Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERURISEMIA

Oleh :
YOANITA PUTRI
SN201234

PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
HIPERURISEMIA

A. KONSEP PENYAKIT

1. DEFINISI

Hiperurisemia merupakan keadaan dimana terjadinya peningkatan

kadar uric acid/ asam urat serum di atas normal (Thayibah, Arianto, &

Ramani, 2018). Seseorang dikatakan mengalami hiperurisemia bila kadar

asam urat dalam darah melebihi kadar asam urat normal. Batasan kadar

asam urat dalam serum untuk laki-laki adalah sebesar 7 mg/dl dan untuk

perempuan sebesar 6 mg/dl (Setyoningsih, 2011).

Asam urat adalah hasil akhir metabolisme normal dari protein atau

dari penguraian senyawa purin yang seharusnya di ekskresi melalui

ginjal(Nurhamidah & Nofiani, 2015). Penumpukan kadar asam urat

berlebihan dalam tubuh dapat memicu Gout (Kusumayanti, Wiardani, & Sri

Sugiani, 2014). Perubahan gaya hidup dan pola makan masyarakat akibat

era globalisasi dapat menyebabkan kadar purin tinggi yang memicu

terjadinya peningkatan asam urat dalam tubuh (Kumalasari, Saryono, &

Purnawan, 2011).

2. ETIOLOGI

Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko terjadinya

gout erat hubungannya dengan usia, kadar kreatinin dalam serum, kadar

2
Blood Urea Nitrogen (BUN), jenis kelamin (pria), tekanan darah, berat

badan, stress, trauma, dislipidemia, pasien dengan kerusakan ginjal, dan

konsumsi alkohol. Penggunaan beberapa obat seperti diuretik, niasin,

pirazinamide, levodopa, etambutol, siklosporin, aspirin dosis rendah dan

obat sitotoksik juga dapat memicu terjadinya hiperurisemia dan gout. Pada

penderita gout, kadar asam urat dalam serum rata-rata adalah 7,0 mg/dl

untuk pria dan 6,0 mg/dl untuk wanita. Resiko pria menderita gout 10 kali

lebih sering dibandingkan wanita (Burns et al., 2011).

Gangguan hiperurisemia disebabkan oleh tingginya kadar asam urat di

dalam darah, yang menyebabkan terjadinya penumpukan kristal di daerah

persendian sehingga menimbulkan rasa sakit. Penyebab lainnya tingginya

konsentrasi bahan pangan sumber protein, terutama purin, bahan makanan

yang banyak mengandung sumber purin adalah hati, jantung, otak, paru-

paru daging, kacang-kacang, dan sebagainya (Almatsier, 2011). Makanan

yang banyak mengandung sumber purin kalau makannya tidak dikontrol

maka akan memincu penyakit hiperurisemia (Vitahealth, 2011).

Asupan makanan tinggi purin berpengaruh terhadap kadar asam urat

dalam tubuh. Secara ilmiah purin terdapat dalam tubuh dan di jumpai pada

semua makanan. Jika asupan makanan tinggi purin berlebih, sementara

tubuh sudah mengalami peninggian kadar asam urat, maka purin yang

masuk semakin banyak dan menjadi timbunan kristal asam urat. Apabila

penimbunan kristal terbentuk di cairan sendi, maka terjadilah penyakit gout,

dan jika penimbunan terjadi di ginjal, akan muncul batu asam urat ginjal

3
yang disebut dengan batu ginjal. Sehingga seseorang yang sudah terkena

penyakit asam urat sebaiknya harus menghindari bahan makanan yang

bebas dari sumber purin namun hampir semua bahan makanan yang

mengandung sumber purin sehingga di lakukan untuk membatasi asupan

purin menjadi 100 – 150 mg purin per hari (normal biasanya mengandung

600 – 1000 mg purin per hari) (Dewanti, 2012).

3. PATOFISIOLOGI

Hiperurisemia (konsentrasi asam urat dalam serum yang lebih besar

dari 7,0 mg/dl) dapat menyebabkan penumpukan kristal monosodium urat.

Peningkatan atau penurunan kadar asam urat serum yang mendadak

mengakibatkan serangan gout. Apabila kristal asam urat mengendap dalam

sebuah sendi, maka selanjutnya respon inflamasi akan terjadi dan serangan

gout pun mulai. Apabila serangan terjadi berulang – ulang mengakibatkan

penumpukan kristal natrium urat yang dinamakan tofus akan mengendap

dibagian erifer tubuh seperti ibu jari kaki, tangan, dan telinga (Smelzer,

2011).

Pada manusia, asam urat merupakan produk akhir dari degradasi

purin. Pada kondisi normal, jumlah asam urat yang terakumulasi sekitar

1200 mg pada pria dan 600 mg pada wanita. Akumulasi yang belebihan

tersebut dapat dikarenakan over produksi atau under- ekskresi asam urat

(Ernst et al., 2011).

a. Over-produksi Asam Urat

4
Asam urat dibentuk oleh purin, yang berasal dari tiga sumber

yaitu: makanan yang mengandung purin, perubahan asam nukleat

jaringan menjadi nukleotida purin, dan sistesis de novo dari basa

purin. Pada kondisi normal, asam urat dapat terakumulasi secara

berlebihan jika produksi asam urat tersebut berlebihan. Rata-rata

produksi asam urat manusia per harinya sekitar 600-800 mg.

Modifikasi diet penting bagi pasien dengan beberapa penyakit yang

dapat meningkatkan gejala hiperurisemia. Asam urat juga dapat

diproduksi berlebihan sebagai konsekuensi dari peningkatan gangguan

dari jaringan asam nukleat dan jumlah yang berlebihan dari sel

turnover, penyakit myeloproliferative dan lymphoproliferative,

polycythemia, psoriasis, dan beberapa tipe anemia. Penggunaan obat

sitotoksik juga dapat menyebabkan overproduksi asam urat. Dua

enzim abnormal yang menyebabkan peningkatan produksi asam urat

(Ernst et al., 2011).

Pertama adalah peningkatan aktifitas sintesis phosphoribosyl

pyrophosphate (PRPP) yang memicu peningkatan konsentrasi PRPP.

PRPP adalah kunci yang menentukan sintesis purin dan produksi asam

urat. Yang kedua adalah kekurangan hypoxanthine- guanine

phosphoribosyltransferase (HGPRT). HGPRT bertanggungjawab

dalam merubah guanin menjadi asam guanilic dan hipoxantin menjadi

asam inosinik. Kekurangan enzim HGPRT memicu peningkatan

metabolisme dari guanin dan hipoxantin menjadi asam urat. Ketiadaan

5
HGPRT menghasilkan Lesch-Nyhan syndrome ditandai dengan

choreoathetosis, spasticity, retardation mental, yang secara nyata

meningkatkan asam urat (Ernst et al., 2011).

b. Undereksresi Asam Urat

Sebagian besar pasien dengan gout mengalami penurunan fungsi

ginjal dalam ekskresi asam urat dengan alasan yang tidak diketahui.

Normalnya, asam urat tidak terakumulasi didalam tubuh. Sekitar 2-3

produksi asam urat setiap hari dieksresikan melalui urin. Eliminasi

dilakukan melalui saluran pencernaan setelah degradasi enzim oleh

bakteri. Penurunan asam urat melalui urin memicu hiperuresimia dan

meningkatkan endapan asam urat. Sebagian besar asam urat secara

bebas terfiltrasi melalui glomerulus. Konsentrasi asam urat muncul

pada urin ditentukan dengan transport multiple renal tubular dan

menambah beban filtrasi. Sekitar 90% hasil filtrasi asam urat

direabsorbsi pada tubulus proximal, dengan mekanisme transport aktif

atau pasif. Faktor-faktor yang dapat menurunkan klirens asam urat

atau meningkatkan produksi asam urat akan mengakibatkan

peningkatan konsentrasi asam urat dalam serum yaitu primary gout,

diabetik ketoasidosis, gangguan mieloproliferatif, anemia hemolitik

kronik, obesitas, gagal jantung kongestif, gagal ginjal, down

syndrome, hiperparatiroid, hipoparatiroid, alkoholisme akut,

akromegali, hipotiroid, dan lain-lain. Obat-obat yang dapat

menurunkan klirens asam urat di ginjal melalui modifikasi beban yang

6
disaring (filtered load) atau salah satu proses transport tubular

diantaranya diuretik, asam nikotinat, salisilat (< 2 g/hari), etanol,

pirazinamid, levodopa, etambutol, obat sitotoksik, dan siklosporin

(Ernst et al., 2008).

Pathway

7
(SDKI, 2017

4. MANIFESTASI KLINIS

8
Gangguan hiperurisemia di tandai dengan suatu serangan mendadak

atau tiba – tiba di daerah persendian. Saat bangun tidur misalnya, ibu jari

kaki dan pergelangan kaki anda terasa sakit seperti terbakar dan bengkak.

Gejala hiperurisemia adalah serangan akut biasanya sering menyerang pada

satu sendi denagan gejala bengkak, kemerahan, nyeri hebat, panas dan

gangguan gerak dari sendi yang terserang terjadi mendadak yang mencapai

puncaknya kurang lebih 24 jam. Lokasi yang sering pertama diserang adalah

sedi pangkal ibu jari kaki. Berikut ini rincian gejala penyakit asam urat :

a. Kesemutan dan linu.

b. Nyeri terutama malam hari atau pagi hari saat bangun tidur.

c. Sendi yang terkena asam urat terlihatan bengkak, kemerahan, panas,

dan nyeri luar biasa pada malam dan pagi (Sari, 2012).

5. KOMPLIKASI

a. Radang sendi akibat asam urat (gouty arthritis)

Komplikasi hiperurisemia yang paling dikenal adalah radang

sendi (gout). Telah dijelaskan sebelumnya bahwa, sifat kimia asam

urat cenderung berkumpul di cairan sendi ataupun jaringan ikat

longgar. Meskipun hiperurisemia merupakan faktor resiko timbulnya

gout, namun, hubungan secara ilmiah antara hiperurisemia dengan

serangan gout akut masih belum jelas. Atritis gout akut dapat terjadi

pada keadaan konsentrasi asam urat serum yang normal. Akan tetapi,

9
banyak pasien dengan hiperurisemia tidak mendapat serangan atritis

gout (Brunner, 2011).

Gejala klinis dari Gout bermacam-macam, yaitu, hiperurisemia

tak bergejala, serangan akut gout, gejala antara (intercritical),

serangan gout berulang, gout menahun disertai tofus. Keluhan utama

serangan akut dari gout adalah nyeri sendi yang amat sangat yang

disertai tanda peradangan (bengkak, memerah, hangat dan nyeri

tekan). Adanya peradangan juga dapat disertai demam yang ringan.

Serangan akut biasanya puncaknya 1-2 hari sejak serangan pertama

kali. Namun pada mereka yang tidak diobati, serangan dapat

berakhir setelah 7-10 hari. Serangan biasanya berawal dari malam

hari. Awalnya terasa nyeri yang sedang pada persendian. Selanjutnya

nyerinya makin bertambah dan terasa terus menerus sehingga sangat

mengganggu (Brunner, 2011).

Biasanya persendian ibu jari kaki dan bagian lain dari ekstremitas

bawah merupakan persendian yang pertama kali terkena. Persendian

ini merupakan bagian yang umumnya terkena karena temperaturnya

lebih rendah dari suhu tubuh dan kelarutan monosodium uratnya yang

berkurang. Trauma pada ekstremitas bawah juga dapat memicu

serangan. Trauma pada persendian yang menerima beban berat tubuh

sebagai hasil dari aktivitas rutin menyebabkan cairan masuk ke

sinovial pada siang hari. Pada malam hari, air direabsobsi dari celah

sendi dan meninggalkan sejumlah MSU (Brunner, 2011).

10
Serangan gout akut berikutnya biasanya makin bertambah

sesuai dengan waktu. Sekitar 60% pasien mengalami serangan akut

kedua dalam tahun pertama, sekitar 78% mengalami serangan kedua

dalam 2 tahun. Hanya sekitar 7% pasien yang tidak mengalami

serangan akut kedua dalam 10 tahun. Pada gout yang menahun dapat

terjadi pembentuk tofi. Tofi adalah benjolan dari kristal monosodium

urat yang menumpuk di jaringan lunak tubuh. Tofi merupakan

komplikasi lambat dari hiperurisemia. Komplikasi dari tofi berupa

nyeri, kerusakan dan kelainan bentuk jaringan lunak, kerusakan sendi

dan sindrom penekanan saraf (Brunner, 2011).

b. Hiperurisemia pada ginjal

Tiga komplikasi hiperurisemia pada ginjal berupa batu ginjal,

gangguan ginjal akut dan kronis akibat asam urat. Batu ginjal terjadi

sekitar 10-25% pasien dengan gout primer. Kelarutan kristal asam

urat meningkat pada suasana pH urin yang basa. Sebaliknya, pada

suasana urin yang asam, kristal asam urat akan mengendap dan

terbentuk batu. Gout dapat merusak ginjal, sehingga pembuangan

asam urat akan bertambah buruk. Gangguan ginjal akut gout biasanya

sebagai hasil dari penghancuran yang berlebihan dari sel ganas saat

kemoterapi tumor. Penghambatan aliran urin yang terjadi akibat

pengendapan asam urat pada duktus koledokus dan ureter dapat

menyebabkan gagal ginjal akut. Penumpukan jangka panjang dari

11
kristal pada ginjal dapat menyebabkan gangguan ginjal kronik

(Brunner, 2011).

6. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Terapi Farmakologi

Terapi bagi penderita gout biasanya dibagi menjadi 2 yaitu

terapi pada serangan akut dan terapi hiperurisemia pada

serangan kronik. Terapi farmakologi (dengan obat) bagi

penderita gout dapat dilakukan dalam 3 tahapan (Annete

Johnstone, 2011), yaitu :

a) Mengatasi nyeri saat terjadi serangan akut,

b) Mengurangi kadar asam urat untuk mencegah terjadinya

penimbunan kristal urat.

c) Terapi pencegahan dengan menggunakan obat

hipourisemik.

Adapun obat-obatan yang digunakan untuk terapi penyakit

gout yaitu :

1) Nonstreoid Anti-inflammatory Drugs (NSAID)

NSAID merupakan terapi pilihan pertama yang

efektif untuk pasien yang mengalami serangan gout akut.

2) Naproxen

12
Naproxen merupakan NSAID turunan asam

propionat yang berkhasiat antiinflamasi, analgesik, dan

antipiretik.

3) Natrium Diklofenak

Merupakan golongan NSAID turunan asam

propionat yang memiliki cara kerja dan efek samping

yang sama dengan naproksen.

4) Piroxicam

Merupakan golongan NSAID yang mempunyai

aktifitas antiinflamasi, analgetik – antipiretik

5) NSAID selektif COX-2

Merupakan golongan NSAID yang mempunyai

tingkat keamanan saluran cerna atas lebih baik dibanding

NSAID non-selektif.

6) Colchicine

Colchicineefektif digunakan untuk serangan gout

akut. Colchicine hanya digunakan selama saat kritis

untuk mencegah serangan gout. Komplikasi utamaterapi

ini adalah dehidrasi.

7) Kortikosteroid

Kortikosteroid sering digunakan untuk

menghilangkan gejala gout akut dan akan mengontrol

13
serangan. Jika goutnya monarticular, pemberian antra-

articular yang paling efektif.

8) Uricosuric

Obat ini memblok reabsorpsi tubular dimana urat

disaring sehingga mengurangi jumlah urat metabolik,

mencegah pembentukan benjolan baru dan memperkecil

ukuran benjolan yang telah ada.

9) Allopurinol

Allopurinol merupakan penghambat xantin

oksidase yang bekerja menurunkan produksi asam urat

dengan cara penghambatan kerja enzim xantin oksidase

yang memproduksi asam urat. Obat ini sangat bermanfaat

bagi pasien dengan gagal ginjal atau batu urat yang tidak

dapat diberikan urocisuric.

2. Terapi Non Farmakologi

Pengaturan diet dilakukan dengan cara membatasi

makanan tinggi purin dan memilih makanan yang rendah

purin. Berikut penggolongan makanan berdasarkan kandungan

purin:

a) Golongan A: Makanan yang mengandung purin tinggi

(150-800 mg/100 gram makanan) adalah hati, ginjal,

otak, jantung, paru, lain-lain jeroan, udang, remis,

kerang, sardin, herring, ekstrak daging (abon, dendeng),

14
ragi (tape), alkohol serta makanan dalam kaleng.

b) Golongan B: Makanan yang mengandung purin sedang

(50-150 mg/100 gram makanan) adalah ikan yang tidak

termasuk golongan A, daging sapi, kerang- kerangan,

kacang-kacangan kering, kembang kol, bayam,

asparagus, buncis, jamur, daun singkong, daun pepaya,

kangkung.

c) Golongan C: Makanan yang mengandung purin lebih

ringan (0-50 mg/100 gram makanan) adalah keju, susu,

telur, sayuran lain, buah sirsak.

Pengaturan diet sebaiknya segera dilakukan :

a) Bila kadar asam urat melebihi 7 mg/dl dengan tidak

mengonsumsi bahan makanan golongan A dan

membatasi diri untuk mengkonsumsi bahan

makanan golongan B.

b) Memperbanyak minum air putih dapat membantuk

membuang purin yang ada dalam tubuh.

c) Menghindari minuman beralkohol.

d) Menurunkan berat badan bagi yang obesitas

(kegemukan).

e) Banyak istirahat dan menghindari bekerja terlalu

berat. (Dalimartha, 2000)

15
d) Mengkonsumsi jus buah sirsak secara teratur karena

mengandung kandungan vitamin, protein, dan karbohidrat

yang dapat menurunkan kadar asam urat.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Riwayat

1) Identitas klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis

kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,

tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.

2) Keluhan utama

Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan,

bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.

3) Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat

mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas.

Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang

sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan

atau gangguan fungsi otak yang lain.

4) Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,

anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,

16
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-

obat adiktif, kegemukan.

5) Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi

ataupun diabetes militus.

b. Pola Gordon

1. Pola persepsi dan pemeliharaan

Persepsi klien / keluarga terhadap konsep sehat sakit dan

upaya dalam mempertahankan kesehatan.

2. Pola nutrisi / metabolik

Kebutuhan klien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

sebelum dan sealama sakit

3. Pola eliminasi / BAB / BAK

Frekuensi, warna,, dan keluhan

4. Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas rutin klien selama sehat sakit

5. Pola istirahat tidur

Kualitas dan kuantitas tidur klien selama sehat sakit

6. Pola konsep diri

Ungkapan perasaan klien berhubungan dengan kesadaran

dirinya selama sehat sakit

7. Pola peran dan hubungan

17
Hubungan klien dengan keluarga maupun dengan tetangga

sebelum dan selama sakit

8. Pola seksual dan reproduksi

Kaji berdasarkan jenis kelamin

9. Pola mekanisme koping

Koping yang digunakan untuk menghadapi masalah

10. Pola nilai dan keyakinan

Nilai dan keyakinan terhadap sesuatu dan menjadi sugesti

yang amat kuat

c. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum

Kesadaran : composmentis / koma

TTV : TD, HR, RR, suhu

2. Pemeriksaan Head To Toe

a) Kepala : rambut (warna, distribusi, kebersihan)

b) Mata : kebersihan, palpebra, konjungtiva, pupil

c) Hidung : kebersihan, sekret, gangguan penciuman

d) Mulut : bibir, mukosa mulut, lidah, tonsil, gigi

e) Telinga : kebersihan, gangguan pendengaran

f) Leher : pembesaran kelenjar tiroid

g) Dada :

1) Paru – paru

Inspeksi : bentuk dada

18
Palpasi : vokal fremitus

Perkusi : sonor

Auskultasi : vaskuler

2) Jantung

Inspeksi : normal

Palpasi : apeks

Perkusi : redup

Auskultasi : BJ 1 (S1), BJ II (S2)

h) Abdomen

Inspeksi : warna, bentuk

Auskultasi : frekuensi, intensitas

Palpasi : ada nyeri tekan

Perkusi : pekak

i) Genetalia : kebersihan, terpasang kateter atau tidak

j) Rectum : ada hemoroid atau tidak

k) Ekstremitas : kekuatan otot

l) Integumen :turgor kulit, kebersihan

d. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan kadar asam urat dalam darah.

2) Tes cairan sinovial, fisis, inflamasi, infeksi.

3) X-rays, MRI, Bone Scan untuk melihat perubahan pada

struktur tulang dan kartilago.

19
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

ditandai dengan tampak meringis

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan sendi

ditandai dengan sendi kaku

K. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)


1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan SIKI :

dengan agen pencedera keperawatan selama 3 x 1 Manajemen nyeri

fisiologis ditandai jam maka tingkat nyeri (I.08238)

dengan tampak meringis menurun dengan kriteria 1. Identifikasi skala

hasil: nyeri

1. Keluhan nyeri 2. Kontrol lingkungan

2. Meringis yang memperberat

3. Pola mafas rasa nyeri

3. Anjurkan memoitor

nyeri secara mandiri

4. Kolaborasi

pemberian

20
analgesik, jika perlu
2 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan SIKI :

berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 1 Dukungan mobilisasi

kekakuan sendi ditandai jam maka mobilitas fisik (I.05173)

dengan sendi kaku meningkat dengan kriteria 1. Identifikasi

hasil: toleransi fisik

1. Pergerakan melakukan

ekstremitas pergerakan

2. Kekuatan otot 2. Monitor kondisi

3. Rentang gerak umum selama

(ROM) melakukan

mobilisasi

3. Libatkan keluarga

untuk membantu

pasien dalam

meningkatkan

pergerakan

4. Ajarkan mobilisasi

sederhana

21
DAFTAR PUSTAKA

Thayibah, Riskotin, Ariyanto, Yunus, & Ramani. (2018). Hiperurisemia Pada

Remaja di Wilayah Kerja Puskesmas Arjasa Kabupaten Situbondo. Pustaka

Kesehatan, IV (1), 38 – 45.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator

Diagnostik, Edisi 1 (Cetakan III Revisi). Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2018). Standar Intervesi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan

Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan

Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

22

Anda mungkin juga menyukai