Disusun oleh :
Ganang Suryansa Agusalim (1102015085)
Iqbal Musyaffa (1102015100)
Pembimbing :
Dr. Jon Prijadi, Sp.THT.KL
1
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. E
Usia : 35 Th
Alamat : Kp. Sasak bakar RT 001/001 Kertamukti
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Marital : Sudah Menikah
Pekerjaan : IRT
Tanggal Pemeriksaan : 23 Juli 2021
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal
23 Juli 2021 pukul 10.30 WIB
Keluhan Utama:
Telinga kiri terasa gatal
Keluhan Tambahan:
Telinga kiri terasa penuh dan nyeri
2
tidak bercampur lendir. Keluhan gatal awalnya dirasakan ketika pasien
mengorek- ngorek telinga menggunakan cotton bud dan terkadang
menggunakan jari tangan setelah berenang sejak 6 bulan yang lalu, dan
kemudian beberapa kali kemasukan air pada telinga kirinya. Saat
pasien merasakan air masuk ke telinganya, pasien memasukkan air
kembali ke dalam telinga kiri untuk mencoba mengeluarkan air yang
masuk ke telinga sebelumnya.
Riwayat Pengobatan
Riwayat konsumsi obat (-)
Riwayat Alergi
Tidak ada
3
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x / menit
Respirasi : 20 x / menit
Suhu : 36,50C
Kepala : Normocephal, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba
massa
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat, isokor, RCL/RCTL (+/+)
Leher : Trakea ditengah, tidak teraba massa, tidak teraba
pembesaran KGB
Thorax
Pulmo : Pergerakan dinding dada simetris kanan kiri, suara
nafas vesikuler simetris kanan kiri, rhonki (-/-)
maupun wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi jantung 1 dan 2 normal reguler, murmur (-)
gallop (-)
Abdomen : Bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
Neurologis : Tidak dilakukan
4
kongenital
Radang tumor Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada
Retroaurikula Edema Tidak ada Tidak ada
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Fistula Tidak ada Tidak ada
Fluktuasi Tidak ada Tidak ada
Canalis Acusticus Kelainan
Tidak ada Tidak ada
Externus kongenital
Kulit Tidak hiperemis Hiperemis
Sekret Tidak ada Tidak ada
Serumen Tidak ada Ada
Edema Tidak ada Ada
Jaringan granulasi Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Kolesteatoma Tidak ada Tidak ada
Hifa Tidak ada Tidak ada
Debris Tidak ada Ada
Membran Timpani Bentuk Normal Normal
Warna Putih mutiara Putih mutiara
Intak Intak Intak
Cahaya Terlihat cone of Terlihat cone of
light di arah jam 5 light di arah jam 7
Tes Pendengaran :
Pemeriksaan Auris
Dextra Sinistra
Tes Rinne Positif Positif
Tes Weber Sama pada kedua telinga
Tes Swabach Sama dengan pemeriksa
Kesan : Normal
B. Hidung
Nasal
Bagian Kelainan
Dextra Sinistra
Keadaan Bentuk
Normal Normal
Luar Ukuran
Rhinosko Mukosa Tidak Hiperemis Tidak Hiperemis
5
pi Sekret Tidak ada Tidak ada
Anterior Krusta Tidak ada Tidak ada
Concha Eutrofi dan tidak Eutrofi dan tidak hiperemis
Inferior hiperemis
6
Uvula
Tidak deviasi
Halitosis
(-)
Mukosa Tidak hiperemis
Besar T1-T1 tenang
Kripta Tidak ada
Detritus Tidak ada
Perlengketan Tidak ada
Tonsil
D. Maxillofacial
7
Bagian Keterangan
Maxillofacial
Bentuk Tidak ditemukan kelainan
Parese N. Cranialis
E. Leher
Bagian Keterangan
Leher
Bentuk Bentuk normal, trakea berada di
Massa tengah
Massa (-), pembesaran KGB (-)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan pemeriksaan endoscopy :
Kesan :
Auricular Sinistra : canalis akustikus externa tampak edema (+),
hiperemis (+), secret (-), serumen (+), hifa(-), Debris (+) membran
timpani tampak intak, retraksi (-), buldging (-), perforasi (-).
8
RESUME
Pasien Ny. E datang ke Poliklinik THT RSUD Kabupaten Bekasi
dengan keluhan gatal telinga kiri sejak 4 hari. Pasien juga mengeluhkan
terasa penuh telinga kiri Keluhan gatal awalnya dirasakan ketika pasien
mengorek- ngorek telinga menggunakan cotton bud dan terkadang
menggunakan jari tangan setelah berenang sejak 6 bulan yang lalu..
Pada pemeriksaan Canalis Acusticus Externus Auricula Sinistra
didapatkan hipermis (+), edema (+), Debris(+), serumen (+), dan
membran timpani tampak intak.
H. DIAGNOSIS KERJA
Otomikosis Auricular Sinistra dalam perbaikan
I. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Clotrimazol 1 % 2 x 3 gtt AS
Asam mefenamat 3 x 500mg (jika perlu)
Non- Medikamentosa
Pembersihan liang telinga dengan baik (dibersihkan seluruh gumpalan
jamur dan debris, serta Ciairan dengan cara diisap, irigasi atau
dibersihkan dengan lidi kapas yang diberikan betadin)
Edukasi
Menjelaskan kepada pasien mengenai, penyakit, tatalaksana,
komplikasi dan prognosis penyakit.
Menjaga kebersihan telinga dan tidak mengorek-ngorek telinga
Menjaga telinga agar tetap kering dan tidak lembab sehingga jamur
tidak memiliki media untuk tumbuh
Tidak mengorek telinga dengan cotton bud
9
Menjelaskan bahwa penyakit ini merupakan penyakit infeksi sehingga
dengan penanganan yang tepat dapat disembuhkan tetapi bila dibiarkan
dapat mengakibatkan komplikasi lainnya.
Pasien dianjurkan untuk istirahat yang cukup agar kondisi tubuh dapat
prima sehingga proses perbaikan penyakit dapat berjalan dengan baik.
J. PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : Ad Bonam
Quo Ad Functionam : Ad Bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
10
Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan
telinga dalam.
Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (daun telinga) dan canalis
auditorius eksternus (liang telinga). Telinga tengah terdiri dari membran timpani,
cavum timpani dan tuba eustachius. Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah
siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah
kanalis semisirkularis.1
Anatomi telinga luar
Secara anatomi telinga luar dapat dibagi menjadi aurikula (pinna) dan
liang telinga (canalis acusticus eksternus/CAE). Telinga luar dipisahkan dengan
telinga tengah oleh membran timpani. Aurikula dan 1/3 lateral liang telinga tediri
dari kartilago elastis yang secara embrional berasal dari mesoderm dan sejumlah
kecil jaringan subkutan yang ditutupi oleh kulit dan adneksanya. Hanya lobulus
pinna yang tidak memiliki kartilago dan terdapat lemak.
Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari kartilago yang dilapisi
kulit. Bentuk kartilago ini unik dan harus diusahakan untuk mempertahankan
bangunan ini karena dapat menjaga telinga luar dari trauma. Kulit pada
permukaan luar daun telinga melekat erat pada kartilago di bawahnya beserta
jaringan ikat dari dermis yang padat membentuk perikondrium. Sebaliknya, kulit
permukaan belakang daun telinga mempunyai lapisan subkutan sejati.
Keadaan daun telinga serta posisi daun telinga yang terbuka merupakan
penyebab timbulnya sebagian besar masalah klinis yang mengenai daun telinga
yaitu trauma, kontak langsung dengan cuaca, dan infeksi.
Kanalis akustikus eksternus dapat dibagi menjadi 2 bagian. Bagian luar,
40% dari KAE adalah bagian kartilaginosa dan terdapat lapisan tipis jaringan
subkutan diantara kulit dan kartilago. Kulit yang melapisi bagian kartilaginosa
lebih tebal dari bagian tulang, selain itu juga mengandung folikel rambut yang
banyaknya bervariasi tiap individu namun ikut membantu menciptakan suatu
11
sawar dalam liang telinga. Bagian dalam, 60% dari KAE, adalah bagian osseus
terutama dibentuk oleh timpanic ring dan terdapat jaringan lunak yang sangat tipis
antara kulit, periosteum dan tulang.
Anatomi bagian ini sangat unik karena merupakan satu-satunya tempat
dalam tubuh dengan kulit langsung terletak di atas tulang tanpa adanya jaringan
subkutan. Dengan demikian daerah ini sangat peka dan tiap pembengkakan akan
sangat nyeri karena tidak terdapat ruang untuk ekspansi. Terdapat penyempitan
pada petemuan bagian kartilaginosa dan bagian osseus kanalis akustikus eksternus
yang disebut isthmus. Panjang kanalis akustikus eksternus pada orang dewasa
rata-rata 2,5 cm. Karena posisi membran timpani yang miring, maka bagian
posterosuperior kanalis akustikus eksternus lebih pendek 6 mm dari bagian
anteroinferior. Kanalis akustikus eksternus membentuk kurva seperti huruf S arah
superior dan posterior dari lateral ke medial. Kanalis akustikus eksternus juga
mengarah ke hidung sehingga pada pemeriksaannya aurikula perlu ditarik ke
superior, lateral dan posterior untuk meluruskan kanalis akustikus eksternus.
Bagian lateral kanalis akustikus eksternus dibatasi oleh meatus. Bagian
medial dibatasi oleh membran timpani dan bagian squamosa tulang temporal yang
menjadi barier yang baik terhadap penyebaran infeksi bila membran tersebut utuh.
Bila terjadi perforasi membran timpani, infeksi dapat menyebar kembali dan terus
menyebar dari telinga tengah ke kanalis akustikus eksternus. Tympanic ring yang
berbentuk seperti tapal kuda dan bagian squamosa tulang temporal memisahkan
kanalis akustikus eksternus dengan fossa cranial media, yang jarang terjadi
penyebaran infeksi secara langsung ke intracranial.
Batas posterior kanalis akustikus eksternus adalah kavum mastoid.
Beberapa pembuluh darah masuk ke kanalis akustikus eksternus, khususnya
sepanjang sutura tympanomastoid. Infeksi dapat menyebar secara hematogen
melalui segmen mastoid ini. Dari posterior ke bagian kartilaginosa kanalis
akustikus eksternus terdapat jaringan ikat tebal mastoid yang dapat menyebabkan
infeksi sekunder. Batas superior kanalis akustikus eksternus adalah fossa
infratemporal dan basis kranii infeksi yang meluas sampai ke atap kanalis
12
akustikus eksternus dapat meluas ke struktur ini. Batas anteriornya adalah kelenjar
parotis dan temporomandibular junction.
Pada kanalis akustikus eksternus terdapat tiga mekanisme pertahanan
pelindung yaitu tragus dan antitragus, kulit degan lapisan serumen, dan isthmus.
Tragus dan antitragus membentuk barier parsial terhadap benda asing
makroskopik. Kulit pada bagian kartilaginosa memiliki banyak sel rambut dan
kelenjar apokrin seperti halnya kelenjar seruminosa. Ketiga struktur adeneksa ini
bersama-sama memberikan fungsi proteksi dan biasa disebut unit
apopilosebaseous. Eksfoliasi sel-sel epitel skuamosa ikut berperan dalam
pembentukan materi sebagai lapisan pelindung penolak air pada dinding kanalis
ini. Gabungan berbagai bahan ini membentuk suasana asam dengan pH 6, yang
berfungsi mencegah infeksi. Migrasi sel epitel yang terlepas juga membentuk
suatu mekanisme pembersihan sendiri dari membran timpani ke arah luar.
Gambar 2. Unit Apopilosebaseus pada Kanalis Akustikus Eksternus
Kanalis akustikus
eksternus yang
normal memiliki
struktur proteksi
dan pembersihan
sendiri. Lapisan serumen
berangsur-angsur
berjalan pada salurannya yaitu setelah bagian
isthmus ke bagian
lateral kanalis akustikus eksternus dan kemudian keluar dari telinga. Pembersihan
kanalis akustikus eksternus yang berlebihan, baik karena alat maupun sebagai
suatu tindakan, dapat mengganggu barier pelindung primer dan dapat memicu
terjadinya infeksi. Variasi individu pada anatomi kanalis akustikus eksternus dan
konsistensi produksi serumen dapat menjadi predisposisi terjadinya penumpukan
serumen pada beberapa orang.
13
Anatomi telinga tengah
Membran Timpani
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah
liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut
Pars flaksida (Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa
(membrane propia). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah
lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus
bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis
lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat
elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.1
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani
disebut umbo. Membran timpani terdapat 2
macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut
inilah yang menyebabkan timbulnya reflek
cahaya yang berupa kerucut. Membran
timpani dibagi dalam 4 kuadran dengan
menarik garis searah dengan prosesus
longus maleus dan garis yang tegak lurus
pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan
bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-
depan serta bawah belakang, untuk
14
menyatakan letak perforasi membran timpani.1
Tulang-tulang Pendengaran
Didalam telinga tengah terdapat tulang-
tulang pendengaran yang tersusun dari luar
kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang
pendengaran didalam telinga tengah saling
berhubungan. Prosesus longus maleus melekat
pada membrane timpani, maleus melekat pada
inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes
terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan
dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan
persendian.
Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada
lamina propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan.
Dalam telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan
stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara. Maleus, inkus dan stapes diliputi
oleh epitel selapis gepeng. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik.
Ditempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan
telinga tengah dengan antrum mastoid.1
15
Otot ini dimulai dari suatu benjolan tulang dari dinding posterior
cavum timpani yang disebut eminentia pyramidalis. Kemudian tendonnya
berakhir pada collum dari stapes. Fungsi otot ini adalah untuk mengatur
gerakan dari stapes.
Tuba Eustachius
Telinga tengah berhubungan
dengan rongga faring melalui saluran
eustachius (tuba auditiva), yang
berfungsi untuk menjaga
keseimbangan tekanan antara kedua
sisi membrane timpani. Tuba auditiva
akan membuka ketika mulut
menganga atau ketika menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras,
membuka mulut merupakan usaha yang baik untuk mencegah pecahnya membran
timpani. Karena ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan
masuk melalui tuba auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan tekanan
yang sama antara permukaan dalam dan permukaan luar membran timpani.1
Telinga Dalam
Struktur membran disebut cochlea yang berkaitan dengan pendengaran
dan utricle, saccule, kanalis semisirkularis berkaitan dengan keseimbangan. Pada
telinga dalam terdapat organ verstibulokoklear yang memiliki fungsi penting
dalam penerimaan suara dan pengaturan keseimbangan.
16
organ vestibulokoklear yang disebut juga labirin karena bentuknya yang kompleks
didalam os pertrosus tulang temporal.
17
Struktur telinga tengah dan dalam. Labirin tulang merupakan salah satu
tulangterkeras dalam tubuh dan terdiri dari vestibulum, kanalis semirkularis dan
koklea.
Labirin Tulang
Labirin tulang merupakan rongga yang dilapisi periosteum. Rongga ini
terbagi menjadi tiga bagian yaitu vestibulum, kanalis semisirkularis dan koklea.
Vestibulum adalah ruangan kecil berbentuk oval berukuran sekitar 3 x 5 mm
berisikan utrikulus dan sakulus. Ditengah labirin tulang, vestibulum memisahkan
koklea dan kanalis semisirkularis. Terdapat 10 lubang pada dinding tulang
vestibulum, yaitu 5 untuk kanalis semisirkularis dan masing-masing satu untuk
vestibular aqueduct, cochlear aqueduct, foramen oval dan rotundum dan saraf.
Kanalis semisirkularis terdiri dari 3 bagian; posterior, anterior dan lateral
yang membentuk sudut 90° satu sama lain dan terletak di belakang vestibulum.
Masing-masing berdiameter 0,8-1,0 mm dengan ujung yang berdilatasi
membentuk bony ampulla.Vestibulum dan kanalis semisirkularis berperan dalam
pengaturan keseimbangan. Koklea adalah struktur berbentuk spiral yang berputar
sebanyak 2,5 sampai 2 2/3 putaran seperti rumah siput. Axis dari koklea adalah
modiulus berupa saluran untuk pembuluh darah arteri vertebralis dan serabut-
serabut saraf. Pada proksimal dari koklea terdapat cochlear aqueduct yang
menghubungkan labirin tulang dengan ruang subarachnoid yang terletak superior
terhadap jugular foramen dan round windows yang ditutupi oleh membran
timpani sekunder.
Labirin Membranosa
Labirin membranosa adalah rongga yang dilapisi epitel berisi cairan
endolimfatik yang dikelilingi oleh cairan perilimfatik di dalam labirin tulang.
Labirin membranosa dibagi menjadi dua bagian yaitu cochlear labyrinth dan
vestibular labyrinth.
18
Vestibular labyrinth terdapat
kantung oval yang disebut
utrikulus dan kantung yang
lebih kecil disebut sakulus
yang berisikan cairan
endolimfatik (utriculosaccular
duct). Pada dinding sakulus
dan utricle terdapat daerah-daerah kecil terbatas, disebut macula, terdiri dari epitel
sensoris khusus yang disarafi oleh cabang-cabang vestibular nerve. Cochlear
labyrinth dinamakan juga duktus koklearis dikelilingi oleh cairan perilimfatik di
dalam koklea. Duktus koklearis ditopang oleh ligamentum spiralis ke dinding
lateral dari koklea dan oleh oseus lamina spiralis ke modiolus.
19
sebarisan sel rambut dalam (inner hair cells) dan tiga baris sel rambut luar (outer
hair cells). Kedua jenis sel rambut adalah silindris dengan inti di basal dan banyak
mitokondria, serta terdapat stereosilia pada permukaannya. Stereosilia dilapisi
oleh membran tektorial dan berfungsi penting dalam transduksi sensoris.
20
Vena dialirkan ke vena auditori interna yang diteruskan ke sinus sigmoideus atau
sinus petrosus inferior. Vena-vena kecil melewati vestibular aqueduct dan
bermuara di sinus petrosus inferior dan superior.
Fisiologi Pendengaran
21
OTITIS EKSTERNA FUNGI
Epidemiologi
Otomikosis dapat dijumpai di berbagai wilayah di dunia, umumnya
prevalensi otomikosis terkait dengan wilayah demografis dengan tingkat
kelembaban yang tinggi di daerah tropis dan subtropis. Negara tropis dan
subtropis mempunyai derajat kelembaban yang tinggi sekitar 70-80% dengan
suhu udara sekitar 15-30o C. Meskipun otomikosis jarang mengancam nyawa,
tetapi menjadi tantangan untuk pasien dan dokter karena membutuhkan perawatan
jangka panjang dan tindak lanjut, dan kendala tingkat kekambuhan yang tinggi.
Etiologi
Jamur yang sering penyebab otomikosis terbanyak adalah Aspergillus sp.
Hal ini sesuai dengan Mohgadam dkk (2003) di Iran yang melaporkan bahwa 52
pasien otomikosis yang telah dilakukan pemeriksaan 1angsung dan kultur di
dapatkan Aspergillus niger pada 32 (61,5%) pasien, Aspergillus fumigatus pada 7
(13,5%) pasien, Aspergillus flavus pada 4 (5,8%) pasien, Aspergillus Sap pada 4
(5,8%) pasien. Panchal dkk (2013) di India dari bulan Juli sampai Oktober 2012
mendapatkan 50 pasien otomikosis yang telah dilakukan pemeriksaan kultur
22
jamur dengan hasil Aspergillus niger pada 13 (56,52%) pasien, Aspergillus flavus
pada l (4,34%) pasien, Aspergillus fumigatus pada 1 (4,34%) pasien dan sisanya
Candida spp. Mgbor (2001) di Nigeria melaporkan dari 72 pasien otomikosis
Aspergillus niger didapatkan pada 31 (43,l%) pasien, Candida 15 (20,83%)
pasien, Aspergillus flavus pada 15 (l9,4%) pasien dan Aspergillus fumigatus pada
11 (l5,3%) pasien.
Otitis eksterna dapat disebabkan oleh infeksi bakteri seperti Pseudomonas
aeruginosa, Proteus mirabilis, Staphylococcus, Streptococcus, dan beberapa
bakteri gram negatif. Serta dapat juga disebabkan oleh jamur seperti jamur
golongan Aspergillus atau Candida sp. Otitis eksterna difusa dapat juga terjadi
sekunder pada otitis media supuratif kronis. 4
Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya otitis eksterna, yaitu : 4,5
Derajat keasaman (pH)
pH pada liang telinga biasanya normal atau asam, pH asam berfungsi
sebagai protektor terhadap kuman. Bila terjadi perubahan pH menjadi basa
maka akan mempermudah terjadinya otitis eksterna yang disebabkan oleh
karena proteksi terhadap infeksi menurun.
Udara
Udara yang hangat dan lembab lebih memudahkan kuman dan jamur
untuk tumbuh.
Trauma
Trauma ringan misalnya setelah mengorek telinga merupakan faktor
predisposisi terjadinya otitis eksterna.
Berenang
Terutama jika berenang pada air yang tercemar. Perubahan warna kulit
liang telinga dapat terjadi setelah terkena air.
Di Amerika Serikat sekitar 98% otitis eksterna disebabkan aleh
Pseudomonas aeruginosa dan umumnya menyerang pasien diabetik yang
berusia tua. Kasus sisanya mungkin disebabkan oleh Proteus vulgaris,
Escherichia coli, S. aureus dan jamur seperti Candida albicans, Aspergillus sp
dan Mucor sp.4
23
Patofisiologi
Faktor yang berperan dalam timbulnya otomikosis yang terpenting ialah
suhu dan kelembaban udara yang meninggi serta bentuk anatomis dari liang
telinga. Pada suhu yang meninggi, produksi keringat menjadi berlebihan dan
menyebabkan reaksi bergeser kearah alkalis sehingga pembentukan serumen yang
memerlukan pH antara 4,7 sampai 7,5 terganggu. Sehingga hilangnya proteksi
kulit meatus terhadap kuman dan jamur.
Secara alami, sel-sel kulit yang mati, termasuk serumen, akan dibersihkan
dan dikeluarkan dari gendang telinga melalui liang telinga. Cotton bud dapat
mengganggu mekanisme pembersihan tersebut sehingga sel-sel kulit mati dan
serumen akan menumpuk di sekitar gendang telinga. Masalah ini juga diperberat
oleh adanya susunan anatomis berupa lekukan pada liang telinga.
Keadaan diatas dapat menimbulkan timbunan air yang masuk ke dalam
liang telinga ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah, lembab, hangat, dan
gelap pada liang telinga merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan bakteri
dan jamur.
Adanya faktor predisposisi otitis eksterna dapat menyebabkan berkurangnya
lapisan protektif yang menimbulkan edema epitel skuamosa. Keadaan ini
menimbulkan trauma lokal yang memudahkan bakteri masuk melalui kulit, terjadi
inflamasi dan cairan eksudat. Rasa gatal memicu terjadinya iritasi, berikutnya
infeksi lalu terjadi pembengkakan dan akhirnya menimbulkan rasa nyeri.
Proses infeksi menyebabkan peningkatan suhu lalu menimbulkan perubahan
rasa tidak nyaman dalam telinga. Selain itu, proses infeksi dapat mengeluarkan
cairan/nanah yang bisa menumpuk dalam liang telinga (meatus akustikus
eksterna) sehingga hantaran suara akan terhalang dan terjadilah penurunan
pendengaran.
Otalgia pada otitis eksterna disebabkan :
Kulit liang telinga luar beralaskan periostium & perikondrium bukan
bantalan jaringan lemak sehingga memudahkan cedera atau trauma. Selain
itu, edema dermis akan menekan serabut saraf yang mengakibatkan rasa
24
sakit yang hebat.
Kulit dan tulang rawan pada 1/3 luar liang telinga luar bersambung dengan
kulit dan tulang rawan daun telinga sehingga gerakan sedikit saja pada
daun telinga akan dihantarkan ke kulit dan tulang rawan liang telinga luar
sehingga mengakibatkan rasa sakit yang hebat pada penderita otitis
eksterna.
25
Gambar 5. Patofisiologi Otitis
Eksterna
Gejala Klinis
Rasa penuh pada telinga merupakan keluhan yang umum pada tahap
awal dari otitis eksterna dan sering mendahului terjadinya rasa sakit dan nyeri
tekan daun telinga.
Gatal merupakan gejala klinik yang sangat sering dan merupakan
pendahulu rasa sakit yang berkaitan dengan otitis eksterna akut. Pada kebanyakan
penderita rasa gatal disertai rasa penuh dan rasa tidak enak merupakan tanda
permulaan peradangan suatu otitis eksterna akuta. Pada otitis eksterna kronik
merupakan keluhan utama.
Rasa sakit di dalam telinga bisa bervariasi dari yang hanya berupa rasa
tidak enak sedikit, perasaan penuh didalam telinga, perasaan seperti terbakar
hingga rasa sakit yang hebat, serta berdenyut. Meskipun rasa sakit sering
merupakan gejala yang dominan, keluhan ini juga sering sering mengelirukan.
Kehebatan rasa sakit bisa agaknya tidak sebanding dengan derajat peradangan
yang ada. Ini diterangkan dengan kenyataan bahwa kulit dari liang telinga luar
langsung berhubungan dengan periosteum dan perikondrium, sehingga edema
dermis menekan serabut saraf yang mengakibatkan rasa sakit yang hebat. Lagi
pula, kulit dan tulang rawan 1/3 luar liang telinga bersambung dengan kulit dan
26
tulang rawan daun telinga sehingga gerakan yang sedikit saja dari daun telinga
akan dihantarkan ke kulit dan tulang rawan dari liang telinga luar dan
mengkibatkan rasa sakit yang hebat dirasakan oleh penderita otitis eksterna.
Kurang pendengaran mungkin terjadi pada keadaan akut dan kronik dari
otitis eksterna. Edema kulit liang telinga, sekret yang serous atau purulen,
penebalan kulit yang progresif pada otitis eksterna yang lama, sering menyumbat
lumen kanalis dan menyebabkan timbulnya tuli konduktif. Keratin yang
deskuamasi, rambut, serumen, debris, dan obat-obatan yang digunakan kedalam
telinga bisa menutup lumen yang mengakibatkan peredaman hantaran suara.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium. Dari anamnesis dapat didapatkan adanya keluhan rasa
gatal yang dominan, nyeri di dalam telinga, rasa penuh serta adanya sekret yang
keluar dari telinga. Pada riwayat biasanya terdapat kecenderungan beraktifitas
yang berhubungan dengan air, misalnya berenang, menyelam, dan sebagainya
Pada pemeriksaan kanalis akustikus eksternus (KAE) ditemukan berbagai variasi
derajat inflamasi meliputi hiperemi, edema liang telinga hingga terbentuknya
jaringan granulasi. Membran timpani sering tertutup debris, tampak meradang,
tampak penebalan dan kadang terjadi perforasi. Terkadang setelah debris
dibersihkan akan tampak ekskoriasis pada dinding KAE. Pada pemeriksaan
otoskopi terdapat gambaran Aspergillus sp berupa sumbatan oleh massa yang
27
berwarna kelabu kotor terdiri dari miselium dengan hifa dan konidiofora serta
spora bersamaan eksudat dan menyumbat hampir menutupi seluruh liang telinga.
Pada pemeriksaan otoskopi seringkali terdapat debris serta KAE yang eritema dan
edem. Jika A. niger adalah agen penyebab, dapat terlihat tumpukan jamur dengan
bulatan spora berwarna kehitaman. Debris ini meliputi meatus sehingga dapat
mengakibatkan obstruksi, terkadang digambarkan seperti kertas basah kehitaman
dan KAE dapat terlihat membengkak.
28
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan
terhadap preparat langsung maupun dengan pembiakan. Pada pemeriksaan
preparat langsung, skuama yang diambil dari kerokan kulit liang telinga diperiksa
dengan KOH 10 % dan akan tampak hifa-hifa lebar, berseptum, serta kadang-
kadang dapat ditemukan sporaspora kecil dengan diameter 2-3 u.
solasi agen penyebab dengan kultur dapat menunjukkan spesies jamur
penyebab otomikosis. Skuama dibiakkan pada media agar Saboraud dan
dieramkan pada suhu kamar. Media ini memiliki pH 5,6 + 0,2 dan mengandung
kasein dari hasil pencernaan pancreas, jaringan binatang hasil pencernaan
lambung, dekstrose, agar dan air. Media ini adalah media yang optimal untuk
pertumbuhan jamur tetapi tidak baik untuk pertumbuhan bakteri. Untuk menekan
pertumbuhan bakteri dapat ditambahkan kloramfenikol atau gentamisisn dan
untuk menekan pertumbuhan jamur saprofit ditambahkan cycloheximide. Sediaan
diinkubasikan pada suhu 37oC selama 48 jam dan koloni yang tumbuh kemudian
dievaluasi. Koloni dapat tumbuh dalam satu hingga dua minggu berupa koloni
filamen berwarna putih. Dengan mikroskop tampak hifahifa lebar dan pada ujung-
ujung hifa dapat ditemukan spora berjejer melekat pada permukaannya.
Identifikasi jamur secara makroskopis didasarkan pada bentuk, ukuran dan warna
koloni. Identifikasi secara mikroskopik biasanya dengan mengevaluasi fragile
asexual conidia dan fragmen growth teased free. Pemeriksaan dilakukan dengan
29
pewarnaan lactophenol cotton blue, methylen blue atau pengecatan Gram yang
akan mewarnai miselia, konidia dan spora.
Seperti halnya infeksi mikroba, diagnosis infeksi jamur tergantung pada
konfirmasi observasi klinis dan investigasi laboratorium. Infeksi fungi atau jamur
superfisialis seringkali ditunjukkan dengan karakteristik khususnya pada
pemeriksaan fisik yang mendukung diagnosis. Pemeriksaan laboratorium dapat
membantu mendukung penegakkan diagnosis. Keberhasilan pemeriksaan
laboratorium dapat ditentukan dari ketepatan pengambilan sampel, baik jumlah
dan jenis spesimen, maupun cara pengambilan dan prosedur tes mikrobiologi. Hal
tersebut berbeda-beda pada masingmasing penyakit sesuai dengan tanda dan
gejala penyakit tersebut. Intepretasi laboratorium sendiripun dapat dibuat secara
pasti maupun dengan diagnosis banding dengan pertimbangan korelasi klinis.
Pengambilan sampel spesimen pada telinga dapat dilakukan dengan pengerokan
pada kulit liang telinga untuk mendapatkan debris. Dapat pula dilakukan usapan
untuk mendapatkan debris tersebut. Spesiemen harus diperiksa sesegera mungkin.
Bila tidak dapat dikirim ke laboratorium dalam waktu 2 jam, maka harus disimpan
pada suhu 40o C.
Investigasi kemudian dapat dilakukan dengan pemeriksaan mikroskop
langsung, tes serologi maupun kultur yang memiliki kelebihan maupun
keterbatasan masingmasing. Pada penelitian atau studi untuk mengetahui jenis
penyebab, kultur jamur seringkali merupakan pemeriksaan definitif meskipun
tidak jarang memiliki berbagai keterbatasan, terutama bila jumlah spesimen tidak
adekuat dan terlambatnya transport spesimen. Prosedur isolasi yang salah pun
dapat menyebabkan ketidakberhasilan diagnosis. Isolat kemudian dapat tumbuh
dalam waktu 2 hingga 4 minggu. Namun demikian Aspergillus sp dapat tumbuh
menjadi koloni yang dapat diidentifikasi dalam 7-10 hari. Kultur kemudian
sebaiknya dievaluasi 3 kali dalam seminggu dan disimpan pada suhu inkubasi 25-
30oC.
30
Penatalaksanaan
Prinsip dasar pengobatan otomikosis adalah aural toilet atau
membersihkan telinga yang bersifat efektif, menjaga telinga tetap kering,
meminimalisir faktor predisposisi, identifikasi organisme penyebab dan
mengeliminasi otomikosis dengan menggunakan anti jamur yang efektif baik anti
jamur spesifik ataupun nonspesifik. Tujuan utama pengobatan otomikosis adalah
menghilangkan atau membunuh organisme patogen dalam liang telinga dan
memperbaiki membran mukosa liang telinga. Meskipun penggunaan anti jamur
sistemik tidak dilarang pada otomikosis, penggunaanya diperuntukkan pada kasus
yang lebih berat dan memiliki respon yng lemah pada pengobatan lokal.
Meskipun jarang digunakan, Ho dkk percaya bahwa keberhasilan pemberian anti
jamur oral tidak sama seperti pada pemberian lokal yang dianggap lebih adekuat
pada kasus otomikosis. Obat-obatan yang dilaporkan pernah digunakan pada
otomikosis golongan anti jamur spesifik dan golongan anti jamur non spesifik
Sekarang ini ada empat golongan obat-obatan anti jamur yang utama yaitu
Poliene (Nistatin, ampoterisin B), Azol-imidazol (Klotrimazol 1%, elonazol,
mikonazol 2%, ketokonazol 2%, sulkonazol, aksikonazol, terkonazol,
senakonazol), Alilnamin (Naftilin, terbinafin, butenafin) dan echinicandin.
Standar prngobatan otomikosis adalah anti jamur topikal golongan azol. Obat anti
jamur topikal digunakan pada kulit atau mukosa yang tidak berambut. Efek
samping anti jamur topikal lebih minimal dibandingkan dengan anti jamur
sistemik. Larutan asam asetat 2% dalam alkohol, larutan lodium povidon 5% alau
tetes telinga yang mengandung campuran antibiotik dan steroid yang diteteskan ke
liang telinga biasanya dapat menyembuhkan.
Antijamur topikal biasa digunakan pada infeksi superfisial yang
disebabkan jamur. Kelemahan dari antijamur topikal adalah tidak dapat mengenai
seluruh permukaan KAE. Pada salah satu studi menyatakan spora subepitelial
yang persisten dapat dihilangkan pada penggunaan tetes telinga anti jamur, namun
di Indonesia penggunaan antijamur tetes jarang digunakan. Golongan azol-
imidazol ditemukan setelah tahun 1960, relatif berspektrum luas, bersifat
fungistatik dan bekerja dengan cara menghambat sintesis ergosterol jamur yang
akan menimbulkan kerusakan pada membran sel jamur.
Komplikasi
Komplikasi otomikosis meliputi perforasi membran timpani, gangguan
pendengaran dan infeksi tulang temporal invasif. Perforasi membran timpani
dapat terjadi sebagai komplikasi otomikosis yang dimulai pada telinga dengan
gendang telinga yang utuh. Dalam studi klinis oleh Ram Kumar, kejadian
perforasi membran timpani pada otomikosis ditemukan 11% dan perforasi lebih
sering terjadi pada otomycosis yang disebabkan oleh Candida albicans. Perforasi
membran timpani terlihat lebih sering pada pasien immunocompromised
dibandingkan pada pasien imunokompeten. Hal ini mungkin disebabkan oleh
fakta bahwa sebagian besar kasus otomycosis pada pasien immunocompromised
disebabkan oleh Candida albicans.
31
BAB III
KESIMPULAN
Pada kasus ini Pasien Ny. E datang ke Poliklinik THT RSUD Kabupaten
Bekasi dengan keluhan gatal telinga kiri sejak 4 hari. Pasien juga
mengeluhkan terasa penuh telinga kiri Keluhan gatal awalnya dirasakan ketika
pasien mengorek- ngorek telinga menggunakan cotton bud dan terkadang
menggunakan jari tangan setelah berenang sejak 6 bulan yang lalu. Pada
pemeriksaan Canalis Acusticus Externus Auricula Sinistra didapatkan
hipermis (+), edema (+), Debris(+), serumen (+), dan membran timpani
tampak intak.
Rencana tatalaksana pada pasien adalah dengan pemberian Obat tetes telinga
Clotrimazol 1 % 2 x 3 tetes perhari untuk analgetik diberikan asam mefenamat
3 x 500 mg.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Zainul A. Djaafar, Helmi, Ratna D. Restuti. Kleainan Telinga Tengah.
Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga ,Hidung ,Tenggorok Kepala & Leher.
Edisi IV. Penerbit FK-UI, Jakarta 2012.
2. Kartika, Henny. 2008. Otitis Eksterna. Availble from
http://library.usu.ac.id/modules.php&id
3. Ardan, Juliarti, Satwika, et al. 2008, Sinopsis Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok. Available from : http://www.THTUB.pdf.co.id
4. Soepardi, Iskandar, N., Bashiruddin, J., et al. (eds)., (2007), Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Edisi
Keenam, Jakarta : Gaya Baru
5. Mangunkusumo E, Soetjipto D, 2007. Dalam Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: FKUI, hal; 150, 154-
33