Anda di halaman 1dari 14

STATUS UJIAN

Pembimbing:

dr. Jon Prijadi, Sp. THT-KL.

Oleh:

Sinta Dwi Maharani (1102013273)

KEPANITERAAN KLINIK TELINGA HIDUNG TENGGOROK


RSUD KABUPATEN BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
22 FEBRUARI – 14 MARET 2021
BAB 1
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Usia : 47 tahun
Alamat : Bekasi
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Marital : Sudah menikah
Pekerjaan : Karyawati
Tanggal Pemeriksaan : 2 Maret 2021

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 2 maret 2021, pukul 11.00 WIB.

Keluhan Utama :
Keluar cairan dari telinga kanan.
Keluhan Tambahan :
Demam, Telinga terasa penuh, nyeri belakang telinga, pendengaran berkurang.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan telinga
kanan keluar cairan kurang lebih 2 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan hilang timbul sejak
kurang lebih 1 tahun yang lalu. Namun, cairan yang keluar dari telinga kanannya masih
dirasakan terakhir kali keluar cairan pada saat 5 hari yang lalu. Cairan yang keluar encer,
mukoid, tidak berbau dan tidak ada darah. Namun saat datang ke poli cairan sudah tidak
keluar dari telinga. Selain keluhan tersebut, pasien juga mengeluhkan sebelumnya demam
disertai nyeri pada belakang telinga terasa bengkak hingga sakit ke kepala, telinga terasa
penuh dan pendengaran berkurang. Keluhan ini dirasaakan pada saat cairan dari telinga
belum keluar. Lalu diikuti dengan keluar cairan encer dari liang telinga kanan. pendengaran
berkurang baru dirasakan pasien sejak muncul keluhan keluar cairan. namun dirasakan tidak
begitu mengganggu tidur ataupun kegiatan sehari-hari.
Pasien mengaku sering mengkonsumsi makanan pedas dan minuman dingin hingga
saat ini dan pasien memiliki Riwayat sering mengorek-ngorek telinganya dengan cotton bud.
Riwayat bersin-bersin alergi, batuk pilek, amandel, nyeri tenggorok, sakit gigi disangkal.
Keluhan lain seperti suara berdenging, kejang, kaku kuduk, wajah merot, wajah kebas.
pusing berputar, gangguan keseimbangan, mual, dan muntah disangkal. Riwayat berenang
atau telinga kemasukan air disangkal. Riwayat penglihatan ganda, dan trauma juga di
sangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengaku sebelumnya pernah mengalami keluhan dengan gejala serupa pada tahun 1
lalu, namun keluhan hilang timbul dalam beberapa hari dan pasien tidak melanjutkan untuk
berobat. dan pasien juga mengatakan pada saat anak – anak penah mengalami hal serupa dan
tidak di obati.
Riwayat hipertensi, diabetes melitus, asma, dan alergi disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga mengalami keluhan serupa yang dialami oleh pasien

Riwayat Pengobatan
Pada tahun 2020, ketika pasien mengalami sakit telinga dengan keluhan yang sama, pasien
berobat ke dokter spesialis THT-KL di Rs Cikarang di beri obat tetes telinga dan antibiotic

Riwayat Operasi
Tidak ada riwayat operasi sebelumnya.

Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi apapun.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit Ringan
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital :
1. Tekanan Darah : 110/70 mmHg
2. Nadi : 90 x/menit
3. Respirasi : 22 x/menit
4. Suhu : 36.6°c
Kepala : Normocephal
Mata : Pupil bulat, isokor, konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), RCL/RCTL (+/+)
Leher : Trakea ditengah, massa (-), dan nyeri tekan (-)

:
Thorax
1. Pulmo : Pergerakan dinding dada simetris kanan kiri,
suara nafas vesikuler simetris kanan kiri, rhonki
(-/-) wheezing (-/-)
2. Jantung : Bunyi jantung 1 dan 2 normal reguler, murmur
(-) gallop (-)
Abdomen : Bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
• Pemeriksaan nervus I : Tidak dilakukan
• Pemeriksaan nervus III, IV, VI : Ptosis (-
), diplopia (-), pergerakan bola mata dalam
batas normal
• Pemeriksaan nervus V : Paresis (-),
Neurologis
sensorik dalam batas normal
• Pemeriksaan nervus VII : Dalam batas
normal
IV. STATUS LOKALIS

Bagian Kelainan Auris


Dextra Sinistra
• Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada
• Radang tumor Tidak ada Tidak ada
Preaurikula
• Trauma Tidak ada Tidak ada
• Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
• Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada
• Radang tumor Tidak ada Tidak ada
Aurikula
• Trauma Tidak ada Tidak ada
• Nyeri Tarik Tidak ada Tidak ada
• Edema Tidak ada Tidak ada
• Hiperemis Hiperemis Tidak ada
• Nyeri Tekan Nyeri tekan Tidak ada
Retroaurikula
• Sikatrik Tidak ada Tidak ada
• Fistula Tidak ada Tidak ada
• Fluktuasi Tidak ada Tidak ada

• Kelainan Kongenital Tidak ada Tidak ada


• Kulit Hiperemis Tidak hiperemis
• Sekret Tidak Ada Tidak ada
Canalis • Serumen Tidak ada Tidak ada
Akustikus • Edema Ada Tidak ada
Eksternus • Jaringan Granulasi Ada Tidak ada
• Massa Tidak ada Tidak ada
• Keratosis Tidak ada Tidak ada

• Kolestetoma Ada Tidak ada


• Bentuk • Perforasi sentral • Intak
Membran • Warna • Tidak hiperemis • Tidak hiperemis
Timpani • Intak • Tidak terdapat • Terdapat cone of
• Cahaya cone of light light arah jam 7

A. Telinga

Tes Pendengaran :
Pemeriksaan Auris
Dextra Sinistra
Tes Rinne Negative Positif
Tes Weber Lateralisasi ke kanan
Tes Swabach Memanjang Sama dengan pemeriksa
Kesan : Tuli Konduktif AD

B. Hidung
Nasal
Bagian Kelainan
Dextra Sinistra
Keadaan Luar • Bentuk
Normal Normal
• Ukuran
Rhinoskopi • Mukosa • Tenang • Tenang
Anterior • Sekret • Tidak ada • Tidak ada
• Darah • Tidak ada • Tidak ada
• Krusta • (-) • (-)
• Concha Inferior • Hipertropi (-), Hiperemis• Hipertropi (-),
• Septum (-) Hiperemis (-)
• Tidak ada septum deviasi• Tidak ada septum
• Polip/Tumor • Tidak ditemukan massa deviasi
• Tidak ditemukan
massa
• Pasase Udara

Baik Baik
Rhinoskopi • Mukosa
Posterior • Koana
• Sekret
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
• Torus tubarius
• Fossa Rossenmuller
• Adenoid

C. Mulut dan Orofaring


Bagian Kelainan Keterangan
Mulut • Mukosa mulut • Hiperemis (-)
• Lidah • Tidak deviasi,
• Palatum Mole • DBN
• Gigi Geligi • DBN

• Tidak deviasi
• Uvula
• (-)
• Halitosis
Tonsil • Mukosa • Tidak hiperemis
• Besar • T1-T1
• Kripta • Tidak ada
• Detritus • Tidak ada
• Perlengketan • Tidak ada
Faring • Mukosa • Tidak Hiperemis
• Granulasi • Tidak terdapat granulasi
• Post Nasal Drip • Tidak ada
Laring • Epiglotis • Hiperemis (-) Udem (-)
• Kartilago Aritenoid • Hiperemis (-) Udem (-)
• Plica Ariepiglotika • Hiperemis (-) Udem (-)
• Plica Vestibularis • Hiperemis (-/-) Udem (-/-) Massa -
• Plica Vokalis • Hiperemis (-/-) Udem (-/-) Massa -
• Rima Glotis • Tidak terdapat granulasi
• Trakea • Tidak terdapat massa

D. Maxillofacial
Bagian Keterangan
Maxillofacial
Tidak ditemukan kelainan
• Bentuk
Tidak ada parase N. Cranialis
• Parese N. Cranialis

E. Leher
Bagian Keterangan
Leher
• Bentuk • Bentuk normal, trakea berada di tengah
• Massa • Massa (-), pebesaran KGB (-)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Endoskopi

Kesan :
AD (Gambar 1-4) : Liang telinga tampak hiperemis (+), Edema (+), tidak terdapat secret,
terdapat jaringan granulasi (+), membrane timpani perforasi total, tidak tampak cone of light
dan terdapat kolesteatoma (+)

VI. RESUME
Pasien perempuan (47 th) datang dengan keluhan telinga kanan keluar cairan sejak 2 bulan
yang lalu. Keluhan ini dirasakan hilang timbul sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu Namun, cairan
yang keluar dari telinga kanannya masih dirasakan terakhir kali keluar cairan pada 5 hari yang
lalu. Cairan yang keluar encer, mukoid, tidak berbau dan tidak ada darah. Namun saat datang ke
poli cairan sudah tidak keluar dari telinga. Selain keluhan tersebut, pasien juga mengeluhkan
sebelumnya demam disertai nyeri pada belakang telinga terasa bengkak hingga sakit ke kepala,
telinga terasa penuh dan pendengaran berkurang. Keluhan ini dirasaakan pada saat cairan dari
telinga belum keluar. Pasien memiliki Riwayat sering mengkonsumsi makanan pedas dan
minuman dingin, dan pasien sering mengorek-ngorek telinganya dengan cotton bud. Dan pasien
pernah berobat ke Rs Cikarang 1 tahun lalu.
Pemeriksaan fisik dan status lokalis pada hidung, mulut dan orofaring, maksillofacial dan
leher didapatkan hasil pemeriksaan dalam batas normal. Pemeriksaan status lokalis pada telinga
ditemukan :
Pemeriksaan telinga
Retroaurikula Hiperemis (+) nyeri tekan (+)
Canalis Akustikus Eksternus AD Hiperemis (+), Edema (+), jaringan granulasi (+), kolesteatoma (+),
membran timpani perforasi total, cone of light (-).
Tes Pendengaran
Tes Rinne ( - ), Tes Webber ( Lateralisasi ke kanan ), TES Swabach ( Memanjang)
Hasil tes pendengaran didapatkan tuli konduktif AD.
Endoskopi Telinga Auricula Dextra
Liang telinga tidak ada secret
Membrane timpani perforasi sentral.

VII. DIAGNOSIS BANDING
• Otitis Eksterna
• Otomikosis

VIII. DIAGNOSIS KERJA


• Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Aman Aurikula Dekxtra
• Tuli Konduktif AD

IX. USULAN PEMERIKSAAN


1. Foto Rontgn (Shuller)
2. Tes Audiometri
3. Kultur dan uji resistensi dari sekret telinga
X. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
1. Aural toilet : H2O2 3% 3x5 tetes selama 3-5 hari
2. Antibiotik & Kortikosteroid : Ottopain 2 x 5 tetes
3. Antibiotik sistemik : Amoksisilin tablet 3 x 500 gram, selama 7 hari
4. Analgesik : Paracetamol tablet 3 x 500 mg

Non Medikamentosa
Mastoidektomi

Konseling dan Edukasi


1. Memberikan informasi kepada pasien untuk menjaga kebersihan telinga dan tidak
mengorek-ngorek telinga dengan benda tajam.
2. Memberikan informasi kepada pasien untuk menjaga telinga agar tidak kemasukan air.
3. Memberikan informasi kepada pasien untuk menggunakan obat tetes dan minum obat
secara teratur.
4. Menjaga pola hidup yang sehat
5. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini merupakan penyakit infeksi sehingga
dengan penanganan yang tepat dapat disembuhkan tetapi bila dibiarkan dapat
mengakibatkan hilangnya pendengaran serta komplikasi lainnya.

XI. PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : ad bonam
Quo Ad Functionam : dubia ad bonam
Quo Ad Sanationam : dubia ad bonam
Tugas – Tugas

1. Pemeriksaan Kolesteatoma ?
CT scan

Pemeriksaan imaging CT scan digunakan untuk membantu konfirmasi lesi kolesteatoma


dan gangguan pada tulang temporal. Selain itu, CT scan dapat membantu menentukan
lokasi kolesteatoma, mengidentifikasi komplikasi, dan menilai adanya erosi tulang.
Gambaran khas yang dapat ditemukan pada penderita kolesteatoma melalui pemeriksaan
ini antara lain lesi jaringan lunak berbatas tegas yang bersifat ekspansif, retraksi
membran timpani, penumpulan scutum, dan erosi dari tegmen timpani dan tulang
pendengaran.

MRI

Pemeriksaan MRI adalah salah satu pilihan pemeriksaan penunjang yang dapat
digunakan untuk mengonfirmasi diagnosis kolesteatoma, terutama jika temuan klinis
meragukan. MRI dapat membedakan kolesteatoma dengan fibrosis, jaringan granulasi,
granuloma kolesterol, maupun proses inflamasi. Gambaran MRI tipe signal-intensity
biasa tidak memberikan gambaran yang khas. Umumnya lesi ditunjukkan dengan adanya
hipo atau isointensitas pada T1W1 dan hiperintensitas pada T2W1 dibandingkan dengan
jaringan otak. MRI, terutama jenis diffusion-weighted, memiliki sensitivitas, spesifisitas,
serta nilai prediksi positif dan negatif yang tinggi dalam penegakan diagnosis
kolesteatoma.

2. Teori Terbentuknya Kolesteatom ?


Kolesteatoma sendiri merupakan suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel
(keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma bertambah besar.
Kolesteatoma dapat dibagi atas 2 jenis:
1. Kolesteatoma kongenital yang terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada telinga
dengan membrane timpani utuh tanpa tanda tanda infeksi. Lokasi kolesteatom biasanya di
kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontin angle. Kolesteatoma di
cerebellopontin angle sering ditemukan secara tidak sengaja oleh ahli bedah saraf.
2. Kolesteatoma akuisital yang terbentuk setelah anak lahir, jenis ini terbagi atas 2 :
a. Kolesteatoma akuisital primer
Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membrane timpani.
Kolesteatoma timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membrane timpani pars
flaksida karena adanya tekanan negative di telinga tengah akibat gangguan tuba (teori
invaginasi)
b. Kolesteatoma akuisital sekunder
Kolesteatoma terbentuk setelah adanya perforasi membrane timpani. Kolesteatoma
terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir
perforasi membrane timpani ke telinga tengah (Teori migrasi) atau terjadi akibat
metaplasia mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama (Teori
metaplasia).

Pada teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatoma terjadi akibat implantasi epitel
kulit secara iatrogenic ke dalam telinga tengah sewaktu operasi, setelah blust injury,
pemasangan pipa ventilasi atau setelah miringotomi.
Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tempat pertumbuhan kuman (infeksi),
yang paling sering adalah Proteus dan Pseudomonas Aeruginosa.Sebaliknya infeksi dapat
memicu respons imun local yang mengakibatkan produksi berbagai mediator inflamasi dan
berbagai sitokin.Sitokin yang diidentifikasi terdapat pada matriks kolesteatoma adalah
interleukin (IL-1), interleukin-6, tumor necrosis factor-α (TNF-α), dan transforming growth
factor (TGF). Zat-zat ini dapat menstimulasi sel sel keratinosit matriks kolesteatoma bersifat
hiperploferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis.
Massa kolesteatoma ini akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya serta
menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat
oleh karena pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini
mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirinitis, meningitis dan abses otak.
Referensi

Baráth K, Huber A, Stämpfli P, Varga Z, Kollias S. Neuroradiology of Cholesteatomas.


American Journal of Neuroradiology. 2010;32(2):221-229.

Medany M, Sabra R, Hakim E, Sadawy A, Elshafei A. Reliability of Diffusion Weighted MRI


for the Diagnosis of Residual and Recurrent Cholesteatoma. The Egyptian Journal of Hospital
Medicine. 2018;72(10):5403-5408.

Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala & leher. 7th edition. Jakarta: Badan Penerbit FK UI, 2014 .h. 62-7, 70-5.

Anda mungkin juga menyukai