Disusun Oleh :
Prodi Ners
1.1 Definisi
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri,
parasit, jamur maupun nekbrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai
dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati (Aru W
Sudoyo, 2016).
Abses adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan disebabkan oleh
bakteri, protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat terjadi di kulit, gusi, tulang,
dan organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak, area yang terjadi abses berwarna merah dan
menggembung, biasanya terdapat sensasi nyeri dan panas setempat (Microsoft Encarta Reference
Library, 2014)
Abscess adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang tidak akibat kerusakan
jaringan, Hepar adalah hati (Dorland, 2016).
Jadi Abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh infeksi.
1.2 Etiologi
Abses hati dibagi atas dua secara umum, yaitu abses hati amoeba dan abses hati pyogenik.
a) Abses hati amoeba
Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebgai parasit non patogen
dalam mulut dan usus, tapi hanya Enteremoeba histolytica yang dapat menyebabkan
penyakit. Hanya sebagian individu yang terinfeksi Enteremoeba histolytica yang memberi
gejala invasif, sehingga di duga ada dua jenis E. Histolytica yaitu starin patogen dan non
patogen. Bervariasinya virulensi strain ini berbeda berdasarkan kemampuannya
menimbulkan lesi pada hepar (Aru W Sudoyo, 2016).
E.histolytica di dlam feces dapat di temukan dalam dua bentuk vegetatif atau
tropozoit dan bentuk kista yang bisa bertahan hidup di luar tuibuh manusia. Kista dewasa
berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap suasana kering dan asam. Bentuk tropozoit akan
mati dalam suasana kering dan asam. Trofozoit besar sangat aktif bergerak, mampu
memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase
yang mampu mengakibatkan destruksi jaringan.
b) Abses hati piogenik
Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang
terbanyak adalah E.coli. Selain itu, penyebabnya juga adalah streptococcus faecalis,
Proteus vulgaris, dan Salmonellla Typhi. Dapat pula bakteri anaerob seperti bakteroides,
aerobakteria, akttinomesis, dan streptococcus anaerob. Untuk penetapannya perlu
dilakukan biakan darah, pus, empedu, dan swab secara anaerob maupun aerob (Aru W
Sudoyo, 2016).
1.3 Manifestasi Klinis
Keluhan awal: demam/menggigil, nyeri abdomen, anokresia/malaise, mual/muntah,
penurunan berat badan, keringan malam, diare, demam (T > 38°), hepatomegali, nyeri tekan
kuadran kanan atas, ikterus, asites, serta sepsis yang menyebabkan kematian. (Cameron 2017)
Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klisik berupa nyeri spontan perut
kanan atas, yang di tandai dengan jalan membungkuk kedepan dengan kedua tangan diletakan di
atasnya. Demam/panas tinggi merupakan keluhan yang paling utama, keluhan lain yaitu nyeri
pada kuadran kanan atas abdomen, dan disertai dengan keadaan syok. Apabila AHP letaknya
dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah
kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan,
terjadi penurunan berat badan yang unintentional.
Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan proses yang
disebut peradangan.
Awalnya, seperti bakteri mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, beberapa kejadian terjadi:
a) Darah mengalir ke daerah meningkat.
b) Suhu daerah meningkat karena meningkatnya pasokan darah.
c) Wilayah membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan lainnya.
d) Rasanya sakit, karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas kimia.
e) Keempat tanda-panas, bengkak, kemerahan, dan sakit-ciri peradangan
1.4 Patofisiologi
a) Amoebiasis Hepar
Amebiasis hati penyebab utamanya adalah entamoeba hystolitica. Hanya sebagian kecil
individu yang terinfeksi E.hystolitica yang memberi gejala amebiasis invasif, sehingga ada
dugaan ada 2 jenis E.hystolitica yaitu strain patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi
berbagai strain E.hystolitica ini berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada
hati. Patogenesis amebiasis hati belum dapat diketahi secara pasti. Ada beberapa mekanisme
yang telah dikemukakan antara lain : faktor virulensi parasit yang menghasilkan toksin,
ketidakseimbangan nutrisi, faktor resistensi parasit, imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya
antigen permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated. (Arief Mansjoer, 2001)
1.5 Penatalaksanaan
1) Medis
Derivat nitroimidazole dapat memberantas tropozoit intestinal/ekstraintestinal atau
kista. Obat ini dapat diberikan secara oral atau intravena.
Secara singkat pengobatan amoebiasis hati sebagai berikut :
1. Metronidazole : 3x750 mg selama 5-10 hari dan ditambah dengan ;
2. Kloroquin fosfat : 1 g/hr selama 2 hari dan diikuti 500/hr selama 20 hari,
ditambah;
3. Dehydroemetine : 1-1,5 mg/kg BB/hari intramuskular (maksimum 99 mg/hr)
selama 10 hari.
2) Tindakan aspirasi terapeutik
Indikasi :
Abses yang dikhawatirkan akan pecah
1. Respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada.
2. Abses di lobus kiri karena abses disini mudah pecah ke rongga perikerdium
atau peritoneum.
3. indakan pembedahan
3) Pembedahan dilakukan bila :
1. Abses disertai komplikasi infeksi sekunder.
2. Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal.
3. Bila teraoi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil.
4. Ruptur abses ke dalam rongga intra peritoneal/pleural/pericardial.
Tindakan bisa berupa drainase baik tertutup maupun terbuka, atau
tindakan reseksi misalnya lobektomi.
1.6 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Julius, ilmu penyakit dalam jilid I, (1998). Pemeriksaan penunjang antara lain
a) Laboratorium
Untuk mengetahui kelainan hematologi antara lain hemoglobin, leukosit, dan pemeriksaan
faal hati.
b) Foto dada
Dapat ditemukan berupa diafragma kanan, berkurangnya pergerakkan diafragma, efusi
pleura, kolaps paru dan abses paru.
c) Foto polos abdomen
Kelainan dapat berupa hepatomegali, gambaran ileus, gambaran udara bebas diatas hati.
d) Ultrasonografi
Mendeteksi kelainan traktus bilier dan diafragma.
e) Tomografi
Melihat kelainan di daerah posterior dan superior, tetapi tidak dapat melihat integritas
diafragma.
f) Pemeriksaan serologi
Menunjukkan sensitifitas yang tinggi terhadap kuman.
Menurut Julius, ilmu penyakit dalam jilid I (2018) Pengobatan dilakukan tiga cara :
1) Kemotrapi
Obat-obat dapat diberikan secara oral atau intravena sebagai contoh untuk gram negatif
diberi Metranidazol, Clindamisin atau Kloramfenikal.
2) Aspirasi Jarum
Panda abses yang kecil atau tidak toksik tidak perlu dilakukan aspirasi. Hanya
dilakukan pada ancaman ruktur atau gagal pengobatan konserfatif. Sebaliknya aspirasi ini
dilakukan dengan tuntunan USG
.
1.7 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses sebesar 5 – 15,6%, perforasi
abses keberbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru, pericardium, usus, intraperitoneal atau
kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase.
(Menurut Julius, Ilmu penyakit dalam, jilid I, 2018).
Dapat juga komplikasi seperti:
1. Infeksi sekunder
Merupakan komplikasi paling sering, terjadi pada 10-20% kasus.
2. Ruptur atau penjalaran langsung
Rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses. Perforasi paling
sering ke pleuropulmonal, kemudian kerongga intraperitoneum, selanjutnya
pericardium dan organ-organ lain.
3. Komplikasi vaskuler
Ruptur kedalam v. porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinal jarang
terjadi.
4. Parasitemia, amoebiasis serebral
E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ lain
misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal intrakranial.
1.1 Pengkajian
1.2 Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas klien
b) Pemeriksaan fisik
2. Diagnosa Keperawatan
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(kompres
hangat/dingin)
2. Fasilitas istirahat dan
tidur
3. kontrol lingkungan
yang memperberat
nyeri
1. jelaskan penyebab
nyeri
2. jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
4. anjurkan teknik untuk
meredakan nyeri
K
Kolaborasi pemberian
analgetik
DAFTAR PUSTAKA
Aru, W. Sudoyo, dkk. (2016). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 Edisi Empat. Jakarta : Balai
Penerbitan FK-UI.
Bruner dan Suddarth. ( 2019 ). Buku Ajaran KMB. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Cameeron. (2015). Prinsip-prinsip Penyakit Dalam. Jakarta: Binarupa Aksara.
Doenges, E., Moorhouse, MF dan Geissler, A. (2019). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Harjono, dkk. (1996). Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 26. Jakarta: Buku kedokteran EGC.
Mansjoer, Arief. dkk. (2018). Kapita Selekta Kedokteran; Jilid 1, Edisi Ketiga. Jakarta : Media
Aesculapius. Halaman 512.
Microsoft Encantta Reference Library.( 2014 ). Liver, Amebiasis Abses and Calf Diphteria/ Fusa
bakteriun necrosphorum.
Sherwood. (2019). System Pencernaan, dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke sistem. Jakarta : EGC.
Halaman 565.
Sylvia a. Price. (2016). Gangguan System Gastro Intestinal, dalam buku Patofiologi. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteranm EGC. Halaman 472-474.
Abses hepar. (online). http://netral-collection-knowledge.blogspot.com/2019/07/abses-hepar.html.
Diakses 17 Desember 2022