Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK AURICULAR


SINISTRA

Oleh:

Zalila Angelica Aliffani (1102015249)

Pembimbing:

dr. Ilham Priharto, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN THT-KL


RSU DR DRADJAT PRAWIRANEGARA SERANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 26 APRIL 2021– 14 MEI 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat


karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus yang berjudul
”OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK” yang merupakan salah satu syarat dalam
mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu
Telinga, Hidung dan Tenggorok Rumah Sakit Umum Daerah DR Dradjat
Prawiranegara Serang.
Laporan kasus ini diharapkan bisa memberikan beberapa pengetahuan
kepada para pembaca sekalian mengenai penyakit ini.
Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dr. Ilham Priharto, Sp.THT-KL selaku dokter
pembimbing dalam pembuatan laporan kasus ini dan teman-teman Co-Ass yang
telah membantu dalam pembuatan referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini banyak
terdapat kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis
mengharap kritik dan saran dari pembaca.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi teman-teman pada
khususnya dan semua pihak yang berkepentingan bagi pengembangan ilmu
kedokteran pada umumnya. Amin.

Serang, 3 Mei 2021

Zalila Angelica Aliffani

1
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Usia : 42 tahun
Alamat : Serang
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Marital : Menikah
Pekerjaan : IRT

Tanggal Pemeriksaan : 3 Mei 2021

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 3
Mei 2021 pukul 10:00 WIB di Poliklinik THT RSUD dr. Dradjat
Prawiranegara, Serang.

Keluhan Utama
Keluar cairan berwarna jernih pada telinga kiri sejak 2 bulan yang lalu
Keluhan Tambahan
Sering berdengung, disertai gatal dan nyeri kadang-kadang

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poli THT RSU dr. Dradjat Prawiranegara pada
tanggal 3 Mei 2021 dengan keluar cairan jernih dari telinga kiri sejak 2 bulan
yang lalu. Keluhan disertai dengan berdengung, terkadang timbul rasa nyeri
dan gatal. Keluhan ini sudah dirasakan pasien cukup lama dan selama satu
tahun keluhan sering berulang, diawali dengan pilek dan pasien sudah
pernah berobat ke klinik lalu diberi antibiotik dan anti nyeri, pasien
mengatakan apabila tidak meminum obat keluhan akan kambuh dan
membuat pendengaran pasien terganggu.

2
Pada telinga kanan keluhan tidak seberat telinga kiri, tetapi pasien
suka merasakan nyeri dan gatal. Terdapat riwayat pasien sering mengorek
telinga dengan cotton bud. Pasien merasa keluhan ini sudah diobati dan
belum membaik. Keluhan lain seperti bersin pagi hari, hidung tersumbat,
nyeri tenggorokan, nyeri menelan, rasa banyak dahak di tenggorokan
disangkal.
Pasien tidak memiliki keluhan nyeri tenggorokan, demam, pusing,
maupun sesak nafas, pasien tidak memiliki riwayat berpergian selama 14
hari terakhir, pasien mengatakan bahwa tidak memiliki riwayat kontak erat
dengan pasien COVID-19.

Riwayat Penyakit Dahulu


• Keluhan serupa (-)
• Riwayat sinusitis: (-)
• Riwayat alergi: (-)
• Riwayat Hipertensi: (-)
• Riwayat Diabetes Melitus: (-)
• Riwayat Penyakit Jantung: (-)
• Riwayat Asma: (-)
• Penyakit Ginjal: (-)
• Penyakit Hati: (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


• Keluhan serupa (-)
• Riwayat alergi: (-)
• Riwayat Hipertensi: (-)
• Riwayat Diabetes Melitus: (-)
• Riwayat Penyakit Jantung: (-)
• Riwayat Stroke: (-)
• Riwayat Asma: (-)

3
• Penyakit Ginjal: (-)
• Penyakit Hati: (-)

Riwayat Pengobatan
Pasien meminum obat antibiotik dan anti nyeri yang didapat dari klinik
sekitar ± 2 bulan yang lalu, namun pasien tidak mengetahui nama obat apa
dikonsumsi.

Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi makanan ataupun obat, udara dingin atau debu.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
• Tekanan darah : 120/70
• Nadi : 80 x / menit
• Respirasi : 18 x / menit
• Suhu : 36,80C
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat, isokor, RCL/RCTL (+/+)
Leher : Trakea ditengah, tidak teraba massa, tidak teraba
pembesaran KGB (-)
Thorax
• Pulmo : Pergerakan dinding dada simetris kanan kiri, suara
nafas vesikuler simetris kanan kiri, Rhonki (-/-),
Wheezing (-/-)
• Jantung : Bunyi jantung 1 dan 2 normal reguler, Murmur (-),
Gallop (-)
Abdomen : Tidak dilakukan
Ekstremitas : Akral hangat, tidak terdapat edema (-)

4
Neurologis : Tidak dilakukan

IV. STATUS LOKALIS


A. Telinga
Bagian Kelainan Auris
Dextra Sinistra
• Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada
• Radang tumor Tidak ada Tidak ada
Preaurikula
• Trauma Tidak ada Tidak ada
• Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
• Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada
• Radang tumor Tidak ada Tidak ada
Aurikula
• Trauma Tidak ada Tidak ada
• Nyeri Tarik Tidak ada Tidak ada
• Edema Tidak ada Tidak ada
• Hiperemis Tidak ada Tidak ada
• Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
Retroaurikula
• Sikatrik Tidak ada Tidak ada
• Fistula Tidak ada Tidak ada
• Fluktuasi Tidak ada Tidak ada
• Kelainan Kongenital Tidak ada Tidak ada
• Kulit Hiperemis Hiperemis
• Sekret Tidak ada Tidak ada
Canalis • Serumen Ada Tidak ada
Akustikus • Edema Tidak ada Tidak ada
Eksternus • Jaringan Granulasi Tidak ada Tidak ada
• Massa
Tidak ada Tidak ada
• Kolestetoma
Tidak ada Tidak ada

5
Intak (-) (-)
Retraksi (-) (-)
Refleks cahaya (-) (-)
Perforasi (+) sentral (+) sentral

Membran
Timpani
Gambar

Tes Pendengaran (Rinne, Weber, Swabach) Tidak dilakukan

HIDUNG

Kavum Nasi
Pemeriksaan
Dextra Sinistra
Inspeksi
Bentuk Simetris kanan dan kiri
Sikatrik - -
Hematom - -
Racoon‟s eye - -
Palpasi
Nyeri tekan sinus paranasal - -
Krepitasi - -
Massa - -

6
Rhinoscopy Anterior
Cavum nasi Lapang Lapang
Mukosa cavum nasi Hiperemis (-) Hiperemis(-)
Edema (-) Edema (-)
Sekret - -
Konka inferior Eutrofi Eutrofi
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Konka media Eutrofi Eutrofi
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Meatus inferior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Meatus media Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Massa (-) Massa (-)
Septum anterior Deviasi (-) Deviasi (-)
Rhinoscopy Posterior Tidak dilakukan

7
TENGGOROKAN

Pemeriksaan Kondisi
Faring & Rongga Mulut
Bibir Sianosis (-)
Mukosa mulut Hiperemis (-)
Lidah Normal
Gusi Normal
Gigi berlubang (-)
Palatum durum Hiperemis (-)
Palatum mole Hiperemis (-)
Uvula Hiperemis (-), Deviasi (-)
Arkus faring Hiperemis (-), Simetris
Tonsil T1 – T1, Hiperemis (-)
Hipofaring & Laring Tidak dilakukan pemeriksaan

8
V. RESUME
Anamnesis:
Pasien datang ke Poli THT RSU dr. Dradjat Prawiranegara Serang dengan
keluhan telinga kiri keluar cairan jernih sejak 2 bulan yang lalu disertai rasa
gatal dan nyeri yang hilang timbul disertai dengan dengung. Keluhan sudah
sering terjadi berulang selama 1 tahun terakhir didahului dengan pilek, pasien
sudah pernah berobat ke klinik namun tidak membaik dan merasa apabila tidak
minum obat cairan ditelinga nya akan keluar terus. Keluhan pada telinga kanan
tidak seberat telinga kiri, terdapat riwayat mengorek telinga dengan cotton bud.
Keluhan lain pada hidung seperti septum deviasi, rinitis alergi dan hidung
tersumbat disangkal. Keluhan pada tenggorokan seperti terasa banyak lendir
dan radang tenggorokan disngkal.
Pemeriksaan Fisik:
• Status Lokalis
• Telinga: Pada pemeriksaan otoskopi terlihat telinga kiri membran
timpani perforasi, sekret dan serumen didapatkan sedikit terkadang
nyeri dan gatal, pada telinga kanan terlihat membran timpani perforasi
dan terdapat serumen dengan jumlah yang tidak banyak, terkadang
dirasakan nyeri dan gatal.

VI. DIAGNOSIS KERJA


• Otitis Media Supuratif Kronik Beningna Auricular Sinistra

VII. DIAGNOSIS BANDING


• Otitis Media Supuratif Kronik Maligna

VIII. USULAN PEMERIKSAAN

• Lakukan pemeriksaan penala


• Lakukan pemeriksaan audiometri untuk mengetahui jenis dan derajat
gangguan pendengaran
• Foto rontgen mastoid
• Kultur dan uji resistensi kuman dari sekret telinga

9
IX. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa

• Obat pencuci telinga larutan H2O2 3% diberikan selama 3-5 hari


• Setelah sekret berkurang diberikan tetes telinga yang mengandung
antibiotik 3 x 5 tetes/hari AS (Ofloxacin eardrops 2 kali sehari 4-5 tetes
pada telinga kiri)
• Paracetamol 500 mg 3x1 tab
• Bila sekret telah kering tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi
selama 2 bulan maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti
untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat
• Edukasi yang dapat diberikan berupa telinga harus dijaga dengan hati-hati
jangan langsung terkena air dan jangan berenang dahulu.

X. PROGNOSIS
• Quo ad Vitam : Ad Bonam
• Quo ad Functionam : Dubia
• Quo ad Sanationam : Dubia

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga Tengah


Telinga tengah terdiri atas membran timpani, kavum timpani, processus mastoideus, dan
tuba eustachius.1,4-5
Telinga tengah berbentuk kubus dengan4
- Batas luar: membran timpani
- Batas depan: tuba eustachius
- Batas bawah: vena jugularis
(bulbus jugularius)
- Batas belakang: aditus ad antrum,
kanalis fasialis pars vertikalis
- Batas atas: tegmen
timpani
(meningen/otak)
- Batas dalam: kanalis semisirkularis
horizontal – kanalis fasialis – oval
window
– round window - promontorium

1. Membran Timpani4,5
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang
telinga luar dari kavum timpani dengan rata-rata panjang vertikal 9-10 mm, diameter
antero- posterior 8-9 mm, dan ketebalannya 0,1 mm. Letaknya miring yang arahnya dari
belakang luar ke muka dalam dan membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal.
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang dinamakan sulkus
timpanikus, bagian atas muka yang tidak terdapat sulkus disebut incisura timpanika (rivini).
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut umbo yang
bermula suatu refleks cahaya (cone of light), kearah bawah pukul 7 untuk kiri dan pukul 5
untuk kanan.

Secara anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian:


a) Pars tensa atau membran propria
Bagian terbesar berupa permukaan yang tegang dan bergetar, sekelilingnya menebal
11
dan melekat pada anulus fibrosus sulkus timpanikus bagian tulang temporal dengan 3
lapisan. Lapis tengah terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan
secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.
b) Pars flaksida atau membran Shrapnell
Letaknya di bagian atas muka, lebih tipis dari pars tensa dan hanya berlapis 2 yaitu
bagian luar lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam sel kubus bersilia.
Dibatasi oleh Plika maleolaris anterior (lipatan muka) dan Plika maleolaris posterior
(lipatan belakang). Terdapat daerah yang disebut atik tempat aditus ad antrum, yaitu
lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran
sesuai arah jarum jam:
a) Anterior-superior
b) Anterior-inferior
c) Postero-inferior
d) Postero-superior

Permukaan luar dari membran timpani disarafi oleh cabang N. Aurikulo temporalis dari
N. Mandibula dan N. Vagus. Permukaan dalam disarafi oleh N. Timpani cabang dari N.
Glossofaringeal.
Aliran darah berasal dari permukaan luar dan dalam. Pembuluh-pembuluh epidermal
berasal dari aurikula yang merupakan cabang dari A. Maksilaris interna. Permukaan
mukosa telinga tengah didarahi oleh A. Timpani anterior cabang dari A. Maksilaris interna
dan oleh stylomastoid cabang dari A. Aurikula posterior.

2. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf
atau seperti kotak korek api dengan diameter antero-posterior atau vertikal 15 mm,

sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu
bagian atap, lantai, dinding lateral, medial, anterior, dan posterior. Kavum timpani terdiri
dari:1,5
a) Tulang-tulang pendengaran, terbagi atas malleus (hammer/martil), inkus
(anvil/landasan), stapes (stirrup/pelana)
b) Otot, terdiri atas otot tensor timpani (M. Tensor timpani) dan otot stapedius (M.
Stapedius).

12
c) Saraf korda timpani
d) Saraf pleksus timpanikus

3. Processus mastoideus
Rongga mastoid bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal, atapnya fossa kranii
media dan dinding medialnya dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak
di bawah duramater pada daerah ini. Dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum.

4. Tuba eustachius.1,4,5
Tuba auditori atau tuba faringotimpani berbentuk seperti huruf S merupakan saluran
yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjangnya
sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak
dibawah 9 bulan sekitar 17,5 mm. Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu:
a) Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
b) Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).

2.2 Fisiologi Pendengaran


Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut
menggetarkan timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran
yang akan mengamplifikasi getaran. Energi getar yang telah diamplifikasi akan diteruskan
ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule
bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa,
sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membrane basilaris dan membrane
tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel

rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan
sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39

40) di lobus temporalis.4

2.3 Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
13
eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.4
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek” adalah infeksi
kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari
telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin
serous, mukous, atau purulen.1-3
Perforasi atau hilangnya sebagian jaringan dari membrane timpani yang menyebabkan
hilangnya sebagian/seluruh fungsi dari membrane timpani. Defek dapat ditemukan pada
anterior, posterior, inferior atau subtotal5
2.5 Epidemiologi
Data dari World Health Organization (WHO) tahun 2004 menunjunkkan bahwa OMSK
didalami oleh 65-330 juta orang dengan telinga berair, dimana 60% (39–200 juta) penderita
mengalami gangguan penurunan pendengaran yang signifikan. Lebih dari 90% kasus
ditemukan di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat, Pinggiran Pasifik, dan Afrika. Penyakit
ini jarang dijumpai di Amerika, Eropa, Australia dan Timur Tengah. Menurut data survei
kesehatan nasional indera penglihatan dan pendengaran, prevalensi OMSK di Indonesia
antara 3,0-5,20%, atau kurang lebih 6,6 juta penduduk Indonesia11
Prevalensi OMSK di negara berkembang dengan insiden 11% lebih tinggi
dibandingkan dengan negara maju yang insiden nya lebih rendah yaitu 2%, karena pada
negara berkembang masih tingginya angka kemiskinan, kurangnya pengetahuan tentang
kesehatan, serta terbatasnya pelayanan kesehatan.3 Dipengaruhi pula oleh berbagai faktor
seperti ras dan faktor sosial ekonomi. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan
kumuh dan status

kesehatan serta gizi yang buruk merupakan faktor risiko yang mendasari peningkatan
prevalensi OMSK di negara berkembang.11

2.6 Etiologi
Penyebab terbesar otitis media supuratif kronis adalah infeksi campuran bakteri dari
meatus auditoris eksternal, kadang berasal dari nasofaring melalui tuba eustachius saat
infeksi saluran nafas atas. Organisme-organisme dari meatus auditoris eksternal termasuk
staphylococcus, pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli dan aspergillus. Organisme
dari nasofaring diantaranya streptococcus viridans (Streptococcus A hemolitikus,
streptococcus B hemolitikus dan pneumococcus.12 Faktor-faktor risiko OMSK antara
lain:1,2
1. Lingkungan.

14
2. Genetik.
3. Otitis media sebelumnya.
4. Infeksi
5. Infeksi saluran nafas atas
6. Autoimun
7. Alergi.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK1
a) Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret
telinga purulen berlanjut.
b) Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada
perforasi.
c) Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme
migrasi epitel.
d) Pada pinggir perforasi, epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
diatas sisi medial dari membran timpani yang hal ini juga mencegah penutupan spontan
dari perforasi.
2.7 Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu:1,3
a) Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rhinogen)
Proses peradangan hanya terbatas pada mukosa saja dan biasanya tidak
mengenai tulang ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik
yang bervariasi. Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas: 5
• Fase aktif. Pada jenis ini terdapat sekret yang bervariasi dari mukoid sampai
mukopurulen pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan infeksi
saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman
masuk melalui liang telinga luar. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum
sampai perforasi subtotal pada pars tensa.
• Fase tidak aktif / fase tenang. Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total
yang kering dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai
berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus, atau
suatu rasa penuh dalam telinga.

15
Gambar 5. Gambaran Klinis OMSK Benigna
b) Tipe atikoantral (tipe ganas/tipe tidak aman/tipe tulang)
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Perforasi tipe ini
letaknya marginal atau di atik yang lebih sering mengenai pars flaksida. Karakteristik
utama adalah terbentuknya kantong retraksi yang berisi tumpukan keratin sampai
menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti
mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan keratin epitel bertatah yang telah
nekrotisdalam kavum timpani atau kavum mastoid. 1,3,5

Gambar 6. Gambaran Klinik OMSK Maligna

2.8 Patogenesis

16
Otitis Media Akut
(OMA)

Gangguan Tekanan negatif Sembuh/ normal Otitis media Efusi


tuba telinga tengah (OME)
Fgs.tuba tetap
terganggu
Perubahan tekanan tiba-tiba OME
efusi
Alergi
Infeksi
Sumbatan : Sekret Tuba tetap terganggu
Tampon + ada infeksi

OMA

Sembuh sempurna Otitis Media


Supuratif Kronik
(OMSK)

OMSK tipe benigna OMSK tipe maligna

Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal menemukan
bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan rongga
di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah (kavum timpani), merupakan
penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini (otitis media).4

17
Gambar 2. Anatomi tuba eustachius anak Gambar 3. Perjalanan Penyakit OMSK
dan dewasa

2.9 Manifestasi Klinis


1. Telinga berair (otorea)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar
sekretorik telinga tengah dan mastoid.1,3

2. Gangguan pendengaran
Tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif, namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya ketulian
tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas
sistem pengantaran suara ke telinga tengah.
Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya
infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel
labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan
terjadi tuli saraf berat. Hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.1,3
3. Otalgia (nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada merupakan suatu
tanda berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses, atau
trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan
vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding
labirin oleh kolesteatom. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna


18
a. Adanya abses atau fistel retroaurikular
b. Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum timpani.
c. Kolesteatoma pada telinga tengah
d. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
e. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

Gambar 2.3. Perforasi Membran Timpani.8 Gambar 2.4. Otitis Media Supuratif Kronik.8

2.10 Diagnosis
1. Anamnesis (history-taking)
- Sekret telinga yang keluar hilang timbul maupun terus menerus selama minimal 2-
6 minggu. Secret mungkin encer atau kental, bening, atau berupa nanah
- Gejala umum lain terkait keluhan ditelinga termasuk penurunan pendengaran, rasa
penuh ditelinga, tinnitus.
- Gejala-gejala yang mengindikasikan adanya komplikasi, seperti paralisis wajah
sementara atau menetap, otalgiam vertigo, demam tinggi, fotofobia, bengkak di
belakang telinga (mengindikasikan mastoiditis)
- Gejala komplikasi emergensi yang mengindikasikan perujukan segera L sakit
kepala hebat, muntah proyektil, defisit neurologis fokal, penurunan kesadaran.
- Adanya faktor resiko gizi kurang atau higiene buruk ditambah dengan keluarnya
sekret telinga sehingga meningkatkan kecurigaan OMSK
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan liang telinga dan mastoid untuk mengidentifikasikan hal hal berikut:
– Adanya tanda riwayat operasi telinga (bekas luka/parut)
– Ada atau tidaknya fistula retroaurikula
– Tanda inflamasi restroaurikular (hiperemis, edema dengan atau tanpa fluktuasi,
nyeri tekan mastoid)
– Kondisi liang telinga : Ada tidaknya penyempitan liang telinga dan sekret telinga

Pemeriksaan telinga tengah


– Nilai letak perforasi dan keadaan perforasi membran timpani:
19
a. Perforasi sentral = OMSK Benigna
b. Perforasi marginal = OMSK Maligna
c. Perforasi atik = OMSK Maligna
– Nilai tanda inflamasi mukosa telinga tengah
– Nilai adanya jaringan granulasi
– Nilai adanya kolesteatoma
– Nilai adanya timpanosklerosis. Timpanosklerosis dicirikan dengan plak berwarna
keputihan di membrane timpani dan deposit nodular di lapis submucosa telinga
tengah. Timpanosklerosis biasanya terjadi sebagai sekuele dari penyakit kronis

telinga tengah tetapi dapat juga terjadi akibat dari trauma setelah pemasangan
timpanostomi
3. Pemeriksaan otoskopi
– Perforasi membrane timpani berupa perforasi sentral, atau subtotal tanpa/ dengan
kolesteatoma
– Dapat disertai atau tanpa sekret
– Sekret:
• Warna: Jernih, mukopurulen atau bercampur darah
• Jumlah: sedikit (tidak mengalir keluar liang telinga) atau banyak (mengalir
atau menempel pada bantal saat tidur)
• Bau: tidak berbau atau berbau (karena kuman anaerob)
4. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk menilai
hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran
dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk
menilai
„speech reception threshold‟ pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.
5. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis memiliki
nilai diagnostik yang terbatas, biasanya memperlihatkan mastoid yang tampak sklerotik
dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang yang berada di
daerah atik memberi kesan adanya kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang
biasa digunakan adalah proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini akan
memperlihatkan luasnya pnematisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Pada CT scan
akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom, ada atau tidaknya tulang–

20
tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis
horizontal.1,3
6. Pemeriksaan bakteriologi
Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus aureus, dan Proteus sp. Bakteri lain E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan
bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp. Sedangkan bakteri pada otitis media akut adalah
Streptococcus pneumoniae, Moraxella catarrhalis dan H. Influenza4&5,9
2.11 Tata Laksana
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang dapat dibagi atas
konservatif dan operasi
A. Otitis media supuratif kronik benigna
• Otitis media supuratif kronik benigna aktif, pada keadaan ini sekret masih keluar
dari kavum timpani secara aktif.
• Otitis media supuratif kronik benigna tenang. tidak memerlukan pengobatan dan
dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu
mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas
atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi
(miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan
pendengaran.
Prinsip pengobatan OMSK benigna
1) Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)
Tujuannya membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan
mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi
perkembangan mikroorganisme. Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga)1
a) Toilet telinga secara kering (dry mopping)
b) Toilet telinga secara basah (syringing)
c) Toilet telinga dengan pengisapan (suction toilet)
2) Pemberian antibiotika1
a) Antibiotik topikal
Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur
kuman penyebab dan uji resistensi. Antibiotika topikal yang dapat dipakai
pada otitis media kronik adalah:
1. Polimiksin B atau polimiksin E, bersifat bakterisid terhadap kuman Gram
negatif seperti Pseudomonas, E.coli, Klebsiella, dan Enterobakter tetapi

21
tidak efektif (resisten) terhadap kuman Gram positif seperti Proteus dan
B. Fragilis dan toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.
2. Neomisin, bakterisid pada kuman Gram positif dan negatif tetapi toksik
terhadap ginjal dan telinga.

3. Gentamisin, antibiotika derivat aminoglikosida dengan spektrum yang


luas dan aktif untuk melawan organisme Gram positif dan negatif. Salah
satu bahayanya kemungkinan terjadinya kerusakan telinga dalam.
Pemberian gentamisin secara sistemik akan menyebabkan efek ototoksik
4. Kloramfenikol, bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan negatif.
Losin et. al (1983) melakukan penelitian pada 30 penderita OMSK jinak
aktif mendapatkan bahwa sensistivitas kloramfenikol terhadap masing-
masing kuman adalah sebagai berikut: Bacteroides sp. (90%), Proteus sp.
(73,33%), Bacillus sp. (62,23%), Staphylococcus sp. (60%), dan
Pseudomonas sp. (14,23%)
5. Ofloksasin, aktivitas kuat untuk bakteri Gram negatif dan positif yang
bekerja dengan cara menghambat enzim DNA gyrase. Pada OMSK
dengan perforasi membran timpani, konsentrasi tinggi ofloksasin telah
ditemukan 30 menit setelah pemberian solutio ofloksasin 0,3%.
Berdasarkan penelitian, pemakaian tetes siprofloksasin lebih berhasil dan
lebih murah dibandingkan tetes kloramfenikol, dan tidak dijumpai efek
ototoksik. Keuntungan lainnya ofloksasin dapat diberikan secara tunggal
tanpa antibiotik oral.
b) Antibiotik sistemik1
Pemilihan antibiotik sistemik sebaiknya berdasarkan kultur kuman penyebab.
Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai
pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu
diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon (siprofloksasin dan
ofloksasin) atau golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin, dan
seftriakson) yang juga efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan
secara parenteral. Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang
bersifat bakterisid. Pada OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per
8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.

B. Otitis media supuratif kronik maligna.1,5


22
Pengobatan yang tepat adalah operasi untuk menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau
kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya
dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis
pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis
kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :
1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2. Mastoidektomi radikal
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4. Miringoplasti
5. Timpanoplasti
6. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach tympanoplasty)

23
Gambar 2.5. Pedoman Tatalaksana OMSK5

24
2.12 Komplikasi
Paparella dan Shumrick (1980)

Komplikasi intratemporal Komplikasi intrakranial


1. Mastoiditis koalesen 1. Abses ekstradural
2. Petrositis 2. Trombosis sinus lateralis
3. Paresis fasialis 3. Abses subdural
4. Labirinitis 4. Meningitis
5. Abses otak
6. Hidrosefalus otitis

Cara penyebaran infeksi


1. Penyebaran hematogen
2. Penyebaran melalui erosi tulang
3. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada.

Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intrakranial harus melewati 3 macam


lintasan:
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
2. Menembus selaput otak
3. Masuk ke jaringan otak

2.13 Prognosis
Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan kontrol yang
baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran bervariasi dan
tergantung dari penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh gangguan konduksi dapat
dipulihkan melalui prosedur pembedahan, walaupun hasilnya tidak sempurna.10
Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat
menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak ditangani
dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien karena telah mengalami
komplikasi intrakranial yaitu meningitis.10

25
BAB III
PEMBAHASAN

Ny. A usia 42 tahun datang ke RSU dr. Drajat Prawiranegara dengan keluhan keluar cairan
pada telinga kiri yang dirasakan sejak 2 bulan yang lalu dan berulang. Cairan berwarna jernih dan
encer, rasa tidak nyaman pada telinga (+), berdengung (+), gatal dan nyeri yang dirasakan kadang-
kadang. Diawali dengan keluhan pilek dan pasien sudah pernah berobat ke klinik namun tidak
membaik dan merasa apabila tidak meminum obat maka cairan akan keluar kembali. Riwayat
mengorek telinga dengan cotton bud (+). Pada pemeriksaan fisik didapatkan AS perforasi membran
timpani sentral (+), sekret dan serumen (+) tidak terlalu banyak, keluhan pada AD tidak seberat AS
didapatkan membrani timpani perforasi sentral. Lain nya dalam batas normal.
Penegakkan diagnosis paaien ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik disertai rencana
pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis, pasien mengalami beberapa gejala dari OMSK
yaitu nyeri telinga (otalgia), telinga berair (oterea), rasa dengung pada telinga, dan gangguan
pendengaran selama lebih dari 2 bulan, didahului dengan pilek serta berulannya keluhan tersebut.
Selain itu didapatkan riwayat pasien sering mengorek telinga dengan cotton bud, hal tersebut
berkaitan dengan faktor risiko timbulnya OMSK. Pada telinga yang diperiksakan dengan otoskop
canalis acusticus externa sinistra hiperemis, terdapat sedikit sekret dan pada membran timpani
didapatkan perforasi, sedangkan pada AD tampak sedikit serumen dan sekret, dan membran timpani
tidak utuh. Hal tersebut sesuai dengan literature pada diagnosis OMSK.
Pentalaksanaan OMSK bergantung pada tipe OMSK yang dialami pasien. Prinsip
penatalaksanaan OMSK beningna (tipe aman) adalah konservatif atau dengan medikamentosa,
sedangkan pada OMSK tipe bahaya (maligna) adalah pembedahan. Terapi medikamentosa yang
diberikan berupa obat pencuci telinga larutan H2O2 3% diberikan selama 3-5 hari, setelah sekret
berkurang diberikan tetes telinga yang mengandung antibiotik 3 x 5 tetes/hari AS berupa Ofloxacin
eardrops 3 kali sehari 4-5 tetes pada telinga kiri, lalu Paracetamol tab 500 mg 3x1 untuk mengurangi
keluhan nyeri nya. Edukasi yang dapat diberikan seperti telinga jangan langsung terkena air atau
jangan berenang dahulu. Prognosis OMSK adalah dubia karena OMSK merupakan penyakit yang
berulang.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Nursiah S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap Beberapa
Antibiotika di Bagian THT FK USU/RSUP. H. Adam Malik Medan. Medan : FK USU.
2015
2. WHO. Chronic suppurative otitis media burden off illness and management options. Child
and Adolescent Health and Development Prevention of Blindness and Deafness.
Geneva Switzerland. 2015.
3. Farida et al. Alergi Sebagai Faktor Resiko Terhadap Kejadian Otitis Media Supuratif
Kronik Tipe Benigna. Medical Faculty of Hasanuddin. 2011.
4. Soepardi, Efiaty Arsyad, et al. 2018. "Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher." Edisi 7. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
5. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid.
dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta:
EGC, 1997: 88-118
6. Anonim. Otitits Media Kronis. 2009. Diunduh dari http://www.medicastore.com pada
tanggal 20 april 2021.
7. Anonim. Ear Discharge. 2008. Diunduh dari http://www.myhealth.gov.my/myhealth pada
tanggal 20 September 2019
8. Lutan R, Wajdi F. Pemakaian Antibiotik Topikal Pada Otitis Media Supuratif Kronik Jinak
Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No. 132.2017.
9. Parry D. Middle Ear, Chronic Suppurative Otitis, Medical Treatment: Follow-Up. Diunduh
dari http://www.emedicine.medscape/otolaryngology pada tanggal 28 Oktober 2019.
10. Snow, J.B. and Ballenger, J.J. 2003. Ballenger Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery
sixteenth edition. United States: BC Decker Inc
11. Umar, N. S., Pary, M. I., Soesanty. 2019. Karakteristik Pasien Otitis Media Supuratif
Kronik di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H
Chasan Boesoirie Periode Januari –Juli 2019. Kieraha Medical Journal, Volume 1 No.
1, 2686- 5912
12. Aboet A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Bagian
Ilmu Kesehatan Hidung Telinga Tenggorok Bedah Kepala Leher. Kampus USU. 2007.

27

Anda mungkin juga menyukai