BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Skabies
2.1.1 Definisi
Penyakit ini sering juga disebut dengan nama lain kudis, the itch, seven
year itch, gudikan, gatal agogo, budukan (Boediardja dan Handoko, 2017).
2.1.2 Epidemiologi
ini, antara lain sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan
skabies pada tahun 2014 sebanyak 130 juta orang didunia. Tahun 2014
skabies bervariasi mulai dari 0,3% menjadi 46% (IACS, 2014). Kejadian
skabies pada tahun 2015 juga memiliki prevalensi tinggi pada beberapa
(0,7%), dan Kenya (8,3%). Insiden tertinggi terdapat pada anak-anak dan
dan penyakit ini masih menjadi salah satu masalah penyakit menular di
memiliki ukuran yang sangat kecil sehingga sangat sulit untuk dilihat
mikron, sedangkan ukuran tungau jantan jauh lebih kecil yakni 200-240
9
kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki
kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada tungau jantan
menetaskan 2-3 telur per hari pada saat masuk kedalam lapisan kulit.
Telur ini berbentuk oval dan memiliki ukuran 0,1-0,15 mm dan akan
menetas dalam waktu 3-4 hari. Setelah menetas, maka telur akan berubah
bentuk mejadi larva. Larva akan berpindah ke permukaan kulit luar dan
larva akan membentuk terowongan kecil yang hampir kasat mata bernama
molting pouches. Stadium larva memiliki 3 pasang kaki, dan hanya akan
bertahan sekitar 3-4 hari. Setelah itu, larva akan menjadi nimfa yang
besar sebelum akhirnya masuk ke fase dewasa. Larva dan nimfa akan
ukuran tungau jantan lebih kecil berkisar antara 0,2-0,24 mm. Perkawinan
terjadi setelah tungau jantan secara aktif masuk ke dalam terowongan yang
telah dibuat oleh tungau betina. Setelah kopulasi, maka tungau jantan
akan mati atau bertahan hidup dalam waktu yang singkat di dalam
10
tempat yang cocok untuk membuat terowongan yang baru dan meletakkan
telur- telurnya. Siklus hidup dari telur hingga dewasa memakan waktu satu
Sumber: CDC,2010
hominis
gejala dapat terjadi dalam beberapa hari sampai beberapa minggu untuk
12
hari, tapi kadang-kadang ada juga pasien yang tidak menunjukkan gejala.
Lesi yang paling khas dari skabies adalah berupa terowongan yang dibuat
oleh Sarcoptes scabiei pada tempat hidup tungau tersebut. Terowongan ini
Pruritus nokturna artinya gatal pada malam hari yang disebabkan oleh
aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
atau vesikula. Jika timbul infeksi sekunder ruam, maka kulitnya menjadi
13
pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian
(laki- laki), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak
hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup
tungau. Selain tungau dapat ditemukan telur dan kotoran atau yang biasa
kardinal skabies. Secara laboratorium dengan uji kerokan kulit dan uji
minyak mineral pada skalpel steril. Biarkan minyak mengalir pada papula
atau daerah yang akan dikerok. Lalu lakukan pengerokan sekitar 6 atau 7
penutup pada kaca objek, jangan sampai ada gelembung udara. Kemudian
lesi kulit pada skabies, yaitu terowongan dan ruam. Terowongan terutama
ditemukan pada tangan dan kaki bagian samping jari tangan dan jari kaki,
aksila, umbilikus, dan paha. Ruam adalah reaksi alergi dari tubuh terhadap
tungau.Klasifikasi
kaki, kuku yang distrofik, serta skuama yang generalisata. Bentuk ini sangat
menular, tetapi rasa gatalnya sangat sedikit. Tungau dapat ditemukan dalam
jumlah yang sangat banyak. Penyakit terdapat pada pasien dengan retardasi
nodular berbentuk nodular bila lama tidak mendapat terapi, sering terjadi
15
pada bayi dan anak, atau pada pasien dengan penurunan sistem imunitas.
ini adalah perilaku dan higiene perorangan yang buruk, tempat tinggal yang
2014).
2.1.6 Penatalaksanaan
Menurut Boediardja dan Handoko (2017) syarat obat yang ideal ialah
iritasi dan tidak toksik. tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau
dalam bentuk salap atau krim. Preparat ini karena tidak efektif
Pengobatan dilakukan pada orang serumah dan orang di sekitar pasien yang
4. Sprei penderita harus diganti dengan yang baru maksimal tiga hari sekali.
hidup skabies.
serta semua orang yang berkontak erat dengan pasien harus diobati, maka
2.2 PERILAKU
suatu respon terhadap stimulus dan akan sangat ditentukan oleh keadaan
para ahli.
dilihat dari kebiasaan para santri yang dinilai dari jawaban pertanyaan yaitu
perilaku yang buruk dan perilaku yang baik (Ma’rufi et al., 2005).
Sedangkan perilaku yang baik dengan memakai pakaian sendiri atau tidak
dan aktivitas individu, yang merupakan hasil dari berbagai faktor, baik
sosial, budaya, politik, dan lain-lain. Faktor ini adalah faktor yang
2.2.1 Pengetahuan
dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu dengan
pertanyaan tersebut.
2.2.2 Sikap
dari individu terhadap suatu objek atau stimulus. Manifestasi sikap tidak
bertanggung jawab.
(subjek) mau dan memberi perhatian kepada stimulus yang diberi (objek).
adalah ketika seseorang dapat mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
27 tahun dengan pilihan sangat setuju, tidak setuju ataupun sangat tidak
2.2.3 Tindakan
adalah fasilitas. Selain faktor fasilitas, diperlukan juga faktor dukungan dari
pihak lain. Seperti halnya pengetahuan dan sikap, tindakan juga memiliki
benar dan sesuai dengan contoh. Contohnya, seorang ibu memasak dengan
tepat, mulai dari cara mencuci yang baik dan memotong-motong bahan
mengikuti panduan apapun, atau tindakan itu telah menjadi kegiatan sehari-
usia-usia tertentu, tanpa adanya ajakan dari pihak lain. Adopsi adalah suatu
dapat memilih dan memasak makanan yang sehat dan bergizi dari bahan-
bulan yang lalu. Cara pengukuran lain adalah secara langsung, yang artinya
1. Faktor predisposisi
2. Faktor presipitasi/pencetus
dampak fisik dan dampak psikososial. Gangguan fisik yang sering terjadi
pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku. Sedangkan dampak
2004).
24
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk
belajar santri dan santriwati dalam mendalami ilmu agama Islam, namun
sangat umum di pondok pesantren dapat kita sebut antara lain keterbatasan
sarana sanitasi dan perilaku santri yang belum berperilaku hidup sehat dan
pesantren.
kekurangan
dari penderita skabies (Hadidjaja dan Sungkar, 2011). Hal ini berhubungan
dengan faktor risiko dari skabies dan yang menghubungkan kedua hal ini
tersebut dapat menular atau tidak, mengetahui fungsi sanitasi yang baik juga
sikap yang harus dia ambil, apakah harus tetap meminjam atau saling
dengan cara apakah dia telah menjaga sanitasi yang baik, dan apakah telah
tempat penyimpanan barang pribadi santri, sanitasi ruang belajar santri, dan
1995).
28
Faktor Risiko
Keterangan: