oleh
Aldila Kurnia Putri, S.Kep
NIM 112311101006
LAPORAN PENDAHULUAN
ABSES HEPAR
Oleh Aldila Kurnia Putri, S.Kep
1. Kasus
Abses Hepar
menerima darah yang kaya nutrien langsung dari traktus gastrointestinal; kemudian
hati akan menyimpan atau mentransformasikan semua nutrient ini menjadi zat-zat
kimia yang digunakan dibagian lain dalam tubuh untuk keperluan metabolik. Hati
merupakan organ yang penting khususnya dalam pengaturan metabolisme glukosa dan
protein. Hati membuat dan mengekresikan empedu yang memegang peran uatama
dalam proses pencernaan serta penyerapan lemak dalam tractus gastrointestinal. Organ
ini mengeluarkan limbah produk dari dalam aliran darah dan mensekresikannya ke
dalam empedu.
Fungsi metabolik hati terdiri dari mengubah zat makanan yang diabsorpsi dari
usus dan yang disimpan di suatu tempat dalam tubuh, dikeluarkannnya sesuai dengan
pemakaiannya dalam jaringan. Kedua yaitu mengeluarkan zat buangan dan bahan
racun untuk diekresikan dalam empedu dan urin. Ketiga yaitu menghasilkan enzim
glikogenik glukosa menjadi glikogen. Keempat yaitu sekresi empedu garam empedu
dibuat di hati di bentuk dalam system retikula endothelium dialirkan ke empedu.
Kelima yaitu pembentukan ureum, hati menerima asam amino diubah menjadi ureum
dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urin. Keenam yaitu menyimpan lemak
untuk pemecahan berakhir asam karbonat dan air. Selain itu hati juga berfungsi sebagai
penyimpan dan penyebaran berbagai bahan, termasuk glikogen, lemak, vitamin, dan
besi, vitamin A dan D yang dapat larut dalam lemak disimpan di dalam hati. Hati juga
membantu mempertahankan suhu tubuh secara luasnya organ ini dan banyaknya
kegiatan metabolisme yang berlangsung mengakibatkan darah banyak mengalir
melalui organ ini sehingga menaikkan suhu tubuh (Smeltzer, 2001).
b. Pengertian
Abses adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan
disebabkan oleh bakteri, protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat
terjadi di kulit, gusi, tulang, dan organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak, area
yang terjadi abses berwarna merah dan menggembung, biasanya terdapat sensasi nyeri
dan panas setempat (Microsoft Encarta Reference Library, 2004).
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi
bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem
gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus
di dalam parenkim hati (Sudoyo, 2006).
Abses pada hepar timbul sebagai infeksi sekunder yang muncul di bagian
tubuh yang lain kemudian dibawa ke hepar melalui system bilier, system vaskuler, atau
system limfatik. Organisme piogenik juga masuk ke dalam hepar melalui luka tusuk
yang mengenai hepar. Abses karena amuba dapat berasal dari gastrointestinal
kemudian masuk ke dalam hepar melalui vena porta. Abses pada hepar akan
mengganggu fungsi hepar. Selain itu, perforasi abses dapat menyebabkan isi abses
masuk ke dalam celah pleura, celah pericardial, atau celah peritoneal (Baradero, 2008).
Abses adalah pengumpulan cairan nanah tebal, berwarna kekuningan
disebabkan oleh bakteri, protozoa atau invasi jamur kejaringan tubuh. Abses dapat
terjadi di kulit, gusi, tulang, dan organ tubuh seperti hati, paru-paru, bahkan otak, area
yang terjadi abses berwarna merah dan menggembung, biasanya terdapat sensasi nyeri
dan panas setempat (Microsoft Encarta Reference Library, 2004).
Jadi abses hepar adalah rongga berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh
infeksi.
c. Klasifikasi
Abses hepar dibagi atas dua secara umum berdasarkan penyebabnya, yaitu
abses hepar amoeba dan abses hepar piogenik:
1) Abses hepar amoeba
Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebgai parasit non patogen
dalam mulut dan usus, tapi hanya Enteremoeba histolytica yang dapat menyebabkan
penyakit. Hanya sebagian individu yang terinfeksi Enteremoeba histolytica yang
memberi gejala invasif, sehingga di duga ada dua jenis E. Histolytica yaitu starin
patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi strain ini berbeda berdasarkan
kemampuannya menimbulkan lesi pada hepar.
E.histolytica di dalam feces dapat ditemukan dalam dua bentuk vegetatif atau
tropozoit dan bentuk kista yang bisa bertahan hidup di luar tuibuh manusia. Kista
dewasa berukuran 10-20 mikron, resisten terhadap suasana kering dan asam. Bentuk
tropozoit akan mati dalam suasana kering dan asam. Trofozoit besar sangat aktif
bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease yaitu hialuronidase dan
mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan destruksi jaringan (Sudoyo,
2006).
2) Abses hepar piogenik
Infeksi terutama disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang terbanyak
adalah E.coli. Selain itu, penyebabnya juga adalah Streptococcus faecalis, Proteus
vulgaris, dan Salmonellla typhii. Dapat pula bakteri anaerob seperti Bakteroides,
Aerobakteria, Akttinomesis, dan Streptococcus anaerob. Untuk penetapannya perlu
dilakukan biakan darah, pus, empedu, dan swab secara anaerob maupun aerob
(Sudoyo, 2006).
d. Penyebab
Penyebab utama abses hepar adalah adanya infeksi bakteri pada organ hepar.
Bakteri dapat masuk ke dalam organ hepar melalui beberapa cara sebagai berikut:
(Schoonmaker, 2003)
1) Kandung kemih yang terinfeksi
2) Luka tusuk atau luka tembus
3) Infeksi di dalam perut
4) Infeksi dari bagian tubuh lainnya yang terbawa oleh aliran darah
e. Patofisiologi
Hati menerima darah dari sirkulasi sistemik dan sistem porta. Adanya infeksi
dari organ-organ lain di tubuh akan meningkatkan pemaparan hati terhadap bakteri.
Tetapi hati mempunyai sel-sel Kuppfer yang terlatak sepanjang sinusoid-sinusoidnya
yang berfungsi sebagai pembunuh bakteri, sehingga akan sulit untuk terjadi infeksi.
Ada banyak faktor yang berperan sampai dapat terjadinya abses pada hati.
1) Abses piogenik pada hepar merupakan akibat dari asending dari infeksi biliaris
2) Penyebaran hematogen lewat sistem portal
3) Septikemia generalisata yang melibatkan hepar lewat sirkulasi arteri hepatika
4) Penyebaran langsung dari infeksi organ-organ intraperitoneal
5) Penyebab lainnya, disini termasuk trauma pada hepar.
Penyakit traktus biliaris (kolangitis, kolesistitis) merupakan penyebab
tersering dari abses hepar (60 % kasus). Tersumbatnya aliran empedu menyebabkan
proliferasi dari bakteri. Penyebab tersering yang kedua adalah septikemia generalisata,
diikuti oleh appendisitis akut/perforasi dan divertikulitis.
Trauma tajam dengan penetrasi ke hepar dapat langsung memasukkan bakteri
ke parenkim hepar dan menyebabkan abses. Sedangkan trauma tumpul pada hepar
dapat meyebabkan nekrosis jaringan hepar, perdarahan intrahepatik dan keluarnya
asam empedu akibat robekan dari kanalikuli. Lesi yang terjadi pada kasus seperti ini
biasanya soliter.
Abses dapat bersifat multipel atau soliter, biasanya yang berasal dari infeksi
organ lain yang lewat aliran darah akan menjadi abses yang multipel. Lesi akan
memberikan gambaran jaringan hati yang pucat. Ukuran rongga abses biasanya
bermacam-macam dan umumnya bergabung, pada kasus-kasus yang lanjut akan
tampak gambaran honeycomb yang mengandung sel-sel PMN dan jaringan hati yang
nekrosis. Kebanyakan lesi akan terjadi pada lobus dekstra dari hepar (Price, 2006).
g. Penatalaksanaan
1) Medikamentosa
Derivat nitroimidazole dapat memberantas tropozoit intestinal/ekstraintestinal atau
kista. Obat ini dapat diberikan secara oral atau intravena.
a) Secara singkat pengobatan amoebiasis hati sebagai berikut:
b) Metronidazole: 3x750 mg selama 5-10 hari dan ditambah dengan;
c) Kloroquin fosfat: 1 g/hr selama 2 hari dan diikuti 500/hr selama 20 hari,
ditambah;
d) Dehydroemetine: 1-1,5 mg/kg BB/hari intramuskular (maksimum 99 mg/hr)
selama 10 hari.
2) Tindakan aspirasi terapeutik
Indikasinya yaitu pada:
a) Abses yang dikhawatirkan akan pecah
b) Respon terhadap medikamentosa setelah 5 hari tidak ada.
c) Abses di lobus kiri karena abses di sini mudah pecah ke rongga perikardium
atau peritoneum.
3). Tindakan pembedahan
Pembedahan dilakukan bila:
a) Abses disertai komplikasi infeksi sekunder.
b) Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang interkostal.
c) Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil.
d) Ruptur abses ke dalam rongga intra peritoneal/pleural/pericardial (Mansjoer,
2001).
h. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Julius (1998) pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk
penegakan diagnosa abses hepar antara lain:
a) Laboratorium
Untuk mengetahui kelainan hematologi antara lain hemoglobin, leukosit, dan
pemeriksaan faal hati.
b) Foto dada
Dapat ditemukan berupa diafragma kanan, berkurangnya pergerakkan diafragma,
efusi pleura, kolaps paru dan abses paru.
c) Foto polos abdomen
Kelainan dapat berupa hepatomegali, gambaran ileus, gambaran udara bebas diatas
hati.
d) Ultrasonografi
Mendeteksi kelainan traktus bilier dan diafragma.
3. a. Pohon Masalah
Infeksi kuman
4.
Masuk ke dalam
system pencernaan
Hepar
Mengalami
kerusakan jaringan
hepar
Merangsang ujung saraf
mengeluarkan
bradikinin, serotonin dan
prostaglandin
Infeksi
Peradangan /
inflamasi hepar
Rongga abses yang penuh
cairan yang berisi leukosit
mati dan hidup, sel hati yang
mencair serta bakteri
Impuls di sampaikan ke
SSP bagian korteks
serebri
Vena porta
Sistem bilier
Sistem arterial
hepatik
Merangsang
pengeluaran sistensis
zat pirogen oleh
leukosit pada jaringan
yang meradang
Produksi energi
menurun
Metabolisme
nutrisi menurun
Mencapai
hipotalamus
Kelemahan fisik
Intake nutrisi
menurun
Reaksi peningkatan
suhu tubuh
Intoleransi
aktivitas
Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
Hipertermi
Diare, keringat pada malam hari menunjukkan adanya flatus, distensi abdomen,
penurunan/tidak ada bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap
pekat.
d) Makanan/cairan
Menunjukkan adanya anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat
mencerna, mual/muntah, penurunan berat badan dan peningkatan cairan,
edema, kulit kering, turgor buruk, ikterik.
e) Neurosensori
Menunjukkan adanya perubahan mental, halusinasi, koma, bicara tidak jelas.
f)
Nyeri/kenyamanan
Menunjukkan adanya nyeri abdomen kuadran kanan atas, pruritas, sepsi
perilaku berhati-hati/distraksi, fokus pada diri sendiri.
g) Pernapasan
Menunjukkan adanya dispnea, takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas
tambahan, ekspansi paru terbatas, asites, hipoksia.
h) Keamanan
Menunjukkan adanya pruritas, demam, ikterik, ekimosis, patekis, angioma
spider, eritema.
i)
Seksualitas
Menunjukkan adanya gangguan menstruasi, impotent, atrofi testis (Doenges,
2000).
3) Pemeriksaan fisik
a) Penurunan tonus otot
b) Malaise
c) Anoreksia
d) Berat badan menurun
e) Nampak mual dan muntah
f) Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas
g) Nyeri spontan perut kanan atas
5. Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan respon tubuh terhadap infeksi dengan megeluarkan
sustansi bradikinin, serotonin dan prostaglandin
b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan intake nutrisi
c. Hipertermi berhubungan dengan respon tubuh terhadap reaksi peradangan pada
hepar
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik akibat penurunan
produksi energi (NANDA, 2011).
Diagnosa
1.
Nyeri berhubungan
dengan respon
tubuh terhadap
infeksi dengan
megeluarkan
sustansi bradikinin,
serotonin dan
prostaglandin
2.
Intervensi (NIC)
Manajemen Nyeri
1. Kaji karakteristik pasien secara
PQRST
2. Lakukan manajemen nyeri sesuai
skala nyeri misalnya pengaturan posisi
fisiologis
3. Ajarkan teknik relaksasi seperti nafas
dalam pada saat rasa nyeri datang
4. Ajarkan metode distraksi
5. Beri manajemen sentuhan berupa
pemijatan ringat pada area sekitar
nyeri
6. Beri kompres hangat pada area nyeri
7. Kolaborasi
dengan
pemberian
analgesik secara periodik
Manajemen Nutrisi
1. Observasi masukan makanan/
minuman dan hitung kalori harian
secara tepat
2. Berikan perawatan mulut sebelum
dan sesudah makan
3. Berikan diet makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
Rasional
1. Membantu dalam menentukan status nyeri
pasien dan menjadi data dasar untuk intervensi
dan monitoring keberhasilan intervensi
2. Meningkatkan
rasa
nyaman
dengan
mengurangi sensasi tekan pada area yang sakit
3. Hipoksemia lokal dapat menyebabkan rasa
nyeri dan peningkatan suplai oksigen pada
area nyeri dapat membantu menurunkan rasa
nyeri
4. Pengalihan rasa nyeri dengan cara distraksi
dapat meningkatkan respon pengeluaran
endorphin untuk memutus reseptor rasa nyeri
5. Meningkatkan respon aliran darah pada area
nyeri dan merupakan salah satu metode
pengalihan perhatian
6. Meningkatkan respon aliran darah pada area
nyeri
7. Mempertahankan kadar obat dan menghindari
puncak periode nyeri
No
3.
Diagnosa
Hipertermi
berhubungan
dengan respon
tubuh terhadap
reaksi peradangan
pada hepar
Intervensi (NIC)
Rasional
2. Pasien mampu
menghabiskan diet yang
dihidangkan
3. Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi
4. Nilai laboratorim normal
(protein total 8-8 gr%,
albumin 3,5-5,4 gr%,
globulin 1,8-3,6 gr%, Hb
tidak kurang dari 10 gr %),
5. Membran mukosa lembab
dan konjungtiva tidak
pucat
Regulasi Temperatur
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor warna dan suhu kulit
3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
4. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
5. Monitor hidrasi seperti turgor kulit
dan kelembaban membran mukosa
6. Monitor
penurunan
tingkat
kesadaran
7. Monitor intake dan output cairan dan
nutrisi
8. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
9. Berikan kompres hangat pada lipat
paha dan aksila
10. Tingkatkan sirkulasi udara
11. Kolaborasi pemberian antipiretik
dan antibiotik sesuai indikasi
No
Diagnosa
Intervensi (NIC)
Rasional
11. Membantu
mengurangi
demam
dan
menurunkan suhu tubuh (Wilkinson, 2006)
6. Evaluasi
Setelah dilakukan implementasi terkait perencanaan tindakan keperawatan
(intervensi) yang telah dibuat, perlu adanya evaluasi terkait:
1. Nyeri berkurang atau hilang
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
TTV dalam batas normal (TD: 120/80, RR 16-20x/mnt, Nadi 80-100x/mnt, Suhu
36,5-37,5oC)
2. Keseimbangan pemasukan nutrisi
Pemasukan nutrisi yang adekuat
Pasien mampu menghabiskan diet yang dihidangkan
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Nilai laboratorim normal (protein total 8-8 gr%, albumin 3,5-5,4 gr%, globulin 1,83,6 gr%, Hb tidak kurang dari 10 gr %)
Membran mukosa lembab dan konjungtiva tidak pucat
3. Suhu tubuh dalam batas normal
Suhu tubuh dalam rentang 36,7oC 37oC
Tanda-tanda vital dalam batas normal (TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt,
RR: 16-20x/mnt)
Pasien tidak mengeluh panas
Pasien tidak menggigil
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak pusing
7. Discharge Planning
Selama dirawat di rumah sakit, pasien sudah dipersiapkan untuk perawatan di
rumah.
Beberapa
informasi
penyuluhan
pendidikan
yang
harus
sudah
b.
c.
d.
Pasien dan keluarga dapat pergi ke rumah sakit/puskesmas terdekat apabila ada gejala
yang memberatkan penyakitnya
e.
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, Mary. 2008. Seri Asuhan Keperawatan: Klien Gangguan Hati. Jakarta: EGC.
Cameeron. 1995. Prinsip-prinsip Penyakit Dalam. Jakarta: Binarupa Aksara.
Doenges,
E.,
Moorhouse,
MF
dan
Geissler,
A.
2000.
Rencana
Asuhan