Anda di halaman 1dari 7

Lainnya Blog Berikut» ristaria90@gmail.

com Dasbor Logout

Laporan Pendahuluan B20


(HIV/AIDS)
Selasa, 24 Mei 2016 Mengenai Saya

LAPORAN PENDAHULUAN 
A. Definisi
          1.      HIV      Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah
sejenis retrovirus yang termasuk dalam family lintavirus,
retrovirus memiliki kemampuan menggunakan RNA nya dan Anisah Shintarini
DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama Ikuti 6
masa inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus lainnya HIV
Lihat profil lengkapku
menginfeksi dalam proses yang panjang (klinik laten), dan
utamanya penyebab munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV
menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan Arsip Blog
menghancurkannya. Hal ini terjadi dengan menggunakan DNA
▼  2016 (1)
dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasikan diri. Dalam proses
itu, virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam
▼  Mei (1)
LAPORAN
2007).Human immunodeficiency virus (HIV) adalah penyebab acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Virus ini terdiri PENDAHULUAN A. Defi
nisi        1.      HIV...
dari dua grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Kedua tipe HIV ini bisa menyebabkan AIDS, tetapi HIV-1 yang paling banyak ditemukan
di seluruh dunia, dan HIV-2 banyak ditemukan di Afrika Barat. Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau
retroviridae. Genom virus ini adalah RNA, yang mereplikasi dengan menggunakan enzim reverse transcriptase untuk
menginfeksi sel mamalia (Finch, Moss, Jeffries dan Anderson, 2007 ).HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis
virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari
sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai
sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia
menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk
ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada
orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan
semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan
lentivirus atau retroviridae. Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim reverse
transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara lambat.
Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan masing-
masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara kedua grup tersebut, yang paling banyak
menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1 (Zein, 2006).HIV adalah jenis parasit obligat yaitu
virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi
AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus,
bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik (Zein, 2006).           
 2.      AIDSAIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti kumpulan gejala atau sindroma
akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk
melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan
tubuh ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).AIDS adalah sindroma yang
menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan
tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan
sebagainya (Laurentz, 2005).      AIDS adalah singkatan dari acquired immunodeficiency syndrome dan menggambarkan
berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV
(Brooks, 2009). Virus HIV ini akan menyerang sel-sel sistem imun manusia, yaitu sel T dan sel CD4 yang berperan dalam
melawan infeksi dan penyakit dalam tubuh manusia. Virus HIV akan menginvasi sel-sel ini, dan menggunakan mereka untuk
mereplikasi lalu menghancurkannya. Sehingga pada suatu tahap, tubuh manusia tidak dapat lagi mengatasi infeksi akibat
berkurangnya sel CD4 dan rentan terhadap berbagai jenis penyakit lain. Seseorang didiagnosa mengalami AIDS apabila
sistem pertahanan tubuh terlalu lemah untuk melawan infeksi, di mana infeksi HIV pada tahap lanjut (AVERT, 2011). 
B.     ETIOLOGI
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab AIDS. Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota
subfamili lentivirinae. Ciri khas morfologi yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk silindris dalam virion
matur. Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen
tambahan pengatur ekspresi virus yang penting dalam patogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu protein
Tat, berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen virus lainnya.
Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dari infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi
protein struktural virus. Rev membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus. Protein Nef menginduksi
produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi sel yang lain (Brooks, 2005). 
C.     PATOFISIOLOGI
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency
Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV )
menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120.
Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain
dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu,
dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan
melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini
akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah
yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh
tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper
adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T
sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper
terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan
menyebabkan penyakit yang serius.Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara
progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun.
Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-
300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan
jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus
berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah
200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS. 
D.PATHWAY   

E.     MANIFESTASI KLINIK


Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala
minor (tidak umum terjadi):
1.      Gejala mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologise. Demensia/ HIV ensefalopati 
2.      Gejala minor
a.   Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b.  Dermatitis generalisata
c.  Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d. Kandidias orofaringeale.       Herpes simpleks kronis progresiff.       Limfadenopati generalisatag.      Infeksi jamur berulang
pada alat kelamin wanitah.          Retinitis virus SitomegaloMenurut Mayo Foundation for Medical Education and Research
(MFMER) (2008), gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase
1.      Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala
mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak
mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang lain.
2.      Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih. Tetapi seiring dengan perkembangan virus
dan penghancuran sel imun tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran
kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan
pendek.3.      Fase akhirSelama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala yang
lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS. Gejala Minor  Menurut Anthony
(Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat dibagikan mengikut fasenya.           
 3.   Fase akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 minggu selepas infeksi primer. Gejala-gejala yang
biasanya timbul adalah demam, faringitis, limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia, penurunan berat
badan, mual, muntah, diare, meningitis, ensefalitis, periferal neuropati, myelopathy, mucocutaneous ulceration, dan
erythematous maculopapular rash. Gejala-gejala ini muncul bersama dengan ledakan plasma viremia. Tetapi demam, ruam
kulit, faringitis dan mialgia jarang terjadi jika seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba daripada kontak seksual.
Selepas beberapa minggu gejala-gajala ini akan hilang akibat respon sistem imun terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari
penderita HIV akan mengalami limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri. 
4.  Fase asimptomatik    
  Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV akan bereplikasi secara aktif dan progresif.
Tingkat pengembangan penyakit secara langsung berkorelasi dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA
virus HIV yang tinggi lebih cepat akan masuk ke fase simptomatik daripada pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang
rendah.
5.  Fase simptomatik    Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih       setelah terinfeksi, gejala yang
lebih berat mulai timbul dan infeksi        tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS. 
F. CARA PENULARANHIV 
berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan sperma,
cairan vagina dan air susu ibu (KPA, 2007).Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak
dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian ASI (Air Susu Ibu).
(Zein, 2006)
1.      SeksualPenularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua cara penularan. Penularan
melalui hubungan seksual dapat terjadi selama senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki.
Senggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara dua individu. Resiko tertinggi
adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.
2.      Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV.
3.          Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam tubuh yang terkontaminasi
dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika
melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas kesehatan.
4.     Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan karena dapat menularkan virus HIV
kecuali benda-benda tersebut disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan.
5.      Melalui transplantasi organ pengidap HIV
6.      Penularan dari ibu ke anak
7.      Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung, dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI.       
8.     Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas             laboratorium.Terdapat resiko penularan melalui
pekerjaaan yang kecil namun defenitif, yaitu pekerja kesehatan, petugas laboratorium, dan orang lain yang bekerja dengan
spesimen/bahan terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan benda tajam (Fauci, 2000).
Tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan infeksi baik melalui ciuman maupun pajanan lain
misalnya sewaktu bekerja pada pekerja kesehatan. Selain itu air liur terdapat inhibitor terhadap aktivitas HIV (Fauci, 2000).
Menurut WHO (1996), terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat ditularkan antara lain:
1.      Kontak fisik
Orang yang berada dalam satu rumah dengan penderita HIV/AIDS, bernapas dengan udara yang sama, bekerja maupun
berada dalam suatu ruangan dengan pasien tidak akan tertular. Bersalaman, berpelukan maupun mencium pipi, tangan dan
kening penderita HIV/AIDS tidak akan menyebabkan seseorang tertular.Dari keringat, ludah, air mata, pakaian, telepon, kursi
toilet atau melalui hal-hal sehari-hari seperti berbagi makanan, tidak akan menyebabkan seseorang tertular.
2.      Memakai milik penderita
Menggunakan tempat duduk toilet, handuk, peralatan makan maupun peralatan kerja penderita HIV/AIDS tidak akan
menular.
3.      Digigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya.
4.   Mendonorkan darah bagi orang yang sehat tidak dapat tertular HIV.    
G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jika seseorang terinfeksi, semakin cepat dia tahu lebih baik. Pasien dapat tetap sehat lebih lama dengan pengobatan awal
dan dapat melindungi orang lain dengan mencegah transmisi. Tes-tes ini mendeteksi keberadaan virus dan protein yang
menghasilkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus. Protein ini yang dikenal sebagai antibodi, biasanya tidak
terdeteksi sampai sekitar 3-6 minggu setelah infeksi awal. Maka jika melakukan tes 3 hingga 6 minggu selepas paparan
akan memberi hasil tes yang negatif (Swierzewski, 2010).Menurut University of California San Francisco (2011), ELISA
(enzyme-linked immunosorbent assay) adalah salah satu tes yang paling umum dilakukan untuk menentukan apakah
seseorang terinfeksi HIV. ELISA sensitif pada infeksi HIV.kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi segera setelah
infeksi, maka hasil tes mungkin negatif selama beberapa minggu setelah infeksi. Walaupun hasil tes negatif pada waktu
jendela, seseorang itu mempunyai risiko yang tinggi dalam menularkan infeksi. Jika hasil tes positif, akan dilakukan tes
Western blot sebagai konfirmasi. Tes Western blot adalah diagnosa definitif dalam mendiagnosa HIV. Di mana protein virus
ditampilkan oleh acrylamide gel electrophoresis, dipindahkan ke kertas nitroselulosa, dan ia bereaksi dengan serum pasien.
Jika terdapat antibodi, maka ia akan berikatan dengan protein virus terutama dengan protein gp41 dan p24. Kemudian
ditambahkan antibodi yang berlabel secara enzimatis terhadap IgG manusia. Reaksi warna mengungkapkan adanya antibodi
HIV dalam serum pasien yang telah terinfeksi (Shaw dan Mahoney, 2003) Tes OraQuick adalah tes lain yang menggunakan
sampel darah untuk mendiagnosis infeksi HIV. Hasil tes ini dapat diperoleh dalam masa 20 menit. Hasil tes positif harus
dikonfirmasi dengan tes Western blot (MacCann, 2008).Tes ELISA dan Western blot dapat mendeteksi antibodi terhadap
virus, manakala polymerase chain reaction (PCR) mendeteksi virus HIV. Tes ini dapat mendeteksi HIV bahkan pada orang
yang saat ini tidak memproduksi antibodi terhadap virus. Secara khusus, PCR mendeteksi “proviral DNA”. HIV terdiri dari
bahan genetik yang dikenal RNA. Proviral DNA adalah salinan DNA dari RNA virus. PCR digunakan untuk konfirmasi
kehadiran HIV ketika ELISA dan Western blot negatif; dalam beberapa minggu pertama setelah infeksi, sebelum antibodi
dapat dideteksi; jika hasil Western blot tidak tentu dan pada bayi baru lahir dimana antibodi ibunya merumitkan tes lain
(Swierzewski, 2010). 
H.     KOMPLIKASI
Komplikasi primer :
1.     MCMD (Minor Cognitive Motor Disorder
2.   Neurobiologi (meningitis, mylopati, neuropati )
3.  Infeksi (toxoplasmosis, ensefalitis, cytomegalovirus/CMV 
4. Leikoencepalopati multifoksl progresif (neoplasma dan delirium) 
I.     PENCEGAHAN
Menurut The National Women’s Health Information Center (2009), tiga cara untuk pencegahan HIV/AIDS secara seksual
adalah abstinence (A), artinya tidak melakukan hubungan seks, be faithful (B), artinya dalam hubungan seksual setia pada
satu pasang yang juga setia padanya, penggunaan kondom (C) pada setiap melakukan hubungan seks. Ketiga cara tersebut
sering disingkat dengan ABC.Terdapat cara-cara yang efektif untuk motivasikan masyarakat dalam mengamalkan hubungan
seks aman termasuk pemasaran sosial, pendidikan dan konseling kelompok kecil. Pendidikan seks untuk remaja dapat
mengajarkan mereka tentang hubungan seksual yang aman, dan seks aman. Pemakaian kondom yang konsisten dan betul
dapat mencegah transmisi HIV (UNAIDS, 2000).Bagi pengguna narkoba harus mengambil langkah-langkah tertentu untuk
mengurangi risiko tertular HIV, yaitu beralih dari NAPZA yang harus disuntikkan ke yang dapat diminum secara oral, jangan
gunakan atau secara bergantian menggunakan semprit, air atau alat untuk menyiapkan NAPZA, selalu gunakan jarum suntik
atau semprit baru yang sekali pakai atau jarum yang secara tepat disterilkan sebelum digunakan kembali, ketika
mempersiapkan NAPZA, gunakan air yang steril atau air bersih dan gunakan kapas pembersih beralkohol untuk bersihkan
tempat suntik sebelum disuntik (Watters dan Guydish, 1994).Bagi seorang ibu yang terinfeksi HIV bisa menularkan virus
tersebut kepada bayinya ketika masih dalam kandungan, melahirkan atau menyusui. Seorang ibu dapat mengambil
pengobatan antiviral ketika trimester III yang dapat menghambat transmisi virus dari ibu ke bayi. Seterusnya ketika
melahirkan, obat antiviral diberi kepada ibu dan anak untuk mengurangkan risiko transmisi HIV yang bisa berlaku ketika
proses partus. Selain itu, seorang ibu dengan HIV akan direkomendasikan untuk memberi susu formula karena virus ini
dapat ditransmisi melalui ASI ( The Nemours Foundation, 1995).Para pekerja kesehatan hendaknya mengikuti Kewaspadaan
Universal (Universal Precaution) yang meliputi, cara penanganan dan pembuangan barang-barang tajam , mencuci tangan
dengan sabun dan air sebelum dan sesudah dilakukannya semua prosedur, menggunakan alat pelindung seperti sarung
tangan, celemek, jubah, masker dan kacamata pelindung (goggles) saat harus bersentuhan langsung dengan darah dan
cairan tubuh lainnya, melakukan desinfeksi instrumen kerja dan peralatan yang terkontaminasi dan penanganan seprei
kotor/bernoda secara tepat.Selain itu, darah dan cairan tubuh lain dari semua orang harus dianggap telah terinfeksi dengan
HIV, tanpa memandang apakah status orang tersebut baru diduga atau sudah diketahui status HIV-nya (Komisi
Penanggulangan AIDS, 2010-2011). 
J.    PENATALAKSANAAN MEDIS
1.      Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS tetapi cukup memperpanjang hidup dari
mereka yang mengidap HIV. Pada tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara
medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orangyang mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk
lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi
Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini dapat mengunakan:a.            Nucleoside Analogue
Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'), mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah
perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC).b.      Non–nucleoside Reverse Transcriptase
Inhibitors (NNRTI's) memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu enzim viral
yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam sel–sel. Obat–obatan
NNRTI termasuk: Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).c.            Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan
protein protease HIV dan menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan dilepaskan.
2.          Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang mengidap HIV(+) dapatmenularkan HIV
kepada bayinya selama masa kehamilan, persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan,
kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira–kira 25%–35%. Dua pilihan
pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat–obatan tersebut adalah:a.       Ziduvidine
(AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang         dari 14–28 minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan
bahwa hal ini menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada kehamilan terlambat
sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas 38%. Beberapa
studi telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC)b.          Nevirapine:
diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari.
Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu
dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis
dalam 3 hari.
3.      Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali
setiap harinya, paling kurang 30 hari, untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi, baik
melalui serangan seksual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan dengan permulaan pengunaan dari PEP, maka
suatu pengujian HIV harus dijalani untuk menetapkan status orang yang bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu
diberikan untuk memungkinkan orang tersebut mengerti obat–obatan, keperluan untuk mentaati, kebutuhan untuk
mempraktekan hubungan seks yang aman dan memperbaharui pengujian HIV. Antiretrovirals direkomendasikan untuk PEP
termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam kombinasi. CDC telah memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine
sebagai bagian dari PEP yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah terkena infeksi yang potensial ke
HIV, pengobatan PEP perlu dimulai sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa lebih
awal seseorang memulai pengobatan, maka keuntungannya pun akan menjadi lebih besar. PEP tidak merekomendasikan
proses terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS sebagaimana hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat memberikan efek
samping yang hebat dan mendorong perilaku seksual yang tidak aman.
4.      Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak terinfeksi untuk mencegah baik infeksi maupun penyakit.
Dipertimbangkan pula kemungkinan pemberian vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang terinfeksi HIV akan diberi
pengobatan untuk mendorong respon imun anti HIV, menurunkan jumlah sel-sel yang terinfeksi virus, atau menunda onset
AIDS. Namun perkembangan vaksin sulit karena HIV cepat bermutasi, tidak diekspresi pada semua sel yang terinfeksi dan
tidak tersingkirkan secara sempurna oleh respon imun inang setelah infeksi primer (Brooks, 2005).5.          Pengendalian
Infeksi Opurtunistik  Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis.
Tindakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus
dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis. 
K.    PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Riwayat : Tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat.
Penampilan umum : pucat dan kelaparan
Gejala Subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari berulang kali, lemah,
lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, dan sulit tidur.
Kepala: Sakit kepala, edem muka, ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, epsitaksis.
Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang,
paraplegia.
Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi.
Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, menggunakan otot  bantu pernapasan, batuk produktif atau
non produktif.
GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare, inkontinensia, perut kram,
hepatosplenomegali, kuning.
Genital : lesi atau eksudat pada genital.
Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

  L.       DIAGNOSA KEPERAWATAN   


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1.    Nyeri b.d agen injury biologis
2.  Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis, psikologis
3.    Resiko kekurangan  volume cairan b.d diare berat
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan produksi  metabolisme           M. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan -       Kaji keluhan nyeri, -       Mengindikasikan
dengan inflamasi/ tindakan keperawatan perhatikan lokasi, kebutuhan untuk
kerusakan jaringan selama 3x24 jam intensitas, frekuensi intervensi dan juga
ditandai dengan keluhan diharapkan nyeri dan waktu. Tandai tanda-tanda
nyeri, perubahan denyut hilang dengan kriteria gejala nonverbal perkembangan 
nadi, kejang otot, ataksia, hasil : misalnya gelisah, komplikasi.
lemah otot dan gelisah. 1.    Pasien tidak takikardia, meringis.
mengeluh nyeri. -       Instruksikan pasien
2.    Menunjukkan untuk menggunakan
ekspresi wajah visualisasi atau -       Meningkatkan relaksasi
tenang. imajinasi, relaksasi dan perasaan sehat.
3.    Dapat progresif, teknik nafas
istirahat/tidur dalam.
dengan adekuat. -       Motivasi
pengungkapan -       Dapat mengurangi
perasaan. ansietas dan rasa sakit,
sehingga persepsi akan
intensitas rasa sakit.
-       Berikan analgesik -       Memberikan penurunan
atau antipiretik nyeri/tidak nyaman,
narkotik. Gunakan mengurangi demam.
ADP (analgesic yang Obat yang dikontrol
dikontrol pasien) pasien berdasar waktu
untuk memberikan 24 jam dapat
analgesia 24 jam. mempertahankan kadar
analgesia darah tetap
stabil, mencegah
kekurangan atau
-       Lakukan tindakan kelebihan obat-obatan.
paliatif misal -       Meningkatkan relaksasi
pengubahan posisi, atau menurunkan
masase, rentang tegangan otot.
gerak pada sendi yang
sakit.
2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan -       Kaji kemampuan -        Lesi mulut, tenggorok
nutrisi kurang dari tindakan keperawatan untuk mengunyah, dan esophagus dapat
kebutuhan tubuh selama 3x24 jam perasakan dan menyebabkan disfagia,
berhubungan dengan diharapkan berat menelan. penurunan kemampuan
gangguan intestinal badan kembali normal pasien untuk mengolah
ditandai dengan dengan kriteria hasil : makanan dan
penurunan berat badan, 1.    Menunjukkan mengurangi keinginan
penurunan nafsu makan, peningkatan berat untuk makan.
kejang perut, bising usus badan. -       Auskultasi bising -        Hopermotilitas saluran
hiperaktif, keengganan 2.    Nafsu makan usus intestinal umum terjadi
untuk makan, peradangan pasien kembali dan dihubungkan dengan
rongga bukal. normal. muntah dan diare, yang
3.    Tidak ada tanda- dapat mempengaruhi
tanda malnutrisi pilihan diet atau cara
4.    Berat badan ideal makan.
sesuai dengan -       Rencanakan diet -        Melibatkan orang
tinggi badan. dengan orang terdekat dalam rencana
terdekat, jika member perasaan
memungkinakan control lingkungan dan
sarankan makanan mungkin meningkatkan
dari rumah. Sediakan pemasukan. Memenuhi
makanan yang sedikit kebutuhan akan
tapi sering berupa makanan nonistitusional
makanan padat mungkin juga
nutrisi, tidak bersifat meningkatkan
asam dan juga pemasukan.
minuman dengan
pilihan yang disukai
pasien. Dorong
konsumsi makanan
berkalori tinggi yang
dapat merangsang
nafsu makan. -        Rasa sakit pada mulut
-       Batasi makanan atau ketakutan akan
yang menyebabkan mengiritasi lesi pada
mual atau muntah. mulut mungkin akan
Hindari menyebabakan pasien
menghidangkan enggan untuk makan.
makanan yang panas Tindakan ini akan
dan yang susah untuk berguna untuk
ditelan. meningkatakan
pemasukan makanan.
-        Mengindikasikan
-       Tinjau ulang status nutrisi dan fungsi
pemerikasaan organ, dan
laboratorium, misal mengidentifikasi
BUN, Glukosa, fungsi kebutuhan pengganti.
hepar, elektrolit,
protein, dan albumin.
-       Berikan obat anti -        Mengurangi insiden
emetic misalnya muntah dan
metoklopramid. meningkatkan fungsi
gaster
3. Resiko tinggi kekurangan Setelah dilakukan -       Pantau pemasukan -        Mempertahankan
volume cairan tindakan keperawatan oral dan pemasukan keseimbangan cairan,
berhubungan dengan selama 3x24 jam cairan sedikitnya mengurangi rasa haus
diare berat diharapkan resiko 2.500 ml/hari. dan melembabkan
tinggi kekurangan membrane mukosa.
volume cairan tidak -        Meningkatkan
terjadi dengan kriteria -       Buat cairan mudah pemasukan cairan
hasil : diberikan pada pasien; tertentu mungkin terlalu
1.    Mempertahankan gunakan cairan yang menimbulkan nyeri untuk
urine output sesuai mudah ditoleransi dikomsumsi karena lesi
dengan usia dan oleh pasien dan yang pada mulut.
BB, BJ urine menggantikan
normal, HT normal. elektrolit yang
2.    Tekanan darah, dibutuhkan, misalnya
nadi, suhu tubuh Gatorade. -        Indicator tidak
dalam batas -       Kaji turgor kulit, langsung dari status
normal. membrane mukosa cairan.
3.    Tidak ada tanda- dan rasa haus.
tanda dehidrasi, -       Hilangakan makanan -        Mungkin dapat
elastisitas turgor yang potensial mengurangi diare
kulit baik. menyebabkan diare,
yakni yang pedas,
berkadar lemak tinggi,
kacang, kubis, susu.
Mengatur kecepatan
atau konsentrasi
makanan yang
diberikan berselang -        Menurunkan jumlah
jika dibutuhkan. dan keenceran feses,
-       Berikan obat-obatan mungkin mengurangi
anti diare misalnya kejang usus dan
ddifenoksilat (lomotil), peristaltis.
loperamid Imodium,
paregoric.
4. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan -       Kaji pola tidur dan -       Berbagai factor dapat
berhubungan dengan tindakan keperawatan catat perunahan meningkatkan kelelahan,
penurunan produksi selama 3x24 jam dalam proses berpikir termasuk kurang tidur,
metabolisme ditandai diharapkan intoleransi atau berperilaku tekanan emosi, dan
dengan kekurangan aktivitas dapat efeksamping obat-
energy yang tidak teratasi dengan obatan
berubah atau berlebihan, kriteria hasil : -       Rencanakan -       Periode istirahat yang
ketidakmampuan untuk 1.    berpartisipasi perawatan untuk sering sangat yang
mempertahankan dalam aktivitas menyediakan fase dibutuhkan dalam
rutinitas sehari-hari, yang diinginkan istirahat. Atur aktifitas memperbaiki atau
kelesuan, dan dalam tingkat pada waktu pasien menghemat energi.
ketidakseimbangan kemampuannya. sangat berenergi Perencanaan akan
kemampuan untuk 2.    Mampu membuat pasien menjadi
berkonsentrasi. melakukan aktif saat energy lebih
aktivitas sehari- tinggi, sehingga dapat
hari dengan memperbaiki perasaan
mandiri, -       Dorong pasien untuk sehat dan control diri.
3.    Tanda-tanda vital melakukan apapun -       Memungkinkan
normal. yang mungkin, penghematan energy,
misalnya perawatan peningkatan stamina,
diri, duduk dikursi, dan mengijinkan pasien
berjalan, pergi makan untuk lebih aktif tanpa
-       Pantau respon menyebabkan kepenatan
psikologis terhadap dan rasa frustasi.
aktifitas, misal -       Toleransi bervariasi
perubahan TD, tergantung pada status
frekuensi pernafasan proses penyakit, status
atau jantung nutrisi, keseimbangan
cairan, dan tipe penyakit.
-       Rujuk pada terapi -       Latihan setiap hari
fisik atau okupasi terprogram dan aktifitas
yang membantu pasien
mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan
dan tonus otot.
            

   DAFTAR PUSTAKA 
Mansjoer, Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media SculapiusMarilyn , Doenges , dkk . 1999 . Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . Jakarta : EGCPrice , Sylvia A dan
Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit . Jakarta : EGCUGI.2012.”Diet Penyakit
HIV/AIDS”,(Online),(http://ugiuntukgiziindonesia. blogspot.com/2012/05/diet-penyakit-hivaids.html, diakses 20 Oktober
2012)HIV/AIDS      A.    DEFINISI    A

Diposting oleh Anisah Shintarini di 20.35

Beranda

Langganan: Postingan (Atom)

Tema Sederhana. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai