Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK


DENGAN SCABIES DI PSTW BUDI MULIA 2
TAHUN 2019

Disusun Oleh :

AULIA VIDYASARI

180510165

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANTEN

JL.RAWA BUNTU NO.10, BSD CITY SERPONG 15318 TELP: 021-


75871242 /75871245 / 50626999
TANGERANG SELATAN
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
DENGAN SCABIES DI PSTW BUDI MULIA 2
TAHUN 2019

Laporan ini telah disetujui untuk dipertanggungjawabkan dihadapan pembimbing materi dan
pembimbing lapangan
Program Studi Ners (Profesi) Ilmu Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banten

Tangerang, 3 April 2019

Pembimbing Materi Pembimbing Lapangan

(Ns. Royani, S.Kep) (Depi Sugianto, S.Kep)


1. Definisi

Skabies adalah penyakit kulit yang diesebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
tungau Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya pada tubuh (Djuanda, 2007). Di
Indonesia skabies sering disebut kudis, orang jawa menyebutnya gudik, sedangkan orang
sunda menyebutnya budug (Cakmoki, 2007). Penyakit kulit ini merupakan salah satu
penyakit yang sangat mengganggu aktivitas hidup dan kerja sehari-hari. Di berbagai
belahan dunia, laporan kasus scabies masih sering ditemukan pada keadaan lingkungan
yang padat penduduk, status ekonomi yang rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan
kualitas hygiene pribadi yang kurang baik atau cenderung jelek (Djuanda, 2007).

2. Etiologi

Penyebab penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun lalu sebagai akibat
infestasi tungau yang dinamakan Acarus scaibei atau pada manusia disebut Sarcoptes
scaibei varian hominis. Sarcoptes scaibei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida,
ordo Acarina, super famili Sarcoptes (Sudirman, 2006). Scabies adalah penyakit kulit
yang disebabkan oleh tungau (Sarcoptes scabiei) yang membuat lubang dibawah kulit
dan ditularkan melalui kontak dengan orang lain (Heukelbach & Feldmeier, 2006). Efek
langsung dari skabies adalah menimbulkan rasa gatal, menimbulkan rasa ingin
menggaruk, yang mana menimbulkan perubahan pada kulit karena infeksi bakteri,
berupa bintik-bintik akibat gatal, timbul abses dan selulit, yang mana disebabkan oleh
bakteri bahkan bisa menimbulkan kematian (Heukelbach & Feldmeier 2006).

Scabies dan komplikasinya dianggap sebagai penyakit endemic di negara-negara


yang berada di Samudera Pasifik dan juga negara-negara tropis termasuk di Afrika .
Menurut survey yang telah dilakukan, prevalensi scabies telah memiliki tempat sendiri
yang masih sedikit di setiap negara (Steer, et al., 2009). Penelitian ini sudah di
konfirmasi secara keseluruhan akan tetapi tidak ada kesadaran dari penduduk negara
tersebut, tidak ada yang mengembangkan dasar dari imformasi tentang strategi control
untuk penyakit di negara tersebut.

World Health Organization (WHO) memasukkan skabies kedalam list penyakit


tropis yang terabaikan, dan tidak dikenali sebagai prioritas kesehatan masyarakat yang
banyak dikembangkan di beberapa negara, mungkin bisa jadi karena kekurangan atau
ketiadaan survey skala yang lebih luas yang mencakup keseluruhan dan juga menetapkan
faktor resiko secara bertingkat. (Engelman, et al., 2013).
a) Klasifikasi

Sarcopes scabei termasuk filum atropoda, kelas arachnida ordo akarina,


super famili sarcoptoidea, famili sarcoptidae, dan genus sarcoptes. Sarcoptes
scaibei mempunyai sejumlah varietas yang masing-masing bersifat host spesific.

Penyebab scabies pada manusia adalah varietas hominis sedangkan varietas


lain pada mamalia dapat menginfestasikan pada mannusia, tetapi tidak hidup
lama (Djuanda, 2001)

b) Morfologi

Scabies ditularkan oleh kutu betina yang telah dibuahi, melalui kontak fisik
yang erat. Penularan melalui pakaian dalam, handuk, sprei dan tempat tidur. Kutu
juga dapat hidup diluar kulit hanya 2-3 hari dan pada suhu kamar 21 0 celcius
dengan kelembaban reatif 40 – 80 %.

Gambar 1. Siklus Hidup Sarcoptes scabiei

Populasi (perkawinan) dapat terjadi dipermukaan kulit atau terowongan


pada kulit,yang jantan biasanya mati setelah membuahi tungau betina. Tungau
betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stranum korneum, dengan
kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya yang mencapai 40
– 50 butir. Bentuk betina yang dibuahi dapat hidup selamanya, sedangkan telur
akan menetas biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang mempunyai
3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowngan dan juga dapat diluar.
Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan
betina dengan 4 pasang kaki,2 pasang kaki didepan sebagai alat untuk melekat
dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada
yang jantan pasangan ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir
dengan alat perekat. Ukuran bentuk betina berkisar antara 330 – 450 mikron x
250 – 350 mikron. Ukuran jantan lebih kecil 200 – 240 mikron x 150 – 200
mikron. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa
memerlukan waktu antara 8-12 hari. Kurang lebih 10% telur yang dapat menjadi
bentuk dewasa, yang dapat menularkan penyakit (Ginanjar, 2006).

Gambar 2. Daur Hidup Sarcoptes scabiei

3. Epidemiologi

Faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini antara lain sosial ekonomi
yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual dan sifatnya promiskuitas (ganti-
ganti pasangan), kesalahan diagnosis dan perkembangan demogafi serta ekologi. Selain
itu faktor penularannya bisa melalui tidur bersama dalam satu tempat tidur, lewat
pakaian, pelengkapan tidur atau benda-benda lainnya. Cara penularan (transmisi) melalui
kontak langsung misal berjabat tangan, tidur bersama dan kontak seksual. Kontak tidak
langsung misalnya melalui pakaian, handuk, seprei, bantal, dan lainlain (Djuanda, 2007).

4. Cara penularan

Penularan biasanya melalui Sarcoptes scaibei betina yang sudah dibuahi atau
kadang –kadang oleh larva. Dikenal pula Sarcoptes scaibei var. Animalis yang kadang-
kadang menulari manusia (Djuanda, 2007).

Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan


lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersamasama disatu tempat
yang relatif sempit. Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu
tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah – sekolah yang
menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasilitas – fasilitas kesehatan yang
dipakai oleh masyarakat luas, dan fasilitas umum lain yang dipakai secara bersamasama
di lingkungan padat penduduk (Kartika, 2008).

5. Patogenesis

Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau
yang kira-kira memerlukan waktu sebulan setelah infestasi. Pada saat ini kelainan kulit
menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papula, vesikel, urtika, dan lain-lain.
Adanya garukan dapat menyebabkan timbul erosi, ekskorisasi (lecet sampai epidermis
dan berdarah), Krusta (cairan tubuh yang mengering pada permukaan kulit) dan infeksi
sekunder (Djuanda, 2007).

6. Gambaran Klinis

Keluhan pertama yang dirasakan penderita adalah rasa gatal terutama pada
malam hari (pruritus noktural) atau bila cuaca panas serta pasien berkeringat
(Sudirman, 2006). Diagnosa dapat ditegakkan dengan menentukan 2 dari 4 tanda
dibawah ini :

a. Pruritus noktural yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas tungau yang lebih
tinggi pada suhu yang lembab dan panas.

b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam keluarga


biasanya seluruh anggota keluarga, perkampungan yang padat penduduknya,
sebagian tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal
dengan hiposensitisasi yang seluruh anggota keluarganya terkena.

c. Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat yang dicurigai berwarna


putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata 1 centi
meter, pada ujung terowongan tersebut ditemukan papula (tonjolan padat) atau
vesikel ( kantung cairan). Jika ada infeksi sekunder, timbul poli morf (gelembung
leokosit).

d. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostig. Dapat ditemukan satu
atau lebih stadium hidup tungau ini.

e. Gatal yang hebat terutama terjadi pada malam hari sebelum tidur, adapun
tandanya : papula (bintil), pustula (bintil bernanah), ekskoriasi (bekas garukan),
bekas-bekas lesi yang berwarna hitam (Sudirman, 2006).
7. Klasifikasi

Menurut Sudirman (2006) skabies dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Skabies pada orang bersih (scabies in the clean)

Tipe ini sering ditemukan bersamaan dengan penyakit menular lain. Ditandai
dengan gejala minimal dan sukar ditemukan terowongan. Kutu biasanya menghilang
akibat mandi secara teratur.

b. Skabies pada bayi dan anak kecil

Gambaran klinis tidak khas, terowongan sulit ditemukan namun vesikel lebih
banyak, dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk kepala, leher, telapak tangan,
telapak kaki.

c. Skabies noduler (nodular scanies)

Lesi berupa nodul coklat kemerahan yang gatal pada daerah tertutup. Nodul
dapat bertahan beberapa bulan hingga beberapa tahun walaupun telah diberikan obat
anti skabies.

d. Skabies in cognito

Skabies akibat pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid topikal atau


sistemik. Pemberian obat ini hanya dapat memperbaiki gejala klinik (rasa gatal) tapi
penyakitnya tetap ada dan tetap menular.

Skabies yag ditularkan oleh hewan (Animal transmitted scabies) Gejala


ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama terdapat pada
tempat-tempat kontak, dapat sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan
mandi yang bersih.

e. Skabies krustosa (crustes scabies / scabies keratorik)

Tipe ini jarang terjadi, namun bila ditemui kasus ini, dan terjadi keterlambatan
diagnosis maka kondisi ini akan sangat menular.

f. Skabies terbaring di tempat tidur (bed ridden)


Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus terbaring di
tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.

g. Skabies yang disertai penyakit menular seksual lain

Apabila ada skabies di daerah genital perlu dicari kemungkinan penyakit


menular seksual yang lain, dimulai dengan pemeriksaan biakan atau gonoroe dan
pemeriksaan serologi untuk sifilis.

h. Skabies dan Aquired Immuodeficiency syndrome (AIDS)

Ditemukan skabies atipik dan pneumonia pada seorang penderita.

i. Skabies dishidrosiform

Jenis ini ditandai oleh lesi berupa kelompok vesikel dan pustula pada tangan
dan kaki yang sering berulang dan selalu sembuh dengan obat antiskabies
(Sudirman, 2006)

8. Diagnosis

Diagnosis penyakit skabies sampai saat ini masih menjadi masalah dalam
dermatologi (Sudirman, 2006). Penetapan diagnosa skabies berdasarkan riwayat gatal
terutama pada malam hari dan adanya anggota keluarga yang sakit seperti penderita (ini
menunjukkan adanya penularan). Pemeriksaan fisik yang penting adalah dengan melihat
bentuk tonjolan kulit yang gatal dan area penyebarannya. Untuk memastikan diagnosa
skabies adalah dengan pemeriksaan mikroskop untuk melihat ada tidaknya kutu
sarcoptes scabiei atau telurnya (Cakmoki, 2007).

9. Perilaku

a. Batasan Perilaku

Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar
(Notoatmodjo, 2007).

b. Perilaku Kesehatan

Berdasarkan batasan perilaku menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2007),


maka perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek
yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pealyanan kesehatan, makanan dan
minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat
diklasifikasikan menjadi 3 kelompok:

a) Perilaku pemeliharaan kesehatan

Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usahausaha


seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha
untuk penyembuhan bilamana sakit.

Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan


kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking
behaviour)

Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari
mengobati diri sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan keluar
negeri.

b) Perilaku kesehatan lingkungan

Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik


maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak
mempengaruhi kesehatannya (Notoatmodjo, 2007).

Seorang ahli lain Becker dalam Notoatmodjo (2007) membuat klasifikasi


lain tentang perilaku kesehatan :

1) Perilaku hidup sehat

Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan


upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan kesehatannya.

2) Perilaku sakit (illness behaviour)

Perilaku sakit ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan


penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang : penyebab dan
gejala penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya.
3) Perilaku peran sakit ( the sick role behaviour)

Perilaku peran sakit dilihat dari segi sosiologi, orang sakit (pasien)
mempunyai peran yang mencakup hak-hak orang sakit (right) dan
kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Hak dan kewajiban ini harus
diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain, yang selanjutnya
disebut perilaku peran orang sakit (the sick role).

10. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Skabies

a. Sanitasi

Wardhani (2007) menyatakan bahwa 33 orang (84,6) menderita skabies yang


disebabkan sanitasi. Penyakit skabies ini merupakan penyakit kulit yang
berhubungan dengan sanitasi dan hygiene yang buruk, saat kekurangan air dan tidak
adanya sarana pembersih tubuh, kekurangan makan dan hidup berdesak-desakan,
terutama di daerah kumuh dengan sanitasi yang sangat jelek. Skabies juga dapat
disebabkan karena sanitasi yang buruk.

b. Pengetahuan

Khotimah (2006) menjelaskan bahwa hasil analisis memperoleh nilai P < 0,05
artinya ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan, sikap, dan higiene
perorangan dengan terjadinya skabies.

c. Skabies masih merupakan penyakit yang sulit untuk diberantas, pada manusia
khususnya dalam lingkungan masyarakat pada hunian padat tertutup dengan pola
kehidupan sederhana, serta tingkat pendidikan dan pengetahuan yang masih rendah,
pengobatan dan pengendalian sangat sulit (Iskandar, 2000).

d. Kepadatan penduduk

Andayani (2005) menyatakan bahwa permasalahan yang berkaitan dengan


kejadian skabies di Pondok Pesantren. Bahwasanya skabies merupakan penyakit
kulit yang banyak diderita oleh santri, kasus terjadi pada daerah padat penghuni dan
jumlah kasus banyak pada anak usia sekolah. Penyakit gudik (skabies) terdeteksi
manakala menjangkiti lebih dari orang dalam sebuah keluarga (Cakmoki, 2007).
e. Perilaku

Berdasarkan penelitian Kurnitasari (2004), menunjukkan 70 orang (54 %)


menderita penyakit skabies, ada hubungan antara kepadatan penghuni, kebiasaan
mandi, kebiasaan ganti baju, kebiasaan menggunakan alat-alat bersama dengan
penderita penyakit skabies.

f. Pemakaian alat mandi, pakaian dan alat sholat secara bergantian

Penularan melalui kontak tidak langsung seperti melalui perlengkapan tidur,


pakaian, atau handuk memegang peranan penting (Mansyur, 2007). Berdasarkan
hasil penelitian Handayani (2007), menunjukkan 44 orang (62,9%) terkena skabies,
dan ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan pemakaian sabun mandi,
kebiasaan pemakaian handuk, kebiasaan berganti pakaian, kebiasaan tidur bersama,
kebiasaan pemakaian selimut tidur dan kebiasaan mencuci pakaian bersama dengan
penderita skabies dengan kejadian skabies.

g. Air

Air merupakan hal yang paking esensial bagi kesehatan, tidak hanya dalam
upaya produksi tetapi juga untuk konsumsi domestik dan pemanfaatannya (minum,
masak, mandi, dan lain-lain). Promosi yang meningkat dari penyakit-penyakit
infeksi yang bisa mematikan maupun merugikan kesehatan ditularkan melalui air
yang tercemar. Sedikitnya 200 juta orang terinfeksi melalui kontak dengan air yang
terinvestasi oleh parasit. Sebagian penyakit yang berkaitan dengan air bersifat
menular, penyakit-penyakit tersebut umumnya diklasifikasikan menurut berbagai
aspek lingkungan yang dapat diintervensi oleh manusia (WHO, 2001).

h. Perekonomian yang rendah

Laporan terbaru tentang skabies sekarang sudah sangat jarang dan sulit
dtemukan diberbagai media di Indonesia (terlepas dari faktor penyebabnya), namun
tk dapat dipugkiri bahwa penyakit kulit ini masih merupakan salah satu penyakit
yang sangat mengganggu aktivitas hidup dan kerja sehari-hari. Di berbagai belahan
dunia, laporan kasus skabies masih sering ditemukan pada keadaan lingkungan yang
padat penduduk, status ekonomi rendah, tingkat pendidikan yang rendah dan kualitas
higienis pribadi yang kurang baik atau cenderung jelek. Rasa gatal yang
ditimbulkannya terutama waktu malam hari, secara tidak langsung juga ikut
mengganggu kelangsugan hidup masyarakat terutama tersitanya waktu untuk
istirahat tidur, sehingga kegiatan yang akan dilakukannya disiang hari juga ikut
terganggu. Jika hal ini dibiarkan berlangsung lama, maka efisiensi dan efektifitas
kerja menjadi menurun yang akhirnya mengakibatkan menurunnya kualitas hidup
masyarakat (Kartika, 2008).

i. Hygiene perorangan

Manusia dapat terinfeksi oleh tungau skabies tanpa memandang umur, ras atau
jenis kelamin dan tidak mengenal status sosial dan ekonomi, tetapi hygiene yang
buruk dan prokmiskuitas meningkatkan infeksi (Pawening, 2009).

Kebersihan adalah keadaan bebas dari kotoran, termasuk di antarata, debu,


sampah, dan bau. Di Indonesia, masalah kebersihan selalu menjadi polemik yang
berkembang. Kasus-kasus yang menyangkut masalah kebersihan setiap tahunnya
selalu meningkat (Alfarisi, 2008).

j. Kebersihan adalah lambang kepribadian seseorang, jika tempat tinggalnya, pakaian


dan keadaan tubuhnya, terlihat bersih maka dipastikan orang tersebut adalah
manusia yang bersih serta sehat (Muktihadid, 2008)

k. Hubungan seksual

Penyakit skabies banyak diderita oleh laki-laki 57,26 % dari perempuan 42,74
%. Orang yang sering melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan,
merupakan populasi yang berisiko terkena skabies, penularannya melalui kontak
tubuh (Fernawan, 2008). Penularan penyakit skabies melalui kontak langsung
misalnya berjabat tangan, tidur bersama dalam satu tempat tidur, dan hubungan
seksual (Wahid, 2009)
12. Kerangka Teori

Sanitasi

1 . Kondisi
asrama
Bergantian (air,saluran
Usia Jenis kelamin alat sholat pembua ngan,p
enampungan) Air Pembuangan
Penampungan sampah
2. Kondisi
Tidur berhimpitan kamar
(Kasur,dll )
Suhu
Pengetahuan Perilaku Lingkungan ---

Kejadian Skabies
13. CARA PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES

1) Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun.

2) Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur minimal 2
kali dalam seminggu.

3) Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.

4) Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.

5) Menghindari kontak dengan orang atau kain serta pakaian yang dicurigai terinfeksi
tungau skabies.

6) Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup.

Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit.


Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan
penderita, mengingat parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini
hanya merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun
penyakit ini sangat mengganggu kehidupan sehari-hari. Bila pengobatan sudah
dilakukan secara tuntas, tidak menjamin terbebas dari infeksi ulang, langkah yang
dapat diambil adalah sebagai berikut :

1) Mencuci sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara merendam di
cairan

2) antiseptik.

3) Mencuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat dan gunakan
seterika panas untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci kering.

4) Keringkan peci yang bersih, kerudung dan jaket.

5) Hindari pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab.19

Departemen Kesehatan RI (2007) memberikan beberapa cara pencegahan


yaitu dengan dilakukan penyuluhan kepada masyarakat dan komunitas kesehatan
tentang cara penularan, diagnosis dini, dan cara pengobatan penderita skabies dan
orang-orang yang kontak dengan penderita skabies,meliputi :
1) Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya. Laporan kepada
Dinas

2) Kesehatan setempat namun laporan resmi jarang dilakukan.

3) Isolasi santri yang terinfeksi dilarang masuk ke dalam pondok sampai dilakukan
pengobatan. Penderita yang dirawat di Rumah Sakit diisolasi sampai dengan 24
jam setelah dilakukan pengobatan yang efektif. Disinfeksi serentak yaitu
pakaian dalam dan sprei yang digunakan oleh penderita dalam 48 jam pertama
sebelum pengobatan dicuci dengan menggunakan sistem pemanasan pada
proses pencucian dan pengeringan, hal ini dapat membunuh kutu dan telur.

14. Asuhan Keperawatan Lansia

A. Pengkajian
I. Biodata
a. Identitas pasien
b. Identitas penanggungjawab
II. Riwyat kesehatan
a. Keluhan utama
Pada pasien scabies terdapat lesi dikulit bagian punggung dan merasakan
gatal terutama pada malam hari.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mulai merasakan gatal yang memanas dan kemudian menjadi edema
karena garukan akibat rasa gatal yang sangat hebat.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien pernah masuk Rs karena alergi
d. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga pasien ada yang menderita penyakit seperti yang klien
alami yaitu kurap, kudis.
III. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi terhadap kesehatan
Apabila sakit, klien biasa membeliobat di tko obat terdeat atauapabila tidak
terjadi perubahan pasien memaksakan diri ke puskesmas atau RS terdekat.
b. Pola aktivitas latihan
Aktivitas latihan selama sakit :
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan
Mandi
Berpakaian
Eliminasi
Mobilisasi di tempat tidur
c. Pola istirahat tidur
Pada pasien scabies terjadi gangguan pola tidur akibat gatal yang hebat
pada malam hari.
d. Pola nutrisi metabolik
Tidak ada gangguan dalam nutrisi metaboliknya.
e. Pola elimnesi
Klien BAB 1x sehari, dengan konsitensi lembek, wrna kuning bau khas dan
BAK 4-5x sehari, dengan bau khas warna kuning jernih.
f. Pola kognitif perceptual
Saat pengkajian kien dalam keadaan sadar, bicara jelas, pendengaran dan
penglihatan normal.
g. Pola peran hubungan
h. Pola konep diri
i. Pola seksual reproduksi
Pada klien scabies mengalami gangguan pada seksual reproduksinya.
j. Pola koping
1. Masalah utama yang terjadi selama klien sakit, klien selalu merasa
gatal, dan pasien menjadi malas untuk bekerja.
2. Kehilangan atau perubahan yang terjadi
perubahan yang terjadi klien malas untuk melakukan aktivitas sehari-
hari.
3. Takut terhadap kekerasan : tidak
4. Pandangan terhadap masa depan
klien optimis untuk sembuh
IV. Pemeriksaan fisik.

B. Analisa data

C. Diagnosa Dan Intervensi Keperawatan

a. Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi.


b. Tujuan : Nyeri yang dirasakan klien dapat segera teratasi.

Intervensi Rasional
1. Kaji intensitas nyeri, 1. Mengetahui dimana letak
karakteristik dan catat nyeri yang dirasakan klien
lokasinya. dan seberapa besar tingkat
nyeri yang dirasakannya.

2. Berikan perawatan kulit 2. Agar tidak terjadi lesi atau


sesering mungkin. luka pada daerah kulit yang
di serang oleh kuman.
3. kolaborasi dengan dokter 3. Membantu mengurangi rasa
pemberi analgesic. nyeri yang dirasakan oleh
klien.

c. Dx 2 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan gatal yang dirasakan.
Tujuan : istirahat tidur terpenuhi karena berkurangnya nyeri dan rasa gatal.

Intervensi Rasional

1. Kaji tidur klien 1. Mengetahui apakah kebutuhan


2. Klien tidak sering terbangun pada tidur klien terpenuhi.
malam hari. 2. Untuk memenuhi kebutuhan
3. Ciptakan suasana yang membuat istirahat tidurnya.
klien merasa nyaman misal 3. Agar klien bisa istirahat dengan
tempat tidur yang bersih dan rapi. tenang.

d. Dx 3 : Gangguan rasa aman = cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang


penyakit.
Tujuan : cemas berkurang karena meningkatnya pengetahuan tentang penyakit.

Intervensi Rasional
1. Kaji rasa cemas pasien. 1 Pasien tenang.
2. Berikan kesempatan kepada pasien 2 Pasien kooperatif dengan
untuk mengungkapkan rasa cemasnya. program perawatan dan
3. Berikan penjelasan kepada pasien pengobatan.
mengenai : 3 Pengetahuan pasien meningkat
a) Kondisi penyakitnya tentang penyakit, tanda-tanda,
b) Program perawatan dan kondisi yang dialami, serta
pengobatan yang akan dilakukan kemungkinan yang akan terjadi.
c) Hubungan istirahat dengan
kondisi penyakitnya.

e. Dx 4 : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dalam penampilan sekunder.


Tujuan : konsep diri dipertahankan dan ditingkatkan.
Intervensi Rasional
1. Kaji makna kehilangan pada 1 Episode traumatic mengaki- batkan
pasien/orang terdekat. perubahan tiba-tiba, tidak
2. Terima dan akui ekspresi frustasi diantipasi membuat perasaan
ketergantungan, marah, perhatikan kehilangan sehingga ia
perilaku menarik diri dan memerlukan dukungan dalam
penggunaan penyangkalan. perbaikan optimal.
3. Bersikap realistis dan positif selama 2 Penerimaan perasaan sebagai
pengobatan pada penyuluhan respon normal terhadap apa yang
kesehatan dan menyusun tujuan terjadi membantu perbaikan,namun
dalam keterbatasan. ini akan gagal apabila pasien belum
4. Berikan penguatan positif terhadap siap menerima situasi tersebut.
kemajuan dan dorongan usaha untuk 3 Meningkatkan dan menjalin rasa
mengikuti tujuan rehabilitas. saling percaya antara pasien
5. Dorong interaksi keluarga. dengan perawat.
4 Kata-kata penguatan dapat
mendukung.
5 Mempertahankan atau mem- buka
garis komunikasi dan memberikan
dukungan sercara terus menerus
pada pasien dan keluarga.

f. Dx 5 : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan edema.


Tujuan : Integritas kulit membaik dan dapat dipertahankan.

Intervensi Rasional

1. Siapkan jadwal pemberian obat. 1. Agar dapat meningkatkan


2. Bantu klien untuk pemberian obat efektivitas obat dengan pemberian
topical untuk daerah yang sulit secara tepat dan teratur.
dijangkau. 2. Agar tidak terjadi kerusakan kulit
3. Ajarkan teknik-teknik mencegah dengan pemberian obat topical
infeksi yaitu tidak menggaruk lesi secara menyeluruh pada daerah
dan menjaga kebersihan kulit. yang susah di jangkau klien.
4. Berikan pakaian yang longgar 3. Agar tidak terjadi infeksi yang
dan mampu menyerap keringat. disebabkan oleh kerusakan
5. Kolaborasi pemberian obat sesuai integritas kulit.
program pengobatan. 4. Agar tidak menekan dan
memberikan rasa nyaman.
5. Membantu mencegah terjadinya
infeksi.

D. EVALUASI
1. Rasa nyeri dapat segera teratasi.
2. Rasa gatal berkurang sehingga istirahat tidur dapat terpenuhi.
3. Pengetahuan tentang penyakit meningkat sehingga cemas berkurang.
4. Konsep diri terjaga dan ditingkatkan.
5. Integritas kulit dapat dipertahankan.

Anda mungkin juga menyukai