PROFESI KEPERAWATAN
2. ETIOLOGI
Mulai ditemukan pada umur kira-kira 45 tahun dan frekuensi makin bertambah sesuai dengan
bertambahnya umur, sehingga diatas umur 80 tahun kira-kira 80 % menderita kelainan ini.
3. PATOFISIOLOGI
BPH terjadi pada umur yang semakin tua (> 45 tahun ) dimana fungsi testis sudah menurun.
Akibat penurunan fungsi testis ini menyebabkan ketidakseimbangan hormon testosteron dan
dehidrotesteosteron sehingga memacu pertumbuhan/pembesaran prostat. Makrokospik dapat
mencapai 60 - 100 gram dan kadang-kadang lebih besar lagi hingga 200 gram atau lebih.
Tonjolan biasanya terdapat pada lobus lateralis dan lobus medius, tetapi tidak mengenai
bagian posterior dari pada lobus medialis, yaitu bagian yang dikenal sebagai lobus posterior,
yang sering merupakan tempat berkembangnya karsinoma (Moore). Tonjolan ini dapat
menekan urethra dari lateral sehingga lumen urethra menyerupai celah, atau menekan dari
bagian tengah. Kadang-kadang penonjolan itu merupakan suatu polip yang sewaktu-waktu
dapat menutup lumen urethra. Pada penampang, tonjolan itu jelas dapat dibedakan dengan
jaringan prostat yang masih baik. Warnanya bermacam-macam tergantung kepada unsur yang
bertambah.
Apabila yang bertambah terutama unsur kelenjar, maka warnanya kung kemerahan,
berkonsistensi lunak dan terbatas tegas dengan jaringan prostat yang terdesak, yang berwarna
putih keabu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan maka akan keluar caiaran seperti
susu. Apabila unsur fibromuskuler yang bertambah, maka tonjolan berwarna abu-abu padat
dan tidak mengeluarkan cairan seperti halnya jaringan prostat yang terdesak sehingga
batasnya tidak jelas. Gambaran mikroskopik juga bermacam-macam tergantung pada unsur
yang berproliferasi. Biasanya yang lebih banyak berproliferasi ialah unsur kelenjar sehingga
terjadi penambahan kelenjar dan terbentuk kista-kista yang dilapisi oleh epitel torak atau
koboid selapis yang pada beberapa tempat membentuk papil-papil ke dalam lumen. Membran
basalis masih utuh. Kadang-kadang terjadi penambahan kelenjar yang kecil-kecil sehingga
menyerupai adenokarsinoma. Dalam kelenjar sering terdapat sekret granuler, epitel yang
terlepas dan corpora anylacea. Apabila unsur fibromuskuler yang bertambah, maka terjadi
gambaran yang terjadi atas jaringan ikat atau jaringan otot dengan kelenjar-kelenjar yang
letaknya saling berjauhan. Gambaran ini juga dinamai hiperplasi fibrimatosa atau hiperplasi
leiomymatosa.
PATHWAY BPH
Etiologi
Penuaan
Mesenkim sinus
Perubahan keseimbangan
uragential
testosterone + estrogen
Mitrotrouma : trauma, Kebangkitan /
ejakulasi, infeksi Prod. Testosteron ↓ reawakening
MK : gangguan eliminasi
urin : retensi urin
4. MANIFESTASI KLINIS BPH
Manifestasi klinis yang timbul dari BPH dibedakan menjadi 2, yitu gejala iritatif dan gejala
obstruktif.
a.Gejala iritatif
Gejala iritatif meliputi seringnya miksi (frekuensi miksi meningkat), nokturia, perasaan ingin
miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria)
b.Gejala obstruktif
Gejala obstrukstif meliputi : pancaran yang melemah, rasa tidak puas setelah miksi (terasa
masih ada sisa urin), kalau miksi harus menunggu lama, harus mengedan saat miksi, kencing
terputus-putus, dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan
inkontinen karena overflow.
5. KLASIFIKASI
a. Rectal Grading, yaitu dengan rectal toucher diperkirakan berapa cm prostat yang menonjol
ke dalam lumen rektum yang dilakukan sebaiknya pada saat buli-buli kosong.
0 - 1 cm : grade 0
1 - 2 cm : grade 1
2 - 3 cm : grade 2
3 - 4 cm : grade 3
> 4 cm : grade 4
Pada grade 3 - 4 batas prostat tidak teraba. Prostat fibrotik, teraba lebih kecil dari normal.
b. Clinical Grading, dalam hal ini urine menjadi patokan. Pada pagi hari setelah bangun
pasien disuruh kencing sampai selesai, kemudian di masukan kateter ke dalam buli-buli untuk
mengukur sisa urine.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Radiologi
c.Mencari ada tidaknya kelainan baik yang berhubungan dengan Benigne Prostat Hyperplasia
atau tidak
a.Intra Vena Pyelografi ( IVP ) : Gambaran trabekulasi buli, residual urine post miksi,
dipertikel buli.
c.Retrografi dan Voiding Cystouretrografi : untuk melihat ada tidaknya refluk vesiko
ureter/striktur uretra.
d.USG : Untuk menentukan volume urine, volume residual urine dan menilai pembesaran
prostat jinak/ganas
Pemeriksaan Endoskopi.
Pemeriksaan Uroflowmetri
Berperan penting dalam diagnosa dan evaluasi klien dengan obstruksi leher buli-buli
Pemeriksaan Laborat
a.Urinalisis (test glukosa, bekuan darah, UL, DL, RFT, LFT, Elektrolit, Na,/K,
Protein/Albumin, pH dan Urine Kultur)
Jika infeksi:pH urine alkalin, spesimen terhadap Sel Darah Putih, Sel Darah Merah atau PUS.
7. MANAJEMEN MEDIS
A. Non Pembedahan
2. Menghindari minum banyak dalam waktu singkat, menghindari alkohol dan diuretic
mencegah oven distensi kandung kemih akibat tonus otot detrussor menurun.
Terapi ini diindikasikan pada Benigne Prostat Hyperplasia dengan keluhan ringan, sedang
dan berat tanpa disertai penyulit serta indikasi pembedahan, tetapi masih terdapat kontra
indikasi atau belum “well motivated”. Obat yang digunakan berasal dari Fitoterapi, Golongan
Supressor Androgen dan Golongan Alfa Bloker.
a. Fito Terapi
3. Analog LHRH
a. Kateterisasi Intermiten
Indwelling
c. Dilakukan cystostomy
B. Pembedahan
2. Open Prostatectomy : 5 - 10 %
BPH yang besar (50 - 100 gram) Tidak habis direseksi dalam 1 jam. Disertai Batu Buli Buli
Besar (>2,5cm), multiple. Fasilitas TUR tak ada.
Perdarahan Massive
Kepuasan Klien : 66 – 95 %
Kontra Indikasi
· IMA
· CVA akut
Tujuan :
Keuntungan :
Kerugian :
Perianal Prostatectomy
a Sirkulasi :
b Eliminasi :
· Masa abdomen bagian bawah, hernia inguinal, hemoroid (akibat peningkatan tekanan
abdomen pada saat pengosongan kandung kemih)
c Makanan / cairan:
· Kehilangan BB mendadak.
d Nyeri / nyaman :
· Suprapubis, panggul, nyeri belakang, nyeri pinggang belakang, intens (pada prostatitis
akut).
f Seksualitas :
· Pembesaran prostat.
g Pengetahuan / pendidikan :
· Type pembedahan
· Pemeriksaan lab. Lengkap : DL, UL, RFT, LFT, pH, Gula darah, Elektrolit
· Pemeriksaan EKG
Post operatif care pada dasarnya sama seperti pasien lainnya yaitu monitoring terhadap
respirasi, sirkulasi dan kesadaran pasien :
Observasi pernafasan
Cirkulasi : mengukur tensi, nadi, suhu tubuh, pernafasan, kesadaran dan produksi urine pada
fase awal (6jam) paska operasi harus dimonitor setiap jam dan harus dicatat.
Bila tensi turun, nadi meningkat (kecil), produksi urine merah pekat harus waspada terjadinya
perdarahan ® segera cek Hb dan lapor dokter.
Tensi meningkat dan nadi menurun (bradikardi), kadar natrium menurun, gelisah atau delir
harus waspada terjadinya syndroma TUR ® segera lapor dokter.
Bila produksi urine tidak keluar (menurun) dicari penyebabnya apakah kateter buntu oleh
bekuan darah ® terjadi retensi urine dalam buli-buli ® lapor dokter, spoling dengan PZ
tetesan tergantung dari warna urine yang keluar dari Urobag. Bila urine sudah jernih tetesan
spoling hanya maintennens/dilepas dan bila produksi urine masih merah spoling diteruskan
sampai urine jernih.
ü Antibiotika profilaksis, diberikan bila hasil kultur urine sebelum operasi steril. Antibiotik
hanya diberikan 1 X pre operasi + 3 – 4 jam sebelum operasi.
ü Antibiotik terapeutik, diberikanpada pasien memakai dower kateter dari hasil kultur urine
positif. Lama pemberian + 2 minggu, mula-mula diberikan parenteral diteruskan peroral.
Setiap melepas kateter harus diberikan antibiotik profilaksis untuk mencegah septicemia.
3. Perawatan Kateter
Kateter uretra yang dipasang pada pasca operasi prostat yaitu folley kateter 3 lubang (treeway
catheter) ukuran 24 Fr.
Setelah 6 jam pertama sampai 24 jam kateter tadi biasanya ditraksi dengan merekatkan ke
salah satu paha pasien dengan tarikan berat beban antara 2 – 5 kg. Paha ini tidak boleh fleksi
selama traksi masih diperlukan.
Paling lambat pagi harinya traksi harus dilepas dan fiksasi kateter dipindahkan ke paha
bagian proximal/ke arah inguinal agar tidak terjadi penekanan pada uretra bagian
penosskrotal. Guna dari traksi adalah untuk mencegah perdarahan dari prostat yang diambil
mengalir di dalam buli-buli, membeku dan menyumbat pada kateter.
Bila terlambat melepas kateter traksi, dikemudian hari terjadi stenosis leher buli-buli karena
mengalami ischemia.
Tujuan pemberian spoling/irigasi :
Kecepatan irigasi tergantung dari warna urine, bila urine merah spoling dipercepat dan warna
urine harus sering dilihat. Mobilisasi duduk dan berjalan urine tetap jernih, maka spoling
dapat dihentikan dan pipa spoling dilepas.
Kateter dilepas pada hari kelima. Setelah kateter dilepas maka harus diperhatikan miksi
penderita. Bisa atau tudak, bila bisa berapa jumlahnya harus diukur dan dicatat atau
dilakukan uroflowmetri.
2. Pengerokan prostat kurang bersih (pada TUR) sehingga masih terdapat obstruksi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a Pre operasi
1. Retensi urin
2. Nyeri kronis
3. Cemas
b Post operasi
1. Nyeri akut
2. Kurang pengetahuan
3. Risiko infeksi
11. Rencana Keperawatan
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1. Kerusakan eliminasi urine NOC : NIC :
urin Urinary continence Urinary Chateterization
Urinary elimination Jelaskan prosedur dasn
Definisi : rasional dari intervensi
Pengosongan kandung Kriteria Hasil : Sediakan peralartan
kemih yang tidak
1. Pengeluaran urin kateterisasi
sempurna dapat diprediksi Pertahankan teknik
2. Dapat secara aseptik yang ketat
Batasan karakteristik : sempurna dan teratur Masukan secara langsung
Distensi kandung mengeluarkan urin dari atau retensi kateter ke dalam
kemih kandung kemih; bladder
Sedikit, sering mengukur volume Hubungkan kateter pada
kencing atau tidak adanya residual urin < 150 – kantung drainase
urin yang keluar 200 ml atau 25 % dari Amankan kateter pada
Urin jatuh menetes total kapasitas kandung kulit
Disuria kemih Pertaahankan sistem
Inkontinentia 3. Mengoreksi atau drainase tertutup
overflow menurunkan gejala Monitor intake dan input.
Urin residual obstruksi
Sensasi penuh dari 4. Klien bebas dari Urinary Retentiuon care
kandung kemih kerusakan saluran kemih Monitor eliminasi urin
bagian atas. Monitor tanda dan gejala
Faktor yang berhubungan retensi urin
: Ajarkan kepada klien
Infeksi traktus tanda dan gejala retensi urin
urinarus Catat waktu setiap
Obstruksi anatomik eliminasi urin
Penyebab multiple Anjurkan klien/keluarga
Kerusakan sensori untuk menmcatat outpout
motorik urin
Ambil spesimen urin
Ajarkan klien meminum
8 gelasa cairan sehari
Bantu klien dalam BAK
rutin
Fluid management
Timbang
popok/pembalut jika
diperlukan
Pertahankan catatan
intake dan output yang
akurat
Monitor status hidrasi
( kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik ),
jika diperlukan
Monitor vital sign
Monitor masukan
makanan / cairan dan hitung
intake kalori harian
Lakukan terapi IV
Monitor status nutrisi
Berikan cairan
Berikan cairan IV pada
suhu ruangan
Dorong masukan oral
Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
Tawarkan snack ( jus
buah, buah segar )
Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih muncul
meburuk
Atur kemungkinan
tranfusi
Persiapan untuk tranfusi
Guyton, Arthur C, Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit, EGC Penerbit buku kedokteran,
Jakarta, 1987.
McCloskey, Joanne C,. Bulecheck, Gloria M. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC).
Mosby, St. Louise.