Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

Ny.B DENGAN GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN : HERPES ZOSTER


DI POLI KULIT RSUD AL-IHSAN BANDUNG

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktik Klinik Keperawatan Medikal
Bedah II

Dosen Pembimbing : Ibu Dr. Anah Sasmita., S.Kp.,M.Kes

Disusun Oleh :

R. DU’A SANIA ALFAN P17320119071

Tingkat II B /Kelompok IV

PROGRAM STUDI D-III JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES BANDUNG

2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti
gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomnya
(persyarafannya).Herpes zoster adalah sutau infeksi yang dialami oleh
seseorang yang tidak mempunyai kekebalan terhadap varicella (misalnya
seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam bentuk
cacar air).        Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh
reaktivasi virus Varicella – Zoster yang sifatnya localized, dengan ciri
khas berupa nyeri radikuler, unilateral, dan gerombolan vesikel yang
tersebar sesuai dermatom yang diinervasi satu ganglion saraf
sensoris. Herpes simpleks adalah infeksi akut yg disebabkan oleh virus
herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai
oleh adanya vesikel yang berkelompok diatas kulit yang sembab dan
eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat
berlangsung baik primer maupun rekurens.
Penyakit infeksiosa dan kontagiosa yang disebabkan oleh virus
herpes simplek tipe 1 dan 2 dengan kecenderungan menyerang kulit-
mukosa (orofasial , genital), terdapat kemungkinan manifestasi
ekstrakutan dan cenderung untuk residif karena sering terjadi persintensi
virus. Derajat penularannya tinggi, tetapi karena patogenitas dan daya
tahan terhadap infeksi baik, maka infeksi ini sering berjalan tanpa gejala
atau gejala ringan, subklinis atau hanya local. ( Rassner Dermatologie
Lehrbuch und atlas, 1995)

B. ETIOLOGI
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus varicella
zoster . virus varicella zoster terdiri dari kapsid berbentuk ikosahedral
dengan diameter 100 nm. Kapsid tersusun atas 162 sub unit protein–virion
yang lengkap dengan diameternya 150–200 nm, dan hanya virion yang
terselubung yang bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini dengan cepat
dihancurkan oleh bahan organic , deterjen, enzim proteolitik, panas dan
suasana Ph yang tinggi. Masa inkubasinya 14–21 hari.
1. Faktor Resiko Herpes zoster                          
a) Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini
akibat daya tahan tubuhnya melemah. Makin tua usia penderita
herpes zoster makin tinggi pula resiko terserang nyeri.
b) Orang yang mengalami penurunan kekebalan
(immunocompromised) seperti HIV dan leukimia. Adanya lesi
pada ODHA merupakan manifestasi pertama dari
immunocompromised.
c) Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi. 
d) Orang dengan transplantasi organ mayor seperti transplantasi
sumsum tulang.
2. Factor pencetus kambuhnya Herpes zoster 
a) Trauma / luka                                                                                     
b) Kelelahan                
c) Demam
d) Alkohol
e) Gangguan pencernaan
f) Obatobatan
g) Sinar ultraviolet
h) Haid
i) Stress

C. KLASIFIKASI
Herpes zoster dapat dibedakan menjadi :
1. Herpes zoster generalisata Adalah herpes yang unilateral dan
segmental ditambah dengan penyebaran secara generalisata berupa
vesikel soliter dan terdapat umbilikasi.
2. Herpes zoster oftalmikus Adalah herpes zoster yang didalamnya
terjadi infeksi cabang pertama nervus trigeminus yang
menimbulkan kelainan pada mata serta cabang ke 2 dan ke 3 yang
menyebabkan kelainan kulit pada daerah persyarafan.

Berdasarkan perbedaan imunologi dan klinis, virus herpes simpleks


dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu : Virus herpes simpleks tipe 1
Menyebabkan infeksi herpes non genital, biasanya pada daerah mulut,
meskipun kadang-kadang dapat menyerang daerah genital. Infeksi virus
ini biasanya terjadi saat anak-anak dan sebagian besar seropositif telah
didapat pada waktu umur 7 tahun.

D. PATOFISIOLOGI
Herpes zoster bermula dari Infeksi primer dari VVZ (virus varisells
zoster) ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus
mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia
permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti
masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang
kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremianya lebih luas
dan simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian
virus juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion
sensoris dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Selama antibodi yang
beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini
dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun
dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi
herpes zoster.

E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala prodomal Keluhan biasanya diawali dengan gejala
prodomal yang berlangsung selama 1 – 4 hari. Gejala yang mempengaruhi
tubuh : demam, sakit kepala, fatige, malaise, nusea, rash, kemerahan,
sensitive, sore skin ( penekanan kulit), neri, (rasa terbakar atau tertusuk),
gatal dan kesemutan. Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung terus
menerus atau hilang timbul. Nyeri juga bisa terjadi selama erupsi kulit.
Gejala yang mempengaruhi mata :  Berupa kemerahan, sensitive terhadap
cahaya,pembengkakan kelopak mata. kekeringan mata, pandangan kabur,
penurunan sensasi penglihatan dan lain – lain. Timbul erupsi kulit  Kadang
terjadi limfadenopati regional.
Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada
daerah yang dipersarafioleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat
terjadi   di seluruh bagian tubuh, yang tersering di daerah ganglion
torakalis. Lesi dimulai dengan macula eritroskuamosa, kemudian terbentuk
papul–papul dan dalam waktu 12–24 jam lesi berkembang menjadi
vesikel. Pada hari ketiga berubah  menjadi pastul yang akan
mengering menjadi krusta dalam 7–10 hari. Krusta dapat bertahan sampai
2–3   minggu kemudian mengelupas.
Pada saat ini nyeri segmental juga menghilang. Lesi baru dapat
terus muncul sampai hari ke 4 dan kadang–kadang sampai hari ke
7  Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan macula hiperpigmentasi dan
jaringan parut (pitted scar)  Pada lansia biasanya mengalami lesi yang
lebih parah dan mereka lebih sensitive terhadap nyeri yang dialami.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic pada Herpes zoster. Tes diagnostic ini
untuk membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan herps simplex :
1. Tzanck Smear : mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak
dapat  membedakan  herpes zoster dan herpes simplex.    
2. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody : digunakan
untuk   membedakan   diagnosis herpes virus 
3. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel
kulit              
4. Pemeriksaan histopatologik
5. Pemerikasaan mikroskop electron  
6. Kultur virus  
7. Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ (virus varisela zoster)    
8. Deteksi antibody terhadap infeksi virus

G. KOMPLIKASI
Herpes zoster tidak menimbulkan komplikasi pada kebanyakan
orang. Bila timbul komplikasi, hal-hal berikut dapat terjadi:
1. Neuralgia pasca herpes. Ini adalah komplikasi yang paling umum.
Nyeri saraf (neuralgia) akibat herpes zoster ini tetap bertahan
setelah lepuhan kulit menghilang. Masalah ini jarang terjadi pada
orang yang berusia di bawah 50. Rasa nyeri biasanya secara
bertahap menghilang dalam satu bulan tetapi pada beberapa orang
dapat berlangsung berbulan-bulan bila tanpa pengobatan.
2. Infeksi kulit. Kadang-kadang lepuhan terinfeksi oleh bakteri
sehingga kulit sekitarnya menjadi merah meradang. Jika hal ini
terjadi maka Anda mungkin perlu antibiotik.
3. Masalah mata. Herpes zoster pada mata dapat menyebabkan
peradangan sebagian atau seluruh bagian mata yang mengancam
penglihatan.
4. Kelemahan/layuh otot. Kadang-kadang, saraf yang terkena dampak
adalah saraf motorik dan saraf sensorik yang sensitif. Hal ini dapat
menimbulkan kelemahan (palsy) pada otot-otot yang dikontrol oleh
saraf.
5. Komplikasi lain. Misalnya, infeksi otak oleh virus varisela-zoster,
atau penyebaran virus ke seluruh tubuh. Ini adalah komplikasi yang
sangat serius tapi jarang terjadi. Penderita herpes zoster dengan
sistem kekebalan tubuh lemah lebih berisiko
mengembangkan komplikasi langka ini.
H. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan topical
a) Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak
kocok kalamin untuk mencegah vesikel pecah
b) Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka
dengan larutan antiseptik atau kompres dingin dengan larutan
burrow 3 x sehari selama 20 menit
c) Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep
antibiotik (basitrasin / polysporin ) untuk mencegah infeksi
sekunder selama 3 x sehari.
2. Pengobatan sistemik
a) Drug of choice- nya adalah acyclovir yang dapat
mengintervensi sintesis virus dan replikasinya. Meski tidak
menyembuhkan infeksi herpes namun dapat menurunkan
keparahan penyakit dan nyeri. Dapat diberikan secara oral,
topical atau parenteral. Pemberian lebih efektif pada hari
pertama dan kedua pasca kemunculan vesikel. Namun hanya
memiliki efek yang kecil terhadap postherpetic neuralgia.
b) Antiviral lain yang dianjurkan adalah vidarabine (Ara – A,
Vira – A) dapat diberikan lewat infus intravena atau salep
mata.
c) Kortikosteroid dapat digunakan untuk menurunkan respon
inflamasi dan efektif namun penggunaannya masih kontroversi
karena dapat menurunkan penyembuhan dan menekan respon
immune.
d) Analgesik non narkotik dan narkotik diresepkan untuk
manajemen nyeri dan antihistamin diberikan untuk
menyembuhkan priritus.
3. Penderita dengan keluhan mata
Keterlibatan seluruh mata atau ujung hidung yang menunjukan
hubungan dengan cabang nasosiliaris nervus optalmikus, harus
ditangani dengan konsultasi opthamologis. Dapat diobati dengan
salaep mata steroid topical dan mydriatik, anti virus dapat
diberikan
4. Neuralgia Pasca Herpes zoster
a) Bila nyeri masih terasa meskipun sudah diberikan acyclovir
pada fase akut, maka dapat diberikan anti depresan trisiklik
( misalnya : amitriptilin 10 – 75 mg/hari)
b) Tindak lanjut ketat bagi penanganan nyeri dan dukungan
emosional merupakan bagian terpenting perawatan
c) Intervensi bedah atau rujukan ke klinik nyeri diperlukan pada
neuralgi berat yang tidak teratasi.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HERPES

A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas Pasien
Di dalam identitas hal-hal yang perlu di kaji antara lain nama
pasien, alamat pasien, umur pasien biasnya kejadian ini mencakup
semua usia antara anak-anak sampai dewasa, tanggal masuk ruma
sakit penting untuk di kaji untuk melihat perkembangan dari
pengobatan, penanggung jawab pasien agar pengobatan dapat di
lakukan dengan persetujuan dari pihak pasien dan petugas
kesehatan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat
pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul dan gatal-
gatal pada daerah yang terkena pada fase-fase awal baik pada
herpes zoster maupun simpleks.
b. Riwayat penyakit Sekarang
Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit
yang mengalami peradangan berat dan vesikulasi yang hebat,
selain itu juga terdapat lesi/vesikel perkelompok dan penderita juga
mengalami demam.
c. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau
teman dekat yang terinfeksi virus ini.
d. Riwayat penyakit dahulu
Sering diderita kembali oleh klien yang pernah mengalami
penyakit herpes simplek atau memiliki riwayat penyakit seperti ini
e. Riwayat psikososial.
Kaji respon pasien terhadap penyakit byang diderita serta peran
dalam keluarga dan masyarakat, respon dalam keluarga maupun
masyarakat.

3. Pola Kehidupan
a. Aktivitas dan Istirahat
Apakah pasien mengeluh merasa cemas, tidak bisa tidur karena
nyeri, dan gatal.
b. Pola Nutrisi dan Metabolik
Bagaimana pola nutrisi pasien, apakah terjadi penurunan nafsu
makan, anoreksia.
c. Pola Aktifitas dan Latihan
Dengan adanya nyeri dan gatal yang dirasakan, terjadi penurunan
pola akifitas pasien.
d. Pola Hubungan dan peran
Klien akan sedikit mengalami penurunan psikologis, isolasi karena
adanya gangguan citra tubuh.
B. Pengkajian fisik
1. Pengkajian fisik
a. Keadaan Umum
1) Tingkat Kesadaran
2) TTV
b. Head To Toe
1) Kepala
Bentuk, Kulit kepala
c. Rambut
Warna rambut hitam, tidak ada bau pada rambut, keadaan rambut
tertata rapi.
d. Mata (Penglihatan)
Posisi simetris, pupil isokor, tidak terdapat massa dan nyeri tekan,
tidak ada penurunan penglihatan.
e. Hidung (Penciuman)
Posisi sektum naso tepat ditengah, tidak terdapat secret, tidak
terdapat lesi, dan tidak terdapat hiposmia. Anosmia, parosmia,
kakosmia.
f. Telinga (Pendengaran)
1) Inspeksi
 Daun telinga : tidak terdapat lesi, kista epidemoid, dan
keloid.
 Lubang telinga : tidak terdapat obstruksi akibat adanya
benda asing.
2) Palpasi
Tidak terdapat edema, tidak terdapat nyeri tekan pada otitis
media dan mastoidius.
3) Pemeriksaan pendengaran
 Test audiometric : 26 db (tuli ringgan)
 Test weber : telinga yang tidak terdapat sumbatan
mendengar lebih keras.
 Test rinne : test (-) pada telinga yang terdapat sumbatan
g. Mulut dan gigi
Mukosa bibir lembab, tidak pecah-pecah, warna gusi merah muda,
tidak terdapat perdarahan gusi, dan gigi bersih.
h. Leher
Posisi trakea simetris, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid,
tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada nyeri tekan.
i. Thorak
 Bentuk : simetris
 Pernafasan : regular
 Tidak terdapat otot bantu pernafasan
j. Abdomen
1) Inspeksi
 Bentuk : normal simetris
 Benjolan : tidak terdapat benjolan
2) Palpasi
 Tidak terdapat nyeri tekan
 Tidak terdapat massa / benjolan
 Tidak terdapat tanda tanda asites
 Tidak terdapat pembesaran hepar
3) Perkusi
 Suara abdomen : tympani.
k. Reproduksi
Pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu diperhatikan
adalah bagianglans penis, batang penis, uretra, dan daerah anus.
Sedangkan pada wanita,daerah yang perlu diperhatikan adalah
labia mayora dan minora, klitoris, introitus vagina, dan serviks.
Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran / luas,warna, dan
keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional, periksa
adanyapembesaran; pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran
kelenjar limferegional
l. Ekstremitas
Tidak terdapat luka dan spasme otot.
m. Integument
Ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri,edema
di sekitar lesi,dan dapat pula timbul ulkus pada infeksi sekunder.

C. Diagnosa keperawatan herpes.


1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses inflamasi virus
2. Gangguan integritas kulit b.d vesikel yang mudah pecah
3. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan, sekunder akibat
penyakit herpes.
4. Potensial terjadi penyebaran penyakit b.d infeksi virus 
D. Rencana keperawatan.
N
o Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan

Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman Tujuan : 
nyeri b.d proses inflamasi Rasa nyaman terpenuhi
virus. setelah tindakan
keperawatan  Kaji kualitas & kuantitas
nyeri

Kriteria hsil :

Rasa nyeri berkurang/hilang  Kaji respon klien terhadap


nyeri
Klien bias istirahat dengan
cukup

 Jelaskan tentang proses


Ekspresi wajah tenang
penyakitnya

 Ajarkan teknik distraksi


dan relaksasi

 Hindari rangsangan nyeri


 Libatkan keluarga untuk
menciptakan lingkungan
yang teraupeutik

 Kolaborasi pemberian
analgetik sesuai program

2. Gangguan integritas kulit Tujuan : 


b.d vesikel yang mudah Integritas kulit tubuh
pecah. kembali dalam waktu 7-10
hari  Kaji tingkat kerusakan
kulit

Kriteria hasil :

Tidak ada lesi baru  Jauhkan lesi dari


manipulasi dan
Lesi lama mengalami kontaminasi
involusi

 Kelola tx topical sesuai


program

 Berikan diet TKTP

3. Gangguan citra tubuh b.d Tujuan : 


perubahan penampilan, Setelah dilakukan tindakan   Ciptakan hubungan saling
sekunder akibat penyakit keperawatan gangguan citra percaya antara klien-perawat.
herpes. tubuh akan   Dorong klien untuk menyatakan
hilang/berkurang perasaannya , terutama tentang
cara iamerasakan , berpikir, atau
Kriteria hasil : memandang dirinya.
  Jernihkan kesalahan konsepsi
Klien mengatakan dan individu tentang dirinya,
menunjukkan penerimaan penatalaksanaan,atau perawatan
atas penampilannya dirinya.
  Hindari mengkritik .
  Jaga privasi dan lingkungan
Menunjukkan keinginan dan individu.
kemampuan untuk   Berikan informasi yang dapat
melakukan perawatan diri dipercaya dan penjelasan
informasi yangtelah diberikan.
  Tingkatkan interaksi social.
Melakukan pola-pola   Dorong klien untuk melakukan
penanggulangan yang baru aktivitas.
  Hindari sikap terlalu melindungi,
tetapi terbatas pada permintaan
individu.
  Dorong klien dan keluarga untuk
menerima keadaan.
  Beri kesempatan klien untuk
berbagi pengalaman dengan
orang lain.
  Lakukan diskusi tentang
pentingnya mengkomunikasikan
penilaian kliendan pentingnya
sistem daya dukungan bagi
mereka.
  Dorong klien untuk berbagi rasa,
masalah, kekuatiran, dan
persepsinya.

4. Potensial terjadi Tujuan :


penyebaran penyakit b.d Setelah perawatan tidak
infeksi virus terjadi penyebaran penyakit
 Isolasikan klien

 Gunakan teknik aseptic


dalam perawatannya

 Batasi pengunjung dan


minimalkan kontak
langsung

 Jelaskan pada
klien/keluarga proses
penularannya

E. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap ini perawat
menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar manusia
(komunikasi) dan kemampuan teknis keperawatan, penemuan perubahan
pada pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan komplikasi, penemuan
perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan klien dengan lingkungan,
implementasi pesan tim medis serta mengupayakan rasa aman, nyaman
dan keselamatan klien.

F. Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana mengenai
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Penilaian dalam keperawatan bertujuan untuk mengatasi pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA
FKUI, 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta. Media Aesculapius.
Hal:151-152.
Rassner, 1995. Buku Ajar Dan Atlas Dermatologi. Jakarta. EGC. Hal:42-
43.

Prof. Dr. Marwali H, 2000. Ilmu Penyakit Kulit. cetakan I. Jakarta

FK UI, 2000. ,Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi keempat. Jakarta  

http://www.kulitkita.com/2009/03/penatalaksanaan-herpes-simplex.html.

http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/04/herpes-zoster-atau-dampa.html.

http://www.kulitkita.com/2009/03/pemeriksaan-serologi-herpes-simplek_03.html

Anda mungkin juga menyukai