Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA ABSES HEPAR

DI RUANGAN AS-SAFI RS. IBNU SINA YW-UMI

Disusun dalam rangka memenuhi tugas stase Keperawatan Medikal Bedah II

Di susun oleh:
Meilindah Auliyah Annisa
14420212196

CI INSTITUSI CI LAHAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2022
LAPORAN PENDAHULUAN ABSES HEPAR

A. Pengertian
Abses adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan disebabkan
oleh bakteri, protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat terjadi di kulit,
gusi, tulang, dan organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak, area yang terjadi
abses berwarna merah dan menggembung, biasanya terdapat sensasi nyeri dan panas
setempat (Microsoft Encarta Reference Library, 2010).
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri,
parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang
ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim
hati (Sudoyo, 2013).
Abses pada hepar timbul sebagai infeksi sekunder yang muncul di bagian tubuh
yang lain kemudian dibawa ke hepar melalui system bilier, system vaskuler, atau
system limfatik. Organisme piogenik juga masuk ke dalam hepar melalui luka tusuk
yang mengenai hepar. Abses karena amuba dapat berasal dari gastrointestinal
kemudian masuk ke dalam hepar melalui vena porta. Abses pada hepar akan
mengganggu fungsi hepar. Selain itu, perforasi abses dapat menyebabkan isi abses
masuk ke dalam celah pleura, celah pericardial, atau celah peritoneal (Baradero,
2015).
Jadi abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh
infeksi.
B. Klasifikasi
Abses hepar dibagi atas dua secara umum berdasarkan penyebabnya, yaitu abses
hepar amoeba dan abses hepar piogenik:
1) Abses hepar amoeba
Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebgai parasit non
patogen dalam mulut dan usus, tapi hanya Enteremoeba histolytica yang dapat
menyebabkan penyakit. Hanya sebagian individu yang terinfeksi Enteremoeba
histolytica yang memberi gejala invasif, sehingga di duga ada dua jenis E.
Histolytica yaitu starin patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi strain ini
berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan lesi pada hepar.
E.histolytica di dalam feces dapat ditemukan dalam dua bentuk vegetatif atau
tropozoit dan bentuk kista yang bisa bertahan hidup di luar tuibuh manusia. Kista
dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap suasana kering dan asam.
Bentuk tropozoit akan mati dalam suasana kering dan asam. Trofozoit besar sangat
aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu
hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi
jaringan (Sudoyo, 2013).
2) Abses hepar piogenik
Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang
terbanyak adalah E.coli. Selain itu, penyebabnya juga adalah Streptococcus
faecalis, Proteus vulgaris, dan Salmonellla typhii. Dapat pula bakteri anaerob
seperti Bakteroides, Aerobakteria, Akttinomesis, dan Streptococcus anaerob. Untuk
penetapannya perlu dilakukan biakan darah, pus, empedu, dan swab secara anaerob
maupun aerob (Sudoyo, 2013).
C. Etiologi
Penyebab utama abses hepar adalah adanya infeksi bakteri pada organ hepar.
Bakteri dapat masuk ke dalam organ hepar melalui beberapa cara sebagai berikut:
(Schoonmaker, 2010).
1) Kandung kemih yang terinfeksi
2) Luka tusuk atau luka tembus
3) Infeksi di dalam perut
4) Infeksi dari bagian tubuh lainnya yang terbawa oleh aliran darah
D. Patofisiologi
Hati menerima darah dari sirkulasi sistemik dan sistem porta. Adanya infeksi dari
organ-organ lain di tubuh akan meningkatkan pemaparan hati terhadap bakteri. Tetapi
hati mempunyai sel-sel Kuppfer yang terlatak sepanjang sinusoid-sinusoidnya yang
berfungsi sebagai pembunuh bakteri, sehingga akan sulit untuk terjadi infeksi.
Ada banyak faktor yang berperan sampai dapat terjadinya abses pada hati.
1) Abses piogenik pada hepar merupakan akibat dari asending dari infeksi biliaris
2) Penyebaran hematogen lewat sistem portal
3) Septikemia generalisata yang melibatkan hepar lewat sirkulasi arteri hepatika
4) Penyebaran langsung dari infeksi organ-organ intraperitoneal
5) Penyebab lainnya, disini termasuk trauma pada hepar.
Penyakit traktus biliaris (kolangitis, kolesistitis) merupakan penyebab tersering dari
abses hepar (60 % kasus). Tersumbatnya aliran empedu menyebabkan proliferasi dari
bakteri. Penyebab tersering yang kedua adalah septikemia generalisata, diikuti oleh
appendisitis akut/perforasi dan divertikulitis.
Trauma tajam dengan penetrasi ke hepar dapat langsung memasukkan bakteri ke
parenkim hepar dan menyebabkan abses. Sedangkan trauma tumpul pada hepar dapat
meyebabkan nekrosis jaringan hepar, perdarahan intrahepatik dan keluarnya asam
empedu akibat robekan dari kanalikuli. Lesi yang terjadi pada kasus seperti ini
biasanya soliter.
Abses dapat bersifat multipel atau soliter, biasanya yang berasal dari infeksi organ
lain yang lewat aliran darah akan menjadi abses yang multipel. Lesi akan memberikan
gambaran jaringan hati yang pucat. Ukuran rongga abses biasanya bermacam-macam
dan umumnya bergabung, pada kasus-kasus yang lanjut akan tampak gambaran
“honeycomb” yang mengandung sel-sel PMN dan jaringan hati yang nekrosis.
Kebanyakan lesi akan terjadi pada lobus dekstra dari hepar (Price, 2013).
E. Pathway

F. Tanda dan Gejala


Keluhan awal yaitu demam/menggigil, nyeri abdomen, anokresia/malaise,
mual/muntah, penurunan berat badan, keringan malam, diare, demam (suhu tubuh
>38°C), hepatomegali, nyeri tekan kuadran kanan atas, ikterus, asites, serta sepsis
yang menyebabkan kematian (Cameron, 2012).
Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri
spontan perut kanan atas, yang di tandai dengan jalan membungkuk ke depan dengan
kedua tangan diletakan di atasnya. Demam/panas tinggi merupakan keluhan yang
paling utama, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan disertai
dengan keadaan syok. Apabila AHP letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi
iritasi diagfragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun
terjadi atelektesis, rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi
penurunan berat badan yang unintentional (Mansjoer, 2012).
G. Penatalaksanaan
1) Medikamentosa
Derivat nitroimidazole dapat memberantas tropozoit intestinal/ekstraintestinal
atau kista. Obat ini dapat diberikan secara oral atau intravena.
a) Secara singkat pengobatan amoebiasis hati sebagai berikut:
b) Metronidazole: 3x750 mg selama 5-10 hari dan ditambah dengan;
c) Kloroquin fosfat: 1 g/hr selama 2 hari dan diikuti 500/hr selama 20 hari,
ditambah;
d) Dehydroemetine: 1-1,5 mg/kg BB/hari intramuskular (maksimum 99 mg/hr)
selama 10 hari.
2) Tindakan aspirasi terapeutik
a) Abses yang dikhawatirkan akan pecah
b) Respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada
c) Abses di lobus kiri karena abses di sini mudah pecah ke rongga perikardium atau
peritoneum.
3) Tindakan pembedahan
Pembedahan dilakukan bila:
a) Abses disertai komplikasi infeksi sekunder.
b) Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal.
c) Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil.
d) Ruptur abses ke dalam rongga intra peritoneal/pleural/pericardial (Mansjoer,
2012).
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Julius, pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk penegakan diagnosa
abses hepar antara lain:
1) Laboratorium
Untuk mengetahui kelainan hematologi antara lain hemoglobin, leukosit, dan
pemeriksaan faal hati.
2) Foto dada
Dapat ditemukan berupa diafragma kanan, berkurangnya pergerakkan diafragma,
efusi pleura, kolaps paru dan abses paru.
3) Foto polos abdomen
Kelainan dapat berupa hepatomegali, gambaran ileus, gambaran udara bebas diatas
hati.
4) Ultrasonografi
Mendeteksi kelainan traktus bilier dan diafragma.
5) Tomografi
Melihat kelainan di daerah posterior dan superior, tetapi tidak dapat melihat
integritas diafragma.
6) Pemeriksaan serologi
Menunjukkan sensitifitas yang tinggi terhadap kuman.
7) Abdominal CT Scan
Pada abdominal CT Scan abses hepar dapat ditemukan keadaan sebagai berikut.

Gambar 4. Hasil abdominal CT Scan abses hepar


I. Komplikasi dan Prognosis
Komplikasi yang paling sering adalah berupa ruptur abses sebesar 5 – 15,6%,
perforasi abses ke berbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru, perikardium, usus,
intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah
aspirasi atau drainase (Julius, 2012).
Prognosis dari abses hepar ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu:
1) Virulensi parasit
2) Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita
3) Usia penderita, lebih buruk pada usia tua
4) Cara timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosa lebih buruk letak dan
jumlah abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau multiple. Sejak
digunakan pemberian obat seperti emetine, metronidazole, dan kloroquin,
mortalitas menurun secara tajam. Sebab kematian biasanya karena sepsis atau
sindrom hepatorenal.
J. Asuhan keperawatan
1) Anamnesis
a) Identitas pasien
Meliputi nama, jenis jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi kesehatan, golongan darah,
nomor register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
b) Riwayat penyakit sekarang
Pengumpulan data dilakukan sejak munculnya keluhan dan secara umum
mencakup awitan gejala dan bagaimana gejala tersebut berkembang.
c) Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab yang mendukung
terjadinya abses hepar seperti infeksi bakteri di dalam perut, luka tusuk yang
mengenai hepar, infeksi dari bagian tubuh lain yang terbawa oleh aliran darah.
d) Kaji keluhan pasien sekarang
Pada umumnya keluhan utama pada kasus abses hepar adalah lelah, penurunan
kemampuan aktivitas, tidak nafsu makan, mual dan muntah, nyeri perut di
bagian kanan atas, nyeri padabahu sebelah kanan, demam.
e) Riwayat penyakit keluarga
Dilakukan pengkajian pada anggota keluarga apakah pernah menderita penyakit
yang sama atau tidak.
2) Pengkajian Data Dasar
a) Aktivitas/istirahat
Menunjukkan adanya kelemahan, kelelahan, terlalu lemah, latergi, penurunan
masa otot/tonus.
b) Sirkulasi
Menunjukkan adanya gagal jantung kronis, kanker, distritmia, bunyi jantung
ekstra, distensi vena abdomen.
c) Eliminasi
Diare, keringat malam hari menunjukkan adanya flatus, distensi abdomen,
penurunan bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap pekat.
d) Makanan/cairan
Menunjukkan adanya anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat
mencerna, mual/muntah, penurunan berat badan dan peningkatan cairan, edema,
kulit kering, turgor buruk, ikterik.
e) Neurosensori
Menunjukkan adanya perubahan mental, halusinasi, koma, bicara tidak jelas.
f) Nyeri/kenyamanan
Menunjukkan adanya nyeri abdomen kuadran kanan atas, pruritas, sepsi perilaku
berhati-hati/distraksi, fokus pada diri sendiri.
g) Pernapasan
Menunjukkan adanya dispnea, takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas
tambahan, ekspansi paru terbatas, asites, hipoksia.
h) Keamanan
Menunjukkan adanya pruritas, demam, ikterik, ekimosis, patekis, angioma
spider, eritema.
i) Seksualitas
Menunjukkan adanya gangguan menstruasi, impotent, atrofi testis (Doenges,
2011).
3) Pemeriksaan fisik
a) Penurunan tonus otot g) Nyeri spontan perut kanan atas
b) Malaise h) Nampak membungkuk ke
c) Anoreksia depan dan kedua tangan,
d) Berat badan menurun tampak memegang abdomen
e) Nampak mual dan muntah saat berjalan karena nyeri
f) Nyeri abdomen pada kuadran i) Ekspresi wajah meringis
kanan atas j) Suhu tubuh meningkat
K. Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan respon tubuh terhadap infeksi dengan megeluarkan
sustansi bradikinin, serotonin dan prostaglandin
b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan intake nutrisi
c. Hipertermi berhubungan dengan respon tubuh terhadap reaksi peradangan pada
hepar
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik akibat penurunan
produksienergi.
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional
(NOC)
1. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri 1. Membantu dalam
dengan respon tubuh keperawatan selama 3x24 1. Kaji karakteristik pasien menentukan status nyeri
terhadap infeksi dengan jam nyeri berkurang atau secara PQRST pasien dan menjadi data
megeluarkan sustansi hilang dengan kriteria hasil: 2. Lakukan manajemen nyeri sesuai dasar untuk intervensi
bradikinin, serotonin dan 1. Mampu mengontrol skala nyeri misalnya pengaturan dan monitoring
prostaglandin nyeri (tahu penyebab posisi fisiologis keberhasilan intervensi
nyeri, mampu 3. Ajarkan teknik relaksasi seperti 2. Meningkatkan rasa
menggunakan teknik nafas dalam pada saat rasa nyeri nyaman dengan
nonfarmakologi untuk datang mengurangi sensasi
mengurangi nyeri) 4. Ajarkan metode distraksi tekan pada area yang
2. Melaporkan bahwa 5. Beri manajemen sentuhan sakit
nyeri berkurang dengan berupa pemijatan ringat pada 3. Hipoksemia lokal dapat
menggunakan area sekitar nyeri menyebabkan rasa nyeri
manajemen nyeri 6. Beri kompres hangat pada area dan peningkatan suplai
3. Mampu mengenali nyeri oksigen pada area nyeri
nyeri (skala, intensitas, 7. Kolaborasi dengan medis dalam dapat membantu
frekuensi dan tanda pemberian analgesik secara menurunkan rasa nyeri
nyeri) periodik 4. Pengalihan rasa nyeri
4. Menyatakan rasa dengan cara distraksi
nyaman setelah nyeri dapat meningkatkan
berkurang respon pengeluaran
5. TTV dalam batas endorphin untuk
normal(TD: 120/80, RR memutus reseptor rasa
16-20x/mnt, Nadi 80- nyeri
100x/mnt, Suhu 36,5- 5. Meningkatkan respon
37,5oC) aliran darah pada area
2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi 1. Sebagai pedoman untuk
nutrisi: kurang dari keperawatan selama 3x24 1. Observasi masukan makanan/ menetapkan kebutuhan
kebutuhan tubuh jam terjadi keseimbangan minuman dan hitung kalori nutrisi pasien sudah
berhubungan dengan pemasukan nutrisi dengan harian secara tepat tercukupi atau belum
penurunan intake nutrisi kriteria hasil: 2. Berikan perawatan mulut 2. Memberikan
1. Pemasukan nutrisi yang sebelum dan sesudah makan kenyamanan dan
adekuat 3. Berikan diet makanan tinggi menjaga kebersihan oral
2. Pasien mampu kalori dan tinggi protein hygiene
menghabiskan diet yang 4. Observasi hasil labioratorium: 3. Memenuhi kebutuhan
dihidangkan protein, albumin, globulin, Hb nutrisi klien
3. Tidak ada tanda-tanda 5. Jauhkan benda-benda yang 4. Penanda kekurangan
malnutrisi kurang enak untuk dipandang nutrisi
4. Nilai laboratorim seperti urinal, kotak drainase, 5. Mencegah pengurangan
normal (protein total 8- bebat dan pispot dari pandangan nafsu makan
8 gr%, albumin 3,5-5,4 pasien 6. Menambah selera makan
gr%, globulin 1,8-3,6 6. Sajikan makanan hangat dengan 7. Penentuan jumlah kalori
gr%, Hb tidak kurang variasi yang menarik yang memenuhi standar
dari 10 gr %), 7. Kaloborasi dengan ahli gizi
5. Membran mukosa terkait penyajian diet sesuai
lembab dan konjungtiva dengan kebutuhan pasien
tidak pucat
3. Hipertermi Setelah dilakukan Regulasi Temperatur 1. Observasi ketat
berhubungan dengan tindakan keperawatan 1. Monitor suhu sesering mungkin terhadap kenaikan suhu
respon tubuh terhadap selama 3x24 jam pasien 2. Monitor warna dan suhu kulit secara cepat
reaksi peradangan pada menunjukkan suhu 3. Monitor tekanan darah, nadi dan 2. Mengetahui tanda-tanda
hepar tubuh dalam batas RR peningkatan suhu tubuh
normal dengan kriteria 4. Catat adanya fluktuasi tekanan 3. Sebagai acuan untuk
hasil: darah mengetahui keadaan
1. Suhu tubuh dalam 5. Monitor hidrasi seperti turgor umum pasien
rentang 36,7oC – 37oC kulit dan kelembaban membran 4. Untuk mengetahui
2. Tanda-tanda vital dalam mukosa ketidakadekuatan
Batas normal (TD 120/80 6. Monitor penurunan tingkat sirkulasi darah ke
mmHg, N: 60-100 kesadaran seluruh tubuh
x/mnt, RR: 16-20x/mnt) 7. Monitor intake dan output 5. Mengetahui tanda-tanda
3. Pasien tidak mengeluh cairan dan nutrisi dehidrasi secara dini
panas 8. Tingkatkan intake cairan dan 6. Mengetahui adanya
4. Pasien tidak menggigil nutrisi tanda-tanda syok
5. Tidak ada perubahan 9. Berikan kompres hangat pada maupun
warna kulit dan tidak lipat paha dan aksila ketidakadekuatan suplai
pusing 10. Tingkatkan sirkulasi udara oksigen ke otak
11. Kolaborasi pemberian 7. Mencegah terjadinya
antipiretik dan antibiotik sesuai dehidrasi dan
indikasi kekurangan nutrisi
8. Memberikan suplai
cairan dan nutrisi yang
adekuat ke dalam tubuh
9. Mengurangi peningkatan
suhu tubuh
10. Memberikan
lingkungan yang nyaman
bagi pasien
11. Membantu
mengurangi demam dan
menurunkan suhu tubuh
4. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Activity Therapy 1. Sejauh mana klien
berhubungan dengan keperawatan selama 1x 15 1. Bantu klien untuk mampu beraktivitas
kelemahan fisik akibat menit masalah intoleransi mengidentifikasi aktifitas yang 2. Mengatahui keadaan
penurunan produksi aktifitas klien teratasi mampu dilakukan klien umum klien
energi. dengan kriteria hasil : 2. Monitor tanda-tanda vital klien 3. Untuk memenuhi
- Klien mampu berpartisipasi 3. Bantu klien dalam ADL kebutuhan klien atau
dalam aktifitas fisik tanpa 4. Dekatkan keperluan klien aktifitas klien
disertai peningktan tekanan 4. Mempermudah klien
darah, nadi dan RR untuk beraktifitas
- Mampu melakukan
aktifitas sehari-hari (ADL)
secara mandiri
Skala aktifitas 1 (dengan
alat) atau 0 (mandiri)
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Mary. 2014. Seri Asuhan Keperawatan: Klien Gangguan Hati. Jakarta: EGC.
Cameeron. 2012. Prinsip-prinsip Penyakit Dalam. Jakarta: Binarupa Aksara.
Doenges, E., Moorhouse, MF dan Geissler, A. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Mansjoer, Arief. dkk. 2012. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
NANDA. 2011. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A. 2013. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer & Bare. 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Sudoyo, Aru
W. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai