Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

NODUL PLICA VOCALIS

Disusun oleh:
Afifah Faizah Dinillah (1102015009)
Sinta Dwi Maharani (1102013198)

Pembimbing:
dr. Jon Prijadi, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK TELINGA HIDUNG TENGGOROK


RSUD KABUPATEN BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
22 FEBRUARI – 14 MARET 2021
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Usia : 53 tahun
Alamat : Wanasari, Bekasi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Marital : Sudah Menikah
Pekerjaan : Wirausaha
Tanggal Pemeriksaan : 23 Februari 2021

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 23
Februari 2021 pukul 11.30 WIB

Keluhan Utama :
Suara serak sejak kurang lebih 6 bulan lalu.
Keluhan Tambahan :
Terdapat benjolan di leher sejak kurang lebih 1 bulan lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Kabupaten Bekasi dengan
keluhan suara serak. Keluhan sudah dirasakan sejak kurang lebih 6 bulan
yang lalu. Keluhan disertai timbul benjolan di leher kanan sejak 1 bulan yang
lalu. Benjolan teraba kenyal berukuran 3 cm x 3 cm dan ikut bergerak saat
pasien menelan. Keluhan suara serak dirasakan semakin memberat dalam dua
minggu terakhir dimana mengganggu pasien berbicara. Pasien mengaku
keluhan ini muncul setiap hari dan semakin memberat terutama sejak dua
minggu terakhir. Pasien juga mengeluhkan benjolan pada leher terasa sedikit
nyeri. Pasien mengaku memiliki kebiasaan sering mengkonsumsi ayam

2
goreng tepung setiap hari karena pasien menjualnya. Keluhan batuk, demam,
sulit menelan, nyeri saat menelan, keluar darah dari tenggorokan, mimisan,
nyeri kepala, pandangan ganda, telinga terasa penuh disangkal. Riwayat
alergi makanan, obat-obatan, cuaca dan debu disangkal. Riwayat merokok
dan mengkonsumsi alkohol disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat operasi (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat ISPA (-), infeksi telinga (-)
Riwayat asma (-), rhinitis alergi (-)
Riwayat DM (-), penyakit paru (-) dan penyakit jantung (-).

Riwayat Penyakit Keluarga


Ayah pasien memiliki suara serak secara tiba-tiba namun tidak di periksa ke
dokter.

Riwayat Pengobatan
Pasien berobat ke RS Karya Medika sebelum ke RSUD Kabupaten Bekasi
dengan keluhan yang sama dan di berikan obat namun tidak kunjung
membaik.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
 Tekanan darah : 120/70 mmHg
 Nadi : 86 x / menit
 Respirasi : 20 x / menit
 Suhu : 36,50C
Kepala : Normocephal, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa

3
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat,
isokor, RCL/RCTL (+/+)
Leher : Trakea ditengah, teraba massa dengan ukuran 3 cm x 3
cm, teraba kenyal, terfiksir dan bergerak saat menelan

Thorax
 Pulmo : Pergerakan dinding dada simetris kanan kiri, suara nafas
vesikuler simetris kanan kiri, rhonki (-/-) maupun
wheezing
(-/-)
 Jantung : Bunyi jantung 1 dan 2 normal reguler, murmur (-) maupun
gallop (-)
Abdomen : Bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
Neurologis : Tidak dilakukan

IV. STATUS LOKALIS


A. Telinga
Bagian Kelainan Auris
Dextra Sinistra
 Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada
 Radang tumor Tidak ada Tidak ada
Preaurikula
 Trauma Tidak ada Tidak ada
 Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
 Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada
 Radang tumor Tidak ada Tidak ada
Aurikula
 Trauma Tidak ada Tidak ada
 Nyeri Tarik Tidak ada Tidak ada
 Edema Tidak ada Tidak ada
Retroaurikula  Hiperemis Tidak ada Tidak ada
 Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada

4
 Sikatrik Tidak ada Tidak ada
 Fistula Tidak ada Tidak ada
 Fluktuasi Tidak ada Tidak ada
 Kelainan Kongenital Tidak ada Tidak ada
 Kulit Tidak hiperemis Tidak hiperemis
 Sekret Tidak ada Tidak ada
Canalis
 Serumen Tidak ada Tidak ada
Akustikus
 Edema Tidak ada Tidak ada
Eksternus
 Jaringan Granulasi Tidak ada Tidak ada

 Massa Tidak ada Tidak ada

 Kolestetoma Tidak ada Tidak ada


 Bentuk  Normal  Normal
 Warna  Putih mutiara  Putih mutiara
Membran  Intak  Intak  Intak
Timpani  Cahaya  Terlihat cone  Terlihat cone
of light di of light di
arah jam 5 arah jam 7

Tes Pendengaran :
Pemeriksaan Auris
Dextra Sinistra
Tes Bisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Rinne Positif Positif
Tes Weber Tidak ada lateralisasi
Tes Swabach Sama dengan pemeriksa
Kesan : Normal

B. Hidung
Nasal
Bagian Kelainan
Dextra Sinistra
Keadaan  Bentuk
Normal Normal
Luar  Ukuran
Rhinoskop  Mukosa  Tidak hiperemis  Tidak hiperemis
i Anterior  Sekret  Tidak ada  Tidak ada

5
 Krusta  Tidak ada  Tidak ada
 Concha  Hipertrofi  Hipertrofi
Inferior
 Chonca  Eutrofi  Eutrofi
Media
 Septum  Tidak ada septum  Tidak ada septum
deviasi deviasi

 Meatus  Terbuka  Terbuka


Media
 Polip/Tumo  Tidak tampak massa  Tidak tampak massa
r
 Pasase
Udara

Rhinoskop  Mukosa
i Posterior  Koana
 Sekret
 Torus
 Tidak dapat  Tidak dapat
tubarius
dinilai dinilai
 Fossa
Rossenmull
er
 Adenoid

A. Sinus Paranasal

Inspeksi :

6
 Edema & hiperemis pada maksilla, palpebra superior dan inferior : (-)
Palpasi :
 Nyeri tekan maksilla sinistra (-)
 Nyeri tekan pada medial atap orbita : (-)
 Nyeri tekan pada daerah kantus medius (-)
Transluminasi : Tidak dilakukan

B. Mulut dan Orofaring


Bagian Kelainan Keterangan
 Mukosa mulut  Tidak hiperemis
 Lidah  Tidak deviasi
 Palatum Mole  DBN
 Gigi Geligi  Berlubang (-), Karies (-)
Mulut

 Uvula  Tidak deviasi


 Halitosis  (-)
 Mukosa  Tidak hiperemis
 Besar  T1-T1
 Kripta  Tidak ada
 Detritus  Tidak ada
 Perlengketan  Tidak ada

Tonsil

Faring  Mukosa  Tidak Hiperemis


 Granulasi  Tidak terdapat granulasi

7
 Post Nasal Drip  (-)

 Epiglotis  DBN
 Kartilago Aritenoid  DBN
 Plica Ariepiglotika  DBN
Laring  Plica Vestibularis  DBN
 Plica Vokalis  Nodul Bilateral (+)
 Rima Glotis  DBN
 Trakea  DBN

C. Maxillofacial
Bagian Keterangan
Maxillofacial
 Bentuk Tidak ditemukan kelainan
 Parese N. Cranialis

D. Leher
Bagian Keterangan
Leher
 Bentuk  Bentuk normal, trakea berada di
 Massa tengah
 Massa (+) dengan ukuran 3 cm x
3 cm, teraba kenyal, terfiksir
dan bergerak saat menelan,
pembesaran KGB (-)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Nasoendoscopy:

8
Gambar 1-4 Konka Dextra &
Sinistra
 Chonca inferior hipertrofi (+ / +)
 Chonca media eutrofi (+ / +)
 Meatus media terbuka
 Polip / massa (-)
 Nasofaring dbn

Rhinolaringoskopi Fiber Optik (RLFO)

9
Gambar 1-4
 Epiglotis : Hiperemis (-)
 Aritenoid : Edema (-), hiperemis (-)
 Plika Vocalis : pergerakan simetris,
hiperemis (-), tanpak nodul di kedua
sisi plika vocalis
 Plica ventricularis : pergerakan
simetris, hiperemis (-)
 Sinus piriformis : standing sekresi (-)
 Rima glottis : Terbuka

Kesan : Nodul di kedua pita suara

VI. RESUME
Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan
suara serak sudah sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan disertai timbul benjolan di
leher kanan sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan semakin memberat
dalam dua minggu terakhir dimana mengganggu pasien berbicara. Pasien
mengaku keluhan ini muncul setiap hari dan semakin memberat terutama
sejak dua minggu terakhir. Pasien juga mengeluhkan benjolan pada leher
terasa sedikit nyeri. Pada pemeriksaan tanda vital dan status generalis dalam
batas normal.

Pada pemeriksaan status lokalis di termukan:

Mulut & Orofaring


 Plica Vokalis : Terdapat Nodul Bilateral

10
Leher
 Massa (+) dengan ukuran 3 cm x 3 cm, teraba kenyal, terfiksir dan
bergerak saat menelan, pembesaran KGB (-)

Nasoendoscopy:

Gambar 1-4 Konka Dextra &


Sinistra
 Chonca inferior hipertrofi
(+ / +)
 Chonca media eutrofi (+ / +)
 Meatus media terbuka
 Polip / massa (-)
 Nasofaring dbn

Rhinolaringoskopi Fiber Optik (RLFO)

Gambar 1-4
 Epiglotis : Hiperemis (-)
 Aritenoid : Edema (-), hiperemis
(-)
 Plika Vocalis : pergerakan
simetris, hiperemis (-), tanpak
nodul di kedua sisi plika vocalis
 Plica ventricularis : pergerakan
simetris, hiperemis (-)
 Sinus piriformis : standing sekresi
(-)
 Rima glottis : Terbuka

Kesan : Nodul di kedua pita suara

11
VII. DIAGNOSIS BANDING
 Polip Pita suara

VIII. DIAGNOSIS KERJA


 Dysfonia e.c Nodul Pita Suara
 Suspek SNNT

IX. PENATALAKSANAAN
 Diagnostik : Biopsi Nodul Pita Suara dan FNAB Tumor
Tiroid
 Terapeutik
o Kortikosteroid sistemik : Metilprednisolon 2 x 8 mg
 Edukasi
o Menjelaskan kepada pasien mengenai, penyakit, tatalaksana,
komplikasi dan prognosis penyakit.
o Menjelaskan tujuan dari biopsi untuk diagnosis penyakit.
o Menghindari hal-hal yang dapat memperberat suara semakin serak,
o Pasien dianjurkan tidak makan dan minuman dingin, pedas, dan
berminyak.
o Pasien dianjurkan untuk istirahat berbicara.
o Anjuran terapi operatif apabila hasil biopsi menunjukan keganasan.

X. PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : ad Bonam
Quo Ad Functionam : ad Bonam
Quo Ad Sanationam : ad Bonam

12
BAB II
PEMBAHASAN

Anatomi Laring
Laring adalah organ khusus yang mempunyai sphincter pelindung pada
pintu masuk jalan napas dan berfungsi dalam pembentukan suara. Di atas, laring
terbuka ke dalam laryngopharynx dan di bawah laring berlanjut ke trakea.
Kerangka yang menyusun laring berjumlah sembilan kartilago yang saling
dihubungkan oleh ligament, membran dan otot serta disusun oleh epitel respiratori
dan squamosa berlapis. Terdapat tiga kartilago tunggal yaitu thyroid, cricoid, dan
epiglottis serta tiga lainnya merupakan kartilago berpasangan yaitu arytenoid,
corniculata, dan kueniformis. Kartilago thyroidea merupakan kartilago terbesar di
antara enam kartilago lainnya, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian
depan dan mengembang kearah belakang. Kartilago krikoid terletak di belakang
kartilago tiroid merupakan tulang rawan yang paling bawah dari laring. Di setiap
sisi tulang rawan krikoid melekat ligamentum krikoaritenoid, otot krikoaritenoid
lateral dan di bagian belakang melekat otot krikoaritenoid. Kartilago arytenoidea
merupakan kartilago kecil, dua buah, dan berbentuk seperti piramida. Keduanya
terletak di belakang laring, pada pinggir atas lamina kartilago krikoidea.
Kartilago corniculata adalah dua buah nodulus kecil yang bersendi dengan
apeks cartilaginis arytneoidea dan merupakan tempat lekat plica aryepiglotica.
Kartilago kuneiformis merupakan dua krtilago kecil berbentuk batang yang
terletak sedemikian rupa sehingga masing-masing terdapat di dalam satu plica
aryepiglottica. Epiglotis adalah sebuah kartilago elastis berbentuk daun yang
terletak di belakang radiks lingua. Di sini, terdapat plica glossoepiglotica mediana
dan plica glossoepiglotica lateralis. Vallecuale adalah cekungan pada membrane
mukosa di kanan dan kiri glossoepiglotica.
Kavitas larings terbentang dari aditus sampai ke pinggir bawah kartilago
cricoidea, dan dapat dibagi menjadi tiga bagian; (1) bagian atas atau vestibulum,
(2) bagian tengah, dan (3) bagian bawah.

13
Vestibulum larynges terbentang dari aditus larynges sampai ke plica
vestibularis. Plica vestibularis yang bewarna merah muda menonjol ke medial.
Rima vestibule adalah celah di antara plica vestibularis. Ligamentum vestibularis
yang terletak di dalam setiap plica vestibularis merupakan pinggir bawah
membrane quadrangularis yang menebal. Ligamentum ini terbentang dari
kartilago thyroidea sampai ke kartilago arytenoidea.
Laring bagian tengah terbentang dari plica vestibularis sampai setinggi
plica vocalis. Plica vocalis bewarna putih dan berisi ligamentum vocale. Rima
glottides adalah celah di antara plica vocalis di depan dan prosessus vcalis
kartilaginis arytneoidea di belakang.
Laring di bagian bawah terbentang dari plica vocalis sampai ke pinggir
bawah kartilago cricoidea. Membran mukosa laring melapisi kavitas laryngeus
dan ditutupi oleh epitel silindris bersilia. Namun, pada plica vocalis, tempat
membrane mukosa sering mengalami trauma saat fonasi, maka membrane
mukosanya dilapisi oleh epitel berlapis gepeng.

Gambar 1: anatomi struktur penyangga laring

Otot-otot laring dapat dibagi menjadi dua kelompok; (1) ekstrinsik dan (2)
intrinsik.

14
Otot-otot ekstrinsik dapat dibagi dalam dua kelompok yang berlawanan,
yaitu kelompok elevator laring dan depressor laring. Laring tertarik ke atas selama
proses menelan dan ke bawah sesudahnya. Karena os hyoideum melekat pada
kartilago thyroidea melalui membrane thyroihyoidea, gerakan os hyoideum akan
diikuti oleh gerakan laring.
1) Otot-otot elevator laring meliputi m.digastricus, m.stylohyoideus,
m.geniohyoideus. M.stylopharyngeus, m.salphingopharyngeus, dan
m.palatopharyngeus yang berinsersio pada pinggir posterior lamina
kartilaginis thyroidea juga mengangkat laring.
2) Otot depressor laring meliputi m.sternohyoideus, m.sternothyroideus, dan
m.momohyoideus. Kerja otot-otot ini dibantu oleh daya pegas trakea yang
elastis.

Otot-otot intrinsik dapat dibagi menjadi dua kelompok; kelompok yang


mengendalikan aditus laringis dan kelompok yang menggerakkan plica vocalis.(9)
Terdapat dua sphincter pada laring yaitu (1) pada aditus larynges dan (2)
pada rima glottis. Sphincter pada aditus larynges hanya berfungsi pada saat
menelan. Ketika bolus makanan dipindahkan ke belakang di antara lidah dan
palatum durum, laring tertarik ke atas di bawah bagian belakang lidah. Aditus
larynges menyempit akibat kontraksi m.artynoideus obliqus dan m.aryepiglotica.
Epiglotis didorong ke belakang oleh lidah dan berfungsi sebagai sungkup di atas
aditus larynges. Bolus makanan atau cairan kemudian masuk ke dalam esophagus
dengan berjalan di atas epiglottis atau turun ke bawah lewat alur pada sisi-sisi
aditus larynges, yaitu melalui fossa piriformis.
Ketika batuk atau bersin, rima glotidis berfungsi sebagai sphincter. Setelah
inspirasi, plica vocalis mengalami adduksi, dan otot-otot ekspirasi berkontraksi
dengan kuat. Akibatnya, tekanan di dalam toraks meningkat, dan dalam waktu
yang sama plica vocalis mendadak adduksi. Pelepasan mendadak dari udara yang
terkompresi seringkali diikuti pula keluarnya partikel asing atau mucus dari
saluran pernapasan dan selanjutnya masuk ke faring. Disini, partikel-partikel ini
akan ditelan atau dikeluarkan.

15
Pada keadaan abdomen tegang seperti saat miksi, defekasi dan melahirkan,
udara sering ditahan sesaat di saluran pernapasan dengan cara menutup rima
glotidis. Sesudah inspirasi dalam, rima glotidis ditutup. Kemudian otot-otot
dinding anterior abdomen berkontraksi dan gerakan naik dari diafragma dicegah
oleh adanya udara yang tertahan di saluran pernapasan. Setelah usaha yang cukup
lama, orang tersebut sering melepaskan sejumlah udara dengan membuka rima
glotidisnya sekejap dan menimbulkan suara mengeluh.

Gambar 2: otot-otot intrinsik laring.

Pelepasan udara ekspirasi secara terputus-putus melalui plica vocalis yang


sedang adduksi akan menggetarkan plica tersebut dan menimbulkan suara.
Frekuensi atau tinggi suara ditentukan oleh perubahan panjang dan tegangan
ligamentum vocale. Kualitas suara tergantung pada resonator di atas laring, yaitu
faring, mulut dan sinus paranasalis. Kualitas dikendalikan oleh otot-otot palatum
molle, lidah, dasar mulut, pipi, bibir, dan rahang. Bicara normal tergantung pada
kemampuan modifikasi suara menjadi konsonan-konsonan dan vokal yang

16
dikenali dengan menggunakan lidah, gigi, dan bibir. Bunyi vokal biasanya murni
dari mulut dengan palatum molle terangkat; yaitu udara disalurkan melalui mulut
dan bukan melalui hidung. Dokter menguji mobilitas palatum molle dengan
meminta pasien mengucapkan ‘ah’ dengan mulut terbuka.
Bicara melibatkan pelepasan udara ekspirasi secara terputus-putus melalui
plica vocalis yang teradduksi. Menyanyi satu nada membutuhkan pelepasan udara
ekspirasi yang lebih lama lewat plica vocalis yang teradduksi. Pada berbisik, plica
vocalis teradduksi, tetapi kartilago arytneoidea terpisah; vibrasi terjadi akibat
getaran udara ekspirasi secara tetap melalui bagian posterior rima glotidis.
Maka secara ringkas dapat dikatakan terdapat satu otot abduktor, tiga
aduktor dan tiga otot tensor seperti yang diberikan seperti berikut:

ABDUKTOR ADDUKTOR TENSOR


Krikotiroideus posterior Interaritenoideus Krikotiroideus (eksterna)
Krikoaritenoideus lateralis Vokalis (interna)
Krikoaritenoideus Tiroaritenoideus (interna)

Laring dipersarafi oleh saraf sensorik yang mempersarafi membran


mukosa laring di atas plica vocalis dan berasal dari n.laryngeus internus, cabang
dari n.laryngeus superior (cabang n. vagus). Di bawah plica vocalis, membrane
mukosa dipersarafi oleh n. laryngeus recurrens. Saraf motorik ke otot-otot
intrinsik laring berasal dari n. laryngeus recurrens, kecuali m. cricothyroideus
yang dipersarafi oleh ramus laryngeus externus dari n. laryngeus superior (n.
vagus)..
Suplai arteri ke setengah bagian atas laring berasal dari ramus laryngeus
superior a. thyroidea superior. Setengah bagian bawah laring didarahi oleh ramus
laryngeus inferior a. thyroidea inferior.

17
Gambar 4: suplai darah arteri pada laring.

Pembuluh limfe bermuara ke dalam nodi lymphoidei cervicalis profunda.

Terdapat dua sistem drainase terpisah, superior dan inferior, dimana garis
pemisah adalah korda vokalis sejati. Disebelah superior, aliran limfe menyertai
pedikulus neurovaskuler superior untuk bergabung dengan nodi limfatisis superior
dari rangkaian servikalis profunda setinggi os hioideus. Drainase subglotis lebih
beragam, yaitu ke nodi limfatisi pretrakeales (satu kelenjar terletak tepat didepan
krikoid dan disebut nodi Delphian), kelenjar getah bening servikalis profunda
inferior, nodi supraklavikularis dan bahkan nodi mediastinalis superior. Laring
mempunyai 3 (tiga) sistem penyaluran limfe, yaitu:
1. Daerah bagian atas pita suara sejati, pembuluh limfe berkumpul membentuk
saluran yang menembus membrana tiroidea menuju kelenjar limfe cervical
superior profunda. Limfe ini juga menuju ke superior dan middle jugular
node.
2. Daerah bagian bawah pita suara sejati bergabung dengan sistem limfe
trakea, middle jugular node, dan inferior jugular node.
3. Bagian anterior laring berhubungan dengan kedua sistem tersebut dan
system limfe esofagus. Sistem limfe ini penting sehubungan dengan metastase
karsinoma laring dan menentukan terapinya.

18
Definisi
Nodul pita suara ( vocal nodule) merupakan tumor jinak dari laring yang di
sebabkan oleh penyalah gunaan suara dalam waktu lama. Kelainan ini juga di
sebut singer’s nodes.
Nodul pita suara adalah pembengkakan pita suara bilateral dengan ukuran
bervariasi yang ditemukan pada bagian tengah membran pita suara. Nodul ini
memiliki karakteristik berupa penebalan epitel dengan tingkatan reaksi inflamasi
berbeda pada lapisan superfisial lamina propia. 3Kelainan ini sering juga disebut
dengan “singer’s nodes”, “screamer’s nodes” atau “teacher’s nodes”.
Pita suara dalam potongan koronal dibagi menjadi: cover, transition, dan body.
Bagian cover terdiri dari epitel berlapis gepeng dan lapisan superfisial lamina
propia, yang sering disebut sebagai Reinke’s space. Bagian transition adalah
ligamen vokal yang dibentuk oleh lapisan tengah dan lapisan dalam lamina
propria yang mengandung banyak serat elastin dan kolagen. Sedangkan bagian
body merupakan lapisan dalam lamina propia yang bergabung dengan dasar otot
vokalis. Pada nodul pita suara, terjadi peningkatan massa dan kekakuan pada
bagian cover.

Predileksi
nodul terletak di 1/3 anterior pita suara dan 1/3 medial. Nodul biasanaya bilateral
banyak di jumpai pada wanita dewasa muda. Pada stadium awal nodul tampak
kemerahan dan edema, namun pada stadium lanjut berubah warna menjadi abu-
abu atau putih. Ukuran nodul sebesar kacang hijau atau lebih kecil. Nodul
tersebut dapat terjadi akibat trauma pada mukosa pita suara karena pemakaian
suara berlebihan dan di paksakaan.

Etiologi

19
Nodul pita suara umumnya terjadi karena penyalahgunaan suara (vocal abuse).
Pada awalnya terdapat edema dan vasodilatasi (diatesis prenodular) pada pita
suara, sehingga menyebabkan penambahan massa namun tidak terlalu
memengaruhi ketegangan pita suara. Vocal abuse menjelaskan perlakuan suara
(vocal behaviour) yang berhubungan dengan kualitas suara normal yang
seringkali menyebabkan abnormalitas pita suara dan menghasilkan disfonia.
Berteriak atau berbicara di area dengan suasana berisik (misalnya: restoran atau
lapangan terbang) juga dapat menjadi salah satu penyebab. Nodul pita suara dapat
juga disebabkan oleh infeksi, alergi, dan refluks. Kebiasaan merokok dinyatakan
sebagai faktor tambahan.

Patofisiologi
Bagian pita suara yang berperan dalam vibrasi hanya 2/3 anterior (bagian
membranosa), karena kartilago aritenoidea terdapat pada 1/3 posterior bukaan
glotis (glottic aperture). Vibrasi yang berkepanjangan atau terlalu dipaksakan
dapat menyebabkan kongesti vaskular setempat dengan edema bagian tengah
membranosa pita suara, tempat kontak tekanan paling besar. Akumulasi cairan
pada submukosa akibat vocal abuse menyebabkan pembengkakan submukosa
(terkadang disebut insipien atau nodul awal). Voice abuse yang lama dapat
mengakibatkan hialinisasi Reinke’s space dan penebalan epitelium dasar.
Perubahan massa mukosa mengurangi kemampuan ketegangan pita suara dan
penutupan glotis yang tidak sempurna.

Gejala

Gejala-gejala yang dapat ditemukan pada penderita nodul pita suara :


1. Suara terdengar kasar, serak dan pecah
2. Menghilangnya kemampuan bernyanyi nada tinggi dengan halus
3. Meningkatnya pengeluaran udara saat berbicara (breathiness) dan
suara parau
4. Peningkatan tegangan otot leher dan masalah tenggorokan.

20
Pada pasien dengan nodul berukuran sedang sampai besar, suara saat berbicara
umumnya lebih rendah daripada biasanya, dalam dan berat (husky), parau, dan
breathy. Sedangkan pasien dengan pembengkakan yang tidak terlihat sampai
sedang biasa bersuara normal. Suara saat berbicara kurang sensitif dibandingkan
dengan suara saat bernyanyi. Pada pasien dengan pembengkakan yang tak terlihat
sampai kecil, terdapat limitasi vokal saat dilakukan penilaian vokal (seperti
diplophonia, tidak dapat bernyanyi nada tinggi dengan suara yang lembut atau
keterlambatan onset bersuara).

Diagnosis

Anamnesis
a. Awal : suara pecah pada nada tinggi atau gagal mempertahankan nada
b. Suara parau timbul pada nada tinggi
c. Dapat disertai batuk
d. Kelelahan suara
e. Nyeri pada leher
f. Jika nodul besar dapat terjadi gangguan bernafas
Pemeriksaan Fisik
Laringoskopi direct : laringoskopi serat optic.
Nodul akut: merah, polypoid, edema.
Kronis : kecil, pucat, runcing, simetris.

Pemeriksaan laringoskopi sering menunjuk- kan penutupan glotis yang tidak


sempurna, dengan bentuk menyerupai jam pasir dan aduksi pada pita suara palsu
saat fonasi.6 Laringoskopi menunjukkan adanya lesi kecil berbatas tegas pada pita
suara. Lesi-lesi ini dapat dibedakan dari pita suara normal karena warnanya putih
dan umumnya ditemukan pada 2/3 posterior pita suara. 2Lesi nodul ini tidak
timbul secara unilateral, walaupun ukuran yang satu dapat lebih besar daripada
yang lain. 6Secara histologi, ditemukan jaringan fibrotik dengan penebalan epitel
dan proliferasi jaringan submucosa.

21
Pemeriksaan mikrolaringskopi dilakukan apabila pada keadaan sebagai berikut:
1. Pada anak yang dicurigai memiliki nodul pita suara tetapi tidak dapat
diajak bekerja sama untuk pemeriksaan lain
2. Pada orang dewasa jika perlu operasi mikro eksisi nodul atau saat
diagnosis masih belum jelas. Nodul dapat dieksisi dengan menggunakan
instrumen operasi mikro yang tepat atau teknik vaporisasi menggunakan
laser CO2.
Diagnosis Banding
Berikut ini merupakan jenis-jenis tumor pita suara non-neoplastik yang sering
dijumpai dan perlu dibedakan dengan nodul pita suara:
1. Polip pita suara
Terjadi akibat penggunaan pita suara yang berlebihan. Penyebabnya adalah alergi
dan merokok. Sering mengenai pria usia 30-50 tahun. Polip ini merupakan
ekstensi lamina propia, dapat mempunyai dasar yang luas atau tangkai yang
sempit. Kelainan ini bersifat unilateral dan lokasinya terletak di 1/3 anterior pita
suara. Warna polip bervariasi, mulai dari merah hingga translusen. Gejala berupa
suara serak dan bila polip besar dapat menyebabkan dipsnea, stridor dan sering
terserak.kaadang kadang ada keluhan suara double atau diplofonia yang
disebabkan frekuensi getar kedua pita suara tidak sama.

PENATALAKSANAAN
Terapi Medis

22
Penanganan berfokus pada lubrikasi laring yang baik melalui hidrasi dan
mengobati penyebab lain seperti alergi dan refluks asam lambung (GERD).
Hidrasi yang adekuat dapat membantu mukosa pita suara menahan kekuatan dan
tenaga paksaan getaran.
Behavioral Voice Therapy (Terapi Wicara) Terapi behavioral ini diberikan
pada sebagian besar nodul pita suara karena behavior dan pada pasien yang
mengalami gangguan suara karena infeksi saluran pernapasan atas.6 Terapi ini
sebaiknya menjadi pengobatan lini pertama, terutama pada anak dan dewasa.
Dokumentasi foto nodul di klinik suara (voice clinic) dapat digunakan untuk
menilai kemajuan pengobatan dan kepatuhan pasien selama terapi wicara.

Sesi terapi dilakukan oleh ahli terapi wicara pada pasien dengan kelainan mukosa
pita suara jinak, seperti nodul pita suara, yang sering disebabkan penggunaan
vokal yang berlebihan. Nodul ini diharapkan dapat menghilang, mengecil atau
setidaknya stabil dalam regimen peningkatan vocal hygiene dan produksi suara
yang optimal. Terapi dinyatakan berhasil jika pasien mencapai suara yang dalam
dan berat (husky voice) tanpa episode suara serak yang parah atau afonia
sebelumnya dan resolusi limitasi suara secara komplit. Operasi dapat menjadi
pilihan saat nodul belum menghilang sepenuhnya, pasien mengalami gejala
residual, dan limitasi vokal yang tidak dapat diterima oleh pasien. Terapi wicara
juga dapat memaksimalkan hasil operasi dengan mengurangi risiko rekurensi
pascaoperasi.

Selama evaluasi, ahli terapi wicara me- ngumpulkan informasi kebiasaan pasien
yang mempengaruhi perubahan suara serta membuat program untuk
mengeliminasi kebiasaan tersebut. Ahli terapi wicara mem- berikan contoh
deretan kata-kata dan nyanyi- an vokal sebagai pertimbangan persepsi auditori
dalam menentukan tipe dan derajat kerusakan serta efisiensi produksi suara untuk
berbicara dan bernyanyi. 6Ahli terapi wicara juga membantu pasien
mengoptimalkan intensitas suara, pitch, karakter resonansi, kualitas suara, postur
vocal tract, dan respiratory support untuk produksi suara. Beberapa klinisi atau

23
teknisi suara mendokumentasikan be- berapa aspek keluaran vocal tract, dengan
menggunakan analisis akustik, pengukuran kekuatan pernapasan dengan
spirometri, pengukuran frekuensi dan tingkat kekerasan, translaryngeal airflow
rates, dan pengukuran lainnya untuk kondisi tertentu. Ahli terapi wicara dapat
menggunakan alat-alat ini sebagai umpan balik (misalnya, mengguna- kan visual
electronic frequency readout untuk memodifikasi pitch dalam berbicara, pada
pasien yang tidak mengenal nada (tone-deaf).

Terapi suara (voice therapy) merupakan salah satu bentuk terapi wicara untuk
menangani gangguan suara. Dalam terapi suara secara langsung terdapat 2 tipe
yang berkaitan secara spesifik, yakni recovery (penyembuhan) dan training
(latihan). Prosedur recovery dilakukan untuk keperluan penyembuhan serta
mengembalikan struktur menjadi normal. Prosedur ini berdasarkan prinsip apabila
penyalahgunaan suara dihentikan maka organ vokal dapat kembali berfungsi baik.
Untuk mencapai tujuan ini beberapa rekomendasi umum adalah keheningan total
selama satu sampai dua minggu (atau bahkan lebih) dengan tidak berbisik, tidak
bernyanyi, berbicara hanya apabila sangat diperlukan, pengurangan intensitas
vokal, limitasi latihan fisik dan aktifitas, dan hindari batuk serta berdeham.
Prosedur recovery dapat memperbaiki kondisi laring, tetapi kembalinya kebiasaan
lama penggunaan suara dapat menyebabkan kekambuhan. Keberhasilan terapi
didukung dengan periode latihan yang memodifikasi kebiasaan lama dan
menggantikannya dengan penggunaan suara yang efisien. Setelah mempelajari
beberapa kelemahan suara pasien secara spesifik, pasien tersebut didorong untuk
mencoba memodifikasi produksi suara dan mengontrol pengeluaran suara. Pada
pasien dengan kebiasaan vocal abuse, dapat ditemukan ketegangan otot-otot
laring. Apabila ketegangan ini dapat dikontrol maka terapi suara dapat mengalami
kemajuan.
Fokus latihan vokal adalah penggunaan suara lembut. Dalam sesi latihan 5-10
menit, dilakukan latihan menyanyikan sebuah huruf vokal secara lembut dalam
pitch yang bervariasi serta membacakan secara lantang sebuah cerita pendek dari
majalah atau sumber lainnya. Jika pembacaan lantang tersebut ternyata

24
memaksakan suara, latihan ini ditunda. Latihan vokal membutuhkan konsisten
dan kesabaran. Sering pasien merasa jenuh jika tidak ada perkembangan setelah
menjalani latihan 3 bulan atau lebih; mungkin dibutuhkan waktu 6 bulan untuk
mendapatkan kebiasaan vokal yang baru. Oleh sebab itu, hal paling penting dalam
terapi suara ini adalah motivasi pasien.
Terapi perilaku terkadang tidak berhasil memberikan perubahan berarti pada
nodul lama walaupun dilakukan oleh ahli terapi wicara dengan keahlian tinggi.
Korelasi antara perbaikan gejala, berkurangnya limitasi vokal dan perbaikan pada
pemeriksaan visual masih belum pasti. Penilaian vokal saat bernyanyi secara
umum dapat membantu menentukan indikasi operasi.

Terapi Operatif
Pengangkatan nodul dengan cara operasi menjadi pilihan jika nodul tersebut
menetap meskipun sudah mengecil dan pasien merasakan suaranya tetap tidak
membaik setelah terapi yang adekuat (umumnya minimum 3 bulan). Beberapa
penulis memilih menggunakan teknik microdissection (Gambar 5). Vocal fold
stripping tidak termasuk dalam operasi nodul. Lama istirahat pita suara yang
diperlukan setelah operasi masih kontroversial. Biasa- nya pasien diminta
beristirahat berbicara selama 4 hari. Pada awal hari ke-4, pasien diperbolehkan
menggunakan suara secara perlahan-lahan di bawah supervisi ahli terapi wicara
(Tabel 1). Cornut dan Bouchayer (1989) menyatakan pada kurang lebih 160
penyanyi yang telah dioperasi mikro laring (laryngeal microsurgery), sebagian
besar fungsi suara untuk bernyanyi kembali secara penuh.

DAFTAR PUSTAKA

25
1. The Respiratory System. In: Tortora GJ, Derrickson BH. 2009. Principles of
Anatomy and Physiology. 2. 12 ed: John Wiley & Sons. Inc.

26

Anda mungkin juga menyukai