SKABIES
Pembimbing:
Disusun oleh:
Muthi’ah Nabillah
1102014175
BAB 1
1
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis. Sarcoptes scabiei ini dapat ditemukan di
dalam terowongan lapisan tanduk kulit pada tempat-tempat predileksi. Wabah scabies
pernah terjadi pada zaman penjajahan Jepang (1942-1945), kemudian menghilang dan
timbul lagi pada tahun 1965. Hingga kini, penyakit tersebut tidak kunjung reda dan
insidensnya tetap tinggi. pengetahuan dasar tentang penyakit ini diletakkan oleh Von
Hebra, bapak dermatologi modern. Penyebabnya ditemukan pertama kali oleh Benomo
pada tahun 1667, kemudian oleh Mellanby dilakukan percobaan induksi pada
sukarelawan selama perang dunia II. (Handoko, 2011)
Skabies menduduki peringkat ke-7 dari sepuluh besar penyakit utama di
puskesmas dan menempati urutan ke-3 dari 12 penyakit kulit tersering di Indonesia. Ada
dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor yang
menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain keadaan sosial ekonomi yang rendah,
higiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis
dan perkembangan dermografik seperti keadaan penduduk dan ekologik. Penyakit ini
juga dapat dimasukkan dalam Infeksi Menular Seksual (IMS). (Murtiastutik, 2005)
Kepustakaan tertua mengenai skabies menyatakan bahwa orang pertama yang
menguraikan skabies adalah dokter Aboumezzan Abdel Malek ben Zohar yang lahir di
Spanyol pada tahun 1070 dan wafat di Maroko pada tahun 1162. Dokter tersebut
menulis sesuatu yang disebut “soab” yang hidup pada kulit dan menimbulkan gatal. Bila
kulit digaruk muncul binatang kecil yang sulit dilihat dengan mata telanjang.3
Pada tahun 1687, Giovan Cosimo Bonomo menulis surat kepada Fransisco Redi
dan menyatakan bahwa seorang wanita miskin dapat mengeluarkan “little bladder of
water” dari lesi skabies anaknya. Surat Bonomo ini kemudian dilupakan orang dan pada
tahun 1812 Gales melaporkan telah menemukan Sarcoptes scabiei dan tungau yang
ditemukannya dilukis oleh Meunir. Sayangnya, penemuan Gales ini tidak dapat
dibuktikan oleh ilmuwan lainnya.. Penemuan Gales baru diakui pada tahun 1839 ketika
Renucci seorang mahasiswa dari Corsica berhasil mendemonstrasikan cara
mendapatkan tungau dari penderita skabies dengan sebuah jarum. (Sungkar, 1995)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap tungau Sarcoptes scabiei varietas hominis. Sarcoptes scabiei ini dapat
ditemukan di dalam terowongan lapisan tanduk kulit pada tempat-tempat predileksi.
Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo.
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya (Djuanda, 2015).
B. Etiologi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Setelah kopulasi
(perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih
dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh betina. Tungau betina
yang telah dibuahi mempunyai kemampuan untuk membuat terowongan pada kulit
sampai di perbatasan stratumm korneum dan startum granulosum dengan kecepatan
0,5-5 mm per hari. Di dalam terowongan ini tungau betina akan bertelur (Djuanda,
2015).
Tungau skabies mempunyai empat kaki dan diameternya berukuran 0,3 mm.
Sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Tungau mampu hidup selama 3 hari
3
jauh dari host dalam tabung reaksi steril, dan selama 7 hari jika ditempatkan di mineral
oil mounts. Tungau ini tidak dapat terbang atau melompat dan hanya dapat hidup selama
30 hari di lapisan epidermis (Orkin, 2008).
C. Epidemiologi
Terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia terjangkit tungau skabies
(Chosidow, 2006). Studi epidemiologi memperlihatkan bahwa prevalensi skabies
cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja dan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin,
ras, umur, ataupun kondisi sosial ekonomi. Faktor primer yang berkontribusi adalah
kemiskinan dan kondisi hidup di daerah yang padat (Walton, 2007), sehingga penyakit
ini lebih sering di daerah perkotaan (Orkin, 2008).
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor
yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: higiene yang buruk, kesalahan
diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologi (Djuanda, 2015).
D. Cara Penularan
4
b. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk,
sprei, bantal, dan lain – lain.
Penularan biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau
kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei varanimalis yang kadang-
kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak memelihara
binatang peliharaan misalnya kucing, anjing (Djuanda, 2015).
E. Patogenesis
F. Gambaran Klinis
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes scabiei
sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan gambaran klinis berupa
keluhan subjektif dan objektif yang spesifik.
5
Dikenal ada 4 tanda utama atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu
(Djuanda, 2015) :
1. Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfestasi dengan tungau skabies, kelainan kulit
seperti pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu. Infeksi yang berulang
menyebabkan ruam dan gatal yang timbul hanya dalam beberapa hari. Gatal
terasa lebih hebat pada malam hari. Hal ini disebabkan karena meningkatnya
aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan panas. Sensasi gatal yang
hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah.
2. Sekelompok orang
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah
keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam sebuah
pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat menular hampir ke seluruh
penduduk. Suatu kelompok mungkin akan ditemukan individu yang
hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak menimbulkan
keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier bagi individu lain.
3. Adanya terowongan
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada
kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum korneum,
oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit yang memiliki stratum
korneum yang relative lebih longgar dan tipis.
Lesi yang timbul berupa eritema, krusta, ekskoriasi papul dan nodul yang
sering ditemukan di daerah sela-sela jari, aspek volar pada pergelangan tangan
dan lateral telapak tangan, siku, aksilar, skrotum, penis, labia dan pada areola
wanita. Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul,
ekskoriasi, dan lain-lain).
Erupsi eritematous dapat tersebar di badan sebagai reaksi hipersensitivitas
pada antigen tungau. Lesi yang patognomonik adalah terowongan yang tipis dan
kecil seperti benang, berstruktur linear kurang lebih 1 hingga 10 mm, berwarna
putih abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel yang
merupakan hasil dari pergerakan tungau di dalam stratum korneum. Terowongan
6
ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari, pergelangan tangan dan daerah siku.
Namun, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal infeksi karena aktivitas
menggaruk pasien yang hebat.
Bentuk Klinis
7
Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang tidak khas,
meskipun jarang ditemukan. Kelainan ini dapat menimbulkan kesalahan diagnostik yang
dapat berakibat gagalnya pengobatan
Bentuk-bentuk skabies antara lain (P, Stone, 2006):
1) Scabies pada orang bersih
8
3) Scabies yang ditularkan oleh hewan
4) Scabies Noduler
5) Scabies Inkognito
9
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa
harus tinggal ditempat tidur dapat menderita scabies yang lesinya
terbatas.
10
G. Pemeriksaan Penunjang
Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi penderita
sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti sulit ditegakkan. Pada
umumnya diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan dua dari empat cardinal sign.
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan tungau dan produknya yaitu
(Orkin, 2008 ; Binic, 2010):
1. Apusan kulit
Kulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada lesi dan
diangkat dengan gerakan cepat. Selotip kemudian diletakkan di atas gelas objek
dan diperiksa dengan mikroskop.
2. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH 10%
lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan scalpel steril yang bertujuan untuk
mengangkat atap papula atau kanalikuli. Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas
objek dan ditutup dengan kaca penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.
Identifikasi terowongan bisa dibantu dengan cara mewarnai daerah lesi dengan
tinta hitam. Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30
menit. Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan
11
kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya karena akumulasi tinta
didalam terowongan. Tes dinyatakan positif bila terbetuk gambaran kanalikuli
yang khas berupa garis menyerupai bentuk zigzag.
Diagnosis pasti dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala secara
mikroskopik. Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan
telunjuk kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superficial secara
menggunakan pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar tidak berdarah.
Kerokan tersebut diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan minyak
mineral yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.
H. Diagnosa Banding
Skabies dapat mirip berbagai macam penyakit sehingga disebut juga “The great
imitator”. Diagnosis banding skabies meliputi hampir semua dermatosis dengan
keluhan pruritus, yaitu dermatitis atopik, dermatitis kontak, prurigo, urtikaria popular,
pioderma, pedikulosis, dermatitis herpetiformis, ekskoriasi-neurotik, liken planus,
penyakit Darier, gigitan serangga, mastositosis, urtikaria, dermatitis eksematoid
infeksiosa, pruritis karena penyakit sistemik, dermatosis pruritik pada kehamilan, sifilis
dan vaskulitis. (Handoko, 2009)
12
I. Komplikasi
J. Pengobatan
13
Pengobatan skabies harus efektif terhadap tungau dewasa, telur dan produknya, mudah
diaplikasikan, nontoksik, tidak mengiritasi, aman untuk semua umur, dan terjangkau
biayanya. Pengobatan skabies yang bervariasi dapat berupa topikal maupun oral.
a. Permethrin
Merupakan sintesa dari pyrethroid, dan bekerja dengan cara mengganggu
polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan natrium.
Hal ini memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi
paralise parasit. Obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan
scabies karena efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan
kecenderungan keracunan akibat kesalahan dalam penggunaannya sangat
kecil. Hal ini disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorpsi di kulit
dan cepat dimetabolisme yang kemudian dikeluarkan kembali melalui
keringat dan sebum, dan juga melalui urin. Belum pernah dilaporkan
resistensi setelah penggunaan obat ini.
Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang diaplikasikan selama 8-
12 jam dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum sembuh bisa
dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu (Currie, 2010).
Permethrin jarang diberikan pada bayi-bayi yang berumur kurang dari 2
bulan, wanita hamil dan ibu menyusui. Wanita hamil dapat diberikan
dengan aplikasi yang tidak lama sekitar 2 jam. Efek samping jarang
ditemukan, berupa rasa terbakar, perih dan gatal, namun mungkin hal
tersebut dikarenakan kulit yang sebelumnya memang sensitive dan
terekskoriasi (Currie, 2010).
b. Lindane / Gamma benzene heksaklorida
Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah
sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau.
Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput
lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi
14
pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi,
konvulsi, dan kematian tungau. Lindane dimetabolisme dan
diekskresikan melalui urin dan feses.
Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau dan tidak
berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh
tubuh dari leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau
lotion. Setelah pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi
setelah 1 minggu. Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang menetas
dan tidak musnah oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian
menunjukkan penggunaan Lindane selama 6 jam sudah efektif.
Dianjurkan untuk tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak
menggunakan konsentrasi lain selain 1%.
Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas SSP, kejang,
dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi.
Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit
kepala, mual, pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan,
berkedut dari kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan
kematian. Beberapa bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi
perjalanan fisiologis kelainan darah seperti anemia aplastik,
trombositopenia, dan pancytopenia (Hicks, 2009).
c. Crotamiton
Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau
lotion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%. Hasil terbaik
telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari
berturut-turut setelah mandi dan mengganti pakaian dari leher ke bawah
selama 2 malam kemudian dicuci setelah aplikasi kedua. Efek samping
yang ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka panjang (Hicks,
2009).
Beberapa ahli beranggapan bahwa crotamiton krim ini tidak memiliki
efektivitas yang tinggi terhadap skabies. Crotamiton 10% dalam krim
15
atau losion, tidak mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada
wanita hamil, bayi dan anak kecil (Hicks, 2009).
d. Sulfur Precipitatum
Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25 M.
Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%) dan
umumnya salep konsentrasi 6% lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat
sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh
selama 24 jam selama tiga hari berturut-turut. Keuntungan penggunaan
obat ini adalah harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-
satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi massal.
Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk
hydrogen sulfide dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germicid
dan fungicid. Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh
anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi
2,5% pada bayi. Kerugian pemakaian obat ini adalah bau tidak enak,
mewarnai pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi (Hicks, 2009).
e. Benzyl Benzoat
Benzil benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang
merupakan bahan sintesis balsam peru. Benzil benzoate bersifat
neurotoksik pada tungau skabies. Digunakan sebagai 25% emulsi dengan
periode kontak 24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis
dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila
digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima.
Efek samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan
pada wajah dan skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk
tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat
menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada
wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun.
16
Tapi benzil benzoate lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted
scabies. Di negara-negara berkembang dimana sumber daya yang
terbatas, benzil benzoate digunakan dalam pengelolaan skabies sebagai
alternatif yang lebih murah (Hicks, 2009).
L. Pencegahan
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal, handuk
dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan dikeringkan
dengan udara panas karena tungau scabies dapat hidup hingga 3 hari diluar kulit, karpet
dan kain pelapis lainnya sehingga harus dibersihkan (vacuum cleaner) (Orkin, 2008).
17
BAB III
KESIMPULAN
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya. Penularannya dengan 2 cara,
yaitu kontak langsung dan kontak tak langsung.
Pada penyakit skabies ditemukan 4 tanda cardinal yaitu pruritus nocturna,
menyerang manusia secara berkelompok, adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-
tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan dan menemukan tungau.
Bentuk kelainan kulit pada penyakit skabies yaitu ditemukannya papul, vesikel,
erosi, ekskoriasi, krusta dan lain-lain, serta bermanifestasi klinis dalam berbagai variasi.
Bila infeksi sekunder telah terjadi dapat disebabkan bakteri yang ditandai dengan
munculnya pustul maupun timbulnya gejala infeksi sistemik. Penanganan yang menjadi
pilihan utama adalah primethrin 5% topikal yang dioleskan di kulit 8-12 jam serta
edukasi pasien dan keluarga pasien.
18
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals, in: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. Vol.2. USA:
Blackwell publishing; 2004. 37-47.
Craig N. Burkhart, Scabies, Other Mites and Pediculosis. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine, 8th. USA : McGraw Hill; 2012. 2569
Currie J.B., and James S. McCarthy. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New England J
Med. 2010. February : 362/717-724.
Djuanda A, Hamzah M., dan Aisah S. Ed., 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 7.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Habif TP, Hodgson S. Clinical Dermatology. Ed.4. London: Mosby; 2004. 497-506.
Hicks MI, Elston DM. Scabies. Dermatologic Therapy. 2009. November :22/279-292.
Murtiastutik D., 2008. Skabies. In: Barakbah J., Lumintang H., and Martodiharjo S. Ed. Buku
Ajar Infeksi Menular Seksual. Airlangga University Press, Surabaya: 202-208.
19