A. KONSEP MEDIS
1. DEFENISI
Abscess adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang tidak akibat
kerusakan jaringan, Hepar adalah hati (Dorland, 1996).
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi
bakteri, parasit, jamur maupun nekbrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus di dalam parenkim hati (Aru W Sudoyo, 2006).
Jadi Abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan
oleh infeksi.
2. ETIOLOGI.
a. Salmonella Thypi
b. Entamoeba Hystolytica
c. Streptokokus
d. Escherichia Coli
3. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan awal: demam/menggigil, nyeri abdomen, anokresia/malaise,
mual/muntah, penurunan berat badan, keringan malam, diare, demam (T >
38°), hepatomegali, nyeri tekan kuadran kanan atas, ikterus, asites, serta sepsis
yang menyebabkan kematian. (Cameron 1997).
Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klisik berupa nyeri
spontan perut kanan atas, yang di tandai dengan jalan membungkuk kedepan
dengan kedua tangan diletakan di atasnya. Demam/panas tinggi merupakan
keluhan yang paling utama, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas
abdomen, dan disertai dengan keadaan syok. Apabila AHP letaknya dekat
digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada bahu
sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah,
berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang unintentional.
Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan
proses yang disebut peradangan.
Awalnya, seperti bakteri mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, beberapa
kejadian terjadi:
1
a. Darah mengalir ke daerah meningkat.
b. Suhu daerah meningkat karena meningkatnya pasokan darah.
c. Wilayah membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan lainnya.
d. Ternyata merah.
e. Rasanya sakit, karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas kimia.
f. Keempat tanda-panas, bengkak, kemerahan, dan sakit-ciri peradangan.
4. KLASIFIKASI
Ada dua jenis abses, septikp dan steril. Kebanyakan abses adalah septik, yang
berarti bahwa mereka adalah hasil dari infeksi. Septic abses dapat terjadi di mana
saja di tubuh. Hanya bakteri dan respon kekebalan tubuh yang diperlukan. Sebagai
tanggapan terhadap bakteri, sel-sel darah putih yang terinfeksi berkumpul di situs
tersebut dan mulai memproduksi bahan kimia yang disebut enzim yang
menyerang bakteri dengan terlebih dahulu tanda dan kemudian mencernanya.
Enzim ini membunuh bakteri dan menghancurkan mereka ke potongan-potongan
kecil yang dapat berjalan di sistem peredaran darah sebelum menjadi dihilangkan
dari tubuh. Sayangnya, bahan kimia ini juga mencerna jaringan tubuh. Dalam
kebanyakan kasus, bakteri menghasilkan bahan kimia yang serupa. Hasilnya
adalah tebal, cairan-nanah kuning yang mengandung bakteri mati, dicerna
jaringan, sel-sel darah putih, dan enzim.
Abses steril kadang-kadang bentuk yang lebih ringan dari proses yang sama bukan
disebabkan oleh bakteri, tetapi oleh non-hidup iritan seperti obat-obatan. Jika
menyuntikkan obat seperti penisilin tidak diserap, itu tetap tempat itu disuntikkan
dan dapat menyebabkan iritasi yang cukup untuk menghasilkan abses steril.
Seperti abses steril karena tidak ada infeksi yang terlibat. Abses steril cukup
cenderung berubah menjadi keras, padat benjolan karena mereka bekas luka,
bukan kantong-kantong sisa nanah.
5. PATOFISIOLOGI
a. Amoebiasis Hepar
Amebiasis hati penyebab utamanya adalah entamoeba hystolitica. Hanya
sebagian kecil individu yang terinfeksi E.hystolitica yang memberi gejala
amebiasis invasif, sehingga ada dugaan ada 2 jenis E.hystolitica yaitu strain
patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi berbagai strain E.hystolitica
ini berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hati.
Patogenesis amebiasis hati belum dapat diketahi secara pasti. Ada beberapa
2
mekanisme yang telah dikemukakan antara lain : faktor virulensi parasit yang
menghasilkan toksin, ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi parasit,
imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya antigen permukaan dan penurunan
imunitas cell-mediated. (Arief Mansjoer, 2001)
Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme : (Arief Mansjoer, 2001)
1) Strain E.hystolitica ada yang patogen dan non patogen.
2) Secara genetik E.hystolitica dapat menyebabkan invasi tetapi tergantung
pada interaksi yang kompleks antara parasit dengan lingkungan saluran
cerna terutama pada flora bakteri.
Mekanisme terjadinya amebiasis hati:
1) Penempelan E.hystolitica pada mukus usus.
2) Pengerusakan sawar intestinal.
Lisis sel epitel intestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respons
imun cell- mediated yand disebabkan enzim atau toksin parasit, juga dapat
karena penyakit tuberkulosis, malnutrisi, keganasan dll.
Penyebaran amoeba ke hati. Penyebaran ameba dari usus ke hati
sebagian besar melalui vena porta. Terjadi fokus akumulasi neutrofil
periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar,
bersatu dan granuloma diganti dengan jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini
dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.
b. Abses hati piogenik
Abses hati piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari:
1) Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal, bisa menyebabkan
pielflebitis porta atau emboli septik.
2) Saluran empedu merupakan sumber infeksi yang tersering. Kolangitis
septik dapat menyebabkan penyumbatan saluran empedu seperti juga batu
empedu, kanker, striktura saluran empedu ataupun anomali saluran empedu
kongenital.
3) Infeksi langsung seperti luka penetrasi, fokus septik berdekatan seperti
abses perinefrik, kecelakaan lau lintas.
4) Septisemia atau bakterimia akibat infeksi di tempat lain.
5) Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada organ lanjut
usia.(Aru W Sudoyo, 2006).
Pengaruh Abses Heper terhadap kebutuhan dasar manusia
3
1) Amuba yang masuk menyebabkan peradangan hepar sehingga
mengakibatkan infeksi
2) Kerusakan jaringan hepar menimbulkan perasaan nyeri
3) Infeksi pada hepar menimbulkan rasa nyeri sehingga mengalami gangguan
tidur atas pola tidur.
4) Abses menyebabkan metabolisme dihati menurun sehingga menimbulkan
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.
5) Metabolisme nutrisi di hati menurun menyebabkan produksi energi
menurun sehingga dapat terjadi intoleransi aktifitas fisik.
6. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses
sebesar 515,6%, perforasi abses keberbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru,
pericardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi
superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase. (Menurut Julius, Ilmu
penyakit dalam, jilid I, 1998).
Dapat juga komplikasi seperti:
1. Infeksi sekunder
Merupakan komplikasi paling sering, terjadi pada 10-20% kasus.
2. Ruptur atau penjalaran langsung
Rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses. Perforasi paling
sering ke pleuropulmonal, kemudian kerongga intraperitoneum, selanjutnya
pericardium dan organ-organ lain.
3. Komplikasi vaskuler
Ruptur kedalam v. porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinal jarang
terjadi.
4. Parasitemia, amoebiasis serebral
E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain
misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Julius, ilmu penyakit dalam jilid I, (1998). Pemeriksaan penunjang antara
lain
a. Laboratorium
Untuk mengetahui kelainan hematologi antara lain hemoglobin, leukosit, dan
pemeriksaan faal hati.
4
b. Foto dada
Dapat ditemukan berupa diafragma kanan, berkurangnya pergerakan
diafragma, efusi pleura, kolarp paru dan abses paru.
c. Foto Polos Abdomen
Kelainan dapat berupa hepatomegali, gambaran ileus, gambaran udara bebas
di atas hati.
d. Ultrasonografi
Mendeteksi kelainan traktus bilier dan diafragma.
e. Tomografi
Melihat kelainan di daerah posterior dan superior, tetapi tidak dapat melihat
integritas diafragma
f. Pemeriksaan serologi
Menunjukkan sensitifitas yang tinggi terhadap kuman.
g. Pengobatan
1) Kemoterapi
Obat-obatan dapat diberikan secara oral atau intravena, sebagai contoh untuk
gram negative di beri Metranidazol, Clindazimin atau Kloramfenikal.
2) Aspirasi Jarum
Pada abses yang kecil atau tidak toksik tidak perlu dilakukan aspirasi, hanya
dilakukan pada ancaman truktur atau gagal pengobatan konserpatif.
Sebaliknya aspirasi ini dilakukan dengan tuntunan USG.
5
8. PENYIMPANGAN KDM
6
9. PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
Derivat nitroimidazole dapat memberantas tropozoit intestinal/ekstraintestinal
atau kista. Obat ini dapat diberikan secara oral atau intravena.
Secara singkat pengobatan amoebiasis hati sebagai berikut :
1) Metronidazole : 3x750 mg selama 5-10 hari dan ditambah dengan ;
2) Kloroquin fosfat : 1 g/hr selama 2 hari dan diikuti 500/hr selama 20 hari,
ditambah;
3) Dehydroemetine : 1-1,5 mg/kg BB/hari intramuskular (maksimum 99
mg/hr) selama 10 hari.
b. Tindakan aspirasi terapeutik
Indikasi :
1) Abses yang dikhawatirkan akan pecah
2) Respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada.
3) Abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga perikerdium
atau peritoneum.
c. Tindakan pembedahan
Pembedahan dilakukan bila :
1) Abses disertai komplikasi infeksi sekunder.
2) Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal.
3) Bila teraoi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil.
4) Ruptur abses ke dalam rongga intra peritoneal/pleural/pericardial.
Tindakan bisa berupa drainase baik tertutup maupun terbuka, atau tindakan
reseksi misalnya lobektomi
7
A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Menurut Doenges,E.M (2000), data dasar pengkajian pasien dengan Abses Hepar,
meliputi:
a. Aktivitas/istirahat, menunjukkan adanya kelemahan, kelelahan, terlalu lemah,
latergi, penurunan massa otot/tonus.
b. Sirkulasi, menunjukkan adanya gagal jantung kronis, kanker, distritmia, bunyi
jantung ekstra, distensi vena abdomen.
c. Eliminasi, Diare, Keringat pada malam hari menunjukkan adanya flatus, distensi
abdomen, penurunan/tidak ada bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine
gelap pekat.
d. Makanan/cairan, menunjukkan adanya anoreksia, tidak toleran terhadap
makanan/tidak dapat mencerna, mual/muntah, penurunan berat badan dan
peningkatan cairan, edema, kulit kering, turgor buruk, ikterik.
e. Neurosensori, menunjukkan adanya perubahan mental, halusinasi, koma, bicara
tidak jelas.
f. Nyeri/kenyamanan, menunjukkan adanya nyeri abdomen kuadran kanan atas,
pruritas, sepsi perilaku berhati-hati/distraksi, focus pada diri sendiri.
g. Pernapasan, menunjukkan adanya dispnea, takipnea, pernapasan dangkal, bunyi
napas tambahan, ekspansi paru terbatas, asites, hipoksia.
h. Keamanan, menunjukkan adanya pruritas, demam, ikterik, ekimosis, patekis,
angioma spider, eritema.
i. Seksualitas, menunjukkan adanya gangguan menstruasi, impotent, atrofi testis.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
8
g. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan hepar.
h. Pola napas tidak efektif berhubunagn dengan asites dan restriksi
pengembangan toraks akibat asites, distensi abdomen serta adanya cairan
dalam rongga toraks.
3. INTERVENSI
Kriteria hasil :
Intervensi Rasional
DX.II. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan
masukan metabolik, anoreksia, mual/ muntah
Kriteria hasil :
9
Intervensi Rasional
DX.III. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan edema Tujuan :
pemulihan kepada volume cairan yang normal
Intervensi Rasional
Kriteria hasil :
10
a. Melaporkan penurunan proritus atau menggaruk.
Intervensi Rasional
penyakitnya.
Kriteria hasil :
Intervensi Rasional
11
Tujuan : Klien menujukkan suhu tubuh dalam batas normal
Kriteria hasil :
c. Suhu tubuh 36 ± 37 0C
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
12
Intervensi Rasional
DX.VIII. Pola napas tidak efektif berhubunagn dengan asites dan restriksi
pengembangan toraks akibat asites, distensi abdomen serta adanya cairan dalam
rongga toraks.
Intervensi Rasional
13
DAFTAR PUSTAKA
Andri LA, Rasjid HA. 2006. Abses amuba pada hepar. Dexa Medica 2004; 21-6 .
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
14