Anda di halaman 1dari 11

MATERI 1 PROTOZOOLOGI NATSWA AULIA NIM.

P07134222033

1. Habitat
Pada umumnya Entamoeba hystolitica ini sering dijumpai di usus besar. Entamoeba
histolytica bersifat invasif, sehingga trofozoit dapat menembus dinding usus dan kemudian
beredar di dalam sirkulasi darah (hematogen). Entamoeba yang menyerang usus akan
mengakibatkan peradangan paa usus yng sering disebut dengan amebiasis. Parasit ini
awalnya hidup sebagai komensal (apatogen) di dalam lumen usus besar, namun pada kondisi
tertentu dapat berubah menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di dinding usus
dan menembus dinding usus sehingga menimbulkan ulserasi.

Entamoeba histolytica merupakan parasit obligat dengan manusia sebagai host definitifnya.
Parasit ini mungkin menginfeksi mamalia lain seperti anjing dan monyet, namun tidak
mempengaruhi persebaranya secara signifikan (FKUI, 2010). Protozoa ini akan tinggal dalam
sistem intestinal manusia (baik usus halus maupun usus besar) dan bereplikasi. Bentukan
trofozoit dan kista dapat ditemukan dalam tinja pasien (trofozoit lebih sering ditemukan
pada tinja encer, dan kista lebih sering ditemukan

2. PENYAKIT
A. Amebiasis intestinal
Amebiasis merupakan suatu infeksi Entamuba histolytica pada manusia, dapat terjadi
secara akut dan kronik. Amebiasis intestinal adalah penyakit yang disebabkan oleh
terdapatnya protozoa gemus Entamoeba, yaitu Entamoeba histolytica (karena hanya
Entamoeba histolytica yang bersifat parasitik terhadap manusia, dalam usus besar
manusia. Entamoeba un akan tinggal dalam usus besar manusia dan menyebabkan diare
berdarah

Manusia merupakan pejamu dari beberapa spesies amuba, yaitu Entamuba histolytica,
E. coli, E. ginggivalis, Dientamuba frigilis, Endolimax nana, lodamuba butclii. Diantara
beberapa spesies amuba, hanya satu spesies yaitu E. histolytica yang merupakan parasit
patogen pada manusia. E. histolytica tersebar di seluruh dunia, endemik terutama
terjadi di daerah dengan sosio-ekonomi rendah dan sanitasi lingkungan yang kurang
baik. E. histolytica bersama Giardia lamblia, Criptosporidium, Balantidium coli,
Blastocystis hominis dan Isospora sp merupakan protozoa yang sering menyebabkan
infeksi usus pada anak.

Infeksi yang disebabkan oleh protozoa usus biasanya didapatkan per-oral melalui
kontaminasi feses pada air atau makanan. Pada manusia E. histolytica mengadakan
invasi ke dalam mukosa usus dan dapat menyebar ke dalam traktus intestinalis. misalnya
ke duodenum. gaster. esofagus atau ekstraintestinal, yaitu hati (terutama), paru,
perikardium, peritonium, kulit, dan otak.

SECARA BENTUK KLINISNYA DAPAT DIBEDAKAN MENJADI


a. Amebiasis intestinal kolon akut
Bentuk klinis nya Gejala klinis yang sering ditemukan adalah nyeri perut dan diare
yang disertai dengan lendir dan darah. Frekuensi defekasi dapat mencapai 10 kali
perhari. Gejala umum yang juga sering menyertai adalah demam, tidak nafsu makan,
dan penurunan berat badan. Pada stadium akut dapat ditemukan darah pada tinja,
dengan sedikit leukosit serta stadium trofozoit E. histolytica. Secara klinis diare yang
disebabkan E. histolytica sulit dibedakan dengan diare yang disebabkan oleh bakteri
(Shigella, Salmonella, Escherichia coli, Campylobacter) yang lazim ditemukan di
daerah tropis.

b. Amebiasis kolon menahun


Pada amebiasis jenis ini, gejala yang tedapat tidak begitu jelas, seperti rasa tidak
enak di perut dan diare yang diselingi dengan obstipasi. Gejala tersebut dapat diikuti
oleh reaktivasi gejala akut secara periodik. Hal yang menjadi dasar pada penyakit ini
adalah radang usus besar dengan ulkus menggaung yang disebut juga sebagai kolitis
ulserosa amebik. Pada pemeriksaan tinja segar, sulit ditemukan trofozoit E.
histolytica karena sebagian besar parasit sudah masuk ke jaringan usus, oleh karena
itu pemeriksaan serologi penting dilakukan untuk menemukan zat anti amoeba atau
antigen E. histolytica. Pemeriksaan biopsi kolon dapat ditemukan penebalan mukosa
yang non-spesifik dengan atau tanpa ulkus, ulserasi fokal dengan atau tanpa E.
histolytica ulkus klasik yang berbentuk seperti botol, nekrosis, dan perforasi dinding
usus. Predileksi utama yaitu di daerah apendiks atau sekum, jarang ditemukan di
sigmold. Amebiasis kolon jika tidak diobati akan menjatar keluar usus dan
menyebabkan amebiasis ekstra-intestinal, Hal ini dapat terjadi secara hematogen
atau perkontinutiitatum ( secara langsung)

B. Amebiasis ekstra-intestinal
Amebiasis ekstra-intestinal adalah amebiasis yang sudah mengalami eksaserbasi sehingga
Entamoeba histolytica yang biasanya hanya terdapat dalam usus besar, sudah menyebar ke
bagian lain tubuh. Hal ini bisa disebabkan apabila lesi yang ditimbulkan oleh Entamoeba ini
sudah sangat dalam sehingga menembus ke dalam pembuluh darah

Protozoa ini akan mengikut alian darah, yang dimana seluruh aliran darah sistem pencerman
akan bermuara di vena porta hepatica (Netter, 2014), sehingga organ ekstra-intestinal yang
biasanya terkena adalah hati yang disebut sebagai amebiasis hati. Apabila infeksi ini terus-
menerus tidak ditangani, maka bisa terjadi amebiasis paru, peritoneum, dan bahkan otak
(Espinosa-Cantellano, 2010).

Terdapat gambaran klinis seperti pada amebiasis intestinal, ditambah dengan gejala sesuai
dengan organ yang terkena, seperti: hepatomegali, nyeri pada dada (pleura), mual-muntah,
dan kejang otot

3. Diagnosis
Diagnosis yang akurat merupakan suatu hal yang sangat penting mengingat 90% penderita
amebiasis bersifat asimtomatik dan dapat menjadi sumber infeksi bagi sekitamya. Beberapa
hal yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis amebiasis antara lain:

1. Pemeriksaan mikroskopik
Hal penting yang harus dingat adalah pada pemeriksaan mikroskopik tidak dapat
membedakan E histolytica dan E dispar. Selain itu pemenksaan tinja 1 kali sangat tidak
sensitif sehingga diperlukan pemeriksaan tinja berulang sedikitnya 3 kali dalam rentang
waktu 1 minggu baik untuk kasus akut maupun kronik. Adanya sel darah merah dalam
sitoplasma E. histolytica stadium trofozoit menjadi indikasi terjadinya invasif amebiasis
yang hanya disebabkan E histolytica. Motilitas stadium trofozoit yang akan menghilang
dalam waktu 20-30 menit, menjadi alasan pemeriksaan ini harus segera dilakukan, jika
tidak sebaiknya tinja disimpan dalam pengawet polyvinil alcohol atau pada suhu 4°C. Hal
penting yang mempengaruhi hasil pemenksaan mikroskopik dan harus diperhatikan
adalah keterlambatan waktu pemeriksaan, jumlah tinja yang kurang memadai, wadah
tinja yang terkontaminasi air dan unne penggunaan antibiotik (tetrasklin, sulfonamide),
laksatif antacid, anti diare frekuensi pemeriksaan, dan tinja tidak diben pengawet

2. Pemeriksaan serologi
Sekitar 75 80% penderita yang memperlihatkan gejala infeksi yang disebabkan E.
histolytica memperlihatkan hasil yang positif pada uji serologi antibody terhadap E.
histolytica. Beberapa macam uji serologi yang dapat dilakukan antara lain adalah IHA
lateks agglutinasi, counter- immunoelectrophoresis, gel diffusion test, uji komplemen,
dan ELISA U standar yang digunakan untuk pemeriksaan ini adalah IHA sedangkan
pemeriksaan ELISA merupakan alternatif karena lebih cepat, sederhana, dan lebih
sensitif. Bila hasil yang didapatkan meragukan, maka dapat dilakukan pemeriksaan ulang
namun pemeriksaan ini tidak dapat membedakan current infection atau previous
infection Antibodi yang terbentuk karena infeksi E histolytica dapat bertahan sampai 6
bulan bahkan 4 tahun

3. Deteksi antigen
Antigen amoeba adalah Gal / Gal-Nac lectin yang dapat dideteksi di tinja, serum, cairan
abses, dan air liur penderita, dimana antigen tersebut didapatkan dari pemeriksaan
ELISA Deteksi antigen melalui tinja merupakan teknik yang sensitif, praktis, dan spesifik
untuk mendiagnosis amebiasis intestinalis, tetapi tinja yang tidak segar dan diben
pengawet dapat menyebabkan denaturasi antigen sehinggal memberikan hasil negatif
palsu (false negative)

4. PCR (Polymerase Chain Reaction)


Pemeriksaan dengan metode ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang sama dengan
deteksi antigen pada tinja, namun kelemahannya adalah waktu yang diperlukan lebih
lama dengan teknik yang lebih sulit, serta biaya yang lebih mahal

PENCEGAHAN
Anak-anak berusia biasanya belum memiliki pengetahuan kesadaran mengenai pentingnya
perilaku hidup bersih kebersihan

Anak laki-laki biasanya lebih sering bermain dan beraktivitas di luar rumah, terutama pada
tempat-tempat yang kotor / sanitasinya kurang dan lebih tidak memperhatikan kebersihan
diri. Hal-hal tersebut menyebabkan peningkatan risiko terjadinya infeksi Entamoeba
histolytica pada anak laki-laki.

Responden yang berdomisili dekat dengan TPA diperkirakan akan mengalami peningkatan
risiko terkena infeksi Entamoeba histolytica Hal u dikarenakan oleh karena letak rumahnya
dekat dengan daerah berisiko tinggi, sehingga frekuensi dan durasi kontak dengan amoeba
tersebut meningkat
Materi 2 Protozoologi Anisa Novia Safitri NIM.P07134222026

GEJALA KLINIS
Masa inkubasi yang diserang Entamoeba histolytica bervariasi, dari beberapa hari sampai
bulan atau tahun. Tetapi, secara umum berkisar antara 1-4 minggu yang ditandai dengan
disentri berat, feses sedikit berdarah, nyeri dan demam, dehidrasi, toksemia, badan melemah
nampak nyata, pemeriksaan jumlah leukosit berkisar antara 7.000-20.000/mm³ dan
ditemukannya bentuk trofozoit pada feses encer penderita.
Gejala klinis yang terjadi bergantung pada lokasi invasi Entamoeba histolytica, dan dapat
dikelompokkan sebagai berikut.
1. Amebik diare, merupakan gejala yang terbanyak (50%), dengan sifat diare yang
sering, terutama berisi mukosa dan darah (jumlah feses hanya sedikit), kadang-kadang
dapat terjadi obstipasi (sembelit)
2. Amebik disentri, defekasi(BAB) sering, demam, tenesmus (ingin BAB meski baru
saja melakukannya dan feses yang keluar selama BAB hanya sedikit), feses terdiri
dari sel mukosa dan darah.
3. Amebik apendisitis, prosesnya akut/kronis, tanpa ada demam, pemberian antibiotika
tidak efektif, merupakan kontra-indikasi untuk operasi.
4. Amebik pada sekum dan kolon asendens, amebik ini menimbulkan peradangan pada
sekum dan kolon asendens.
5. Amebik granuloma, terjadi karena adanya penebalan pada dinding kolon akibat
amebiasis kronis. Biasanya terjadi di sekum sampai rektum, dan ameba ini harus
dibedakan dengan karsinoma (kanker yang muncul dari sel epitel seperti kanker
payudara,perut,kulit,etc).
6. Amebik abses, merupakan proses ekstra-intestinal (amebik hepatis) dengan gejala
nyeri pada epigastrium kanan, penderita berjalan membungkuk, ada demam, malaise,
kadang-kadang disertai ikterus.
7. Amebik kulit, menunjukkan gejala kulit tampak kemerahan, adanya ekskresi yang
berwarna cokelat kehijauan. Jika terjadi infeksi sekunder, pemeriksaan sekret akan
steril.
8. Amebiasis vagina, ada fluor albus dan ada ulkus pada labia mayora, keadaan ini harus
dibedakan dengan penyakit lues.

PENYEBARAN
Protozoa adalah makhluk hidup bersel satu yang menyerupai hewan yang memiliki sifat
mikroskopis karena ukurannya yang sangat kecil. Salah satu sifat protozoa adalah kosmopolit
yaittu sifat dimana protozoa dapat hidup di habitat manapun. Amebiasis tersebar hampir di
seluruh dunia terutama di negara berkembang yang berada di daerah tropis. Mengapa
demikian? Hal ini disebabkan karena adanya faktor kepadatan penduduk, hygiene penduduk,
sanitasi lingkungan serta kondisi sosial ekonomi dan kultural yang menunjang. Di daerah
dingin dengan keadaan sanitasi buruk, frekuensi penyakit ini setara dengan di daerah tropis.

KASUS
Seorang anak laki-laki umur 1 tahun 3 bulan, datang dengan mencret berlendir dan berdarah,
disertai demam dan tampak kesakitan pada daerah perut. Pada saat itu demam tidak tinggi
tetapi 4 hari kemudian mendadak tinggi disertai muntah dan perut kembung.
Menurut kasus diatas ada beberapa pernyataan yang harus dibahas yaitu
1. Diagnosis (identifikasi masalah dan kebutuhan)
A. Diagnosis deteksi kegawatan berdasarkan keadaan umum pasien
a. Kesadaran,pernafasan,sirkulasi
b. Tersangka terjadi keadaan akut abdomen
B. Diagnosis deteksi gangguan metabolic lain
a. Dehidrasi
b. Gangguan keseimbangan elektrolit
Hasil penilaian yang ditemukan :
a. Kesadaran kompos mentis, suhu 39, 4 ℃ , nafas cepat, nadi cepat, dan tekanan 90/60
mmHg
b. Abdomen membuncit, agak tegang, nyeri, bising usus meningkat

2. Perencanaan dan intervensi


1. Pemeriksaan feses rutin(mencari tanda disentri dan amuba)
2. Periksa darah lengkap dan serologis (seramuba) dan elektrolit darah
3. Dekompresi abdomen: pemasangan sonde lambung dan corong dubur
4. Pemeriksaan foto abdomen dua posisi dan usg abdomen
a. Apabila foto abdomen: terjadi “toxic megacolon” pengobatan medikamentosa
atau perlu operasi
b. Apabila ditemukan dugaan perforasi: segera konsul bedah dan lakukan
persiapan prabedah

3. Penilaian ulang
1. Bila kegawatan telah diatasi, maka lakukan observasi keadaan umum
2. Tindak lanjut: apabila tidak ada perbaikan atau keadaan klinis memburuk, perlu
dievaluasi apakah perlu Tindakan pembedahan
3. Penyuluhan kepada orang tua tentang perjalanan penyakit amebiasis terutama cara
penularan amebiasis dan cara pencegahannya

PENCEGAHAN
Prinsip pencegahan pada ambesiasis adalah kebersihan perorangan dan lingkungan.
Kebersihan perorangan meliputi cuci tangan menggunakan sabun baik itu sebelum dan
sesudah makan atau pada saat melakukan hal yang lain. Kebersihan lingkungan contohnya
antara lain memasak air sampai mendidih sebelum diminum, memasak sayur sebelum
dimakan, buang air besar di jamban, tidak menggunakan tinja untuk pupuk, serta menutup
dengan baik pada makanan/hidangan agar tidak dihinggapi lalat.

PENGOBATAN
1. Obat yang bekerja pada lumen usus Golongan ini merupakan obat yang tidak
diabsorbsi dengan baik dalam usus, sehingga dapat membunuh stadium trofozoit dan
kista di dalam lumen usus. Obat-obatan tersebut antara lain:
a. Paromomisin, dengan dosis 25 - 35 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 8 jam, selama 7
hari. Obat ini diberikan hati-hati pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal
dan tidak boleh digunakan dalam jangka panjang karena bersifat toksik.
b. Diloksanid furoat, dengan dosis 500 mg, pemberian sebanyak 3 kali perhari,
selama 10 hari masa pengobatan. Efek samping yang dapat ditimbulkan adalah
mual, muntah, dan kadang diare.
c. lodoquinol, dengan dosis 650 mg, pemberian sebanyak 3 kali perhari, selama 20
hari masa pengobatan. Obat ini diberikan hati-hati pada penderita dengan
gangguan fungsi ginjal
2. Obat yang bekerja di jaringan
a. Emetin hidroklorida, dengan dosis maksimum untuk dewasa adalah 65 mg/hari,
dan 10 mg/hari untuk anak berusia dibawah 8 tahun. Lama pengobatan adalah 4-6
hari. Obat ini tidak dianjurkan bagi ibu hamil, penderita gangguan jantung dan
ginjal, serta dosis dikurangi pada pasien lanjut usia. Pemberian secara parenteral
lebih efektif daripada oral atau intramuscular, meskipun toksisitasnya relatif tinggi
pada pemberian intravena.
b. Metronidazol, dengan dosis 3 x 750 mg/hari selama 7-10 hari. Obat ini efektif
terhadap stadium trofozoit, namun tidak dapat membunuh stadium kista. Efek
samping yang dapat ditumbulkan dari obat ini adntara lain adalah mual, muntah,
dan pusing. Pemberian obat ini hendaknya dihindari pada ibu hamil trimester I.
c. Klorokuin, dengan dosis 1 gr/hari untuk dewasa selama 2 hari, kemudian 500
mg/hari selama 2-3 minggu. Obat ini dikenal memiliki toksisitas yang ringan.
Efek samping dari obat ini antara lain mual, muntah, diare, sakit kepala.

MATERI 3 PROTOZOOLOGI.RIZKY NURUL IZZAH P07134222027

GEJALA KLINIS
Masa inkubasi yang diserang Entamoeba histolytica bervariasi, dari beberapa hari sampai
bulan atau tahun. Tetapi, secara umum berkisar antara 1-4 minggu yang ditandai dengan
disentri berat, feses sedikit berdarah, nyeri dan demam, dehidrasi, toksemia, badan melemah
nampak nyata, pemeriksaan jumlah leukosit berkisar antara 7.000-20.000/mm³ dan
ditemukannya bentuk trofozoit pada feses encer penderita.
Gejala klinis yang terjadi bergantung pada lokasi invasi Entamoeba histolytica, dan dapat
dikelompokkan sebagai berikut.
9. Amebik diare, merupakan gejala yang terbanyak (50%), dengan sifat diare yang
sering, terutama berisi mukosa dan darah (jumlah feses hanya sedikit), kadang-kadang
dapat terjadi obstipasi (sembelit)
10. Amebik disentri, defekasi(BAB) sering, demam, tenesmus (ingin BAB meski baru
saja melakukannya dan feses yang keluar selama BAB hanya sedikit), feses terdiri
dari sel mukosa dan darah.
11. Amebik apendisitis, prosesnya akut/kronis, tanpa ada demam, pemberian antibiotika
tidak efektif, merupakan kontra-indikasi untuk operasi.
12. Amebik pada sekum dan kolon asendens, amebik ini menimbulkan peradangan pada
sekum dan kolon asendens.
13. Amebik granuloma, terjadi karena adanya penebalan pada dinding kolon akibat
amebiasis kronis. Biasanya terjadi di sekum sampai rektum, dan ameba ini harus
dibedakan dengan karsinoma (kanker yang muncul dari sel epitel seperti kanker
payudara,perut,kulit,etc).
14. Amebik abses, merupakan proses ekstra-intestinal (amebik hepatis) dengan gejala
nyeri pada epigastrium kanan, penderita berjalan membungkuk, ada demam, malaise,
kadang-kadang disertai ikterus.
15. Amebik kulit, menunjukkan gejala kulit tampak kemerahan, adanya ekskresi yang
berwarna cokelat kehijauan. Jika terjadi infeksi sekunder, pemeriksaan sekret akan
steril.
16. Amebiasis vagina, ada fluor albus dan ada ulkus pada labia mayora, keadaan ini harus
dibedakan dengan penyakit lues.

PENYEBARAN
Protozoa adalah makhluk hidup bersel satu yang menyerupai hewan yang memiliki sifat
mikroskopis karena ukurannya yang sangat kecil. Salah satu sifat protozoa adalah kosmopolit
yaittu sifat dimana protozoa dapat hidup di habitat manapun. Amebiasis tersebar hampir di
seluruh dunia terutama di negara berkembang yang berada di daerah tropis. Mengapa
demikian? Hal ini disebabkan karena adanya faktor kepadatan penduduk, hygiene penduduk,
sanitasi lingkungan serta kondisi sosial ekonomi dan kultural yang menunjang. Di daerah
dingin dengan keadaan sanitasi buruk, frekuensi penyakit ini setara dengan di daerah tropis.

KASUS
Seorang anak laki-laki umur 1 tahun 3 bulan, datang dengan mencret berlendir dan berdarah,
disertai demam dan tampak kesakitan pada daerah perut. Pada saat itu demam tidak tinggi
tetapi 4 hari kemudian mendadak tinggi disertai muntah dan perut kembung.
Menurut kasus diatas ada beberapa pernyataan yang harus dibahas yaitu
4. Diagnosis (identifikasi masalah dan kebutuhan)
C. Diagnosis deteksi kegawatan berdasarkan keadaan umum pasien
c. Kesadaran,pernafasan,sirkulasi
d. Tersangka terjadi keadaan akut abdomen
D. Diagnosis deteksi gangguan metabolic lain
c. Dehidrasi
d. Gangguan keseimbangan elektrolit
Hasil penilaian yang ditemukan :
c. Kesadaran kompos mentis, suhu 39, 4 ℃ , nafas cepat, nadi cepat, dan tekanan 90/60
mmHg
d. Abdomen membuncit, agak tegang, nyeri, bising usus meningkat

5. Perencanaan dan intervensi


5. Pemeriksaan feses rutin(mencari tanda disentri dan amuba)
6. Periksa darah lengkap dan serologis (seramuba) dan elektrolit darah
7. Dekompresi abdomen: pemasangan sonde lambung dan corong dubur
8. Pemeriksaan foto abdomen dua posisi dan usg abdomen
c. Apabila foto abdomen: terjadi “toxic megacolon” pengobatan medikamentosa
atau perlu operasi
d. Apabila ditemukan dugaan perforasi: segera konsul bedah dan lakukan
persiapan prabedah

6. Penilaian ulang
4. Bila kegawatan telah diatasi, maka lakukan observasi keadaan umum
5. Tindak lanjut: apabila tidak ada perbaikan atau keadaan klinis memburuk, perlu
dievaluasi apakah perlu Tindakan pembedahan
6. Penyuluhan kepada orang tua tentang perjalanan penyakit amebiasis terutama cara
penularan amebiasis dan cara pencegahannya

PENCEGAHAN
Prinsip pencegahan pada ambesiasis adalah kebersihan perorangan dan lingkungan.
Kebersihan perorangan meliputi cuci tangan menggunakan sabun baik itu sebelum dan
sesudah makan atau pada saat melakukan hal yang lain. Kebersihan lingkungan contohnya
antara lain memasak air sampai mendidih sebelum diminum, memasak sayur sebelum
dimakan, buang air besar di jamban, tidak menggunakan tinja untuk pupuk, serta menutup
dengan baik pada makanan/hidangan agar tidak dihinggapi lalat.

PENGOBATAN
3. Obat yang bekerja pada lumen usus Golongan ini merupakan obat yang tidak
diabsorbsi dengan baik dalam usus, sehingga dapat membunuh stadium trofozoit dan
kista di dalam lumen usus. Obat-obatan tersebut antara lain:
d. Paromomisin, dengan dosis 25 - 35 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 8 jam, selama 7
hari. Obat ini diberikan hati-hati pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal
dan tidak boleh digunakan dalam jangka panjang karena bersifat toksik.
e. Diloksanid furoat, dengan dosis 500 mg, pemberian sebanyak 3 kali perhari,
selama 10 hari masa pengobatan. Efek samping yang dapat ditimbulkan adalah
mual, muntah, dan kadang diare.
f. lodoquinol, dengan dosis 650 mg, pemberian sebanyak 3 kali perhari, selama 20
hari masa pengobatan. Obat ini diberikan hati-hati pada penderita dengan
gangguan fungsi ginjal
4. Obat yang bekerja di jaringan
d. Emetin hidroklorida, dengan dosis maksimum untuk dewasa adalah 65 mg/hari,
dan 10 mg/hari untuk anak berusia dibawah 8 tahun. Lama pengobatan adalah 4-6
hari. Obat ini tidak dianjurkan bagi ibu hamil, penderita gangguan jantung dan
ginjal, serta dosis dikurangi pada pasien lanjut usia. Pemberian secara parenteral
lebih efektif daripada oral atau intramuscular, meskipun toksisitasnya relatif tinggi
pada pemberian intravena.
e. Metronidazol, dengan dosis 3 x 750 mg/hari selama 7-10 hari. Obat ini efektif
terhadap stadium trofozoit, namun tidak dapat membunuh stadium kista. Efek
samping yang dapat ditumbulkan dari obat ini adntara lain adalah mual, muntah,
dan pusing. Pemberian obat ini hendaknya dihindari pada ibu hamil trimester I.
f. Klorokuin, dengan dosis 1 gr/hari untuk dewasa selama 2 hari, kemudian 500
mg/hari selama 2-3 minggu. Obat ini dikenal memiliki toksisitas yang ringan.
Efek samping dari obat ini antara lain mual, muntah, diare, sakit kepala.

GAMBAR ENTAMOEBA HISTOLYTICA


Keterangan

1. n= nucleus
menampung Sebagian besar informasi genetic sel dan mengontrol Tindakan amoeba
2. k= karyosome
kumpulan kromatin di dalam inti
3. end= endoplasma
membantu amoeba dalam melakukan berbagai fungsi fisiologis dan membantu dalam
memproduksi pseudopodia
4. ect= ektoplasma
melindungi organel di dalam tubuh amoeba, menjaga bentuk tubuh amoeba, membantu
amoeba dalam memprouksi pseudopodia
5. c= cromatin
dalam nucleus yang berbentuk vesikel, butir-butir kromatin berkumpul membentuk butiran
tunggal. Struktur inti terutama susunan kromatin dan kariosome berperan dalam
membedakan spesies dan protozoa
6. rbc= red blood cells
ciri khusus pada entamoeba histolytica

MATERI 4.ANISA DIYAH UTAMI P07134222010

-HOSPES-
HOSPES merupakan tempat parasit hidup dan berkembang termasuk reproduksi aseksual
sampai menjadi stadium infektif terhadap hospes definitifnya.

1. Hospes Definitif
Hospes tempat parasit hidup, tumbuh menjadi dewasa dan berkembang Biak secara seksual.
2. Hospes perantara
adalah Hospes tempat parasit tumbuh menjadi bentuk intektif yang siap ditularkan kepada
manusia
3. Hospes reservoir
adalah Hewan yang mengandung parasit dan merupakan sumber infeksi manusia.
4. Hospes paratenik
adalah Hewan yang mengandung stadium infektif parasit tanpa menjadi dewasa, dan
stadium infektif ini dapat ditularkan dan menjadi dewasa pada hospes definitif.

Manusia merupakan hospes delapan spesies amoeba yang hidup didalam rongga usus
besar. Semua amoeba tidak patogen dan hidup sebagai komensial pada manusia, kecuali
amoeba histolytica.

-Pengertian-
Spesies Entamoeba Histolytica adalah parasit usus golongan protozoa yang menyebabkan
Amebiasis (disentri ameba, enteritis ameba, kolitis ameba, hepatitis ameba) adalah penyakit
infeksi usus besar. Parasit ini sering ditemukan dalam usus besar manusia, primata tertentu
dan beberapa hewan lain. Penyakit ini tersebar hampir di seluruh dunia terutama di negara
sedang berkembang yang berada di daerah tropis.
 
-Epidemiologi-
Penularan umumnya terjadi karena makanan atau minuman yang tercemar oleh kista
amoeba. Kista mampu bertahan di tanah yang lembab selama 8-12 hari, di air 9-30 hari, dan
di air dingin (4°C) dapat bertahan hingga 3 bulan. Kista akan cepat rusak oleh pengeringan
dan pemanasan 50°C. Makanan dan minuman dapat terkontaminasi oleh kista melalui cara-
cara berikut ini: persediaan air yang terpolusi, tangan infected food handler yang
terkontaminasi oleh lalat dan kecoa, penggunaan pupuk tinja untuk tanaman, higiene yang
buruk (terutama di tempat- tempat dengan populasi tinggi, seperti asrama, rumah sakit,
penjara, dan lingkungan perumahan). Penularan tidak terjadi melalui bentuk trofozoit, sebab
bentuk ini akan rusak oleh asam lambung. Penularan yang berlangsung melalui hubungan
seksual biasanya terjadi di kalangan pria homoseksual.
 
-Siklus Hidup Amoeba Histolytica-
Stadium infektif yaitu dalam bentuk kista. Pada saat kista terpakan akan terjadi excystation.
Dari kista akan menjadi metakista, dari metakista menjadi metakistik protozoid. Jika dalam
bentuk Protozoid mereka bisa bergerak aktif dan melakukan invasi ke dinding usus. Dari
invasi bisa masuk ke dalam pembuluh darah sehingga ke organ-organ lain, paling sering ke
Hepar dan menyebabkan abses hepar. Atau akan invasi terus sampai nanti terjadi eksistensi
(masuk lagi ke dalam kista). Dari tropozoid-tropozoid yang menginvesti akan terbentuk lagi
kista yang nanti akan keluar lewat feses. sebenarnya yang lewat feses bukan cuma kista saja
tapi ada yang belum mengalami mengenkistasi namanya tropozoid, jika sudah mengalami
mengenkistasi namanya kista.

Anda mungkin juga menyukai