Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT TROPIS DAN MENULAR

(SCABIES)

OLEH KELOMPOK 8

SURYA RAHMAN R011221014

MAYASARI R011221004

MUH. ABDUL WAHID R011221061

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2022

1
BAB I
KONSEP MEDIS

A. Definisi

Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestisasi (bersifat menular) dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes Scabiei varian hominis dan produknya. Sinonim dari
penyakit ini adalah kudis, the icth, gudig, budukan, dan gatal agogo. (Handoko, 2007)

Scabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei. Pada
penyakit ini terdapat keluhan gatal-gatal yang hebat karena kutu tersebut menggali kulit
dan membuat terowongan dalam kulit, khususnya diantara jari- jari tangan, pada alat
genitalia serta bokong. (Harahap, 2013)
Skabies (the itch, gudik, budukan, gatal agogo) adalah penyakit kulit yang
disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var.
homini dan produknya. (Mansjoer, 2008).

Seluruh siklus hidup Sarcoptes Scabies mulai dari telur sampai bentuk
dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari yang jantan mati setelah kopulasi
yang betina menggali terowongan di stratum korneum dan bertelur. Setelah 3-5
hari menetas menjadi larva dan 2-3 hari kemudian menjadi nimfa berkaki 8
(jantan dan betina) waktu yang diperlukan sejak menetasnya telur sampai
menjadi bentuk dewasa adalah 7-8 hari, diluar tubuh penderita parasit hanya
dapat hidup selama 2-3 hari pada suhu kamar.
Perkembangan skabies dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
keadaan sosial ekonomi yang rendah, hygiene perorangan yang buruk,
kepadatan penduduk yang tinggi, sering berganti pasangan seksual, minimnya
pengetahuan masyarakat tentang penyakit skabies, kesalahan diagnosa dan
penatalaksanaannya (Mansjoer A, 2008).

2
Adapun bentuk-bentuk khusus skabies yang sering terjadi pada manusia
adalah sebagai berikut :
1. Skabies pada orang bersih yang merupakan skabies pada orang dengan
tingkat kebersihannya cukup, bisa salah didiagnosis karena kutu biasanya
hilang akibat mandi secara teratur.
2. Skabies pada bayi dan anak lesi skabies yang mengenai seluruh tubuh,
termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering
terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan
jarang ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di muka.
3. Skabies yang ditularkan oleh hewan dapat menyerang manusia yang
pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnya peternak
dan gembala. Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul
terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat-tempat kontak, dan akan
sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih-bersih.
4. Skabies Nodular terjadi akibat reaksi hipersensitivitas. Tempat yang sering
dikenai adalah genitalia pria, lipatan paha, dan aksila. Lesi ini dapat
menetap beberapa minggu hingga beberapa bulan, bahkan hingga satu
tahun walaupun telah mendapat pengobatan anti skabies.
5. Skabies Inkognito, obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan
gejala dan tanda scabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya,
pengobatan dengan steroid topikal yang lama dapat pula menyebabkan lesi

3
bertambah hebat. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan
respons imun selular.
6. Skabies terbaring di tempat tidur merupakan penderita penyakit kronis dan
orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur dapat menderita
skabies yang lesinya terbatas.
7. Skabies krustosa (Norwegian Scabies), lesinya berupa gambaran
eritodermi, yang disertai skuama generalisata, eritema, dan distrofi kuku.
Krusta terdapat banyak sekali, dimana krusta ini melindungi sarcoptes
scabiei di bawahnya. Bentuk ini mudah menular karena populasi sarcoptes
scabiei sangat tinggi dan gatal tidak menonjol. Bentuk ini sering salah
didiagnosis, kadang diagnosisnya baru dapat ditegakkan setelah penderita
menularkan penyakitnya ke orang banyak. Sering terdapat pada orang tua
dan orang yang menderita retardasi mental (Down’s syndrome), sensasi
kulit yang rendah (lepra, syringomelia dan tabes dorsalis), penderita
penyakit sistemik yang berat (leukemia dan diabetes), dan penderita
imunosupresif. (Harahap, 2013)
B. Epidemiologi
Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Dibeberapa negara
yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6 % - 27 % populasi umum dan
cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja. Suatu survei yang dilakukan pada tahun 1983
diketahui bahwa disepanjang sungai Ucayali, Peru, ditemukan beberapa desa di mana semua
anak-anak dari penduduk asli desa tersebut mengidap skabies. Behl ada tahun 1985
menyatakan bahwa prevalensi skabies pada anak-anak di desa-desa Indian adalah 100%. Di
Santiago, Chili, insiden tertinggi terdapat pada kelompok umur 10-19 tahun (45%) sedangkan
di Sao Paolo, Brazil insiden tertinggi terdapat pada anak dibawah umur 9 tahun. Di India,
Gulati melaporkan prevalensi tertinggi pada anak usia 5-14 tahun. Hal tersebut berbeda
dengan laporan Srivatava yang menyatakan prevalensi skabies tertinggi terdapat pada anak
dibawah 5 tahun. Di negara maju prevalensi skabies sama pada semua golongan umur
(Maibach, 1997)
Pada tahun 1975 terjadi wabah skabies di perkampungan Indian di Kepulauan San Blas,
Panama. Penduduk didaerah tersebut hidup dalam lingkungan yang padat dengan jumlah
penghuni tiap rumah 13 orang atau lebih. Pada survei pertama didapatkan prevalensi skabies

4
sebesar 28% pada suatu kelompok dan pada kelompok yang lain 42%. Dua tahun kemudian
dilakukan survei pada pulau Van lebih besar yang berpenduduk 2.000 orang. Pada survei
tersebut ditemukan bahwa 90% penduduk mengidap skabies. Pada tahun 1986 survei di
Indian lainnya berpenduduk 756 orang didapatkan bahwa prevalensi skabies anak-anak yang
berumur 10 tahun adalah 61% dan pada bayi yang kurang dari 1 tahun adalah 84% (Orkin,
1997)
Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit ini dapat
mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit skabies banyak dijumpai pada
anak dan orang dewasa muda, insidennya sama terjadi pada pria dan wanita. Insiden skabies
di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat
dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu endemik dan permulaan epidemik berikutnya
kurang lebih 10-15 tahun (Harahap, 2000) Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi
skabies di Puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6%-12,9%, dan skabies
menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di Bagian Kulit dan Kelamin
FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 734 kasus scabies yang merupakan 5,77% dari
seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi skabies adalah 6% dan 3,9%.
Prevalensi skabies sangat tinggi pada lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni yang
tinggi dan kebersihan yang kurang memadai (Depkes. RI, 2000).

C. Etiologi                                                 
Scabies disebabkan oleh tungau sarcoptes scabei. Infrestasi tungau ini mudah menyebar ini
mudah menyebar dari orang ke orang melalui kontak fisik dan sering menyerang seluruh penghuni
dalam satu rumah tungau ini ukurannya cukup besar sehingga dapat dilihat dengan mata telanjang
dan sering menular diantara orang orang yang tidur bersama. Kadang tungau ditularkan melalui
pakaian, sprei dan benda-benda lainnya yang digunakan secara bersama-sama, masa hidupnya
sangat sebentar dan pencucian biasa bisa menghilangkan tungau ini. Tungau betina membuat
terowongan dibawah lapisan kulit paling atas dan menimpa telurnya dalam lubang. Beberapa hari
kemudian akan menetas tungau muda (larva), infeksi menyebabkan gatal-gatal hebat, kemungkinan
merupakan suatu reaksi terhadap tungau. ( Susanto Clevere, 2013:37)

5
Gambar 3.Sarcoptes scabiei var. hominis
D. Patofisiologi
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi
juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau
bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit
timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi
terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan
setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat
timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal
yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau (Handoko, 2008).
Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung, adapun cara penularannya adalah:
1. Kontak langsung (kulit dengan kulit) Penularan skabies terutama melalui
kontak langsung seperti berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan

6
seksual. Pada orang dewasa hubungan seksual merupakan hal tersering,
sedangkan pada anak-anak penularan didapat dari orang tua atau
temannya.
2. Kontak tidak langsung (melalui benda) Penularan melalui kontak tidak
langsung, misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk
dahulu dikatakan mempunyai peran kecil pada penularan. Namun
demikian, penelitian terakhir menunjukkan bahwa hal tersebut memegang
peranan penting dalam penularan skabies dan dinyatakan bahwa sumber
penularan utama adalah selimut (Djuanda, 2010)
E. Pathway
Agen transmitter
sarcoptes scabies

Kontak langsung Kontak tidak langsung

Membentuk kanakuli (terowogan)


di sela jari, tangan, siku, Gangguan
pegelangan tangan body image

Sensitivitas terhadap sekret

Timbul papul, vesikel, urtika

Gangguan pola
Timbul rasa gatal tidur

Timbul keinginan untuk


menggaruk

Kerusakan
Ulkus, erosi, eklovarasi
integritas kulit

Resiko infeksi
7
F. Manifestasi Klinis
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula
dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, serta kehidupan di
pondok pesantren, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang
oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh
anggota keluarganya terkena, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini
bersifat sebagai pembawa (carrier).
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
bewarna putih keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata
panjang satu cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel.
Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul,
ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan
tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan,
pergelangan tangan, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola
mame (wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria), dan perut
bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak
kaki.
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. (Djuanda, 2010)
5. Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada
kulit yang umumnya muncul disela-sela jari, siku, selangkangan dan
lipatan paha, dan muncul gelembung berair pada kulit.
6. Erupsi kulit tergantung pada derajat sensitasi, lama infestasi,hygiene
perorangan, dan pengobatan sebelumnya, erupsi kulit. Batognomatik
berupa terowongan halu dengan ukuran 0,3-0,5 milimeter, sedikit
meninggi, berkelok-kelok, putih keabuan dengan panjang 10 milimeter
sampai 3 centimeter dan bergelombang (Harahap, 2013)

G. Diagnosis Scabies
Kelainan kulit menyerupai dermatitis, dengan disertai papula, vesikula,
urtika, dan lain-lain. Garukan tangan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta,

8
dan infeksi sekunder. Di daerah tropis, hampir setiap kasus scabies terinfeksi
sekunder oleh streptococcus aureus atau staphylococcus pyogenes (.Harahap,
2013)
Diagnosis ditegakkan atas dasar :
1. Adanya terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis lurus atau
kelok-kelok, panjangnya beberapa millimeter sampai 1 cm, dan pada
ujungnya tampak vesikula, papula, atau pustula.
2. Tempat predileksi yang khas adalah sela jari, pergelangan tangan bagian
volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mame (wanita),
umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria). Pada orang dewasa jarang
terdapat di muka dan kepala, kecuali pada penderita imunosupresif,
sedangkan pada bayi, lesi dapat terjadi diseluruh permukaan kulit.
3. Penyembuhan cepat setelah pemberian obat antiskabies topikal yang
efektif.
4. Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari satu anggota keluarga
menderita gatal, harus dicurigai adanya scabies. Gatal pada malam hari
disebabkan oleh temperatur tubuh menjadi lebih tinggi sehingga aktivitas
kutu meningkat.
Diagnosa skabies dilakukan dengan membuat kerokan kulit pada daerah
yang berwarna kemerahan dan terasa gatal. Kerokan yang dilakukan
sebaiknya dilakukan agak dalam hingga kulit mengeluarkan darah karena
sarcoptes betina bermukim agak dalam di kulit dengan membuat terowongan.
Untuk melarutkan kerak digunakan larutan KOH 10 persen selanjutnya hasil
kerokan tersebut diamati dengan mikroskop dengan perbesaran 10-40 kali.
Cara lain adalah dengan meneteskan minyak immesi pada lesi, dan epidermis
diatasnya dikerok secara perlahan-lahan. (Harahap, 2013)

9
H. Komplikasi
Bila skabies tidak di obati selama beberapa minggu atau bulan, dapat timbul:
1) Dermatitis akibat garukan
2) Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, selulitis, limfangitis,
folikulitis, dan furunkel.
3) Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang skabies dapat
menimbul komplikasi pada ginjal, yaitu glomerulonefritis.
4) Dermatitis iritan dapat timbul karena penggunaan preparat antiskabies
yang berlebihan, baik pada terapi awal atau dari pemakaian yang
terlalu sering. (Harahap, 2013)

I. Penatalaksanaan
Menurut Sudirman (2006), penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2 bagian:
1. Penatalaksanaan secara umum. Pada pasien dianjurkan untuk menjaga
kebersihan dan mandi secara teratur setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan
handuk yang telah digunakan harus dicuci secara teratur dan bila perlu
direndam dengan air panas. Demikian pula dengan anggota keluarga yang
beresiko tinggi untuk tertular, terutama bayi dan anak-anak, juga harus
dijaga kebersihannya dan untuk sementara waktu menghindari terjadinya
kontak langsung. Secara umum meningkatkan kebersihan lingkungan
maupun perorangan dan meningkatkan status gizinya. Beberapa syarat
pengobatan yang harus diperhatikan:
a. Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus diberi
pengobatan secara serentak.
b. Higiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu
menggunakan sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian
yang akan dipakai harus disetrika.
c. Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal,
kasur, selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari
selama beberapa jam.

10
2. Penatalaksanaan secara khusus. Dengan menggunakan obat-obatan
(Djuanda, 2010), obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk topikal
antara lain:
a. Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam
bentuk salep atau krim. Kekurangannya ialah berbau dan mengotori
pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada
bayi berumur kurang dari 2 tahun.
b. Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium,
diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering
memberi iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
c. Gama benzena heksa klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1%
dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap
semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi.
Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi
seminggu kemudian.
d. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus
dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.
e. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan
gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus
setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak
anjurkan pada bayi di bawah umur 12 bulan.
3. Pencegahan
Cara pencegahan penyakit skabies adalah dengan :
a. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun.
b. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur
minimal 2 kali dalam seminggu.
c. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.
d. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.
e. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang
dicurigai terinfeksi tungau skabies.

11
f. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup. Menjaga
kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit.
Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung
dengan penderita, mengingat parasit mudah menular pada kulit.
Walaupun penyakit ini hanya merupakan penyakit kulit biasa, dan
tidak membahayakan jiwa, namun penyakit ini sangat mengganggu
kehidupan sehari-hari.
Bila pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak menjamin
terbebas dari infeksi ulang, langkah yang dapat diambil adalah sebagai
berikut :
a. Cuci sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara
merendam di cairan antiseptik.
b. Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat dan
gunakan seterika panas untuk membunuh semua telurnya, atau
dicuci kering.
c. Keringkan peci yang bersih, kerudung dan jaket.
d. Hindari pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab (Depkes,2007).

Departemen Kesehatan RI (2007) memberikan beberapa cara


pencegahan yaitu dengan dilakukan penyuluhan kepada masyarakat dan
komunitas kesehatan tentang cara penularan, diagnosis dini dan cara
pengobatan penderita skabies dan orang-orang yang kontak dengan
penderita skabies,meliputi :
a. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya. Laporan
kepada Dinas Kesehatan setempat namun laporan resmi jarang
dilakukan.
b. Isolasi santri yang terinfeksi dilarang masuk ke dalam pondok
sampai dilakukan pengobatan. Penderita yang dirawat di Rumah
Sakit diisolasi sampai dengan 24 jam setelah dilakukan pengobatan
yang efektif.
c. Disinfeksi serentak yaitu pakaian dalam dan sprei yang digunakan
oleh penderita dalam 48 jam pertama sebelum pengobatan dicuci

12
dengan menggunakan sistem pemanasan pada proses pencucian dan
pengeringan, hal ini dapat membunuh kutu dan telur.

13

Anda mungkin juga menyukai