PENDAHULUAN
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (kutu kecil) yaitu Sarcoptes
scabiei varietas hominis. Penyakit tersebut merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama
di wilayah beriklim tropis dan subtropis. Jumlah penderita skabies di dunia lebih dari 300 juta
setiap tahun dengan angka yang bervariasi di setiap negara.
Prevalensi skabies di negara berkembang lebih tinggi dari di negara maju. Di Inggris
pada tahun 1997-2005, skabies terjadi pada 3 orang per 1.000 penduduk. Di Spanyol pada tahun
2012, prevalensi skabies pada imigran adalah 4,1%. Prevalensi skabies di daerah endemis di
India adalah 13% dan di daerah kumuh Bangladesh prevalensi pada anak berusia 6 tahun adalah
29%. Pada populasi umum, prevalensi skabies di Kamboja adalah 43% dan di Chile prevalensi
skabies sekitar 1-5%. Di Timor Leste, survei skabies di empat kabupaten pada tahun 2010
menunjukkan prevalensi17,3%. Di Indonesia, skabies merupakan salah satu penyakit kulit
tersering di puskesmas. Prevalensi skabies di puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 2008
adalah 5,6-12,9% dan merupakan penyakit kulit terbanyak ketiga. Pada tahun 2008 survei di
berbagai pemukiman kumuh seperti di tempat pembuangan sampah akhir dan rumah susun di
Jakarta menunjukkan prevalensi skabies sebesar 6,2%, di Boyolali 7,4%, di Pasuruan 8,2%, dan
di Semarang 5,8%.
Faktor yang berperan pada tingginya prevalensi skabies adalah kemiskinan, kepadatan
penghuni rumah, tingkat pendidikan rendah, keterbatasan air bersih, dan perilaku kebersihan
yang buruk. Tingginya kepadatan penghuni disertai interaksi dan kontak fisik yang erat
memudahkan penularan skabies. Kepadatan penghuni rumah merupakan faktor risiko paling
dominan dibandingkan faktor risiko skabies lainnya. Berdasarkan faktor risiko tersebut
prevalensi skabies yang tinggi umumnya terdapat di asrama, panti asuhan, pondok pesantren,
penjara, dan pengungsian. Di Malaysia, prevalensi skabies di asrama rumah kesejahteraan bagi
orang berusia lanjut di Pulau Pinang pada tahun 2010 adalah 30%. Ketika bencana alam gempa
bumi dan tsunami melanda Nanggroe Aceh Darussalam, skabies merupakan penyakit 2 kedua
terbanyak pada pengungsi.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
A. Definisi Skabies
Penyakit skabies adalah penyakit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
kulit oleh tungau Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya (Muttaqin, dkk, 2011
dalam Affandi,2019 ). Penyakit skabies mempunyai nama lain seperti Kudis, Gudikan,
the itch, Gatal Agogo, Seven year itch, Budukan adalah nama lain dari penyakit skabies
ini (Affandi,2019)
Skabies merupakan penyakit infeksi kulit menular yang disebabkan tungau betina
Sarcoptes scabiei varieta hominis yang termasuk dalam kelas Arachnida ( Parman,2017 ).
B. Etiologi Skabies
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi S.scabiei varietas
hominis. Parasit tersebut termasuk kelas arachnida, subkelas acarina, ordo astigmata, dan
famili sarcoptidae. Selain varietas hominis, S.scabiei memiliki varietas binatang namun
varietas itu hanya menimbulkan dermatitis sementara, tidak menular, dan tidak dapat
melanjutkan siklus hidupnya di manusia ( Sungkar Saleha, 2016 )
Skabies dapat ditularkan secara langsung atau tidak langsung namun cara
penularan skabies yang paling sering adalah melalui kontak langsung antar individu saat
tungau sedang berjalan di permukaan kulit. Kontak langsung adalah kontak kulit ke kulit
yang cukup lama misalnya pada saat tidur bersama. Kontak langsung jangka pendek
misalnya berjabat tangan dan berpelukan singkat tidak menularkan tungau. Skabies lebih
mudah menular secara kontak langsung dari orang ke orang yang tinggal di lingkungan
padat dan berdekatan seperti di panti jompo, panti asuhan, pesantren dan institusi lain
dimana penghuninya tinggal dalam jangka waktu lama ( Sungkar Saleha, 2016 )
Faktor Risiko Skabies : Keberadaan skabies dipengaruhi oleh berbagai hal yaitu
usia, jenis kelamin, tingkat kebersihan, penggunaan alat-alat pribadi bersamasama,
kepadatan penghuni, tingkat pendidikan dan pengetahuan tentang skabies, budaya
setempat, serta sosio-ekonomi ( Sungkar Saleha, 2016 )
C. Manifestasi Klinis Skabies
Dapat ditemukan tanda-tanda kardinal sebagai berikut:
a. Preuritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan oleh aktivitas
tungau lebih tinggi pada suhu lembab dan panas.
b. Penyakit ini menyerang sekelompok manusia, misalnya dalam sebuah keluarga,
sehingga seluruh keluarga terkena infeksi, di asrama, atau pondokan. Begitu pula
dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga
berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Walaupun seluruh anggota
keluarga mengalami investasi tungau, namun tidak memberikan gejala. Hal ini
dikenal sebagai hiposensititasi. Penderita bersifat sebagai pembawa (carrier)
c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat tempat predileksi berwarna putih
atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok kelok, rata rata panjang 1
cm, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vasikel. Jika timbul infeksi
sekunder ruam kulit menjadi polimorf (putsul, ekskoriasi, dan lain-lain). Namun,
kunikulus biasanya sukar terlihat, karena sangat gatal pasien selalu menggaruk,
kulikulus dapat rusak karenanya. Tempat predileksinya biasanya merupakan
tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum tipis,
yaitu sela sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat
ketiak bagian depan, areola mamae, umbikulus bokong, genetalia eksterna, dan
perut bagian belakang. Pada bayi, dapat menyerang telapak tangan, telapak kaki,
wajah dan kepala.
Untuk gejala, ciri khas dari Scabies adalah gatal gatal hebat, biasanya semakin
memburuk pada malam hari. Lubang tungau tampak sebagai garis bergelombang dengan
panjang sampai 2,5 cm, kadang pada ujungnya terdapat bruntus kecil. Lubang/trowongan
tungau atau gatal-gatal sering ditemukan dan dirasakan di sela-sela jari, pergelangan
tangan, dan seperti yang disebutkan diatas. Infeksi jarang mengenai wajah, kecuali pada
anakanak dimana lesinya muncul sebagai lepuhan berisi air. Lama-lama terowongan ini
sulit untuk dilihat karena tertutup oleh peradangan terjadi akibat pengarukan ( mutiara &
Firza,2016 ).
D. Klasifikasi Skabies
a. Scabies Norwegia ( Scabies berkrusta) Bentuk Scabies ini ditandai dengan
dermatotis berkrusta pada tangan dan kaki, kuku yang distrofik, serta skuama
generalisata. Bentuk ini sangat menular, tetapi rasa gatalnya sangat sedikit.
Tungau dapat ditemukan dalam jumlah yang sangat banyak. Penyakit terdapat
pada pasien dengan retardasi mental, kelemahan fisis, gangguan imunologik dan
psikosis.
b. Scabies nodular Scabies dapat berbentuk nodular bila lama tidak mendapat terapi ,
sering terjadi pada bayi dan anak, atau pada pasien dengan imunokompremais.
(Linuwih sri, 2017)
E. Patofisiologi Skabies
Kutu Scabies dapat menyebabkan gejala transien pada manusia, tetapi mereka
bukan penyebab infestasi persisten. Cara penularan paling efisien adalah melalui kontak
langsung dan lama dengan seorang individu terinfeksi. Kutu Scabies dapat bertahan
hingga tiga hari pada kulit manusia sehingga media seperti tempat tidur atau pakaian
merupakan sumber alternatif untuk terjadinya suatu penularan. Siklus hidup dari kutu
berlangsung 30 hari dan dihabiskan dalam epidermis manusia. Setelah melakukan
kopulasi, kutu jantan akan mati dan kutu betina akan membuat liang ke dalam lapisan
kulit dan meletakkan total 60-90 telur. Telur menetas membutuhkan 10 hari untuk
menjadi larva dan kutu dewasa. Kurang dari 10% dari telur dapat menghasilkan kutu
dewasa. Kutu Scabies kemudian bergerak melalui lapisan atas kulit dengan mengeluarkan
protease yang mendegrasi stratum korneum. Scybala (kotoran) yang tertinggal saat
mereka melakukan perjalanan melalui epidermis, menciptakan kondisi klinis lesi yang
diakui sebagai liang. Populasi pasien tertentu dapat rentan terhadap penyakit Scabies,
termasuk pasien dengan gangguan immunodefisiensi primer dan penurunan respons imun
sekunder terhadap terapi obat, dan gizi buruk. Kondisi lainnya adalah gangguan motorik
akibat kerusakan saraf yang menyebabkan ketidakmampuan untuk menggaruk dalam
menanggapi pruritus sehingga menonaktifkan utilitas menggaruk untuk menghilangkan
kutu pada epidermis dan menghancurkan liang yang dibuat oleh kutu betina ( mutiara &
Firza,2016 ).
Pathway
Lingkungan perkampungan
kumuh
hygienis diri kurang
sanitasi buruk
Papula, vesikel
dan utrika
Mengakibatkan erosi,
Gg citra tubuh
ekskoriasi, atau krusta
Merangsang nosiseptor
Resiko infeksi
sekunder
Dihantarkan oleh serabut tipe
Resiko infeksi A dan tipe C ke medula
spinalis lalu ke Otak
Nyeri dirasakan
Nyeri akut
F. Komplikasi Skabies
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat timbul menurut mutiara & Firza (2016 ) yaitu:
a. Urtikaria
b. Infeksi Sekunder
c. Folikulitis
d. Furunkel
e. Infiltrat
f. Eksema infantum
g. Pioderma
h. Impetigo
G. Penatalaksanaan Skabies
a. Salep yang mengandung asam salisilat dan sulfur selama 3-4 hari, kemudian dapat
diulang setelah satu minggu.
b. Salep yang mengandung Benzoas benzilicus selama 3 malam kemudian dapat
diulangi setelali satu minggu
c. Salep yang mengandung Gamma benzene hexachlorida selama 1 malam,
kemudian dapat diulangi setelah satu minggu.
d. Malathiom 0,5% dalam basis air berfungsi sebagai skabisid dioleskan pada kulit
dalam 24 jam. Aplikasi kedua bisa diulang beberapa hari kemudian.
e. Krim permethrin 5% (terbaik, dapat untuk semua umur dan wanita hamil).
Dioleskan pada seluruh tubuh dari leher kebawah dan dicuci setelah 8-14 jam,
merupakan obat paling efektif bila terjadi kegagalan pengobatan dengan Gamma
Benzene Hexachloride 1%
f. Semua baju dan alat alat tidur dicuci dengan air panas serta mandi dengan sabun
g. Semua anggota keluarga atau orang seisi rumah berkontak dengan penderita harus
diperiksa dan bila juga menderita Scabies juga diobati bersamaan agar tidak
terjadi penularan kembali.
h. Keluhan gatal dapat diberi antihistamin dengan setengah dosis biasanya. Infeksi
sekunder dapat diberi antibiotika.
2.2 KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : Tidak terkaji
Umur : Tidak terkaji
Agama : Tidak terkaji
Jenis Kelamin : Tidak terkaji
Status Perkawinan : Tidak terkaji
Pendidikan : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Suku Bangsa : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
Tanggal Masuk : Tidak terkaji
Tanggal Pengkajian : Tidak terkaji
No. Register : Tidak terkaji
Diagnosa Medis : Skabies
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tidak terkaji
Umur :Tidak terkaji
Hub. Dengan Pasien : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tidak terkaji
Alamat : Tidak terkaji
2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini) : Tidak terkaji
2) Riwayat kesehatan sekarang : Skabies
P (Provokating) : Tidak terkaji
Q (Quality) : Tidak terkaji
R (Region) : Tidak terkaji
S (Severity/Skala) : Tidak terkaji
T (Time) : Tidak terkaji
3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya : Tidak terkaji
b. Satus Kesehatan Masa Lalu
1) Penyakit yang pernah dialami : Tidak terkaji
2) Pernah dirawat : Tidak terkaji
3) Alergi : Tidak terkaji
4) Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll): Tidak terkaji
c. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak terkaji
d. Diagnosa Medis dan therapy : Skabies
3. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan: Tidak terkaji
b. Pola Nutrisi-Metabolik
1) Sebelum sakit : Tidak terkaji
2) Saat sakit : Tidak terkaji
c. Pola Eliminasi
1) BAB
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
2) BAK
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Aktivitas : Tidak terkaji
Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan
minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung
total
2) Latihan
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
e. Pola kognitif dan Persepsi : Tidak terkaji
f. Pola Persepsi-Konsep diri : Tidak terkaji
g. Pola Tidur dan Istirahat
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
- Sebelum sakit : Tidak terkaji
h. Pola Peran-Hubungan : Tidak terkaji
i. Pola Seksual-Reproduksi
1. Sebelum sakit : Tidak terkaji
2. Sebelum sakit : Tidak terkaji
j. Pola Toleransi Stress-Koping : Tidak terkaji
k. Pola Nilai-Kepercayaan : Tidak terkaji
4. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda Vital :
TB/BB : Tidak terkaji
HR : Tidak terkaji
RR : Tidak terkaji
Suhu : Tidak terkaji
N : Tidak terkaji
TD : Tidak terkaji
b. Keadaan fisik
1) Kepala
a) Lingkar kepala : Tidak terkaji
b) Rambut : Tidak terkaji
c) Warna : Tidak terkaji
d) Tekstur : Tidak terkaji
e) Distribusi Rambut : Tidak terkaji
f) Kuat/mudah rontok : Tidak terkaji
2) Mata
a) Sklera : Tidak terkaji
b) Konjungtiva : Tidak terkaji
c) Pupil : Tidak terkaji
3) Telinga : Tidak terkaji
4) Hidung : Tidak terkaji
5) Mulut : Tidak terkaji
a) Kebersihan : Tidak terkaji
b) Warna : Tidak terkaji
c) Kelembapan : Tidak terkaji
d) Lidah : Tidak terkaji
e) Gigi : Tidak terkaji
6) Leher
a) Inspeksi : Tidak terkaji
b) Palpasi : Tidak terkaji
c) Perkusi : Tidak terkaji
d) Auskultasi : Tidak terkaji
7) Dada/pernapasan
a) Inspeksi : Tidak terkaji
b) Palpasi : Tidak terkaji
c) Perkusi : Tidak terkaji
d) Auskultasi : Tidak terkaji
8) Jantung
a) Inspeksi : Tidak terkaji
b) Palpasi : Tidak terkaji
c) Perkusi : Tidak terkaji
d) Auskultasi : Tidak terkaji
9) Paru-paru
a) Inspeksi : Tidak terkaji
b) Palpasi : Tidak terkaji
c) Perkusi : Tidak terkaji
d) Auskultasi : Tidak terkaji
10) Abdomen : Tidak terkaji
11) Punggung : Tidak terkaji
12) Ekstermitas : Tidak terkaji
13) Genitalia : Tidak terkaji
14) Integumen : Tidak terkaji
a) Warna : Tidak terkaji
b) Turgor : Tidak terkaji
c) Integrasi : Tidak terkaji
d) Elastisitas : Tidak terkaji
5. Pemeriksaan penunjang : Tidak terkaji
6. Penatalaksanaan : Tidak terkaji
B. Diagnosa Keperawatan
3. Gangguan Citra Tubuh (D.0083) Promosi Citra Promosi koping Promosi Koping
Kategori : psikologis Tubuh Definisi Observasi
Subkategori : Integritas ego Setelah dilakukan Meningkatkan upaya - untuk
Definisi tindakan keperawatan kognitif dan perilaku mengidentifikasi
Perubahan persepsi tentang penampilan, selama 3x24 jam menilai dan merespon stressor yg dialami
struktur dan fungsi fisik individu maka citra tubuh stressor dan/atau klien
Penyebab meningkat dengan kemampuan menggunakan - untuk melakukan
1. Perubahan struktur/bentuk tubuh kriteria hasil sumber-sumber yang ada upaya kognitif
mis. Amputasi, trauma, luka - Verbalisasi dengan kemampuan
bakar, obesitas, jerawat) perasaan Tindakan yang klien miliki
2. Perubahan fungsi tubuh (mis. negatif Observasi - untuk mendukung
Proses penyakit, kehamilan, tentang - Identifikasi upaya koping
kelumpuhan) perubahan kemampuan yang kognitif yang akan
3. Perubahan fungsi kognitif tubuh dimiliki diberikan kepada
4. Ketidak sesuaian budaya, menurun - Identifikasi klien
keyakinan atau sistem nilai - Focus pada kebutuhan dan
5. Transisi perkembangan bagian tubuh keinginan terhadap Terapeuti
6. Gangguan psikososial menurun dukungan sosial - Supaya klien paham
7. Efek tindakan/ pengobatan (mis. - Focus pada Terapeutik bagaimana
Pembedahan, kemoterapi, terapi penampilan - Diskusikan masalahnya akan ia
radiasi) masa lalu perubahan yang di lalui, tidak menjadi
menurun alami stress karena
Gejala dan Tanda Mayor - Melihat - Gunakan mengetahui
Subjektif bagian tubuh pendekatan yang perubahan yang
1. Mengungkapkan kecacatan membaik tenang dan akan ia lewati
/kehilangan bagian tubuh - Respon meyakinkan - Supaya klien mau
Objetif nonverbal - diskusikan resiko lebih terbuka dan
1. Kehilangan bagian tubuh pada yang menimbulkan mendengarkan
2. Fungsi/struktur tubuh perubahan bahaya pada diri semua yang kita
berubah/hilang tubuh sendiri katakana
membaik - fasilitasi dalam - Supaya klien lebih
Gejala dan Tanda Minor Hubungan sosial memperoleh berhati-hati dan
Subjektif membaik informasi yang di dapat menjaga
1. Tidak mau mengungkapkan butuhkan dirinya sendiri dan
kecacatan/kehilangan bagian bahaya
tubuh - Supaya klien tidak
2. Mengungkapkan perasaan negatif bingnung dalam
tentang perubahan tubuh mencari informasi
3. Mengungkapkan kekhawatiran
pada penolakan/reaksi orang lain
4. Mengungkapkan perubahan gaya
hidup
Objetif
1. Menyembunyikan/menunjukkan
bagian tubuh secara berlebihan
2. Menghindari melihat dan/atau
menyentuh bagian tubuh
3. Fokus berlebihan pada perubahan
tubuh
4. Respon nonverbal pada perubahan
dan persepsi tubuh
5. Fokus pada penampilan dan
kekuatan masa lalu
6. Hubungan sosial berubah
3.1 Kesimpulan
Penyakit skabies adalah penyakit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
kulit oleh tungau Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya (Muttaqin, dkk, 2011
dalam Affandi,2019 ). Penyakit skabies mempunyai nama lain seperti Kudis, Gudikan,
the itch, Gatal Agogo, Seven year itch, Budukan adalah nama lain dari penyakit skabies
ini (Affandi,2019)
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi S.scabiei varietas
hominis. Parasit tersebut termasuk kelas arachnida, subkelas acarina, ordo astigmata, dan
famili sarcoptidae. Selain varietas hominis, S.scabiei memiliki varietas binatang namun
varietas itu hanya menimbulkan dermatitis sementara, tidak menular, dan tidak dapat
melanjutkan siklus hidupnya di manusia ( Sungkar Saleha, 2016 )
3.2 Saran
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan, Pada pengkajian perawat
perlu melakukan pengkajian dengan teliti melihat kondisi klien serta senantiasa
mengembangkan tehnik terapeutik dalam berkomunikasi. Serta Agar dapat memberikan
asuhan keperawatan yang berkualitas meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta
sikap professional dalam menetapkan diagnose keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Nur,2019. Analisis Personal Hygiene Dan Keberadaan Sarcoptes Scabiei Di Debu Alas
Tidur Warga Binaan Pemasyarakatan Pada Kejadian Skabies Di Lapas Kelas Iib
Jombang. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. 11 No. 3 Juli 2019 (165-174) Doi:
10.20473/Jkl.V11i3.2019.165-174 Issn: 1829 - 7285 E-Issn: 2040 – 881
Linuwih Sri, 2017. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Edisi Ke 7. Jakarta : Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal .213-221
Parman Dkk.2017. Faktor Risiko Hygiene Perorangan Santri Terhadap Kejadian Penyakit Kulit
Skabies Di Pesantren Al-Baqiyatushshalihat Tanjung Jabung Barat Tahun 2017. Jurnal
Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.17 No.3
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
indikator diagnositk. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
tindakan keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luarani Keperawatan Indonesia Definisi dan
kriteria hasil keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.