0432950919030
PROFESI KEPERAWATAN
TAHUN 2020
A. Pengertian Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum (lapisan membran serosa rongga abdomen)
lamnya. (Arif Muttaqin, 2011)
B. Etiologi
Invasi kuman bakteri ke dalam rongga peritoneum,bakteri yang paling sering menyebabkan
infeksi, meliputi
Invasi kuman ke lapisan peritoneum dapat disebabkan juga oleh berbagai kelainan pada
gastrointestinal dan penyebaran infeksi dari organ di dalam abdomen (Rotstein, 1997) atau
perforasi organ pascatrauma abdomen (Ivatury, 1998)
Biasanya, akibat dari infeksi bakteri : organisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
atau pada wanita dari organ reproduktif internal. Peritonitis dapat juga akibat dari sumber
eksternal seperti cedera atau trauma ( misal : luka tembak atau luka tusuk) atau oleh inflamasi
yang luas yang berasal dari organ diluar area peritonium, seperti ginjal
Inflamasi dan ileus paralitik adalah efek langsung dari infeksi. Penyebab umum lain dari
peritonitis adalah apendisitis, ulkus perforasi, divertikulitis, dan perforasi usus. Peritonitis
juga dapat dihubungkan dengan proses bedah abdominal dan dialisis peritoneal. (Brunner dan
Suddarth, 2001)
C. Patofisiologi
Selanjutnya abses yang terbentuk diantara perlekatan fibrinosa, menempel menjadi satu
dengan permukaan sekitarnya. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang,
tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas
pada permukaan peritoneum, maka aktivitas motilitas usus menurun dan meningkatkan risiko
ileus paralitik (Price, 1995)
Respon peradangan peritonitis juga menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan
membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi dengan cepat dan agresif,
maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, misalnya interleukin,
dapat memulai respons hiperinflamatorius sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya
dari kegagalan banyak organ. Oleh karena itu tubuh mencoba untuk mengimpensasi dengan
cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk.
Takikardia awalnya meningkatkan curah jantung, tetapi kemudian akan segera terjadi
bradikardia begitu terjadi hipovolemia (finlay,1999)
Peritonitis tersier mewakili peritonitis yang bersifat persisten atau rekuren. Pasien dengan
peritonitis tersier biasanya hadir dengan abses, atau phlegmon, dengan atau tanpa fistula.
Peritonitis tersier berkembang lebih sering pada pasien dengan kondisi penyakit signifikan
yang sudah ada sebelumnya dan pada pasien dengan penurunan fungsi imun. Meskipun
jarang diamati pada peritonitis tanpa komplikasi, insiden peritonitis tersier pada pasien
memerlukan masuk ICU pada peritonitis yang parah dapat mencapai 50-74% (Sawyer, 1991)
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran dari organ abdomen kedalam rongga abdomen
biasanya sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor. Terjadi
proliferasi bakterial. Terjadi edema jaringan, dan dalam waktu singkat terjadi eksudasi cairan.
Cairan dalam rongga peritonial menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah
putih, debris seluler, dan darah. Respons segera dari saluran usus adalah hipermotilitas,
diikuti oleh ileus peralitik, disertai akumulasi udara dan cairan dalam usus. (Brunner dan
Suddarth, 2001)
Pathway
D. Manisfestasi klinis
Gejala tergantung pada lokasi dan luas inflamasi. Manisfestasi klinis awal dari peritonitis
adalah gejala dari gangguan yang menyebabkan kondisi ini.
a. Nyeri menyebar dan sangat terasa. Nyeri cenderung menjadi konstan, terlokalisasi,
lebih terasa di dekat sisi inflamasi dan biasanya diperbesar oleh gerakan. Area yang
sakit dari abdomen menjadi sangat nyeri apabila ditekan, dan otot menjadi kaku.
Nyeri tekan lepas dan ileus peralitik dapat terjadi.
b. Mual dan muntah
c. Penurunan peristaltik.
d. Suhu dan frekuensi nadi meningkat,
e. Terdapat peningkatan jumlah leukosit.
E. Komplikasi
a. Eviserasi luka
b. Pembentukan abses. Berbagai petunjuk dari pasien tentang area abdomen yang
mengalami nyeri tekan, nyeri, atau “merasa seakan sesuatu terbuka” harus dilaporkan.
Luka yang tiba-tiba mengeluarkan drainase serosanguinosa menunjukkan adanya
dehisens luka.
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit akan meningkat. Hemoglobin dan hematokrit mungkin rendah bila terjadi
kehilangan darah. Elektrolit serum dapat menunjukkan perubahan kadar kalium,
natrium, dan klorida.
b. Sinar-x dada dapat menunjukkan udara dan kadar cairan serta lengkung usus yang
terdistensi.
c. Pemindaian CT abdomen dapat menunjukkan pembentukan abses.
d. Aspirasi peritoneal dan pemeriksaan kultur serta sensitivitas cairan teraspirasi dapat
menunjukkan infeksi dan mengidentifikasi organisme penyebab.
G. Penatalaksanaan
a. Penggantian cairan, koloid, dan elektrolit adalah fokus utama dari penatalaksanaan
medis. Beberapa liter larutan isotonik diberikan. Hipovolemia terjadi karena sejumlah
besar cairan dan elektrolit bergerak dari lumen usus kedalam rongga peritoneal dan
menurunkan cairan dalam ruang vaskuler.
b. Analgestik diberikan untuk mengatasi nyeri.
c. Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah.
d. Intubasi usus dan pengisapan membantu dalam menghilangkan distensi abdomen dan
dalam meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga abdomen dapat menyebabkan
distres pernapasan.
e. Terapi oksigen dengan kanula rasal atau masker akan meningkatkan oksigenisasi
secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan bantuan ventilasi
diperlukan.
f. Terapi antibiotik masif biasanya dimulai di awal pengobatan peritonitis. Dosis besar
dari antibiotik spektrum luas diberikan secara intravena sampai organisme penyebab
infeksi diidentifikasi dan terapi antibiotik khusus yang tepat dapat dimulai.
g. Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki penyebab.
Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi (apendiks), reseksi dengan atau tanpa
anastomosis (usus), memperbaiki (perforasi), dan drainase (abses). Pada sepsis yang
luas, perlu dibuat diversi fekal.
H. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Biodata/ identitas pasien :
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,no medrek,diagnose, tanggal masuk,
dan alamat
2. Riwayat penyakit
a) Keluhan utama
Nyeri abdomen. Keluhan nyeri dapat bersifat akut, awalnya rasa sakit sering kali
membosankan dan kurang terlokalisasi (peritoneum viseral). Kemudian berkembang
menjadi mantap, berat, dan nyeri lebih terlokalisasi (peritoneum parietal). Jika tidak
terdapat proses infeksi, rasa sakit menjadi berkurang. Pada beberapa penyakit tertentu
(misalnya: perforasi lambung, pankreatitis akut berat, iskemia usus) nyeri abdomen
dapat digeneralisasi dari awal
Didapat keluhan lainnya yang menyertai nyeri, seperti peningkatan suhu tubuh, mual,
dan muntah. Pada kondisi lebih berat akan didapatkan penurunan kesadaran akibat
syok sirkulasi dari septikemia
c) Riwayat kesehatan dahulu
Penting untuk dikaji dalam menentukan penyakit dasar yang menyebabkan kondisi
peritonitis. Untuk memudahkan anamnesis, perawat dapat melihat pada tabel.
Penyebab dari peritonitis sebagai bahan untuk mengembangkan pernyataan.
Anamnesis penyakit sistemik, seperti DM, hipertensi dan tuberkulosis
dipertimbangkan sebagai sarana pengkajian preoperatif.
Dikaji untuk mengetahui riwayat kesehatan keluarga yang meliputi pola makan, gaya
hidup atau pun penyakit yang sering diderita keluarga sehingga dapat menyebabkan
peritonitis seperti penyakit apendititis, ulkul peptikum, gastritis, divertikulosis dan
lain-lain
3. Pengkajian psikososial
4. Pemeriksaan fisik
Walaupun identifikasi sangat terbatas, kondisi ileus mungkin didapatkan usus halus
dan usus besar berdilatasi. Udara bebas hadir dalam kebanyakan kasus anterior
perforasi lambung dan duodenum, tetapi jauh lebih jarang dengan perforasi dari usus
kecil dan usus besar, serta tidak biasa dengan appendiks perforasi. Tegak film berguna
untuk mengidentifikasi udara bebas di bawah diafragma (paling sering disebalah
kanan) sebagai indikasi adanya viskus berlubang
CT scan abdomen dan panggul tetap menjadi studi diagnostik pilihan untuk abses
peritoneal. CT scan ditunjukkan dalam semua kasus dimana diagnosis tidak dapat
dibangun atas dasar klinis dan temuan foto polos abdomen. Abses peritoneal dan
cairan lain dapat diambil untuk diagnostik atau terapi dibawah bimbingan CT scan
MRI adalah suatu modalitas pencitraan muncul untuk diagnostis dicurigai abses intra-
abdomen. Abses abdomen menunjukkan penurunan itensitas sinyal pada gambar T1-
weighted dan homogen atau peningkatan intensitas sinyal heterogen pada gambar T2-
weighted. Terbatasnya
c) USG
USG abdomen dapat membantu dalam evaluasi kuadran kanan atas (misalnya
perihepatic abses, kolesistitis, biloma, pankreatitis, pankreas pseudocyst), kuadran
kanan bawah, dan patologi pelvis (misalnya appendisitis, abses tuba-ovarium, abses
Douglas), tetapi terkadang pemeriksaan menjadi terbatas karena adanya nyeri, distensi
abdomen dan gangguan gas usus. USG dapat mendeteksi peningkatan jumlah cairan
peritoneal (asites), tetapi kemampuannya untuk mendeteksi jumlah kurang dari 100
ml sangat terbatas
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d infeksi, inflamasi intestinal, abses abdomen ditandai dengan nyeri tekan
pada abdomen
2. Risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya
asupan makanan yang adekuat ditandai dengan mual, muntah dan anoreksia
3. Risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d keluarnya cairan tubuh ditandai
dengan muntah yang berlebihan
4. Risiko tinggi syok hipovolemik b.d penurunan volume darah, sekunder dari syok
sepsis ditandai dengan mual, muntah, dan demam
C. Intervensi Keperawatan
N Diagnose Perencanaan
o keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Nyeri b.d infeksi, Tupan : Setelah 1. Kaji nyeri 1. Pendekatan
inflamasi dilakukan tindakan dengan PQRST dapat
intestinal, abses keperawatan 3 x 24 jam pendekatan secara
abdomen ditandai diharapkan nyeri hilang PQRST komprehensif
dengan nyeri menggali
tekan pada Tupen : Dalam waktu 1 kondisi nyeri
abdomen x 24 jam nyeri pasien :
berkurang atau
teradaptasi P=Penyebab nyeri bisa
diakibatkan oleh
Kriteria evaluasi : respons iritasi atau
inflamasi intestinal,
Secara subjektif abses abdomen, kram
pernyataan abdomen
nyeri berkurang
atau teradaptasi Q=Kualitas nyeri
Skala nyeri 0-1 seperti tumpul,
(0-4) terbakar, kram, dan
TTV dalam
batas normal, mulas
wajah pasien
rileks R=Area nyeri yang
dirasakan seperti nyeri
pada abdomen bawah
atau atas
S=Pasien mengalami
skla nyeri 4 (0-5)
T=Nyeri bertambah
pada waktu ditekan
atau dilepas dan saat
BAB
2. Pemberian
oksigen
dilakukan
untuk
memenuhi
kebutuhan
oksigen pada
saat pasien
mengalami
nyeri
pascabedah
3. Istirahat
diperlukan
untuk
menurunkan
peristaltik usus
sehingga nyeri
dapat
berkurang
4. Pengaturan
posisi dapat
membantu
merelaksasi
otot-otot
abdomen
2. Beri oksigen sehingga
nasal apabila menurunkan
skala nyeri ≥ 4 nyeri
(0-5) 5. Memberikan
respons
vasodilatasi.
Kompres ini
dilakukan pada
pasien tanpa
pembedahan
6. Untuk
3. Istirahatkan mengurangi
pasien pada atau
saat nyeri menghilangkan
muncul nyeri
4. Atur posisi
fisiologis
5. Berikan
kompres hangat
pada abdomen
6. Kolaburasi :
Berikan
analgesic
4. Suplemen serat
tinggi
dikatakan
bermanfaat
bagi pasien
dengan
penyakit kolon
karena fakta
bahwa serat
makanan dapat
diubah menjadi
rantai pendek
asam lemak
yang
menyediakan
bahan bakar
untuk
penyembuhan
mukosa kolon
5. Diet rendah
serat biasanya
diindikasikan
untuk pasien
dengan gejala
obstruksi
6. Nutrisi
parental total
(TPN)
digunakan bila
gejala penyakit
4. Fasilitasi pasien usus inflamasi
memperoleh bertambah
diet dengan berat. Dengan
kandungan TPN, perawat
serat tinggi dapat
mempertahank
an catatan
akurat tentang
intake dan
output cairan,
serta berat
badan pasien
setiap hari.
Berat badan
pasien harus
meningkat
setelah
dilakukan
terapi.
7. mengukur
keefektifan
nutrisi dan
dukungan
cairan
8. men urunkan
risiko infeksi
oral
5. Fasilitasi pasien 9. Ahli gizi harus
memperoleh terlibat dalam
diet rendah penentuan
serat komposisi dan
jenis makanan
yang akan
diberikan
6. Fasilitasi untuk sesuai dengan
pemberian kebutuhan
nutrisi individu
parenteral
7. Pantau intake
dan output,
Anjurkan untuk
timbang berat
badan secara
periodik (sekali
seminggu)
8. Lakukan
perawatan
mulut
9. Kolaborasi
dengan ahli gizi
jenis nutrisi
yang akan
digunakan
pasien
3 Risiko Tujuan : Dalam waktu 1. Monitoring 1. Jumlah dan
ketidakseimbanga 1 x 24 jam tidak terjadi status cairan tipe cairan
n cairan dan ketidakseimbangan (turgor kulit, pengganti
elektrolit b.d cairan dan elektrolit membran ditentukan dari
keluarnya cairan mukosa, urine keadaan status
tubuh ditandai Kriteria evaluasi : output) cairan.
dengan muntah Penurunan
yang berlebihan Pasien tidak volume cairan
mengeluh mengakibatkan
pusing, menurunnya
membran produksi urine,
mukpsa lembap, monitoring
turgor kulit yang ketat
normal. TTV pada produksi
dalam batas urine, apabila
normal, CRT >3 <600 ml/hari
detik, urine merupakan
>600 ml/hari tanda-tanda
Laboratorium : terjadinya syok
nilai elektrolit hipovolemik
normal, nilai 2. Kehilangan
hematokrit dan cairan dari
protein serum muntah dapat
meningkat, disertai dengan
BUN/Kreatinin keluarnya
menurun natrium via
oral yang juga
akan
meningkatkan
risiko
gangguan
elektrol
2. Kaji sumber
kehilangan
3. Hipotensi
cairan
dapat terjadi
pada
hipovolemik
yang
memberikan
manisfestasi
sudah
terlibatnya
sistem
kardiovaskuler
untuk
melakukan
kompensasi
mempertahank
an tekanan
darah
4. Mengetahui
adanya
3. Monitor tanda- pengaruh
tanda vital peningkatan
terutama tahanan perifer
tekanan darah 5. Kolaborasi
Jalur yang
paten penting
untuk
pemberian
cairan cepat
dan
memudahkan
perawat dalam
melakukan
kontrol intake
dan output
cairan
Sebagai diteksi
awal
menghindari
gangguan
elektrolit
sekunder dari
muntah pada
pasien
peritonitis
4. Kaji warna
kulit, suhu,
sianosis, nadi
perifer, dan
diaforesis
secara teratur
5. Kolaborasi
Pertahankan
pemberian
cairan secara
intravena
Evaluasi kadar
elektrolit
6. Dokumentasi
dengan akurat
tentang intake
dan output
cairan
7. Lakukan
monitoring
ketatpada
seluruh sistem
organ
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2.
Jakarta:EGC
Carpenito, Lynda Juall. 1998. Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada Praktik Klinik Edisi 6.
Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8. Jakarta : EGC