Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN ABSES HEPAR DI RUANG ICU CENTRAL RSUD JOMBANG

Disusun Oleh :

Mar atus Sholihah S.Kep

Prodi Ners

PROFESI NERS STIKES BAHRUL ULUM


TAMBAK-BERAS JOMBANG
2021-2022
Landasan Teori

1.1 Definisi

Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri,
parasit, jamur maupun nekbrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai
dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati (Aru W
Sudoyo, 2016).
Abses adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan disebabkan oleh
bakteri, protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat terjadi di kulit, gusi, tulang,
dan organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak, area yang terjadi abses berwarna merah dan
menggembung, biasanya terdapat sensasi nyeri dan panas setempat (Microsoft Encarta Reference
Library, 2014)
Abscess adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang tidak akibat kerusakan
jaringan, Hepar adalah hati (Dorland, 2016).
Jadi Abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh infeksi.
1.2 Etiologi
Abses hati dibagi atas dua secara umum, yaitu abses hati amoeba dan abses hati pyogenik.
a) Abses hati amoeba
Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebgai parasit non patogen
dalam mulut dan usus, tapi hanya Enteremoeba histolytica yang dapat menyebabkan
penyakit. Hanya sebagian individu yang terinfeksi Enteremoeba histolytica yang memberi
gejala invasif, sehingga di duga ada dua jenis E. Histolytica yaitu starin patogen dan non
patogen. Bervariasinya virulensi strain ini berbeda berdasarkan kemampuannya
menimbulkan lesi pada hepar (Aru W Sudoyo, 2016).
E.histolytica di dlam feces dapat di temukan dalam dua bentuk vegetatif atau
tropozoit dan bentuk kista yang bisa bertahan hidup di luar tuibuh manusia. Kista dewasa
berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap suasana kering dan asam. Bentuk tropozoit akan
mati dalam suasana kering dan asam. Trofozoit besar sangat aktif bergerak, mampu
memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase
yang mampu mengakibatkan destruksi jaringan.
b) Abses hati piogenik
Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang
terbanyak adalah E.coli. Selain itu, penyebabnya juga adalah streptococcus faecalis,
Proteus vulgaris, dan Salmonellla Typhi. Dapat pula bakteri anaerob seperti bakteroides,
aerobakteria, akttinomesis, dan streptococcus anaerob. Untuk penetapannya perlu
dilakukan biakan darah, pus, empedu, dan swab secara anaerob maupun aerob (Aru W
Sudoyo, 2016).
1.3 Manifestasi Klinis
Keluhan awal: demam/menggigil, nyeri abdomen, anokresia/malaise, mual/muntah,
penurunan berat badan, keringan malam, diare, demam      (T > 38°), hepatomegali, nyeri tekan
kuadran kanan atas, ikterus, asites, serta sepsis yang menyebabkan kematian. (Cameron 2017)
Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klisik berupa nyeri spontan perut
kanan atas, yang di tandai dengan jalan membungkuk kedepan dengan kedua tangan diletakan di
atasnya. Demam/panas tinggi merupakan keluhan yang paling utama, keluhan lain yaitu nyeri
pada kuadran kanan atas abdomen, dan disertai dengan keadaan syok. Apabila AHP letaknya
dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah
kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan,
terjadi penurunan berat badan yang unintentional.
Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan proses yang
disebut peradangan.
Awalnya, seperti bakteri mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, beberapa kejadian terjadi:
a) Darah mengalir ke daerah meningkat.
b) Suhu daerah meningkat karena meningkatnya pasokan darah.
c) Wilayah membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan lainnya.
d) Rasanya sakit, karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas kimia.
e) Keempat tanda-panas, bengkak, kemerahan, dan sakit-ciri peradangan
1.4 Patofisiologi
a) Amoebiasis Hepar
Amebiasis hati penyebab utamanya adalah entamoeba hystolitica. Hanya sebagian kecil
individu yang terinfeksi E.hystolitica yang memberi gejala amebiasis invasif, sehingga ada
dugaan ada 2 jenis E.hystolitica yaitu strain patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi
berbagai strain E.hystolitica ini berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada
hati. Patogenesis amebiasis hati belum dapat diketahi secara pasti. Ada beberapa mekanisme
yang telah dikemukakan antara lain : faktor virulensi parasit yang menghasilkan toksin,
ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi parasit, imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya
antigen permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated. (Arief Mansjoer, 2001)

Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme : (Arief Mansjoer, 2019)


a. strain E.hystolitica ada yang patogen dan non patogen.
b. secara genetik E.hystolitica dapat menyebabkan invasi tetapi    tergantung pada
interaksi yang kompleks antara parasit dengan lingkungan saluran cerna terutama
pada flora bakteri.
Mekanisme terjadinya amebiasis hati:
1) penempelan E.hystolitica pada mukus usus.
2) pengerusakan sawar intestinal.
3) lisis sel epitel intestinal serta sel radang. Terjadinya supresi respons imun cell-
mediated yand disebabkan enzim atau toksin parasit, juga dapat karena penyakit 
tuberkulosis, malnutrisi, keganasan dll.
4) penyebaran ameba ke hati. Penyebaran ameba dari usus ke hati sebagian besar 
melalui vena porta. Terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai
nekrosis  dan infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu dan granuloma diganti
dengan  jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan
fibrosa.
Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan atau tahun setelah terjadinya amebiasis
intestinal dan sekitar 50% amebiasis hati terjadi tanpa didahului riwayat disentri
amebiasis. (Aru W Sudoyo, 2016)
Skema bagan Terjadinya Amoebiasis hepar :
(Bagan patofisiologi terjadinya amobiasishepar, Staf Pengajar Patofisiologi,
Fakultas Kedokteran Unibraw Malang 2013)
b) Abses hati piogenik
Abses hati piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari:
a. Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal, bisa menyebabkan
pielflebitis porta atau emboli septik.
b. Saluran empedu merupakan sumber infeksi yang tersering. Kolangitis septik
dapat menyebabkan penyumbatan saluran empedu seperti juga batu
empedu, kanker, striktura saluran empedu ataupun anomali saluran empedu
kongenital.
c. Infeksi langsung seperti luka penetrasi, fokus septik berdekatan seperti
abses perinefrik, kecelakaan lau lintas.
d. Septisemia atau bakterimia akibat infeksi di tempat lain.
Kriptogenik tanpa faktor predisposisi

1.5 Penatalaksanaan
1) Medis
Derivat nitroimidazole dapat memberantas tropozoit intestinal/ekstraintestinal atau
kista. Obat ini dapat diberikan secara oral atau intravena.
Secara singkat pengobatan amoebiasis hati sebagai berikut :
1.      Metronidazole : 3x750 mg selama 5-10 hari dan ditambah dengan ;
2.      Kloroquin fosfat : 1 g/hr selama 2 hari dan diikuti 500/hr selama 20 hari,
ditambah;
3.      Dehydroemetine : 1-1,5 mg/kg BB/hari intramuskular (maksimum 99 mg/hr)
selama 10 hari.
2) Tindakan aspirasi terapeutik
Indikasi :
Abses yang dikhawatirkan akan pecah
1.      Respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada.
2.      Abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga perikerdium
atau peritoneum.
3.      indakan pembedahan
3) Pembedahan dilakukan bila :
1.      Abses disertai komplikasi infeksi sekunder.
2.      Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal.
3.      Bila teraoi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil.
4.      Ruptur abses ke dalam rongga intra peritoneal/pleural/pericardial.
Tindakan bisa berupa drainase baik tertutup maupun terbuka, atau
tindakan reseksi misalnya lobektomi.
1.6 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Julius, ilmu penyakit dalam jilid I, (1998). Pemeriksaan penunjang antara lain
a) Laboratorium
Untuk mengetahui kelainan hematologi antara lain hemoglobin, leukosit, dan pemeriksaan
faal hati.
b) Foto dada
Dapat ditemukan berupa diafragma kanan, berkurangnya pergerakkan diafragma, efusi
pleura, kolaps paru dan abses paru.
c) Foto polos abdomen
Kelainan dapat berupa hepatomegali, gambaran ileus, gambaran udara bebas diatas hati.
d) Ultrasonografi
Mendeteksi kelainan traktus bilier dan diafragma.
e) Tomografi
Melihat kelainan di daerah posterior dan superior, tetapi tidak dapat melihat integritas
diafragma.
f) Pemeriksaan serologi
Menunjukkan sensitifitas yang tinggi terhadap kuman.

Menurut Julius, ilmu penyakit dalam jilid I (2018) Pengobatan dilakukan tiga cara :
1) Kemotrapi
Obat-obat dapat diberikan secara oral atau intravena sebagai contoh untuk gram negatif
diberi Metranidazol, Clindamisin atau Kloramfenikal.
2) Aspirasi Jarum
Panda abses yang kecil atau tidak toksik tidak perlu dilakukan aspirasi. Hanya
dilakukan pada ancaman ruktur atau gagal pengobatan konserfatif. Sebaliknya aspirasi ini
dilakukan dengan tuntunan USG
.
1.7 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses sebesar      5 – 15,6%, perforasi
abses keberbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru, pericardium, usus, intraperitoneal atau
kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase.
(Menurut  Julius, Ilmu penyakit dalam, jilid I, 2018).
Dapat juga komplikasi seperti:
1.       Infeksi sekunder
Merupakan komplikasi paling sering, terjadi pada 10-20% kasus.
2.       Ruptur atau penjalaran langsung
Rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses. Perforasi paling
sering ke pleuropulmonal, kemudian kerongga intraperitoneum, selanjutnya
pericardium dan organ-organ lain.
3.       Komplikasi vaskuler
Ruptur kedalam v. porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinal jarang
terjadi.
4.       Parasitemia, amoebiasis serebral
 E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain
misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal intrakranial.

1.1 Pengkajian
1.2 Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas klien
b) Pemeriksaan fisik

     Menurut Doenges,E.M (2016), data dasar pengkajian pasien dengan


Abses Hepar, meliputi:
a.       Aktivitas/istirahat, menunjukkan adanya kelemahan, kelelahan, terlalu lemah,
latergi, penurunan massa otot/tonus.
b.       Sirkulasi, menunjukkan adanya gagal jantung kronis, kanker, distritmia, bunyi
jantung ekstra, distensi vena abdomen.
c.       Eliminasi, Diare, Keringat pada malam hari menunjukkan adanya flatus, distensi
abdomen, penurunan/tidak ada bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine
gelap pekat.
d.      Makanan/cairan, menunjukkan adanya anoreksia, tidak toleran terhadap
makanan/tidak dapat mencerna, mual/muntah, penurunan berat badan dan
peningkatan cairan, edema, kulit kering, turgor buruk, ikterik.
e.       Neurosensori, menunjukkan adanya perubahan mental, halusinasi, koma, bicara
tidak jelas.
f.       Nyeri/kenyamanan, menunjukkan adanya nyeri abdomen kuadran kanan atas,
pruritas, sepsi perilaku berhati-hati/distraksi, focus pada diri sendiri.
g.       Pernapasan, menunjukkan adanya dispnea, takipnea, pernapasan dangkal, bunyi
napas tambahan, ekspansi paru terbatas, asites, hipoksia.
h.      Keamanan, menunjukkan adanya pruritas, demam, ikterik, ekimosis, patekis,
angioma spider, eritema.
i.        Seksualitas, menunjukkan adanya gangguan menstruasi, impotent, atrofi testis.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Doenges,E.M (2016), diagnosa keperawatan pasien dengan Abses Hepar


meliputi :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret
b. Perubahan persepsi/sensori: proses pikir berhubungan dengan perubahan kimia:
penggunaan obat-obat farmasi.
c. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap pembatasan pemasukan cairan
secara oral (proses/prosedur medis/adanya rasa mual).
d. Nyeri (akut) berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan, dan integritas otot.
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi mekanisme pada
kulit/jaringan.
f. Resiko tinggi infeksi berubungan dengan luka oprasi dan prosedur invasif.
g. Gangguan kebutuhan tidur berhubungan dengan proses penyakit, efek hospitalisasi,
perubahan lingkungan
h. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi/situasi, prognosis, kebutuhan
pengobatan.
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi

Bersiihan jalan nafas tidak Setelah diakukan tindakan O


efektif keperawatan selama 3x24 jam 1. monitor pola nafas
diharapkan bersihan jalan
2. monitor bunyi nafas
nafas membaik dengan kriteria
hasil : tambahan
1. batuk efektif meningkat 3. monitor sputum
2. produksi sputum meningkat
T
3. wheezing menurun
4. dyspnea menurun 1. pertahankan kepatenan jalan
5. frekuensi nafas meningkat nafas
6. pola nafas meningkat
2. posisikan semifowler
3. berikan minuman hangat
4. lakukan fisioterapi dada jika
perlu
5. lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
6. berikan oksigen jika perlu
E
1. anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak ada
kontraindikasi
2. ajarkan teknik batuk efektif
K
1. kolaborasi pemberian
bronkodilator , ekspekktoran
dan mukolitik
Nyeri akut Setelah dilakukan tinndakan Manajemen nyeri
keperawatan selama 3x24 jam O
diharapkan nyeri berkurang
1. identifikasi lokasi ,
dengan kriteria hasil :
1. Skala nyeri berkurang karakteristik ,durasi ,
2. Meringis berkurang frekuensi ,
3. Pola istirahat dan tidur
meningkat kualitas ,intesitas nyeri
2. identifikasi skala nyeri
3. identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
4. monitor efek samping
penggunaan analgetik

1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(kompres
hangat/dingin)
2. Fasilitas istirahat dan
tidur
3. kontrol lingkungan
yang memperberat
nyeri

1. jelaskan penyebab
nyeri
2. jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
4. anjurkan teknik untuk
meredakan nyeri
K

Kolaborasi pemberian
analgetik
DAFTAR PUSTAKA

Aru, W. Sudoyo, dkk. (2016). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 Edisi Empat. Jakarta :  Balai
Penerbitan FK-UI.
Bruner dan Suddarth. ( 2019 ). Buku Ajaran KMB. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Cameeron. (2015). Prinsip-prinsip Penyakit Dalam. Jakarta: Binarupa Aksara.
Doenges, E., Moorhouse, MF dan Geissler, A. (2019). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Harjono, dkk. (1996). Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 26. Jakarta: Buku kedokteran EGC.
Mansjoer, Arief. dkk. (2018). Kapita Selekta Kedokteran; Jilid 1, Edisi Ketiga. Jakarta : Media
Aesculapius. Halaman 512.
Microsoft Encantta Reference Library.( 2014 ). Liver, Amebiasis Abses and Calf Diphteria/ Fusa
bakteriun necrosphorum.
Sherwood. (2019). System Pencernaan, dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke sistem. Jakarta : EGC.
Halaman 565.
Sylvia a. Price. (2016). Gangguan System Gastro Intestinal, dalam buku Patofiologi. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteranm EGC. Halaman 472-474.
Abses hepar. (online). http://netral-collection-knowledge.blogspot.com/2019/07/abses-hepar.html.
Diakses 17 Desember 2022

Anda mungkin juga menyukai