Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN ABSES HEPAR DI RUANG MAWAR


RSD dr. SOEBANDI JEMBER

oleh
Aldila Kurnia Putri, S.Kep
NIM 112311101006

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

LAPORAN PENDAHULUAN
ABSES HEPAR
Oleh Aldila Kurnia Putri, S.Kep

1. Kasus
Abses Hepar

2. Proses Terjadinya Masalah


a. Anatomi dan Fisiologi Hepar
Hepar merupakan organ berbentuk biji dalam tubuh kita dengan berat 1,5 kg
pada orang dewasa. Letaknya, terdapat pada bagian atas dalam rongga abdomen
disebelah kanan bawah diafragma. Hati secara luas dilindungi tulang iga.
Hepar terbagi atas dua lapisan utama; pertama, permukaan atas berbentuk
tembung, terletak di bawah diafragma, kedua, permukaan bawah tidak rata dan
memperhatikan lekukan fisura transfersus. Fisura longitudional memisahkan belahan
kanan dan kiri dibagian atas hati, selanjutnya hati dibagi empat belahan; lobus kanan,
lobus kiri, lobus kaudata, dan lobus quadratus.
Hati mempunyai 2 jenis peredaran darah yaitu Arteri hepatica dan Vena porta.
Vena hepatica, keluar dari aorta dan memberikan 1/5 darah dalam hati, darah ini
mempunyai kejenuhan 95-100 % masuk ke hati akan membentuk jaringan kapiler
setelah bertemu dengan kapiler Vena, akhirnya keluar sebagai Vena hepatica. Vena
porta terbentuk dari lienalis dan Vena mesentrika superior menghantarkan 4/5
darahnya ke hati, darah ini mempunyai kejenuhan 70% sebab beberapa O2 telah
diambil oleh limfe dan usus, guna darah ini membawa zat makanan ke hati yang telah
diabsorbsi oleh mukosa dan usus halus.
Hati dapat dianggap sebagai sebuah pabrik kimia yang membuat, menyimpan,
mengubah dan mengekskresikan sejumlah besar substansi yang terlibat dalam
metabolisme. Lokasi hati sangat penting dalam pelaksanaan fungsi ini karena hati

menerima darah yang kaya nutrien langsung dari traktus gastrointestinal; kemudian
hati akan menyimpan atau mentransformasikan semua nutrient ini menjadi zat-zat
kimia yang digunakan dibagian lain dalam tubuh untuk keperluan metabolik. Hati
merupakan organ yang penting khususnya dalam pengaturan metabolisme glukosa dan
protein. Hati membuat dan mengekresikan empedu yang memegang peran uatama
dalam proses pencernaan serta penyerapan lemak dalam tractus gastrointestinal. Organ
ini mengeluarkan limbah produk dari dalam aliran darah dan mensekresikannya ke
dalam empedu.
Fungsi metabolik hati terdiri dari mengubah zat makanan yang diabsorpsi dari
usus dan yang disimpan di suatu tempat dalam tubuh, dikeluarkannnya sesuai dengan
pemakaiannya dalam jaringan. Kedua yaitu mengeluarkan zat buangan dan bahan
racun untuk diekresikan dalam empedu dan urin. Ketiga yaitu menghasilkan enzim
glikogenik glukosa menjadi glikogen. Keempat yaitu sekresi empedu garam empedu
dibuat di hati di bentuk dalam system retikula endothelium dialirkan ke empedu.
Kelima yaitu pembentukan ureum, hati menerima asam amino diubah menjadi ureum
dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urin. Keenam yaitu menyimpan lemak
untuk pemecahan berakhir asam karbonat dan air. Selain itu hati juga berfungsi sebagai
penyimpan dan penyebaran berbagai bahan, termasuk glikogen, lemak, vitamin, dan
besi, vitamin A dan D yang dapat larut dalam lemak disimpan di dalam hati. Hati juga
membantu mempertahankan suhu tubuh secara luasnya organ ini dan banyaknya
kegiatan metabolisme yang berlangsung mengakibatkan darah banyak mengalir
melalui organ ini sehingga menaikkan suhu tubuh (Smeltzer, 2001).

Gambar 1. Anatomi hepar

b. Pengertian
Abses adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan
disebabkan oleh bakteri, protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat
terjadi di kulit, gusi, tulang, dan organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak, area
yang terjadi abses berwarna merah dan menggembung, biasanya terdapat sensasi nyeri
dan panas setempat (Microsoft Encarta Reference Library, 2004).
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi
bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus
di dalam parenkim hati (Sudoyo, 2006).
Abses pada hepar timbul sebagai infeksi sekunder yang muncul di bagian
tubuh yang lain kemudian dibawa ke hepar melalui system bilier, system vaskuler, atau
system limfatik. Organisme piogenik juga masuk ke dalam hepar melalui luka tusuk
yang mengenai hepar. Abses karena amuba dapat berasal dari gastrointestinal
kemudian masuk ke dalam hepar melalui vena porta. Abses pada hepar akan

mengganggu fungsi hepar. Selain itu, perforasi abses dapat menyebabkan isi abses
masuk ke dalam celah pleura, celah pericardial, atau celah peritoneal (Baradero, 2008).
Abses adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan
disebabkan oleh bakteri, protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat
terjadi di kulit, gusi, tulang, dan organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak, area
yang terjadi abses berwarna merah dan menggembung, biasanya terdapat sensasi nyeri
dan panas setempat (Microsoft Encarta Reference Library, 2004).
Jadi abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh
infeksi.

Gambar 2. Abses hepar

c. Klasifikasi
Abses hepar dibagi atas dua secara umum berdasarkan penyebabnya, yaitu
abses hepar amoeba dan abses hepar piogenik:
1) Abses hepar amoeba
Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebgai parasit non patogen
dalam mulut dan usus, tapi hanya Enteremoeba histolytica yang dapat menyebabkan
penyakit. Hanya sebagian individu yang terinfeksi Enteremoeba histolytica yang

memberi gejala invasif, sehingga di duga ada dua jenis E. Histolytica yaitu starin
patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi strain ini berbeda berdasarkan
kemampuannya menimbulkan lesi pada hepar.
E.histolytica di dalam feces dapat ditemukan dalam dua bentuk vegetatif atau
tropozoit dan bentuk kista yang bisa bertahan hidup di luar tuibuh manusia. Kista
dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap suasana kering dan asam. Bentuk
tropozoit akan mati dalam suasana kering dan asam. Trofozoit besar sangat aktif
bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu hialuronidase dan
mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi jaringan (Sudoyo,
2006).
2) Abses hepar piogenik
Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang terbanyak
adalah E.coli. Selain itu, penyebabnya juga adalah Streptococcus faecalis, Proteus
vulgaris, dan Salmonellla typhii. Dapat pula bakteri anaerob seperti Bakteroides,
Aerobakteria, Akttinomesis, dan Streptococcus anaerob. Untuk penetapannya perlu
dilakukan biakan darah, pus, empedu, dan swab secara anaerob maupun aerob
(Sudoyo, 2006).

d. Penyebab
Penyebab utama abses hepar adalah adanya infeksi bakteri pada organ hepar.
Bakteri dapat masuk ke dalam organ hepar melalui beberapa cara sebagai berikut:
(Schoonmaker, 2003)
1) Kandung kemih yang terinfeksi
2) Luka tusuk atau luka tembus
3) Infeksi di dalam perut
4) Infeksi dari bagian tubuh lainnya yang terbawa oleh aliran darah

e. Patofisiologi
Hati menerima darah dari sirkulasi sistemik dan sistem porta. Adanya infeksi
dari organ-organ lain di tubuh akan meningkatkan pemaparan hati terhadap bakteri.
Tetapi hati mempunyai sel-sel Kuppfer yang terlatak sepanjang sinusoid-sinusoidnya
yang berfungsi sebagai pembunuh bakteri, sehingga akan sulit untuk terjadi infeksi.
Ada banyak faktor yang berperan sampai dapat terjadinya abses pada hati.
1) Abses piogenik pada hepar merupakan akibat dari asending dari infeksi biliaris
2) Penyebaran hematogen lewat sistem portal
3) Septikemia generalisata yang melibatkan hepar lewat sirkulasi arteri hepatika
4) Penyebaran langsung dari infeksi organ-organ intraperitoneal
5) Penyebab lainnya, disini termasuk trauma pada hepar.
Penyakit traktus biliaris (kolangitis, kolesistitis) merupakan penyebab
tersering dari abses hepar (60 % kasus). Tersumbatnya aliran empedu menyebabkan
proliferasi dari bakteri. Penyebab tersering yang kedua adalah septikemia generalisata,
diikuti oleh appendisitis akut/perforasi dan divertikulitis.
Trauma tajam dengan penetrasi ke hepar dapat langsung memasukkan bakteri
ke parenkim hepar dan menyebabkan abses. Sedangkan trauma tumpul pada hepar
dapat meyebabkan nekrosis jaringan hepar, perdarahan intrahepatik dan keluarnya
asam empedu akibat robekan dari kanalikuli. Lesi yang terjadi pada kasus seperti ini
biasanya soliter.
Abses dapat bersifat multipel atau soliter, biasanya yang berasal dari infeksi
organ lain yang lewat aliran darah akan menjadi abses yang multipel. Lesi akan
memberikan gambaran jaringan hati yang pucat. Ukuran rongga abses biasanya
bermacam-macam dan umumnya bergabung, pada kasus-kasus yang lanjut akan
tampak gambaran honeycomb yang mengandung sel-sel PMN dan jaringan hati yang
nekrosis. Kebanyakan lesi akan terjadi pada lobus dekstra dari hepar (Price, 2006).

f. Tanda dan Gejala


Keluhan awal yaitu demam/menggigil, nyeri abdomen, anokresia/malaise,
mual/muntah, penurunan berat badan, keringan malam, diare, demam (suhu tubuh
>38C), hepatomegali, nyeri tekan kuadran kanan atas, ikterus, asites, serta sepsis yang
menyebabkan kematian (Cameron, 1997).
Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri
spontan perut kanan atas, yang di tandai dengan jalan membungkuk ke depan dengan
kedua tangan diletakan di atasnya. Demam/panas tinggi merupakan keluhan yang
paling utama, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan disertai
dengan keadaan syok. Apabila AHP letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi
diagfragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi
atelektesis, rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat
badan yang unintentional (Mansjoer, 2001).

g. Penatalaksanaan
1) Medikamentosa
Derivat nitroimidazole dapat memberantas tropozoit intestinal/ekstraintestinal atau
kista. Obat ini dapat diberikan secara oral atau intravena.
a) Secara singkat pengobatan amoebiasis hati sebagai berikut:
b) Metronidazole: 3x750 mg selama 5-10 hari dan ditambah dengan;
c) Kloroquin fosfat: 1 g/hr selama 2 hari dan diikuti 500/hr selama 20 hari,
ditambah;
d) Dehydroemetine: 1-1,5 mg/kg BB/hari intramuskular (maksimum 99 mg/hr)
selama 10 hari.
2) Tindakan aspirasi terapeutik
Indikasinya yaitu pada:
a) Abses yang dikhawatirkan akan pecah
b) Respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada.

c) Abses di lobus kiri karena abses di sini mudah pecah ke rongga perikardium
atau peritoneum.
3). Tindakan pembedahan
Pembedahan dilakukan bila:
a) Abses disertai komplikasi infeksi sekunder.
b) Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal.
c) Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil.
d) Ruptur abses ke dalam rongga intra peritoneal/pleural/pericardial (Mansjoer,
2001).

h. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Julius (1998) pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk
penegakan diagnosa abses hepar antara lain:
a) Laboratorium
Untuk mengetahui kelainan hematologi antara lain hemoglobin, leukosit, dan
pemeriksaan faal hati.
b) Foto dada
Dapat ditemukan berupa diafragma kanan, berkurangnya pergerakkan diafragma,
efusi pleura, kolaps paru dan abses paru.
c) Foto polos abdomen
Kelainan dapat berupa hepatomegali, gambaran ileus, gambaran udara bebas diatas
hati.
d) Ultrasonografi
Mendeteksi kelainan traktus bilier dan diafragma.

Gambar 3. Hasil USG Abses hepar


e) Tomografi
Melihat kelainan di daerah posterior dan superior, tetapi tidak dapat melihat
integritas diafragma.
f) Pemeriksaan serologi
Menunjukkan sensitifitas yang tinggi terhadap kuman.
g) Abdominal CT Scan
Pada abdominal CT Scan abses hepar dapat ditemukan keadaan sebagai berikut.

Gambar 4. Hasil abdominal CT Scan abses hepar

i. Komplikasi dan Prognosis


Komplikasi yang paling sering adalah berupa ruptur abses sebesar 5 15,6%,
perforasi abses ke berbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru, perikardium, usus,
intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah
aspirasi atau drainase (Julius, 1998).
Prognosis dari abses hepar ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu:
1) Virulensi parasit
2) Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita
3) Usia penderita, lebih buruk pada usia tua
4) Cara timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosa lebih buruk letak dan
jumlah abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau multiple. Sejak
digunakan pemberian obat seperti emetine, metronidazole, dan kloroquin, mortalitas
menurun secara tajam. Sebab kematian biasanya karena sepsis atau sindrom
hepatorenal.

3. a. Pohon Masalah

Infeksi kuman
4.

Masuk ke dalam
system pencernaan

Hepar

Mengalami
kerusakan jaringan
hepar
Merangsang ujung saraf
mengeluarkan
bradikinin, serotonin dan
prostaglandin

Infeksi

Peradangan /
inflamasi hepar
Rongga abses yang penuh
cairan yang berisi leukosit
mati dan hidup, sel hati yang
mencair serta bakteri

Impuls di sampaikan ke
SSP bagian korteks
serebri

Abses pada hepar


Thalamus
Nyeri

Vena porta
Sistem bilier
Sistem arterial
hepatik

Merangsang
pengeluaran sistensis
zat pirogen oleh
leukosit pada jaringan
yang meradang

Melepaskan zat IL-1,


prostaglandin E2
(pirogen leukosit dan
pirogen endogen)

Produksi energi
menurun

Metabolisme
nutrisi menurun

Mencapai
hipotalamus

Kelemahan fisik

Intake nutrisi
menurun

Reaksi peningkatan
suhu tubuh

Intoleransi
aktivitas

Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh

Hipertermi

b. Data yang Perlu Dikaji


1) Anamnesis
a) Identitas pasien
Meliputi nama, jenis jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi kesehatan,
golongan darah, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis
medis.
b) Riwayat penyakit sekarang
Pengumpulan data dilakukan sejak munculnya keluhan dan secara umum
mencakup awitan gejala dan bagaimana gejala tersebut berkembang.
c) Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab yang mendukung
terjadinya abses hepar seperti infeksi bakteri di dalam perut, luka tusuk yang
mengenai hepar, infeksi dari bagian tubuh lain yang terbawa oleh aliran darah.
d) Kaji keluhan pasien sekarang
Pada umumnya keluhan utama pada kasus abses hepar adalah lelah, penurunan
kemampuan aktivitas, tidak nafsu makan, mual dan muntah, nyeri perut di
bagian kanan atas, nyeri padabahu sebelah kanan, demam.
e) Riwayat penyakit keluarga
Dilakukan pengkajian pada anggota keluarga apakah pernah menderita
penyakit yang sama atau tidak.
2) Pengkajian Data Dasar
a) Aktivitas/istirahat
Menunjukkan adanya kelemahan, kelelahan, terlalu lemah, latergi, penurunan
masa otot/tonus.
b) Sirkulasi
Menunjukkan adanya gagal jantung kronis, kanker, distritmia, bunyi jantung
ekstra, distensi vena abdomen.
c) Eliminasi

Diare, keringat pada malam hari menunjukkan adanya flatus, distensi abdomen,
penurunan/tidak ada bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap
pekat.
d) Makanan/cairan
Menunjukkan adanya anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat
mencerna, mual/muntah, penurunan berat badan dan peningkatan cairan,
edema, kulit kering, turgor buruk, ikterik.
e) Neurosensori
Menunjukkan adanya perubahan mental, halusinasi, koma, bicara tidak jelas.
f)

Nyeri/kenyamanan
Menunjukkan adanya nyeri abdomen kuadran kanan atas, pruritas, sepsi
perilaku berhati-hati/distraksi, fokus pada diri sendiri.

g) Pernapasan
Menunjukkan adanya dispnea, takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas
tambahan, ekspansi paru terbatas, asites, hipoksia.
h) Keamanan
Menunjukkan adanya pruritas, demam, ikterik, ekimosis, patekis, angioma
spider, eritema.
i)

Seksualitas
Menunjukkan adanya gangguan menstruasi, impotent, atrofi testis (Doenges,
2000).

3) Pemeriksaan fisik
a) Penurunan tonus otot
b) Malaise
c) Anoreksia
d) Berat badan menurun
e) Nampak mual dan muntah
f) Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas
g) Nyeri spontan perut kanan atas

h) Nampak membungkuk ke depan dan kedua tangan, tampak memegang


abdomen saat berjalan karena nyeri
i) Ekspresi wajah meringis
j) Suhu tubuh meningkat

5. Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan respon tubuh terhadap infeksi dengan megeluarkan
sustansi bradikinin, serotonin dan prostaglandin
b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan intake nutrisi
c. Hipertermi berhubungan dengan respon tubuh terhadap reaksi peradangan pada
hepar
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik akibat penurunan
produksi energi (NANDA, 2011).

5. Rencana Tindakan Keperawatan


No

Diagnosa

1.

Nyeri berhubungan
dengan respon
tubuh terhadap
infeksi dengan
megeluarkan
sustansi bradikinin,
serotonin dan
prostaglandin

2.

Tujuan dan Kriteria


Hasil (NOC)
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam
nyeri berkurang atau hilang
dengan kriteria hasil:
1. Mampu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan
teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri)
2. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan manajemen
nyeri
3. Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
5. TTV dalam batas normal
(TD: 120/80, RR 1620x/mnt, Nadi 80100x/mnt, Suhu 36,537,5oC)

Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan


nutrisi: kurang dari keperawatan selama 3x24
kebutuhan tubuh
jam terjadi keseimbangan
berhubungan
pemasukan nutrisi dengan
dengan penurunan
kriteria hasil:
intake nutrisi
1. Pemasukan nutrisi yang
adekuat

Intervensi (NIC)
Manajemen Nyeri
1. Kaji karakteristik pasien secara
PQRST
2. Lakukan manajemen nyeri sesuai
skala nyeri misalnya pengaturan posisi
fisiologis
3. Ajarkan teknik relaksasi seperti nafas
dalam pada saat rasa nyeri datang
4. Ajarkan metode distraksi
5. Beri manajemen sentuhan berupa
pemijatan ringat pada area sekitar
nyeri
6. Beri kompres hangat pada area nyeri
7. Kolaborasi
dengan
pemberian
analgesik secara periodik

Manajemen Nutrisi
1. Observasi masukan makanan/
minuman dan hitung kalori harian
secara tepat
2. Berikan perawatan mulut sebelum
dan sesudah makan
3. Berikan diet makanan tinggi kalori
dan tinggi protein

Rasional
1. Membantu dalam menentukan status nyeri
pasien dan menjadi data dasar untuk intervensi
dan monitoring keberhasilan intervensi
2. Meningkatkan
rasa
nyaman
dengan
mengurangi sensasi tekan pada area yang sakit
3. Hipoksemia lokal dapat menyebabkan rasa
nyeri dan peningkatan suplai oksigen pada
area nyeri dapat membantu menurunkan rasa
nyeri
4. Pengalihan rasa nyeri dengan cara distraksi
dapat meningkatkan respon pengeluaran
endorphin untuk memutus reseptor rasa nyeri
5. Meningkatkan respon aliran darah pada area
nyeri dan merupakan salah satu metode
pengalihan perhatian
6. Meningkatkan respon aliran darah pada area
nyeri
7. Mempertahankan kadar obat dan menghindari
puncak periode nyeri

1. Sebagai pedoman untuk menetapkan


kebutuhan nutrisi pasien sudah tercukupi atau
belum
2. Memberikan kenyamanan dan menjaga
kebersihan oral hygiene
3. Memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
4. Penanda kekurangan nutrisi

No

3.

Diagnosa

Hipertermi
berhubungan
dengan respon
tubuh terhadap
reaksi peradangan
pada hepar

Tujuan dan Kriteria


Hasil (NOC)

Intervensi (NIC)

Rasional

2. Pasien mampu
menghabiskan diet yang
dihidangkan
3. Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi
4. Nilai laboratorim normal
(protein total 8-8 gr%,
albumin 3,5-5,4 gr%,
globulin 1,8-3,6 gr%, Hb
tidak kurang dari 10 gr %),
5. Membran mukosa lembab
dan konjungtiva tidak
pucat

4. Observasi hasil labioratorium:


5. Mencegah pengurangan nafsu makan
protein, albumin, globulin, Hb
6. Menambah selera makan
5. Jauhkan benda-benda yang kurang
7. Penentuan jumlah kalori dan bahan makanan
enak untuk dipandang seperti urinal,
yang memenuhi standar gizi
kotak drainase, bebat dan pispot dari
pandangan pasien
6. Sajikan makanan hangat dengan
variasi yang menarik
7. Kaloborasi dengan ahli gizi terkait
penyajian diet sesuai dengan
kebutuhan pasien

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 3x24 jam
pasien menunjukkan suhu
tubuh dalam batas normal
dengan kriteria hasil:
1. Suhu tubuh dalam rentang
36,7oC 37oC
2. Tanda-tanda vital dalam
batas normal (TD 120/80
mmHg, N: 60-100 x/mnt,
RR: 16-20x/mnt)
3. Pasien tidak mengeluh
panas
4. Pasien tidak menggigil
5. Tidak ada perubahan warna
kulit dan tidak pusing

Regulasi Temperatur
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor warna dan suhu kulit
3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
4. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
5. Monitor hidrasi seperti turgor kulit
dan kelembaban membran mukosa
6. Monitor
penurunan
tingkat
kesadaran
7. Monitor intake dan output cairan dan
nutrisi
8. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
9. Berikan kompres hangat pada lipat
paha dan aksila
10. Tingkatkan sirkulasi udara
11. Kolaborasi pemberian antipiretik
dan antibiotik sesuai indikasi

1. Observasi ketat terhadap kenaikan suhu


secara cepat
2. Mengetahui tanda-tanda peningkatan suhu
suhu
3. Sebagai acuan untuk mengetahui keadaan
umum pasien
4. Untuk mengetahui ketidakadekuatan sirkulasi
darah ke seluruh tubuh
5. Mengetahui tanda-tanda dehidrasi secara dini
6. Mengetahui adanya tanda-tanda syok maupun
ketidakadekuatan suplai oksigen ke otak
7. Mencegah
terjadinya
dehidrasi
dan
kekurangan nutrisi
8. Memberikan suplai cairan dan nutrisi yang
adekuat ke dalam tubuh
9. Mengurangi peningkatan suhu tubuh
10. Memberikan lingkungan yang nyaman bagi
pasien

No

Diagnosa

Tujuan dan Kriteria


Hasil (NOC)

Intervensi (NIC)

Rasional
11. Membantu
mengurangi
demam
dan
menurunkan suhu tubuh (Wilkinson, 2006)

6. Evaluasi
Setelah dilakukan implementasi terkait perencanaan tindakan keperawatan
(intervensi) yang telah dibuat, perlu adanya evaluasi terkait:
1. Nyeri berkurang atau hilang
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
TTV dalam batas normal (TD: 120/80, RR 16-20x/mnt, Nadi 80-100x/mnt, Suhu
36,5-37,5oC)
2. Keseimbangan pemasukan nutrisi
Pemasukan nutrisi yang adekuat
Pasien mampu menghabiskan diet yang dihidangkan
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Nilai laboratorim normal (protein total 8-8 gr%, albumin 3,5-5,4 gr%, globulin 1,83,6 gr%, Hb tidak kurang dari 10 gr %)
Membran mukosa lembab dan konjungtiva tidak pucat
3. Suhu tubuh dalam batas normal
Suhu tubuh dalam rentang 36,7oC 37oC
Tanda-tanda vital dalam batas normal (TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt,
RR: 16-20x/mnt)
Pasien tidak mengeluh panas
Pasien tidak menggigil
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak pusing

7. Discharge Planning
Selama dirawat di rumah sakit, pasien sudah dipersiapkan untuk perawatan di
rumah.

Beberapa

informasi

penyuluhan

pendidikan

yang

harus

sudah

dipersiapkan/diberikan pada keluarga pasien ini adalah:


a.

Pengertian dari penyakit abses hepar

b.

Penjelasan tentang penyebab abses hepar

c.

Manifestasi klinik yang dapat ditanggulangi/diketahui oleh keluarga

d.

Pasien dan keluarga dapat pergi ke rumah sakit/puskesmas terdekat apabila ada gejala
yang memberatkan penyakitnya

e.

Keluarga harus mendorong/memberikan dukungan pada pasien dalam menaati


program pemulihan kesehatan

DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Mary. 2008. Seri Asuhan Keperawatan: Klien Gangguan Hati. Jakarta: EGC.
Cameeron. 1995. Prinsip-prinsip Penyakit Dalam. Jakarta: Binarupa Aksara.
Doenges,

E.,

Moorhouse,

MF

dan

Geissler,

A.

2000.

Rencana

Asuhan

Keperawatan. Jakarta: EGC.


Mansjoer, Arief. dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
NANDA. 2011. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.
Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai