Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN ASITES

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Defenisi
Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga
peritoneum. Pada dasarnya penimbunana cairan di peritonium dapat
terjadi melalui 2 mekanisme dasar yakni transudasi (contoh : sirosis hati
dan hipertensi) dan eksudasi. (Sudoyo Aru, dkk. 2009:29)

2. Etiologi
Menurut teori underfilling : Hipertensi porta, Hipoalbuminemia yang
mengkibatkan volume cairan plasma menurun.
Menurut teori overfilling ; peningkatan aktivitas hormon anti-diuretik
(ADH) dan penurunan aktivitas hormone natriutik mengakibatkan
ekspansi cairan plasma dan reabsorpsi air di ginjal. (Sudoyo Aru, dkk.
2009:29)

3. Manifestasi Klinis
1. Perut membuncit seperti perut katak
2. Umbilicus seolah bergerak kearah kaudal mendekati simpisis os
pubis
3. Pada perkusi, pekak samping meningkat dan terjadi shifting dullness
Gejala-gejala (symptoms) asites antara lain :
1. Kehilangan selera/nafsu makan (anorexia)
2. Merasa mudah kenyang (early satiety)
3. Mual (nausea)
4. Nafas pendek/sesak nafas (shortness of breath)
5. Nyeri perut (abdominal pain)
6. Nyeri ulu hati atau sensasi terbakar/nyeri di dada, pyrosis
(heartburn)
7. Pembengkakan kaki (leg swelling)

KEPANITERAAN KLINIK NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


8. Peningkatan berar badan (weight gain)
9. Sesak napas saat berbaring (orthopnea)
10. Ukura perut membesar (increased abdominal girth)
Tanda-tanda (signs) asites :
1. Shifting dullness atau flank dullness
2. Fluid thrill
3. Fluid wave
4. Puddle sign
Penemuan fisik (physical findings)
1. Demam (fever)
2. Distensi perut (abdominal distenstion)
3. Distensi vena jugularis (jugular venous distention)
4. Ensefalopati (encephalopathy)
5. Hernia umbilikalis (umbilical hernia)
6. Kulit kekuningan, ikterus (jaundice)
7. Pembengkakan penis dan skrotum (penile and scrotal edema)
8. Pembesaran hati/hepar (hepatomegaly)
9. Pembesaran limpa/lien (splenomegaly)
10. Perdarahan sistem pencernaan (gastrointestinal bleeding)
11. Perut membesar (bulging flanks) ( Huda, Amin Nurarif & Kusuma,
Hardhi. 2015 : 61-62)

4. Patofisiologi
Sirosis (pembentukan jaringan parut) di hati akan menyebabkan
vasokonstriksi dan fibrotisasi sinusoid. Akibatnya terjadi peningkatan
resistensi sistem porta yang berujung kepada hipertensi porta. Hipertensi
porta ini dibarengi dengan vasodilatasi splanchnic bed (pembuluh darah
splanknik) akibat adanya vasodilator endogen (seperti NO, calcitone
gene related peptide, endotelin dll). Dengan adanya vasodilatasi
splanchnic bed tersebut, maka akan menyebabkan peningkatan aliran
darah yang justru akan membuat hipertensi porta menjadi semakin

KEPANITERAAN KLINIK NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


menetap. Hipertensi porta tersebut akan meningkatkan tekanan
transudasi terutama di daerah sinusoid dan kapiler usus. Transudat akan
terkumpul di rongga peritoneum dan selanjutnya menyebabkan asites.
Selain menyebabkan vasodilatasi splanchnic bed, vasodilator
endogen juga akan mempengaruhi sirkulasi arterial sistemik sehingga
terjadi vasodilatasi perifer dan penurunan volume efektif darah
(underfilling relatif) arteri. Sebagai respons terhadap perubahan ini,
tubuh akan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik dan sumbu
sistem renin-angiotensin-aldosteron serta arginin vasopressin. Semuanya
itu akan meningkatkan reabsorbsi/penarikan garam (Na) dari ginjal dan
diikuti dengan reabsorpsi air (H20) sehingga menyebabkan semakin
banyak cairan yang terkumpul di rongga tubuh

5. Klasifikasi Penyakit
Asites Tanpa Komplikasi
Asites yang tidak terinfeksi dan yang tidak terkait dengan
pengembangan sindrom hepatorenal. Asites dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
 Grade 1 ( mild ), asites hanya terdeteksi melalui pemeriksaan USG
 Grade 2 ( moderate ), asites menyebabkan simetrikal moderate distensi
abdomen
 Grade 3 ( large ), asites yang ditandai dengan adanya distensi abdomen.
Table 1. Tingkatan asites dan pilihan terapi

Tingkatan Definisi Terapi


asites

Tingkat 1 Asites yang ringan Tanpa terapi


hanya dapat dideteksi
dengan USG

KEPANITERAAN KLINIK NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


Tingkat 2 Asites yang sedang Restriksi
terbukti dengan masukan
distensi abdomen yang sodium dan
simetrikal diuretic

Tingkat 3 Asites dalam jumlah Dilakukan


besasr ditandai dengan parasentesis diikuti
distensi abdomen dengan restriksi
masukan sodium
dan diuretik

Journal of Hepatology 2010 vol. 53

Asites Refrakter

Asites yang tidak dapat dimobilisasi atau yang kambuh lebih


awal (yaitu, setelah terapi parasentesis) yang tidak dapat dicegah
dengan terapi medis. Asites refrakter terdiri dari dua subkelompok yang
berbeda, yaitu :

Tabel 2. Definisi dan criteria diagnostic untuk asites refrakter pada


sirosis

Diuretic-resistant ascites Asites yang tidak dapat dimobilisasi


atau kekambuhan yang terjadi lebih
awal yang tidak dapat dicegah karena
kurang nya respon terhadap retriksi
sodium dan terapi diuretic

Diuretic-intactable Asites yang tidak dapat dimobilisasi


ascites atau kekambuhan yang terjadi lebih
awal yang tidak dapat dicegah karena
komplikasi dari diuretics-induced
yang mana menghindari penggunaan

KEPANITERAAN KLINIK NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


dosis diuretic yang efektif

Requisites

1. Durasi terapi Pasien harus menjalani terapi diuretic


yang intensif (spironolacton 400
mg/hari dan furosemide 160 mg/hari)
selama paling kurang 1 minggu dan
diet rendah garam 90 mmol/hari

2. Respon yang kurang Kehilangan berat badan <0,8 kg lebih


dari 4 hari dan output urin kurang dari
intake

3. Kekambuhan yang lebih Kekambuhan berulang dari tingkat 2


cepat dan 3 asites tak lebih dari 4 minggu
mobilisasi yang pertama

4. Diuretic-induced 1. Diuretic-induced ensefalopathy


complication hepatic mmerupakan perkembangan
ensefalopathy tanpa factor yang
mempengaruhi.
2. Diuretic-induced kerusakan ginjal
merupakan peningkatan dari
creatinine serum > 100% menjadi >2
mg/dl pada pasien dengan asites yang
berespon terhadap pengobatan
3. Diuretic-induced hiponatremia
digambarkan dengan penurunan
serum sodium > 10 mmol/L menjadi
<125 mmol/L
4. Diuretic-induced hipo-hiperkalemia
digambarkan sebagai perubahan

KEPANITERAAN KLINIK NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


serum potassium menjadi <3 mmol/L
atau >6 mmol/L
Modified with permission from Moore KP, Wong F, Gines P, et. Al. The
Management of ascites in cirrhosis : report on consensus conference of
the International Ascites Club.

Journal of Hepatology 2010 Vol 53

Gradien albumin serum-asites berkolerasi secara langsung dengan


tekanan portal, dimana pasien dengan gradien lebih besar dari atau sama
dengan 1,1 g/dL dapat memiliki suatu hipertensi portal (asites
transudatif) dan pasien dengan gradien kurang dari 1,1 g/dL (asites
eksudatif). Konsentrasi protein total dari cairan asites dan aktivitas LDH
secara umum digunakan untuk mengklasifikasi cairan asites apakah
eksudat atau transudat. Lihat tabel di atas dengan klasifikasi dari tipe
asites bergantung pada kadar dari gradien albumin serum-asites.
Asites dapat dibedakan berdasar berbagai kondisi penyakit yang
mendasarinya, hal tersebut dapat diperhatikan pada tabel di bawah ini :

KEPANITERAAN KLINIK NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


Sumber : Harrison Manual Kedokteran jilid 1 hal:335

6. Pemeriksaaan Penunjang

1. Foto thorax dan abdomen


a. Kenaikan diafragma dengan atau tanpa efusi pleura simphatetik
(hepatic hydrothorax) terlihat pada asites masif. Jika terdapat lebih
dari 500 ml cairan asites harus dilakukan pemeriksaan BNO.

KEPANITERAAN KLINIK NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


b. Tanda-tanda beberapa tanda asites nonspesifik seperti gambar
abdomen buram, penonjolan panggul, batas PSOAS kabur,
ketajaman gambar intraabdomen berkurang. Peningkatan kepadatan
pada foto tegak, terpisahnya gambar lengkung usus halus, dan
terkumpulnya gas di usus halus.
c. Tanda-tanda berikut lebih spesifik dan dapat dipercaya. Pada 80%
pasien asites, tepi lateral hati diganti oleh dinding thorax abdomen
(Hellmer sign).
Obliterasi sudut hepatik terlihat pada 80% orang sehat. Pada pelvic
penumpukan cairan pada kantung rektovesika dan dapat meluap ke
fossa paravesika. Adanya cairan memberikan gambaran kepadatan
yang simetris pada kedua sisi kantung vesika urinaria yang di sebut
”dog’s ear” atau ”mickey mouse” appearance. Pergeseran sekum dan
kolon ascenden kearah tengah dan pergeseran, dan pergeseran garis
lemak properitoneal kelateral terlihat pada 90% dengan asites yang
signifikan.
2. USG
a. Real-time sonografi adalah pemeriksaan cairan asites yang paling
mudah dan spesifik. Volume sebesar 5-10 ml dapat dapat terlihat.
Asites yang sederhana terlihat sepertigambar yang homogen, mudah
berpindah, anechoic di dalam rongga peritoneal yang akan
menyebabkan terjadinya peningkatan akustik. Cairan asites tidak
akan menggeser organ, tetapi cairan akan berada diantara organ-organ
tersebut. Akan terlihat jelas batas organ, dan terbentuk sudut pada
perbatasan antara cairan dan organ-organ tersebut. Jumlah cairan
minimal akan terkumpul pada kantung morison dan mengelilingi hsti
membentuk gsmbar karakteristik polisiklik, ”lollipop” atau arcuate
appearance di karenakan cairan tersebut tersusn secara vertikal pada
sisi mesenterium.
b. Gambar sonographic tertentu menunjukan adanya asites yang
terinfeksi, inflamasi, atau adanya keganasan. Gambar tersebut

KEPANITERAAN KLINIK NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


meliputi echoes internal kasar (darah), echoes internal halus (chyle),
septal multiple (peritonitis tuberkulosa, pseudomyxoma, peritonei),
distribusi cairan terlokalisir atau atipik, gumpalan lengkung usus, dan
penebalan batas antara cairan dan organ yang berdekatan.
c. Pada asites maligna lengkung usus tidak dapat mengapung secara
bebas, tetapi tertambat pada dinding posterior abdomen, melekat pada
hati atau oargan lainnya atau lengkung usus tersebut dikelilingi oleh
cairan yang terlokalisir.
d. Kebanyakan pasien (95%) dengan keganasan peritonotis
mempunyai ketebalan dinding empedu kurang dari 3mm. Penebalan
kantung empedu berhubungan dengan asites jinak pada 82 % kasus.
Penebalan kantung empedu secara umum akibat sirosis dan HT portal.
3. CT-Scan
a. Asites terlihat jelas dengan pemeriksaan CT-Scan. Sedikit cairan
asites terdapat pada ruang periheoatik kanan, ruang subhepatik
posterior (kantung morison), dan kantung douglas. Bebarapa gambar
pada CT-Scan menunjukkan adanya neoplasia, hepatik, adrenal,
splenik, atau lesi kelenjar limfe berhubungan dengan adanya massa
yang berasal dari usus, ovarium, atau pankreas, yang menunjukkan
adanya asites maligna.
b. Pada pasien dengan asites maligna kumpulan cairan terdapat pada
ruang yang lebih besar dan lebih kecil, sementara pada pasien dengan
asites benign cairan terutama terdapat pada ruang yang lebih besar dan
tidak pada bursa omental yang lebih kecil.
4. Pemeriksaan Lain
a. Laparoskopi dilakukan jika terdapat asites maligna.
Pemeriksaan ini penting untuk mendiagnosa adanya mesothelioma
maligna.
b. Parasentesis abdomen
Parasentesis abdomen adalah pemeriksaan yang paling cepat dan
efektif untuk mendiagnosa penyebab asites.

KEPANITERAAN KLINIK NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


c. Transjugular intrahepatik portacaval shunt (TIPS)
Metode ini dilakukan dengan cara memasang paracarval shunt dari
sisi kesisi melalui radiologis dibawah anestesi lokal. Metode ini sering
digunakan untuk asites yang berulang.
7. Penalaksanaan
1. Nutrisi
Membatasi pemasukan sodium (garam) makanan kurang dari 2 gram
per hari. Konsultasi dengan ahli nutrisi dalam rangka pembatasan
garam harian dapat sangat bermanfaat untuk pasien-pasien dengan
asites
2. Diuretik
Pemberian diuretik dapat meningkatkan ekskresi air dan garam dari
ginjal. Regimen diuretik yang direkomendasikan kombinasi dari
spironolactone (aldactone) dan furosemide (Lasix). Dosis tunggal
harian dari 100 miligram spironolactone dan 40 miligram furosemide
adalah dosis awal yang biasanya direkomendasikan. Ini dapat
ditingkatkan secara berangsur-angsur untuk memperoleh respon yang
tepat pada dosis maksimum 400 miligram spironolactone dan 160
miligram furosemide, sepanjang pasien dapat mentolerir peningkatan
dosis tanpa efek samping.
3. Therapeutic paracentesis
Untuk pasien-pasien yang tidak merespon dengan baik pada regimen
diatas, therapeutic paracentesis dapat dilakukan untuk mengeluarkan
jumlah cairan yang banyak. Sekitar 4 sampai 5 liter dari cairan dapat
dikeluarkan secara aman dengan prosedur ini setiap waktu. Untuk
pasien-pasien dengan malignant ascites, prosedur ini mungkin juga
adalah lebih efektif daripada penggunaan diuretik.
4. Operatif
Untuk kasus yang lebih berat, prosedur operasi mungkin perlu untuk
mengontrol ascites. Transjugular intrahepatic portosystemic shunts
(TIPS) adalah prosedur yang dilakukan melalui internal jugular vein

KEPANITERAAN KLINIK NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


dibawah pembiusan lokal oleh interventional radiologist. Shunt
ditempatkan diantara portal venous system dan systemic venous
system sehingga mengurangi tekanan portal. Prosedur ini dicadangkan
untuk pasien yang menpunyai respon yang minimal pada perawatan
medis agresif.
5. Transplantasi hati
Transpalantasi hati melibatkan proses yang sangat sulit dan
berkepanjangan dan ia memerlukan pengamatan dan manajemen yang
sangat ketat oleh spesialis trnasplantasi. (Nurarif .A.H. dan Kusuma.
H. 2015:62-63)

KEPANITERAAN KLINIK NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan

a. Identitas
Umur, nama, jenis kelamin, alamat, pekerjaan
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama : sulit untuk bernapas (sesak) dan sulit
beraktivitas
2) Penyakit sekarang : bagian perut membesar, mual, muntah,
sesak napas, sulit beraktivitas, lemah, nyeri
3) Penyakit dahulu : pernah ada menderita penyakit yang sama
4) Penyakit keluarga : adanya angota keluarga yang pernah
mengalami penyakit yang sama
c. Pemeriksaan fisik
1) System pernapasan : sesak, epistaksia, napas dangkal,
pergerakan dinding dada, perkusi, auskultasi suara napas, nyeri
dada
2) System kardiovaskuler : terjadi kegagalan sirkulasi, nadi
bias cepat/lambat, penurunan tekanan darah
3) System integument : kulit tampak ikterik, tugor kulit
kembali >3 detik, kulit teraba agak kering, kulit diperut
menjadi kelihatan agak tipis
4) System perkemihan : produksi urine bias menurun,
kadang-kadang bias kurang dari 30 ͨ ͨ/jam

2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d deformitas dinding dada (diafragma
menekan paru), ekspansi paru menurun
2. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi, ganguan
absorbs dan metabolisme (penurunan perfusi ginjal)

KEPANITERAAN KLINIK NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


3. Nyeri akut b.d pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi hati
dan bendungan vena porta
4. Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal b.d nekrosis dijaringan,
penurunan sirkulasi darah ke ginjal. (Huda, Amin Nurarif & Kusuma,
Hardhi. 2015 : 63)

3. Intervensi Keperawatan

N DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI


O KEPERAWATAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN

1 Ketidakefektifan N NOC NIC


Pola Nafas o Respiratory status : Airway Management
Defenisi : Pertukaran Ventilation o Buka jalan nafas, guanakan
udara inspirasi o Respiratory status : teknik chin lift atau jaw thrust
dan/atau ekspirasi Airway patency bila perlu
tidak adekuat o Vital sign Status o Posisikan pasien untuk
Batasan Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
karakteristik : o Mendemonstrasikan o Identifikasi pasien perlunya
o Penurunan tekanan batuk efektif dan suara pemasangan alat jalan nafas
inspirasi/ekspirasi nafas yang bersih, tidak buatan
o Penurunan ada sianosis dan dyspneu o Pasang mayo bila perlu
pertukaran udara (mampu mengeluarkan o Lakukan fisioterapi dada jika
per menit sputum, mampu bernafas perlu
o Menggunakan otot dengan mudah, tidak ada o Keluarkan sekret dengan
pernafasan pursed lips) batuk atau suction
tambahan o Menunjukkan jalan nafas o Auskultasi suara nafas, catat
o Nasal flaring yang paten (klien tidak adanya suara tambahan
o Dyspnea merasa tercekik, irama o Lakukan suction pada mayo
o Orthopnea nafas, frekuensi o Berikan bronkodilator bila
o Perubahan pernafasan dalam rentang perlu
penyimpangan normal, tidak ada suara o Berikan pelembab udara

KEPANITERAAN KLINIK NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


dada nafas abnormal) Kassa basah NaCl Lembab
o Nafas pendek o Tanda Tanda vital dalam o Atur intake untuk cairan
o Assumption of 3- rentang normal (tekanan mengoptimalkan
point position darah, nadi, pernafasan) keseimbangan.
o Pernafasan pursed- o Monitor respirasi dan status
lip O2
o Tahap ekspirasi
berlangsung sangat Oxygen Therapy
lama o Bersihkan mulut, hidung dan
o Peningkatan secret trakea
diameter anterior- o Pertahankan jalan nafas yang
posterior paten
o Pernafasan rata- o Atur peralatan oksigenasi
rata/minimal o Monitor aliran oksigen
o Bayi : < 25 atau > o Pertahankan posisi pasien
60 o Onservasi adanya tanda tanda
o Usia 1-4 : < 20 atau hipoventilasi
> 30 o Monitor adanya kecemasan
o Usia 5-14 : < 14 pasien terhadap oksigenasi
atau > 25
o Usia > 14 : < 11 Vital sign Monitoring
atau > 24 o Monitor TD, nadi, suhu, dan
o Kedalaman RR
pernafasan o Catat adanya fluktuasi
o Dewasa volume tekanan darah
tidalnya 500 ml o Monitor VS saat pasien
saat istirahat berbaring, duduk, atau berdiri
o Bayi volume o Auskultasi TD pada kedua
tidalnya 6-8 ml/Kg lengan dan bandingkan
o Timing rasio o Monitor TD, nadi, RR,
o Penurunan sebelum, selama, dan setelah

KEPANITERAAN KLINIK NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


kapasitas vital aktivitas
Faktor yang o Monitor kualitas dari nadi
berhubungan : o Monitor frekuensi dan irama
o Hiperventilasi pernapasan
o Deformitas tulang o Monitor suara paru
o Kelainan bentuk o Monitor pola pernapasan
dinding dada abnormal
o Penurunan o Monitor suhu, warna, dan
energi/kelelahan kelembaban kulit
o Perusakan/pelemah o Monitor sianosis perifer
an muskulo- o Monitor adanya cushing triad
skeletal (tekanan nadi yang melebar,
o Obesitas bradikardi, peningkatan
o Posisi tubuh sistolik)
o Kelelahan otot o Identifikasi penyebab dari
pernafasan perubahan vital
o Hipoventilasi
sindrom
o Nyeri
o Kecemasan
o Disfungsi
Neuromuskuler
o Kerusakan
persepsi/kognitif
o Perlukaan pada
jaringan syaraf
tulang belakang
o Imaturitas
Neurologis

KEPANITERAAN KLINIK NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


2 Kelebihan Volume NOC NIC
Cairan  Electrolit and acid base Fluid management
Definisi : Retensi balance  Timbang popok/pembalut jika
cairan isotomik  Fluid balance diperlukan
meningkat  Hydration  Pertahankan catatan intake
Batasan Kriteria Hasil: dan output yang akurat
karakteristik :  Terbebas dari edema,  Pasang urin kateter jika
 Berat badan efusi, anaskara diperlukan
meningkat pada  Bunyi nafas bersih, tidak  Monitor hasil lAb yang sesuai
waktu yang singkat ada dyspneu/ortopneu dengan retensi cairan (BUN ,
 Asupan berlebihan  Terbebas dari distensi Hmt , osmolalitas urin )
dibanding output vena jugularis, reflek  Monitor status hemodinamik
 Tekanan darah hepatojugular (+) termasuk CVP, MAP, PAP,
berubah, tekanan  Memelihara tekanan vena dan PCWP
arteri pulmonalis sentral, tekanan kapiler  Monitor vital sign
paru, output jantung dan
berubah,  Monitor indikasi retensi /
peningkatan CVP vital sign dalam batas kelebihan cairan (cracles,
 Distensi vena normal CVP , edema, distensi vena
jugularis  Terbebas dari kelelahan, leher, asites)
 kecemasan atau
Perubahan pada  Kaji lokasi dan luas edema
kebingungan
pola nafas,  Monitor masukan makanan /
dyspnoe/sesak  Menjelaskanindikator
cairan dan hitung intake kalori
nafas, orthopnoe, kelebihan cairan
harian
suara nafas  Monitor status nutrisi
abnormal (Rales  Berikan diuretik sesuai
atau crakles), interuksi
kongestikemacetan  Batasi masukan cairan pada
paru, pleural keadaan hiponatrermi dilusi
effusion dengan serum Na < 130
 Hb dan hematokrit mEq/l

KEPANITERAAN KLINIK NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


menurun,  Kolaborasi dokter jika tanda
perubahan cairan berlebih muncul
elektrolit, memburuk
khususnya Fluid Monitoring
perubahan berat  Tentukan riwayat jumlah dan
jenis tipe intake cairan dan
 Suara jantung SIII eliminasi
 Reflek  Tentukan kemungkinan faktor
hepatojugular resiko dari ketidak
positif seimbangan cairan
 Oliguria, azotemia (Hipertermia, terapi diuretik,
 Perubahan status kelainan renal, gagal jantung,
mental, diaporesis, disfungsi hati, dll )
kegelisahan,  Monitor berat badan
kecemasan  Monitor serum dan elektrolit
urine
Faktor-faktor yang  Monitor serum dan osmilalitas
berhubungan : urine
 Mekanisme  Monitor BP, HR, dan RR
pengaturan  Monitor tekanan darah
melemah orthostatik dan perubahan
 Asupan cairan irama jantung
berlebihan  Monitor parameter
 Asupan natrium hemodinamik infasif
berlebihan  Catat secara akutar intake dan
output
 Monitor adanya distensi leher,
rinchi, eodem perifer dan
penambahan BB
 Monitor tanda dan gejala dari

KEPANITERAAN KLINIK NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


odema
 Beri obat yang dapat
meningkatkan output urin
3 Nyeri Akut NOC NIC
Definisi :  Pain Level, Pain Management
Sensori yang tidak  Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri
menyenangkan dan  Comfort level secara komprehensif
pengalaman Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
emosional yang  Mampu mengontrol karakteristik, durasi,
muncul secara aktual nyeri (tahu penyebab frekuensi, kualitas dan faktor
atau potensial nyeri, mampu presipitasi
kerusakan jaringan menggunakan tehnik  Observasi reaksi nonverbal
atau menggambarkan nonfarmakologi untuk dari ketidaknyamanan
adanya kerusakan mengurangi nyeri,  Gunakan teknik komunikasi
(Asosiasi Studi Nyeri mencari bantuan) terapeutik untuk mengetahui
Internasional):  Melaporkan bahwa nyeri pengalaman nyeri pasien
serangan mendadak berkurang dengan  Kaji kultur yang
atau pelan menggunakan mempengaruhi respon nyeri
intensitasnya dari manajemen nyeri  Evaluasi pengalaman nyeri
ringan sampai berat  Mampu mengenali nyeri masa lampau
yang dapat (skala, intensitas,  Evaluasi bersama pasien dan
diantisipasi dengan frekuensi dan tanda tim kesehatan lain tentang
akhir yang dapat nyeri) ketidakefektifan kontrol nyeri
diprediksi dan dengan  Menyatakan rasa masa lampau
durasi kurang dari 6 nyaman setelah nyeri  Bantu pasien dan keluarga
bulan. berkurang untuk mencari dan
 Tanda vital dalam
menemukan dukungan
Batasan rentang normal
 Kontrol lingkungan yang
karakteristik :
dapat mempengaruhi nyeri
o Laporan secara
seperti suhu ruangan,

KEPANITERAAN KLINIK NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


verbal atau non pencahayaan dan kebisingan
verbal  Kurangi faktor presipitasi
o Fakta dari nyeri
observasi  Pilih dan lakukan penanganan
o Posisi antalgic nyeri (farmakologi, non
untuk farmakologi dan inter
menghindari nyeri personal)
o Gerakan  Kaji tipe dan sumber nyeri
melindungi untuk menentukan intervensi
o Tingkah laku  Ajarkan tentang teknik non
berhati-hati farmakologi
o Muka topeng  Berikan analgetik untuk
o Gangguan tidur mengurangi nyeri
(mata sayu,  Evaluasi keefektifan kontrol
tampak capek, nyeri
sulit atau gerakan
 Tingkatkan istirahat
kacau,
 Kolaborasikan dengan dokter
menyeringai)
jika ada keluhan dan tindakan
o Terfokus pada
nyeri tidak berhasil
diri sendiri
 Monitor penerimaan tentang
o Fokus menyempit
manajemen nyeri
(penurunan
Analgesic Administration
persepsi waktu,
 Tentukan lokasi,
kerusakan proses
karakteristik, kualitas, dan
berpikir,
derajat nyeri sebelum
penurunan
pemberian obat
interaksi dengan
 Cek instruksi dokter tentang
orang dan
jenis obat, dosis, dan
lingkungan)
frekuensi
o Tingkah laku
 Cek riwayat alergi
distraksi, contoh :

KEPANITERAAN KLINIK NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


jalan-jalan,  Pilih analgesik yang
menemui orang diperlukan atau kombinasi
lain dan/atau dari analgesik ketika
aktivitas, aktivitas pemberian lebih dari satu
berulang-ulang)  Tentukan pilihan analgesik
o Respon autonom tergantung tipe dan beratnya
(seperti nyeri
diaphoresis,  Tentukan analgesik pilihan,
perubahan rute pemberian, dan dosis
tekanan darah, optimal
perubahan nafas,  Pilih rute pemberian secara
nadi dan dilatasi IV, IM untuk pengobatan
pupil) nyeri secara teratur
o Perubahan  Monitor vital sign sebelum
autonomic dalam dan sesudah pemberian
tonus otot analgesik pertama kali
(mungkin dalam  Berikan analgesik tepat
rentang dari waktu terutama saat nyeri
lemah ke kaku) hebat
o Tingkah laku
 Evaluasi efektivitas
ekspresif (contoh analgesik, tanda dan gejala
: gelisah,
(efek samping)
merintih,
menangis,
waspada, iritabel,
nafas
panjang/berkeluh
kesah)
o Perubahan dalam
nafsu makan dan
minum

KEPANITERAAN KLINIK NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


Faktor yang
berhubungan :
 Agen injuri
(biologi, kimia,
fisik, psikologis)

4 Risiko NOC NIC


ketidakefektifan Acid-Base Management
 Circulation status
perfusi ginjal
 Elektrolit and Acid  Observasi status hidrasi
Definisi : Berisiko
 Base balance (kelembaban membran
terhadap penurunan
 Fluid balance mukosa, TD ortostatik, dan
sirkulasi darah
 Hidration keadekuatan dinding nadi)
keginjal yang dapat
 Tissue prefusion : renal  Monitor HMT, ureum,
mengganggu
 Urinary eliminasion albumin, total protein, serum
kesehatan
osmolalitas dan urine
 Observasi tanda-tanda cairan
Faktor Risiko :
Kriteria Hasil :
berlebih / retensi (CVP
 Sindrome meningkat, oedem, distensi
 Tekanan systole dan
kompartemen vena leher dan asites)
diastole dalam batas
abdomen  Pertahanan intake dan output
normal
 Usia lanjut secara akurat
 Tidak ada gangguan
 Nekrosis kortikal  Monitor TTV
mental, orientasi
bilateral  Monitor glukosa darah arteri
kognitif dan kekuatan
 Luka bakar dan serum, elektrolit urine
otot
 Pembedahan  Monitor hemodinamik status
 Na, K, Cl, Ca, Mg,
jantung  Bebaskan jalan nafas
BUN, creat dan biknat
 Bypass  Manajemen akses intravena
dalam batas normal
kardiopulmunal
 Tidak ada distensi vena
Pasien hemodialisis

KEPANITERAAN KLINIK NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


 Diabetes mellitus leher
 Observasi terhadap dehidrasi
 Pajanan terhadap  Tidak ada bunyi paru
 Monitor TD
toksin tambahan
 Monitor BUN, creat, HMT
 Jenis kelamin  Intake output seimbang
dan elektrolit
wanita  Tidak ada oedem
 Timbang BB sebelum dan
 Glomeluronefriti perifer dan asites
sesudah prosedur
s  Tidak ada rasa haus
 Kaji status mental
 Hipertensi yang abnormal
 Monitor CT
 Hipoksemia,  Membran mukosa
 Pasien peritoneal dialysis
Hipoksia lembab
 Kaji temperature, TD,
 Infeksi (mis.,  Hematokrit dbn
denyut perifer, RR dan BB
sepsis, infeksi  Warna dan bau urine
 Kaji BUN, creat pH, HMT,
likal) dalam batas normal
elektrolit selama prosedur
 Interstitial
 Monitor adanya respiratory
nephritis
distress
 Keganasan
 Monitor banyaknya dan
 Hipertensi
penampakan cairan
malignan
 Monitor tanda-tanda infeksi
 Asidosis
metabolic
 Multitrauma,
Polinefritis
 Stenosis arteri
renalis
 Penyakit ginjal
(ginjal polikistik)
 Merokok
 Penyalahgunaan
zat
 Sindrome respon

KEPANITERAAN KLINIK NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


inflamasi
sistemik
 Efek samping
terkait terapi
(mis, obat,
pembedahan)
emboli vascular
 Vaskulitis

4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien dengan ASITES disesuaikan
dengan intervensi yang direncanakan.

5. Evaluasi Keperawatan
Adapun sasaran evaluasi pada pasien ASITES sebagai berikut :
 Klien mengatakan rasa nyeri hilang atau berkurang
 Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan klien
terpenuhi.
 Aktivitas klien sehari-hari terpenuhi

KEPANITERAAN KLINIK NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


DAFTAR PUSTAKA

Dongoes, E.Marlyn ,dkk. 2001. .Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman nutuk


Perawatan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction.
Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, 2, 3, Edisi
Keempat. Jakarta: Internal Publishing:

KEPANITERAAN KLINIK NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Anda mungkin juga menyukai