PERITONITIS
Pembimbing Klinik
Agus , Ns.,M.Kep.
Disusun Oleh:
Nurul Islamy., S.Kep
2014901110068
A. Anatomi Fisiologi
Peritoneum ialah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh.
Peritoneum terdiri atas dua bagian utama yailu peritoneum parietal, yang
melapisi dinding rongga abdominal dan peritoneum viseral yang menyelaputi
semua organ yang bcrada di dalam rongga itu. Ruang yang bisa lerdapat di
antara dua lapis ini disebut rongga peritoneum atau cavum peritoneum.
Normalnya terdapat 50 mL cairan bebas dalam rongga peritoneum, yang
memelihara permukaan peritoneum tetap licin. Pada orang laki-laki
peritoneum berupa kantong tertutup; pada orang perempuan saluran telur
(tuba Fallopi) membuka masuk ke dalam rongga peritoneum (Pierce, 2006).
C. Etiologi
A. Infeksi bakteri
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan
beta hemolitik, stapilokokus aureus, enterokokus dan yang paling
berbahaya adalah clostridium wechii.
Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
Appendiksitis yang meradang dan perforasi
Tukak peptik (lambung / dudenum)
Tukak thypoid
Tukak pada tumor
Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi
atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi hingga
menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum
maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan
terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk
menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi
peritoneum. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada
penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan
steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran
(misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan
analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.
E. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya
sehingga membatasi infeksi. Bila bahan-bahan infeksi tersebar luas pada
pemukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis
umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus
kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam
lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguri.
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intraabdomen
(meningkatkan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan sekuestrasi
fibrin dengan adanya pembentukan jejaring pengikat. Produksi eksudat fibrin
merupakan mekanisme terpenting dari sistem pertahanan tubuh, dengan cara
ini akan terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak di antara matriks
fibrin.
Peritonitis
Pre Operasi
Post Operasi
Resiko Intoleransi
kekurangan aktivitas
Nyeri
volume cairan
Resiko
infeksi
F. Komplikasi
1. Penumpukan cairan mengakibatkan penurunan tekanan vena sentral yang
menyebabkan gangguan elektrolit bahkan hipovolemik, syok dan gagal
ginjal.
2. Abses peritoneal
3. Cairan dapat mendorong diafragma sehingga menyebabkan kesulitan
bernafas.
4. Sepsis
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Test laboratorium
Leukositosis
Hematokrit meningkat
Asidosis metabolik
2. X. Ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
Usus halus dan usus besar dilatasi.
Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
H. Penatalaksanaan Medis
1. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok
dan kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan
vena untuk mengganti elektrolit dan kehilangan protein. Biasanya selang
usus dimasukkan melalui hidung ke dalam usus untuk mengurangi tekanan
dalam usus.
2. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan
perbaikan dapat diupayakan.
3. Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti
apendiktomi. Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor
adalah insisi dan drainase terhadap abses.
I. Konsep Asuhan Keperawatan dengan Peritonitis
a) Pengkajian
1. Pengkajian
a. Biodata
Nama, umur, alamat, agama, pendidikan, dll.
b. Riwayat kesehatan
Kaji keluhan utama
Keluhan waktu di data : Terdapat pasien muntah-muntah,
demam, sakit kepala, nyeri ulu hati, makan-minum kurang,
turgor kulit jelek, keadaan umum lemah.
Riwayat kesehatan yang lalu : Pernah menderita moviting atau
tidak
Riwayat kesehatan keluarga : Apakah anggota keluarga pernah
menderita penyakit seperti pasien
c. Pemeriksaan fisik
Tanda vital : kenaikan TD, nadi, suhu dan respirasi
Inspeksi :
- Kepala : Keadaan rambut, mata, muka, hidung, mulut, telinga
dan leher
-Abdomen: biasanya terjadi pembesaran limfa,
- Genetalia : Tidak ada perubahan
Palpasi abdomen : Teraba pembesaran limfa , perut kembung,
nyeri
Auskultasi : peristaltic usus menurun
Perkusi abdomen : hipersonor
2. Pengkajian primer
a. Airway
Menilai apakah jalan nafas pasien bebas. Adakah sumbatan jalan
nafas berupa secret, lidah jatuh atau benda asing
b. Breathing
Kaji pernafasan klien, berupa pola nafas, ritme, kedalaman, dan
nilai berapa frekuensi pernafasan klien per menitnya.
c. Circulation
Nilai sirkulasi dan peredaran darah, kaji pengisian kapiler, kaji
keseimbangan cairan dan elektrolit klien, lebih lanjut kaji output
dan intake klien.
d. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat dan akurat. Hanya respon terhadap
nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak di anjurkan menggunakan
GCS, adapun cara yang cukup jelas dan cepat adalah :
A: Awakening
V: Respon Bicara
P: Respon Nyeri
U: Tidak Ada Respon
e. Exposure
Lepaskan pakaian yang dikenakan dan penutup tubuh agar dapat
diketahui kelaianan yang muncul, pada abdomen akan tampak
distensi sebagai akibat perubahan sirkulasi, penumpukan cairan dan
udara yang tertahan dilumen.
b) Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang muncul pada pasien dengan kasus peritonitis berdasarkan
rumusan diagnosa keperawatan menurut NANDA (2006) antara lain:
Pre Operasi
I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
II. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual,muntah, anoreksia.
III. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.
IV. Konstipasi berhubungan dengan distensi abdomen.
V. Resiko infeksi berhubungan dengan kemungkinan ruptur.
Post Operasi
I. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik
II. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan
yang tidak adekuat.
III. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
IV. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
c) Intervensi Keperawatan
Intervensi menurut Mc.Closkey (1996) Nursing Intervention
Classsification (NIC), dan hasil yang diharapkan menurut Johnson (2000)
Nursing Outcome Classification ( NOC) , antara lain:
Pre Operasi
Dx I. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
nyeri dapat berkurang atau hilang.
NOC : Level nyeri, kriteria hasil:
1. Nyeri berkurang
2. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3. Kegelisahan atau keteganganotot
4. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
5. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai
kenyamanan.
NIC : Penatalaksanaan nyeri
1) Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi
lokasi, keparahan, factor presipitasinya
2) Observasi ketidaknyamanan non verbal
3) Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir
dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya
dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan
yang tidak terburu-buru
4) Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap ketidaknyamanan
5) Anjurkan pasien untuk istirahat
6) Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada anak.
7) Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
Post Operasi
Dx. I. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri
dapat berkurang atau hilang.
NOC : Level nyeri, kriteria hasil:
1. Nyeri berkurang
2. Ekspresi nyeri lisan atau pada wajah
3. Mempertahankan tingkat nyeri pada skala 0-10.
4. Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif untuk mencapai
kenyamanan.
NIC: Penatalaksanaan nyeri
1) Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi,
keparahan.
2) Observasi ketidaknyamanan non verbal
3) Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat
pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan
cara: masase, perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak
terburu-buru
4) Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan
5) Anjurkan pasien untuk istirahat dan menggunakan tenkik
relaksai saat nyeri.
6) Kolaborasi medis dalam pemberian analgesic.
Soeparman, dkk 1987. Ilmu Penyakit Dalam Edisi II. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI