanyak 1 mikrogram / ml dalam waktu 4 jam dan
level dalam darah bervariasi. Griseofulvin mempunyai waktu paruh di dalam
plasma lebih kurang 1 hari, dan ± 50 % dari dosis oral dapat di deteksi di dalam
urin dalam waktu 5 hari dan kebanyakan dalam bentuk metabolit.

Griseofulvin sangat sedikit diabsorpsi dalam keadaan perut kosong.


Mengkonsumsi griseofulvin bersama dengan makanan berkadar lemak tinggi,
dapat meningkatkan absorpsi mengakibatkan level griseofulvin dalam serum akan
lebih tinggi. Ketika diabsorpsi, griseofulvin pertama kali akan berikatan dengan
serum albumin dan distribusi di jaringan di ditentukan dengan plasma free
concentration. Selanjutnya menyebar melalui cairan transepidermal dan keringat
dan akan dideposit di sel prekusor keratin kulit (stratum korneum) dan terjadi
ikatan yang kuat dan menetap. Lapisan keratin yang terinfeksi, akan digantikan
dengan lapisan keratin baru yang lebih resisten terhadap serangan jamur.
Pemberian griseofulvin secara oral akan mencapai stratum korneum setelah 4 - 8
jam.

Griseofulvin di metabolisme di hepar menjadi 6 – desmethyl griseofulvin, dan


akan di ekskresikan melalui urin. Eliminasi waktu paruh 9-21 jam dan kurang dari
1% dari dosis akan di jumpai pada urin tanpa perubahan bentuk.

Dosis

Griseofulvin terdiri atas 2 bentuk yaitu mikrosize (mikrokristallin) dan


ultramikrosize (ultramikrokristallin). Bentuk ultramikrosize, penyerapannya pada
saluran pencernaan 1,5 kali dibandingkan dengan bentuk mikrosize.

Pada saat ini, griseofulvin lebih sering digunakan untuk pengobatan tinea kapitis.
Tinea kapitis lebih sering dijumpai pada anak-anak disebabkan oleh Trychopyton
tonsurans.

Dosis griseofulvin (pemberian secara oral) yaitu dewasa 500 -1000 mg / hari
(mikrosize) dosis tunggal atau terbagi dan 330 – 375 mg / hari (ultramikrosize)
dosis tunggal atau terbagi. Anak - anak ≥ 2 tahun 10 - 15 mg / kg BB / hari
(mikrosize), dosis tunggal atau terbagi dan 5,5 - 7,3 mg / kg BB / hari
(ultramikrosize) dosis tunggal atau terbagi. Lama pengobatan untuk tinea korporis
dan kruris selama 2 - 4 minggu, untuk tinea kapitis paling sedikit selama 4 - 6
minggu, untuk tinea pedis selama 4 - 8 minggu dan untuk tinea unguium selama 3

30
- 6 bulan.


Efek samping

Efek samping griseofulvin biasanya ringan berupa sakit kepala, mual, muntah dan
sakit pada abodominal. Timbunya reaksi urtikaria dan erupsi kulit dapat terjadi
pada sebagian pasien.

Interaksi obat


Absorbsi griseofulvin menurun jika diberikan bersama dengan fenobarbital tetapi


efek tersebut dapat di kurangi dengan cara mengkonsumsi griseofulvin bersama
makanan. Griseofulvin juga dapat menurunkan efektifitas warfarin yang
merupakan antikoagulan. Kegagalan kontrasepsi telah dilaporkan pada pasien
yang mengkonsumsi griseofulvin dan oral kontrasepsi.

2. KETOKONAZOL

Ketokonazol diperkenalkan untuk pertama kalinya pada tahun 1977 dan di


Amerika Serikat pada tahun 1981. Ketokonazol merupakan antijamur golongan
imidazol yang pertama diberikan secara oral.


 Mekanisme kerja

Ketokonazol bekerja menghambat biosintesis ergosterol yang merupakan sterol


utama untuk mempertahankan integritas membran sel jamur. Bekerja dengan cara
menginhibisi enzim sitokrom P-450, C-14-α-demethylase yang bertanggungjawab
merubah lanosterol menjadi ergosterol, hal ini akan mengakibatkan dinding sel
jamur menjadi permiabel dan terjadi penghancuran jamur.


Aktifitas spektrum

Ketokonazol mempunyai spekrum yang luas dan efektif terhadap Blastomyces


dermatitidis, Candida spesies, Coccidiodes immitis, Histoplasma capsulatum,
Malassezia furfur, Paracoccidiodes brasiliensis. Ketokonazol juga efektif
terhadap dermatofit tetapi tidak efektif terhadap Aspergillus spesies dan
Zygomycetes.


Farmakokinetik

Ketokonazol yang diberikan secara oral, mempunyai bioavailabilitas yang luas


antara 37% - 97% di dalam darah. Puncak waktu paruh yaitu 2 jam dan berlanjut
7-10 jam. Ketokonazol mempunyai daya larut yang optimal pada pH dibawah 3
dan akan lebih mudah diabsorbsi.

31
Ketokonazol mempunyai ikatan yang kuat dengan keratin dan mencapai keratin
dalam waktu 2 jam melalui kelenjar keringat eccrine. Penghantaran akan menjadi
lebih lambat ketika mencapai lapisan basal epidermis dalam waktu 3 - 4 minggu.
Konsentrasi ketokonazol masih tetap dijumpai, sekurangnya 10 hari setelah obat
dihentikan.

Ketokonazol mempunyai distribusi yang luas melalui urin, saliva, sebum, kelenjar
keringat eccrine, serebrum, cairan pada sendi dan serebrospinal fluid (CSF).
Namun, ketokonazol 99% berikatan dengan plasma protein sehingga level pda
CSF rendah.

Ketokonazol dimetabolisme di hati dan diubah menjadi metabolit yang tidak aktif
dan diekskresi bersama empedu ke dalam saluran pencernaan.

Dosis

Dosis ketokonazol yang diberikan pada orang dewasa 200 mg / hari, dosis tunggal
dan untuk kasus yang serius dapat ditingkatkan hingga 400 mg / hari sedangkan
dosis untuk anak-anak 3,3 – 6,6 mg / kg BB, dosis tunggal. Lama pengobatan
untuk tinea korporis dan tinea kruris selama 2 - 4 minggu.

Efek samping

Anoreksia, mual dan muntah merupakan efek samping yang sering di jumpai.
Ketokonazol juga dapat menimbulkan efek hepatotoksik yang ringan tetapi
kerusakan hepar yang serius jarang terjadi. Peninggian transaminase sementara
dapat terjadi pada 5-10% pasien. Efek samping yang serius dari hepatotoksik
adalah idiosinkratik dan jarang ditemukan yaitu 1:10000 dan 1:15000, biasanya
djumpai pada pasien yang mendapat pengobatan lebih dari 2 minggu. Untuk
pengobatan jangka waktu yang lama, dianjurkan dilakukan pemeriksaan fungsi
hati. Dosis tinggi ketokonazol (>800 mg/hari) dapat menghambat sintesis human
adrenal dan testikular steroid yang dapat menimbulkan alopesia, ginekomasti dan
impoten.

Interaksi obat

Konsentrasi serum ketokonazol dapat menurun pada pasien yang mengkonsumsi


obat yang dapat menurunkan sekresi asam lambung seperti antasid, antikolinergik
dan H2-antagonis sehingga sebaiknya obat ini di berikan setelah 2 jam pemberian
ketokonazol. Ketokonazol dapat memperpanjang waktu paruh seperti terfenadin,
astemizol dan cisaprid sehingga sebaiknya tidak diberikan bersama dan juga dapat
menimbulkan efek samping kardiovaskular seperti pemanjangan Q-T interval dan
torsade de pointes.

Ketokonazol juga dapat memperpanjang waktu paruh dari midazolam dan


triazolam dan dapat meningkatkan level siklosporin dan konsentrasi serum dari
warfarin. Pemberian bersama ketokonazol dengan rifampicin dapat menurunkan

32
efektifitas ke dua obat.

3. ITRAKONAZOL

Itrakonazol diperkenalkan pada tahun 1992 merupakan sintesis derivat triazol.

Mekanisme kerja


 Mekanisme kerja itrakonazol dengan cara menghambat 14-α-demethylase yang


merupakan suatu enzim sitokrom P-450 yang bertanggung jawab untuk merubah
lanosterol menjadi ergosterol pada dinding sel jamur.


Aktifitas spektrum

Itrakonazol mempunyai aktifitas spektrum yang luas terhadap Aspergillosis


spesies, Blastomyces dermatitidis, Candida spesies, Coccidiodes immitis,
Cryptococcus neoformans, Histoplasma capsulatum, Malassezia furfur,
Paracoccidiodes brasiliensis, Scedosporium apiospermum dan Sporothrix
schenckii. Itrakonazol juga efektif terhadap dematiaceous moulds dan dermatofit
tetapi tidak efektif terhadap Zygomycetes.

Farmakokinetik

Absorbsi itrakonazol tidak begitu sempurna pada saluran gastrointestinal (55%)


tetapi absorbsi tersebut dapat ditingkatkan jika itrakonazol dikonsumsi bersama
makanan. Pemberian oral dengan dosis tunggal 100 mg, konsentrasi puncak
plasma akan mencapai 0,1-0,2 mg/L dalam waktu 2-4 jam.

Itrakonazol mempunyai ikatan protein yang tinggi pada serum melebihi 99%
sehingga konsentrasi obat pada cairan tubuh seperti pada CSF jumlahnya sedikit.
Namun sebaliknya konsentrasi obat di jaringan seperti paru-paru, hati dan tulang
dapat mencapai 2 atau 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada serum. Konsentrasi
itrakonazol yang tinggi juga ditemukan pada stratum korneum akibat adanya
sekresi obat pada sebum. Itrakonazol tetap dapat ditemukan pada kulit selama 2-4
minggu setelah pengobatan dihentikan dengan lama pengobatan 4 minggu
sedangkan pada jari kaki itrakonazol masih dapat ditemukan selama 6 bulan
setelah pengobatan dihentikan dengan lama pengobatan 3 bulan.

Kurang dari 0,03% dari dosis itrakonazol akan di ekskresi di urin tanpa
mengalami perubahan tetapi lebih dari 18% akan di buang melalui feces tanpa
mengalami perubahan. Itrakonazol di metabolisme di hati oleh sistem enzim
hepatik sitokrom P- 450. Kebanyakan metabolit yang tidak aktif akan di ekskresi
oleh empedu dan urin. Metabolit utamanya yaitu hidroksitrakonazol yang
merupakan suatu bioaktif.

Dosis

33
Dosis pengobatan untuk dermatofitosis adalah 100 mg/hari. Lama pengobatan
untuk tinea korporis atau tinea kruris adalah selama 2 minggu tetapi untuk tinea
manus dan tinea pedis adalah selama 4 minggu.

Efek samping

Efek samping yang sering dijumpai adalah masalah gastrointestinal seperti mual,
sakit pada abdominal dan konstipasi. Efek samping lain seperti sakit kepala,
pruritus dan ruam allergi.

Efek samping yang lain yaitu kelainan test hati yang dilaporkan pada 5% pasien
yang ditandai dengan peninggian serum transaminase, ginekomasti dilaporkan
terjadi pada 1% pasien yang menggunakan dosis tinggi, impotensi dan penurunan
libido pernah dilaporkan pada pasien yang mengkonsums itrakonazol dosis tinggi
400 mg /hari atau lebih.

Interaksi obat

Absorbsi itrakonazol akan berkurang jika diberikan bersama dengan obat-obat


yang dapat menurunkan sekresi asam lambung seperti antasid, H2-antagonis,
omeprazol dan lansoprazol.

Itrakonazol dan metabolit utamanya merupakan suatu inhibitor dari sistem enzim
human hepatic sitokrom P-450-3A4 sehingga pemberian itrakonazol bersama
dengan obat lain yang metabolismenya melalui sistem tersebut dapat
meningkatkan konsentrasi azol, interaksi obat ataupun ke duanya. Itrakonazol
dapat memperpanjang waktu paruh dari obat-obat seperti terfenadin, astemizol,
midazolam, triazolam, lovastatin, simvastatin, cisaprid, pimozid, quinidin.
Itrakonazol juga dapat meningkatkan konsentrasi serum digoxin, siklosporin,
takrolimus dan warfarin.

4. TERBINAFIN

Terbinafin merupakan anti jamur golongan alilamin yang dapat diberikan secara
oral. Pertama kali ditemukan pada tahun 1983, di gunakan di Eropa sejak tahun
1991 dan di Amerika Serikat pada tahun 1996.

Mekanisme Kerja


Terbinafin bekerja menghambat sintesis ergosterol (merupakan komponen


sterol yang utama pada membran plasma sel jamur), dengan cara menghambat
kerja squalene epoxidase (merupakan suatu enzim yang berfungsi sebagai katalis
untuk mengubah squalene menjadi squalene-2,3 epoxide). Dengan berkurangnya
ergosterol yang berfungsi untuk mempertahankan pertumbuhan membran sel
jamur sehingga pertumbuhan akan berhenti, disebut dengan efek fungistatik dan
dengan adanya penumpukan squalene yang banyak di dalam sel jamur dalam
bentuk endapan lemak sehingga menimbulkan kerusakan pada membran sel jamur

34
disebut dengan efek fungisidal.

Aktifitas spectrum

Terbinafin merupakan anti jamur yang berspektrum luas. Efektif terhadap


dermatofit yang bersifat fungisidal.

Farmakokinetik

Terbinafin di absorbsi dengan baik jika diberikan dengan cara oral yaitu 70% dan
akan tercapai konsentrasi puncak dari serum berkisar 0,8-1,5 mg/L setelah
pemberian 2 jam dengan 250 mg dosis tunggal. Pemberian bersama makanan
tidak mempengaruhi absorbsi obat.

Terbinafin bersifat lipofilik dan keratofilik, terdistribusi secara luas pada pada
dermis, epidermis, jaringan lemak dan kuku. Konsentrasi plasma terbinafin
terbagi dalam tiga fase dimana waktu paruh terbinafin yang terdistribusi di dalam
plasma yaitu 1,1 jam ; eliminasi waktu paruh yaitu 16 dan 100 jam setelah
pemberian 250 mg dosis tunggal ; setelah 4 minggu pengobatan dengan dosis 250
mg /hari terminal waktu paruh rata-rata yaitu 22 hari di dalam plasma. Di dalam
dermis- epidermis, rambut dan kuku eliminasi waktu paruh rata-rata yaitu 24-28
hari.

Terbinafin dapat mencapai stratum korneum, pertama kali melalui sebum


kemudian bergabung dengan basal keratinosit dan selanjutnya berdifusi ke
dermis- epidermis tetapi terbinafin di dalam kelenjar keringat ekrine tidak
terdeteksi. Terbinafin yang diberikan secara oral akan menetap di dalam kulit
dengan konsentrasi di atas MIC untuk dermatofit selama 2-3 minggu setelah obat
di hentikan. Terbinafin dapat terdeteksi pada bagian distal dari nail plate dalam
waktu 1 minggu setelah pengobatan dan level obat yang efektif dicapai setelah 4
minggu pengobatan. Terbinafin tetap akan dijumpai di dalam kuku untuk jangka
waktu yang lama setelah pengobatan dihentikan.

Terbinafin di metabolisme di hepar dan metabolit yang tidak aktif akan di ekskresi
melalui urin sebanyak 70% dan melalui feces sebanyak 20%.

Dosis

Terbinafin tersedia dalam bentuk tablet 250 mg tetapi tidak tersedia dalam bentuk
parenteral.

Oral terbinafin efektif untuk pengobatan dermatofitosis pada kulit dan kuku.
Dosis terbinafin oral untuk dewasa yaitu 250 mg/hari tetapi pada pasien dengan
ganguan hepar atau fungsi ginjal (kreatinin clearence < 50 ml/menit atau
konsentrasi serum kreatinin > 300 μmol/ml) dosis harus diberikan setengah dari
dosis diatas. Pengobatan tinea pedis selama 2-6 minggu, tinea korporis dan kruris
selama 2-4 minggu sedangkan infeksi pada kuku tangan selama 3 bulan dan kuku

35
kaki selama 6 bulan atau lebih.

Efek samping

Efek samping pada gastrointestinal seperti diare, dyspepsia, sakit di abdominal


sering dijumpai. Jarang dijumpai pasien yang menderita kerusakan hepar dan
meninggal akibat mengkonsumsi terbinafin untuk pengobatan infeksi kuku.
Terbinafin tidak direkomendasikan untuk pasien dengan penyakit hepar yang
kronik atau aktif.

Interaksi obat

Terbinafin tidak mempunyai efek clearance terhadap obat lain yang


metabolismenya melalui hepatik sitokrom P-450. Namun konsentrasi darah akan
menurun jika terbinafin di berikan bersama rifampicin yang merupakan suatu
inducer yang poten terhadap sistem enzim hepatik sitokrom P-450. Level darah
pada terbinafin dapat meningkat jika pemberiannya bersama cimetidin yang
merupakan sitokrom P-450 inhibitor.

3.9 Komplikasi

a) Selulitis. Infeksi tinea pedis, terutama tipe interdigital dapat mengakibatkan


selulitis. Selulitis dapat terjadi pada daerah ektermitas bawah. Selulitis
merupakan infeksi bakteri pada daerah subkutaneus pada kulit sebagai akibat
dari infeksi sekunder pada luka. Faktor predisposisi selulitis adalah trauma,
ulserasi dan penyakit pembuluh darah perifer.Dalam keadaan lembab, kulit
akan mudah terjadi maserasi dan fissura, akibatnya pertahanan kulit menjadi
menurun dan menjadi tempat masuknya bakteri pathogen seperti β-hemolytic
streptococci (group A, B C, F, and G), Staphylcoccus aureus, Streptococcus
pneumoniae, dan basil gram negatif.. Apabila telah terjadi selulitis maka
diindikasikan pemberian antibiotik. Jika terjadi gejala yang sifatnya sistemik
seperti demam dan menggigil, maka digunakan antibiotik secara intravena.
Antibiotik yang dapat digunakan berupa ampisillin, golongan beta laktam
ataupun golongan kuinolon.
b) Dermatofid. Dermatofid juga dikenal sebagai reaksi “id”, merupakan suatu
penyakit imunologik sekunder tinea pedis dan juga penyakit tinea lainnya.
Hal ini dapat menyebabkan vesikel atau erupsi pustular di daerah infeksi
sekitar palmaris dan jari-jari tangan. Reaksi dermatofid bisa saja timbul
asimptomatis dari infeksi tinea pedis. Reaksi ini akan berkurang setelah
penggunaan terapi antifungal. Komplikasi ini biasanya terkena pada pasien
dengan edema kronik, imunosupresi, hemiplegia dan paraplegia, dan juga
diabetes. Tanpa perawatan profilaksis penyakit ini dapat kambuh kembali.

3.10 Prognosis

36
Perkembangan penyakit dermatofitosis dipengaruhi oleh bentuk klinik dan
penyebab penyakitnya disamping faktor-faktor yang memperberat atau
memperingan penyakit. Apabila faktor-faktor yang memperberat penyakit dapat
dihilangkan, umumnya penyakit ini dapat hilang sempurna.
3.11 Pencegahan

Menghindari faktor- faktor pencetus, seperti :

 Jaga kebersihan diri, terutama terhadap lembab


 Jaga imun tubuh dengan konsumsi makanan bergizi dan hidup sehat
 Menjaga berat badan ideal
 Mengeringkan badan setelah mandi
 Hindari memakai pakaian yang terlalu ketat
 Bedak antijamur untuk mengurangi resiko berulang
 Menjaga kebersihan tangan dan kaki dengan sering mencucinya
 Menjaga kaki agar tetap kering, dan tidak lembab

LI 4 Memahami dan Menjelaskan Menjaga dan Memelihara Kesehatan


Kulit dalam Pandangan Islam

Islam adalah agama yang sangat memperhatikan kebersihan, tidak hanya


kebersihan batiniah, tetapi juga kebersihan lahiriah (fisik). Dalam Al Quran serta
hadits Rasulullah saw. bertebaran perintah, langsung maupun tidak langsung,
yang memerintahkan seorang muslim untuk senantiasa menjaga kebersihan.

Salah satu hadits yang terkait dengan hal itu adalah sebagai berikut.

“Bersihkanlah dirimu karena sesungguhnya Islam itu bersih.” (Riwayat Ibnu


Hibban).

Kebersihan bahkan merupakan salah satu prasyarat dari hadirnya cinta


Allah Swt. kepada seorang hamba, ”Innallâha yuhibbul mutathahirîna;
sesungguhnya Allah sangat mencintai orang-orang yang membersihkan dirinya.”

Bagian tubuh manusia yang sangat diperhatian Islam untuk dibersihkan


adalah kulit. Kulit dapat diibaratkan sebagai kertas pembungkus ajaib yang
memiliki kemampuan melindungi tubuh dari mikroorganisme penyebab penyakit.
Jika tubuh dianggap sebagai kastil yang dikepung musuh, kita bisa menyebut kulit
sebagai dinding kastil yang kuat.

Wudu merupakan salah satu mekanisme canggih yang Allah Swt. tetapkan
atas orang beriman untuk menjaga kebersihan kulit ini. Apabila ada najis atau
kotoran yang menempel pada kulit, ibadah shalat yang dilaksanakan bisa menjadi
batal. Itulah mengapa Allah dan Rasul-Nya memerintahkan kita untuk berwudu

37
menjelang shalat. Penemuan-penemuan ilmiah terbaru semakin menguatkan
pandangan bahwa wudu sangat efektif untuk menjaga kesehatan kulit manusia.

Pakaian gaya Barat dirancang bukannya untuk menutup aurat, tetapi untuk
mendatangkan syahwat. Akibatnya, pergaulan antara pria dan wanita cenderung
tidak mengenal kehormatan diri dan tidak lagi didasari oleh iman dan akhlaq yang
terpuji. Sikap dan perilaku tidak terhormat seperti digambarkan di atas sangat
dibenci oleh Islam. Sehingga untuk mencegah dan menangkalnya, Islam telah
mensyariatkan pemakaian jilbab bagi wanita muslim.

Allah SWT berfirman :

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri


orang-orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal sehingga
mereka tidak diganggu.” (Al-Ahzab: 59)

Ayat ini menegaskan bahwa wanita-wanita mukmin diperintah untuk


menjulurkan jilbabnya, yakni memakai hijab untuk menutup auratnya. Adapun
yang dimaksud dengan jilbab atau hijab itu adalah sejenis baju kurung dengan
kerudung yang longgar bentuknya, yang didesain supaya dapat menutup kepala,
muka, dan dada. Model pakaian seperti itu sudah umum dipakai oleh kaum
muslimah karena merupakan simbol penampilan wanita pribadi yang shalihah.

Rasulullah saw bersabda, “Wahai Asma’, sesungguhnya wanita itu bila sudah
menstruasi (baligh) tidak pantas terlihat tubuhnya kecuali ini dan ini. Dan beliau
menunjukkan muka dan telapak tangannya.” (HR Abu Dawud dan Aisyah)

Syariat Islam mewajibkan wanita mengenakan jilbab, yakni berpakaian


yang benar-benar menutup aurat, tidak lagi agar kaum wanita tidak terjerumus
menjadi alat penggoda bagi setan untuk melecehkan akhlaq dan nilai-nilai
kemanusiaan.. Dengan kata lain, jilbab dapat dikategorikan sebagai pengontrol
perilaku wanita guna menyelamatkan kehormatan dirinya dari berbagai macam
godaan dan rongrongan setan.

38
DAFTAR PUSTAKA

Al quran dan Hadist

Menaldi, Sri Linuwih. 2017. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Badan
penerbit FKUI.

Ramona Dumasari Lubis : Pengobatan Dermatomikosis, 2008 USU e-Repository


2009

http://www.bekamhijamah.com/index.php?Sehat_secara_Islam_dengan_dr.Aldjoe
frie:Menjaga_kesehatan_kulit_badan_dan_wajah_dengan_sistem_Islam
Indraini : Pravelensi folikulitis pitisporum diantara pasien akne vulgaris dan
erupsi di Poliklinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUPN Dr.Cipto
Mangunkusomo, Jakrta: tesis, Program Pendidikan Dokter Spesialis FKUI,
Jakarta (2001)
Jacinto-JAmora, S.: Tamesis, J; Katigbak, M.L.: Ptyrosporoum folikulitis in the
Philippines; Diagnosis prevalence and management. J. Am. Acad. Dermatol;695-6
(1991)
Rippon, J.W.: Medical Mycology. The Pathogenic Fungi and the Pathogenic
Actinomycetes (W.B. Sauders Company, Philadelphia, London, Toronto 1982)
Siregar, R. dan Thaha, M.A.: Sporothricosis kulit pada RSUP Palembang, jilid I,
hal 334-339 (KONAS PADVI,Surabaya 1976)
Martin AG. Fungal disease with cutaneous involvement in dermatology.
Dermatology in general medicine. New york : Mc Graw Hill.

39

Anda mungkin juga menyukai