MENINGITIS
2. ETIOLOGI
1) Bakteri : mycbakterium tuberculosa diplococus pneumoniae
(pneumokok ), neisseria meningitis (meningokok), streptococus
haemolyticuss, staphylococus aureus.
2) Virus, toxoplasma gondhii dan ricketsia
3) Faktor fredisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dari pada
wanita
4) Faktor maternal : ruptur membran fetal, infesi maternal pada minggu
terakhir kehamilan
5) Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi
imunoglobin
6) Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang
berhubungan dengan sistem persarafan.(Wijaya, 2013, hal. 24)
3. MANIFESTASI KLINIK
Tanda-tanda meningitis secara khas meliputi:
1) Panas atau demam, mengigil, dan perasaterjaan yanga enak an tidak
karena infeksi serta inflamasi
2) Sakit kepala, muntah, dan kadag-kadang papiledema (inflamasi
nerveusflamasi dan edema pada nervus optikus)
3) Tanda-tanda iritasi meningen meliputi :
a) Kaku kuduk
b) Tanda Brudzinki dan Kernig yang positif
c) Refleks tendon dalam yang berlebihan dan simetris
d) Opistotonos (keadaan spasme di mana punggung dan ekstremitas
melengkung ke belakang sehingga tubuh bertumpu pada kepala dan
kedua tumit
4. PATOFISIOLOGI
Meningitis umumnya dimulai dalam bentuk inflamasi piaaraknoid,
yang dapat berlanjut dengan timbul kongesti pada jaringan sekitarnya dan
kerusakan sebagian sel saraf.
Mikroorganisme secara khas masuk ke dalam sistem saraf pusat (SSP)
melalui salah satu dari empat jalur ini:
6. KLASIFIKASI
1) Meningitis bakteri / purulenta
Disebabkan oleh penyebaran infeksi dari penyakit lain. Bersifat akut
dan menghasilkan eksudat berupa pus. CSF : warna opalescent s.d
keruh, pada stadium dini jernih nonepandi +, sebagian besar sel PMN,
protein meningkat, glukosa turun, glukosa darah menurun. Gejala
neurologist dibagi dalam tahap :
Meningitis tuberkulosa
1. Isoniazid 10-20 mg/kg/24 jam per oral, 2 kali sehari maksimal 500
gr selama setengah tahun
2. Rifamfisin 10-15 mg/kg/24 jam per oral 1 x selama 1 tahun
3. Streptomisin sulfat 20-40 mg/kg/ 24 jam sampai 1 minggu, 1-2 kali
sehali selama 3 bulan
Meningitis bakterial < 2 bulan
1. Sepalosforin generasi ke-3
2. Ampisilin 150-200 mg(400 gr)/kg/ jam IV, 4-6 kali sehari
Meningitis bakterial umur > 2 bulan
1. Ampisilin 150-200 mg(400 gr)/kg/ jam IV, 4-6 kali sehari
2. Sepalosforin generasi ke-3
Pengembangan simtomatis
1. Diazepam IV 0,2-0,5 mg/kg/dosis atau rectal 0,4-0,5 mg/kg/dosis
kemudian dilanjutkan dengan fentoin 5 mg/kg/24 jam 3x dalam
sehari
2. Turunkan demam dengan antipiretik, paracetamol, atau salisilat 10
mg/kg/dosis sambil kompres air
2) Pengobatan suportif
1. Cairan intravena
2. Pemberian O2 agar konsentrsi O2 berkisar antara 30-50 % (Wijaya,
2013, hal. 29)
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan cairan dan otak
a) Bakteri
Tekanan cairan otak meningkat > 180 mmH20. Warna : keruh
sampai purulen. Sel : leukosit meningkat, 95% PMN. Protein :
meningkat > 75 mg/100 ml. Gula : menurun < 40 , normal 2/3 dari
glukosa darah
b) Virus
Warna : jernih. Sel : jumlah sel meningkat. Protein : normal. Gula :
normal. Cl- : normal
2) Pemeriksaan darah tepi, leukosit meningkat
3) Elektrolit, hiponatremia karena pengeluaran ADH
4) LP, tidak untuk pningkatan TIK
5) CT scan, untuk edema serebral
6) Rontgen : radang paru / abses paru sebagai sumber infeksi(Wijaya,
2013, hal. 29)
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1) Identitas
Biasanya meningitis menyerang pada usia muda yaitu 1 bulan hingga 5
tahun, dengan sebagian besar kasus pada anak kurang dari 1 tahun dan
individu dewasa muda 15 hingga 24 tahun. (Kyle & Carman, 2015, p.
557)
2) Status kesehatan saat ini
Keluhan utama
Pada pasien meningitis biasanya keluhan utama yang dirasakan
yaitu muncul demam atau menggigil, kernig (+)(Carman, 2014,
hal. 138)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan tingkat
kesadaran
2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
penumpukan sekret pada saluran napas
3) Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
4) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perforasi keringat
berlebihan
5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual dan muntah
6) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
vasodilatasi otak
7) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
penyumbatan aliran darah
8) Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi
9) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler
10) Resiko cedera berhubungan dengan kejang
11) Resiko infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh berkurang
(Nurarif, 2015, hal. 2 Jilid 3)
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
KETIDAKEFEKTIFAN POLA NAPAS
NYERI AKUT
RISIKO CIDERA
RISIKO INFEKSI
4. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan
mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan
perawat serta bukan atas petunjuk tenaga kesehatan yang lain. Sedangkan
tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh
hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.
5. EVALUASI
Merupakan penilaian perkembangan hasil implementasi keperawatan
yang berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak dicapai.
DAFTAR PUSTAKA